Вы находитесь на странице: 1из 33

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGENDALIAN HAYATI (PNE 1402)


ACARA : II PENGENALAN SERANGGA DAN ARACHNID
MUSUH ALAMI
KELOMPOK : 1
GOLONGAN : B
NAMA KELOMPOK :
1.

Heru Purnama

(141510501108)

2.

Lili Akbar

(141510501049)

3.

Reza Septian

(141510501003)

4.

Ari Hartondo

(141510501092)

5.

Wirantika Dwi Q. (141510501201)

6.

Danar Musi

7.

Ilfa Indria

8.

Ira Wijayanti

9.

Robby F

(141510501097)
(141510501099)
(141510501219)
(141510501057)

10. Hari F

(141510501144)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekosistem merupakan suatu kesatuan yang saling timbal balik antara
mahluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem terbentuk dari suatu komunitas
bersama-sama dengan sistem abiotik yang mendukungnya. Pada jangka waktu
tertentu, ekosistem alami dapat menjaga sifat-sifatnya dengan baik, terutama
karena desakan yang dibuat oleh lingkungan fisik yang kemudian terjadi suatu
timbal balik baik intra maupun antarspesies. Salah satu mekanisme tersebut adalah
predasi (peristiwa mangsa memangsa). Interaksi antar organisme dalam suatu
komunitas dapat bersifat antagonistik, kompetitif atau bersifat positif seperti
simbiotik. Sifat mangsa-memangsa tersebut akan terus berlangsung dalam
kehidupan dan dalam ekositem dan disebut dengan rantai makanan. Rantai
makanan tersebut akan berlansung terus menerus tanpa ada batasan waktu.
Predator adalah serangga yang dalam hidupnya membunuh dan memakan
serangga yang ukurannya lebih kecil dari serangga pemangsanya. Predator
memiliki kemampuan sebagai agen pengedali hayati karena predator memiliki
potensi untuk membunuh atau bahkan memakan serangga hama yang
menyebabkan kerugian bagi tanaman. Predator pada saat ini keberadaannya di
alam sudah semakin sedikit. Hal tersebut diakibatkan oleh adanya suatu kerusakan
ekosistem alami yang mana hal tersebut terjadi sebagai dampak dari penggunaan
bahan- bahan kimia pada lahan pertanian.
Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya memparasit pada
tubuh serangga lain, sedangkan imago hidup bebas serta menjadikan nektar dan
embun madu sebagai makanannya. Parasitoid bersifat parasitik pada fase
pendewasaannya (larva) sedangkan pada fase dewasanya, parasitoid hidup bebas
dan tida terikat pada inangnya. Umumnya parasitoid akhirnya dapat membunuh
inangnya meskipun ada inang yang mampu melengkapi siklus hidupnya sebelum
mati. Parasitoid dapat menyerang inang pada setiap instar serangga, meskipun
instar dewasa yang paling jarang terparasit. Fase inang yang diserang umumnya
adalah telur dan larva, beberapa parasitoid menyerang pupa dan sangat jarang
menyetang imago (serangga dewasa). Parasitoid menyedot energi dan memakan

selagi inangnya masih hidup dan membunuh atau melumpuhkan inang untuk
kepentingan keturunannya.
Perbedaan antara predator dan parasitoid yaitu Predator (nimfa dan imago)
dapat memangsa semua tingkat perkembangan mangsanya (telur, larva/nimpa,
pupa, imago). Parasitoid pada tingkat perkembangan tertentu (larva) mungkin
hanya memarasit telur, larva/nimpa, pupa, atau imago inangnya. Contoh dari
predator yang umum yaitu kumbang Coccinella sp yang berfungsi untuk
memangsa Aphid sp. Sedangkan untuk parasitoid sendiri dibedakan berdasarkan
fase yang diparasit seperti Trichogamma sp yang menjadi parasite telur pada
Cocyra sp. Kemampuan makan imago betina Coccinella sp. lebih tinggi
dibandingkan dengan imago jantan dan larva predator. Seekor predator
memerlukan dan memakan banyak mangsa selama hidupnya. Seekor parasitoid
memerlukan hanya satu ekor inang selama hidupnya, tetapi pada akhirnya mampu
mematikan sejumlah besar inang. Satu imago parasitoid memasukkan sebuah telur
ke dalam tubuh inang yang kemudian berkembang menjadi kepompong dan
keluar sebagai imago. Imago inilah yang akan meletakkan telur pada banyak
inang berikutnya hingga pada akhirnya mematikan sejumlah banyak inang.
Predator dan parasitoid merupakan agen pengendali hayati (musuh alami)
yang memiliki potensi untuk mengendalikan OPT yang merugikan bagi tanaman.
Pengendalian dengan menggunakan musuh alami ini akan terjadi secara alami dan
juga dapat terjadi pula dengan bantuan manusia. Tetapi kebanyakan proses
tersebut terjadi secara alami di alam dan tanpa campur tangan manusia.
1.2 Tujuan
Mengetahui serangga dan musuh alami yang terdiri dari serangga hama,
predator, dan parasitoid.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Serangga merupakan salah satu makhluk hidup di dunia yang dapat


berpotensi menjadi hama bagi tanaman budidaya dan sebagai predator maupun
parasitoid (musuh alami). Jenis serangga dan persebaran serangga tergantung
dengan klasifikasi serangga tersebut. Serangga merupakan makhluk hidup yang
dapat beradaptasi dengan lingkungannya akan tetapi memiliki siklus hidup yang
tidak dapat berjalan dalam jangka waktu yang lama. Serangga memiliki peran
positif dan negatif dalam ekosistem. Serangga yang berperan positif bertindak
sebagai predator dan parasitoid sedangkan serangga yang berperan negatif
menyebabkan kerusakan atau penurunan produksi pada tanaman yang
dibudidayakan disebut serangga hama (Khaliq et al., 2014). Serangga dapat
dikatakan sebagai hewan yang memiliki temperature tubuh yang sama dengan
lingkungannya atau berdarah dingin. Temperature pada tubuh serangga ini
mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan, siklus hidup, dan reproduksi. Serangga
dapat mejaga kelangsungan hidupnya dengan cara memangsa serangga yang lebih
kecil dan memakan suatu komoditas tanaman (Pribadi dan Anggraeni, 2011).
Serangga merupakan golongan hewan yang memiliki jumlah yang paling
banyak di bumi. keberaan serangga di muka bumi ini memiliki peranan yang
sangat penting untuk keseimbangan suatu ekosistem. Serangga memiliki ukuran
tubuh

yang bermacam-macam, mulai dari 2-40mm, bagian tubuh serangga

terbagi menjadi tiga bagian yaitu kepala, dada (toraks), dan perut atau yang biasa
disebut dengan abdomen. Ciri-ciri lainnya yang khas dari serangga yaitu serangga
memiliki 3 pasang tungkai dan umumnya tubuhnya memiliki sayap. Serangga
merupakan salah satu kelompok hewan yang jumlah paling beragam, yaitu
terdapat lebih ari satu juta spesies serangga yang tersebar luas di permukaan bumi
ini. Serangga yang tersebar di permukaan bumi ini memiliki peran tersendiri bagi
keseimbangan ekosistem. Serangga alam ekosistem dapat berperan sebagai hama,
predator dan pada lingkungan (Haneda, dkk., 2013).
Serangga memiliki peran yang penting dalam siklus rantai makanan dan
pada ekosistem sawah serangga banyak terdapat dan hidup pada ekosistem
tersebut. Serangga yang merupakan salah satu komponen penyusun di muka bumi
ini yang juga menjadi salah satu komponen penyusun keanekaragaman hayati

memiliki peran yang penting dalam keseimbangan ekosistem. Sebagian dari


sekian banyaknya jenis serangga yang terdapat di bumi menggantungkan
hidupnya pada tanaman perkebunan sebagai hama, sebagian berperan sebagai
predator dan sebagian lainnya sebagai parasitoid. Begitu banyak jenis serangga
yang terdapat dimuka bumi terdapat puluhan ribu jenis serangga dapat merusak
dan mengganggu tanaman. Serangga yang menjadi predator dapat memangsa
serangga lain. Cara yang dapat dilakukan oleh serangga untuk dapat memangsa
serangga yang lainnya dapat dilakukan dengan cara menangkap, menghisap airan
dari serangga dan bahkan dapat memangsa tubuh serangga lainnya secara habis
dan menyeluruh (Hadi dan Aminah, 2012).
Serangga

hama

merupakan

organisme

yang

kehadirannya

dapat

memberikan dampak negatif atau merugikan bagi petani dimana memberikan


kerusakan pada tanaman budidaya. Hama merusak tanaman pada bagian akar,
batang, daun atau bagian tanaman lainnya sehingga tanaman tidak dapat tumbuh
dengan optimal. Serangga hama memiliki ciri- ciri dapat dilihat oleh mata,
merusak pada bagian tanaman tertentu. Serangga predator merupakan seperti
Famili Carabidae, Famili Reduvidae, Famili Salticida, Famili Tetragnathidae, dan
lain-lain. Serangga predator memiliki ciri ciri hidupnya bergantung pada
keberadaan serangga hama sasaran, ukuran tubuh lebih besar dari inang, dan
memangsa semua stadia (Prabawadi dkk., 2015).
Serangga hama pada saat ini banyak dikendalikan dengan menggunakan
pestisida yang mayoritas berbahan kimiawi. Pestisida yang digunakan untuk
mengendalikan serangga hama tidak hanya dapat membunuh hama yang dapat
menyerang tanaman tanaman budidaya, akan tetapi musuh alami seperti predator
dan parasitoid juga akan mati akibat penggunaan pestisida yang diaplikasikan
untuk mengendalikan serangga hama pada tanaman. Akibat yang dapat
ditimbulkan dari penggunaan pestisida yang digunakan yaitu jumlah musuh alami
yang teersedia di alam bebas jumlahnya semakin sedikit. Hal ini dikarenakan pada
dasarnya musuh alami pada alam memiliki jumlah yang sedikit apabila
dibandingkan deengan jumlah populasi serangga hama. Ditambah dengan
penggunaan pestisida yang dapat membunuh musuh alami, maka jumlah dari

musuh alami di alam bebas meenjadi semakin sedikit. Predator yang seharunya
dapat memangsa pada saat serangga masuk dalam fase nimfa dan fase dewasa
juga tidak mampu untuk meengendalikan serangga hama yang populasinya jauh
lebih banyak. (Virla et al., 2015).
Menurut (Upadhyay, et.al., 2015) nematoda entomopatogen (NEP)
merupakan salah satu agen hayati yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan
hama yang dapat menyerang tanaman. NEP dapat bersifat sebagai parasitoid pada
serangga hama. Hal ini dikarenakan NEP akan memanfaatkan tubuh iangnya
untuk dapat berkembangbiak di dalam tubuhnya, sehingga dengan NEP serangga
hama dapat dikendalikan. Berdasarkan dua genus nematoda entomopatogen yang
dapat digunakan sebagai agen hayati, nematoda entomopatogen tersebut memiliki
cara tersendiri untuk mengineksi tubuh inangnya. Cara nematoda entomopatogen
mengineksi tubuh inangnya yaitu dengan cara bersimbiosis dengan bakteri yang
terdapat di saluran pencernaannya. Nematoda dari genus Steinernematidae
bersimbiosis dengan bakteri genus Xenorabdus dan nematoda dari genus
Heterorhabditidae bersimbiosis dengan bakteri genus Photorabdus.
Parasitoid merupakan organisme yang memiliki ukuran tubuh lebih kecil
daripada inangnya. Parasitoid menyerang inang pada saat stadium larva dimana
parasitoid akan menyuntikkan atau memasukkan telurnya kedalam tubuh inang
dan telur yang menetas didalam tubuh inang akan menyerap sel atau jaringan
inang sehingga mati. Patogen serangga merupakan jenis jasad renik berupa jamur,
bakteri, dan virus yang menginfeksi serangga inang sehingga menyebabkan
kematian inangnya (Bisch et al., 2014).

BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Pengendalian Hayati dengan judul acara Pengenalan Serangga
Dan Arachid Musuh Alami dilaksanakan pada hari Senin tanggal 28 Maret 2016
pada pukul 07.00 di daerah jubung lahan pertanian Wahana Edukasi Tanaman
Obat Mmilik Fakultas Pertanian Universitas Jember.

3.2 Bahan dan Alat


3.2.1 Bahan
1. Jenis Komoditas
3.2.2 Alat
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Botol air mineral


Jaring penangkap serangga
Kamera
Alat tulis
Plastik kiloan
Loop (kaca pembesar)

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Apakah serangga itu sebagai hama
1. Untuk mengetahui apakah serangga itu sebagai hama,

kumpulkan

serangga dari lapang (catat jenis tanaman dan pada bagian mana pada
tanaman serangga ditemukkan atau dikoleksi). Jelaskan secara singkat pada
kertas pengamatan sodara.
2. Meletakkan serangga-serangga yang anda kumpulkan pada gelas plastik,
bekas botol aqua atau kotak rearing serangga sesuai dengan ukuran tubuh
serangga tersebut.
3. Berikan daun, batang/ranting atau buah dari tanaman di mana serangga itu
dikumpulkan, 15 menit kemudian amati apakah terjadi aktivitas makan (catat
ya/tidak).
4. 1-2 jam kemudian amati lagi aktivitas makan (catat ya/tidak), catat juga
apakah ada bagian tanaman yang diberikan telah dimakan (catat bagian mana
yang dimakan).

5. Amati serangga setiap hari dan beri bahan tanaman yang baru (amati dan
gambar perkembangan dari serangga).
3.3.2 Apakah serangga itu sebagai musuh alami
1. Untuk mengetahui apakah serangga itu sebagai musuh alami, seranggaserangga yang dikumpulkan (prosedur I) letakkan pada gelas plastik, bekas
botol aqua atau kotak rearing serangga sesuai dengan ukuran tubuh serangga
tersebut.
2. Untuk ulat-ulat (lebih mudahnya ulat thrax, ulat penggulung daun
pisang)

yang menunjukkan gejala terserang parasitoid. Amati apakah

ada telur pada permukaan tubuhnya (gunakan lensa pembesar ( lens)


atau stereo mikroskop, (catat ya/tidak), kemudian segera simpan pada
tempatnya dan amati sampai munculnya imago parasitoid.
3. Berikan mangsa (lebih mudahnya dan serangga-serangga lain yang hidup
bersama dengan serangga itu ditemukan) untuk serangga yang kita
asumsikan sebagai predator. 15 menit kemudian amati apakah serangga itu
memangsa atau serangga kecil lainnya termasuk ulat yang kita berikan
(catat aktivitas makannya; ya/tidak dan mangsa mana yang dia pilih).
4. 1-2 jam kemudian, amati lagi aktivitas makannya (catat jumlah yang telah
dimakan). Catat aktivitas makannya serta mangsa mana yang dia pilih).
5. Amati terus setiap hari dan catat perkembangnya

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil pengamatan Kelompok 1 (lahan padi)
No.

1.

Gambar

Serangga
Hama
Belalang
(Mantodea)

Predator

Parasitoid

Tempat
Daun
padi
bagian
bawah

2.

Belalang
Sembah
(Mantodea)

Batamg
padi

3.

Kumbang
Koksi
(Coleoptera)

Daun
padi
bagian
atas

4.

Semut
(Hymenoptera)

Tanah
sawah
padi

5.

Laba-laba
(Araneae)

Daun
padi

6.

7.

Kepik
(Himeptera)

Capung Jarum
(Odonata)

Daun
padi
bagian
atas

Batang
padi

Daun
padi

8.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Kelompok 2


No

Gambar

Hama

Predator

Parasitoid

Tempat

1.

Capung
(Ordonata)

Di atas
tanaman
padi

2.

Laba laba
(Arachnida)

Di daun
tanaman
padi

3.

Kepik
(Hemiptera)

Di
batang
tanaman
padi

4.

Tamocat
(Coleoptera)

Di daun
tanaman
padi

5.

Kumbang
koksi
(Coleoptera)

Di daun
tanaman
padi

6.

Lalat
(Diptera)

Di daun
tanaman
padi

Parasitoid

Tempat

Tabel 3. Hasil Pengamatan Kelompok 3


No

Gambar

Hama

Predator

1.

Laba-laba
(Araneae)

Tanaman
jeruk

2.

Semut
(Hymenoptera)

Tanaman
jeruk

3.

Capung
(Odonata)

Tanaman
pisang

4.

5.

Ulat
penggulung
pisang
(Lepidopter
a)

Tanaman
pisang

Brachymeria
sp
(Hymennopte
ra)

Tanaman
pisang

Lalat buah
(Diptera)

6.

Tanaman
jeruk

Tawon
(Hymenopter
a)

7.

Tanaman
jeruk

8.

Tungau

Daun
ketela
pohon

9.

Thrips
(Thysanopte
ra)

Tanaman
jeruk

Telur
Tanaman
buah
naga

10

Telur
Tanaman
palawija

11.

11.

Belalang
(Mantodea)

Tanaman
palawija

Tabel 3. Hasil Pengamatan Kelompok 4


No

Gambar

Hama

Predator

Parasitoid

Tempat

1.

Tungau
(Acarina)

Daun
ketela
pohon

2.

Belalang
sembah
(Mantodea)

Kakao

3.

Capung
(Ordonata)

Buah naga

4.

Semut hitam
(Formicida)

Daun
pisang

5.

6.

Belalang
(Orthoptera)

Ketela
pohon

Laba-laba
(Araneae)

Buah naga

Kumbang
koksi
(Coleoptera)

7.

8.

Buah naga

Brachyme
ria lasus
walker
(Hymnopt
era)

Ulat
penggulun
g daun
pisang

Parasitoid

Tempat

Tabel 5. Hasil Pengamatan Kelompok 5


No

Gambar

Hama

Predator

1.

Kumbang
koksi
(Coleoptera)

Tanaman
buah naga
(tangkai)

2.

Laba laba
(Araneae)

Tanaman
jeruk
(daun dan
ranting)

3.

Belalang
(Orthoptera)

Tanaman
jeruk dan
manga
(daun)

4.

Brachyme
ria lasus
walker
(Hymnopt
era)

Tanaman
pisang
(daun
yang
menggulu
ng)

Tungau merah
(Acarina)

5.

Tanaman
ketea
pohon
(dibawah
permukaan
daun)

Telur

Tanaman
pisang
(daun)

6.

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan dilakukan di agrotekno Park Jubung
ditemukan beberapa serangga yang terdapat dilahan sawah. Serangga yang
terdapat tergolong dari serangga hama, predator, dan parasitoid. Serangga hama
merupakan serangga yang menggangu dan bahkan merusak tanaman baik secara
ekonomis, kulitas, dan kuantitas dari tanaman. Serangga hama yang ditemukan di
lapang yaitu:
1.
a.

b.

Ulat Penggulung Daun Pisang (Erionota thrax Linnaeus)


Klasifikasi
Kingdom

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Lepidoptera

family

: Hespiredae

Genus

: Erionata

Spesies

: Erionata tharax

Bioekologi
Kupu-kupu mulai menghisap madu dan melakukan kopulasi dengan

bertebrangan di sore dan pagi hari , lalu melanjutkan bertelur pada malam hari.

Kupu-kupu meletakan telurnya di daun pisang yang masih utuh. Telur yag
diletakkan berjumlah 25 butir. Ulat yang masih muda berwarna hijau sednagkan
yang lebih besar akan berwarna putih kekuningan serta seluruh tubuhnya dilapisi
liilin. Ketika telah menjadi pupa, pupa berwarna kehijauan dilapisi lilin dan
berada dalam gulungan daun pisang. Pupa berukuran 6 cm dan memiliki belalai.
Tanaman inangnya yaitu tanaman pisang hias dan tanaman pisang serat.
c.

Siklus Hidup
E. thrax L. Memiliki telur berwarna kuning dan menetas setelah mencapai

umur 5-8 hari. Imago meletakkan telur secara berkelompok kira-kira 25 butir pada
permukaan bawah daun yang utuh pada malam. Larva muda yang baru menetas
memotong daun pisang secara miring mulai dari bagian tepi daun lalu
menggulung potongan tersebut. Satu larva hidup dalam satu gulungan daun.
Stadium larva berlangsung selama 28 hari. Larva makan dari bagian dalam
gulungan tersebut, kemudian membentuk gulungan yang lebih besar sesuai
dengan perkembangan larva sampai instar akhir. Mortalitas larva cukup tinggi
pada larva muda karena pada permukaan tubuhnya belum ditutupi lilin dan
gulungan daunnya masih terbuka. Stadium prapupa lamanya adalah tiga hari,
sedangkan stadium pupa selama tujuh hari. Serangga berkepompong dalam
gulungan daun. Pupa berada di dalam gulungan daun, berwarna kehijauan dan
dilapisi lilin. Panjang pupa lebih kurang 6 cm dan mempunyai belalai (probosis).
Imago E. thrax adalah kupu-kupu berwarna coklat dengan bintik kuning pada
kedua sayapnya. Panjang rentangan sayapnya kira-kira 7.5 cm. Imago menghisap
madu atau nektar bunga pisang. Imago aktif pada sore hari dan pagi hari. Siklus
hidup E. thrax di Bogor 5 6 minggu.
2. Belalang
a. Klasifikasi
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
family
Genus
Spesies
b. Bioekologi

: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Orthoptera
: Acridididae
: Oxya
: Oxya chinensis

Tubuh belalang terdiri dari 3 bagian hama, yaitu kepala, dada (thorax) dan perut
(abdomen). Belalang juga memiliki 6 enam kaki bersendi, 2 pasang sayap, dan 2
antena. Kaki belakang yang panjang digunakan untuk melompat sedangkan kaki
depan yang pendek digunakan untuk berjalan. Meskipun tidak memiliki telinga,
belalang dapat mendengar. Alat pendengar pada belalang disebut dengan
tympanum dan terletak pada abdomen dekat sayap. Tympanum berbentuk
menyerupai disk bulat besar yang terdiri dari beberapa prosesor dan saraf yang
digunakan untuk memantau getaran di udara, secara fungsional mirip dengan
gendang telinga manusia. Belalang bernafas dengan trakea.
Belalang memiliki cara unik dalam menyelamatkan diri dari pemangsa.
Ketika hewan lain menangkap bagian kakinya, belalang akan melepaskan kaki
mereka agar tidak tertangkap. Begitu kaki itu terlepas, sebuah jaringan khusus
akan segera menutup luka atau lubang yang ada. Seekor belalang dapat melompat
dengan sangat baik, meski hanya menggunakan satu kaki pelompatnya yang
panjang. Belalang daun biasanya hinggap di dedaunan untuk mencari makanan.
Tubuh belalang daun berwarna hijau mirip warna daun sehingga tersamarkan. Hal
ini menyulitkan musuhnya untuk mengetahui keberadaan belalang tersebut.
c. Siklus Hidup
Siklus hidupnya yaitu anakan yang baru menetas berwarna putih, namun
setelah paparan sinar matahari, mereka menganggap warna khas dan tanda-tanda
orang dewasa. Nimfa meranggas kulit mereka berkali-kali saat mereka tumbuh
menjadi orang dewasa. Belalang Wanita mencoba untuk memilih tempat yang
baik untuk bertelur, namun, ini adalah satu-satunya pengasuhan yang mereka
sediakan. Belalang tidak mengurus anak-anak mereka setelah mereka menetas.
3. Lalat Buah
a. Klasifikasi
Kingdom

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Diptera

family

: Tephiritidae

Genus

: Bachtrocera

Spesies

: Bachtrocera dorsalis complex

b. Bioekologi
Lalat buah yang menyerang cabai umumnya spesies Bactrocera dorsalis
Hendel. Serangga dewasa mirip lalat rumah berukuran panjang sekitar 0,7 mm
dan rentang sayap antara 13 15 mm. Toraks berwarna jingga, merah kecoklatan,
coklat, atau hitam dan terdapat dua garis membujur. Sayap transparan. Pada
abdomen terdapat dua garis melintang dan satu garis membujur sehingga seolah
olah membentuk huruf T. Pada lalat betina ujung abdomen lebih runcing dan
dilengkapi dengan alat peletak telur atau ovipositor yang cukup kuat untuk
menembus kulit buah. Serangga betina dapat meletakkan telur 1 40
butir/buah/hari, dan seekor betina dapat menghasilkan telur 1200 1500 butir.
Siklus hidup di daerah tropis sekitar 25 hari. Imago banyak ditemukan pada siang
atau sore hari terbang di sela sela tanaman Telur berwarna putih bening sampai
kuning krem,dan berubah menjadi lebih tua mendekati saat menetas.Berbentuk
bulat panjang seperti pisang dengan ujung meruncing, berukuran panjang 1,2 mm,
lebar 0,2 mm yang diletakkan secara berkelompok 2 15 butir di bawah kulit
buah. Stadium telur 2 hari. Larva terdiri dari 3 instar berbentuk belatung/bulat
panjang dengan salah satu ujungnya (kepala) runcing dengan 2 bintik hitam yang
jelas merupakan alat kait mulut, mempunyai 3 ruas torak abdomen, berwarna
putih kekuning kuningan dengan panjang sekitar 10 mm. Larva menetas di dalam
buah cabai. Larva instar 3 mempunyai kemampuan meloncat dan melenting keluar
dari dalam buah dan menjatuhkan diri ke tanah, membentuk puparium dari kulit
larva terakhirnya dan menjadi pupa di dalam tanah. Stadium larva 6 9 hari. Pupa
(kepompong) lalat buah berwarna coklat, berbentuk oval dengan panjang sekitar 5
mm. Pupa berumur sekitar 4 - 10 hari dan menjadi serangga dewasa. Pupa dapat
ditemukan di dalam tanah di dekat buah jatuh dengan kedalaman antara 8 16
cm.
c. Siklus Hidup
Daur hidup lalat Drosophila, daur hidup lalat Drosophila relatif pendek, terdiri
atas tahap-tahap telur larva instar I larva instar II larva instar III pupa

imago. Fase perkembangan dari telur Drosophila melanogaster dapat dilihat lebih
jelas pada gambar di bawah ini.
4. Tungau
Tungau merupakan salah satu avertebrata yang paling beragam dan mampu
beradaptasi dengan lingkungan. Hewan ini memiliki tungkai dengan jumlah 8.
Hewan ini berwarna merah kekuningan, ukuran tububnya 0,5 mm. Tungau
memiliki nama latin yaitu Tetracychus bimaculatus. Dibawah ini merupakan
klasifikasi dari tungau:
Kingdom

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Arachnida

Ordo

: Acarina

Famili

: Tertachidae

Genus

: Tertacychus

Spesies

: Tetracychus Bimaculatus

Siklus hidup tungau terdiri dari telur, larva, protonimfa, deutonimfa, dan
imago.

Telur memiliki bentuk oval memanjang dan berwarna bening.

Kelembapan yang tinggi yaitu berkisar 90-100%, dibutuhkan untuk penetasan


telur. Perilaku makan larva berbeda untuk beberapa spesies. Beberapa spesies
tungau memiliki stadium larva yang tidak makan, sementara larva beberapa
spesies membutuhkan makanan untuk perkembangannya.
Spesies tungau ini bersifat kosmopolit dan dapat dijumpai hampir di seluruh
belahan dunia. T. Bimaculatus merupakan spesies tungau hama yang cukup
terkenal di Asia. Tungau ini mudah dijumpai pada pertanaman teh sehingga
dikenal juga sebagai tungau merah teh. Selain itu, T. Bimaculatus dapat
menyerang lebih dari 100 spesies tanaman. Pada umumnya tungau ini mudah
dijumpai di lapangan, namun juga menjadi hama pada pertanaman dalam rumah
kaca seperti anggur, stroberi, dan lain-lain.
5. Thrips
Hama thrips merupakan salah satu hama penting pada tanaman padi dan akan
menyerang pada musim kemarau, selain itu juga menyerang tanaman jeruk.

Thrips termasuk sub ordo Terebrantia yaitu thrips tabaci. Pada sub ordo ini
terdapat ovipositor yang berfungsi untuk menusuk dan meletakkan telur kedalam
jaringan tanaman. Dibawah ini merupakan klasifikasi thrips:
Kingdom

:Animalia

Divisi

:Arthropoda

Kelas

:Insecta

Ordo

:Thysanoptera

Famili

:Thripidae

Genus

:Thrips

Spesies

: Thrips sp

Thrips panjang tubuhnya 1-2 mm berwarna hitam, datar, langsing dan


mengalami metamorfosis sederhana atau setengah sempurna yaitu mulai dari telur
kemudian nimfa/thrips muda berwarna putih atau kuning baru setelah itu menjadi
thrips dewasa sebelum mengalami dua sampai empat instar. Thrips dapat
berkembang biak secara generatif (kawin) maupun vegetatif melalui proses
Phartenogenesis, misalnya thrips yang mengalami phartenogenesis adalah Thrips
tabaci yang menyerang tembakau. Perkembangbiakan secara phartenogenesis
akan menghasilkan serangga-serangga jantan. Imago betina Thrips dapat
meletakkan telur sekitar 15 butir secara berkelompok kedalam jaringan
epidhermal daun tanaman dengan masa inkubasi telur sekitar 7 hari. Menurut
Dibiyantoro dan Laksanawati (1998) bahwa daur hidup thrips sangat tergantung
terhadap lingkungan dan jenis makanannya. T. Tabaci rataan daur hidup totalnya
adalah sekitar 15,4 hari.
Pada permukaan daun akan terdapat bercak-bercak yang berwarna putih
seperti perak. Hal ini terjadi karena masuknya udara ke dalam jaringan sel-sel
yang telah dihisap cairannya oleh hama Thrips tersebut. Apabila bercak-bercak
tersebut saling berdekatan dan akhirnya bersatu maka daun akan memutih
seluruhnya mirip seperti warna perak. Lama kelamaan bercak ini akan berubah
menjadi warna coklat dan akhirnya daun akan mati. Daun-daun cabai yang
terserang hebat maka tepinya akan menggulung ke dalam dan kadang-kadang juga
terdapat bisul-bisul. Kotorankotoran dari Thrips ini akan menutup permukaan

daun sehingga daun menjadi hitam. Jadi pada umumnya bagian tanaman yang
diserang oleh Thrips ini adalah daun, kuncup, tunas yang baru saja tumbuh, bunga
serta buah yang masih muda.
Serangga predator adalah serangga yang memiliki kemampuan untuk
memangsa serangga lain. Serangga predator memiliki ukuran lebih besar
dibandingan serangga yang dimangsa. Serangga

predator yang ditemukan di

lapang sebagai berikut:


1.

Semut hitam

Semut hitam dalam Ordo Hymenoptera (serangga bersayap bening) dan masuk
dalam Familia Formicidae Klasifikasi semut hitam yaitu
Kingdom

Animalia

Sub kingdom :

Invertebrata

Filum

Arthropoda

Kelas

Insecta

Ordo

Hymenoptera

Familia

Formicidae

Genus

Dolichoderus

Spesies

Dolichoderus bituberculatus

Semut melalui proses perkembangan bentuk tubuh yang berbeda-beda


mulai dari telur sampai dewasa. Proses perubahan bentuk ini disebut
metamorfosis. Semut hitam termasuk serangga yang mengalami metamorfosis
sempurna atau metamorfosis holometabola. Siklus hidup semut hitam yaitu telur,
larva, pupa, dan imago atau dewasa. Secara umum semut terdiri dari tiga bagian
yaitu kepala, dada, dan perut. Kepala semut dilengkapi oleh sepasang antena ,
sepasang rahang, dan mata semut. Dada semut dilengkapi dengan tiga kaki tang
kokoh dan sepayang sayap untuk semut jantan, sedangkan bagian ujung belakang
perut dilengkapi dengan sengat sebagai alat perlindungan diri.
Semut hitam hidup dalam organisasi sosial yang terdiri dari sejumlah
individu dan membentuk suatu masyarakat yang disebut koloni. Semut hitam
banyak dijumpai pada tanaman jeruk, kakao, kopi, dan mangga. Sarang semut
hitam biasanya berada di atas permukaan tanah (tumpukan seresah daun kering)

dan juga pelepah daun kelapa (jika kakao ditanam bersama dengan kelapa) atau di
tempat-tempat lain yang kering dan gelap serta tidak jauh dari sumber makanan.
Koloni semut terdiri dari kelompok-kelompok yang disebut kasta. Semut hitam
terdiri dari beberapa kasta, yaitu: ratu, pejantan, dan pekerja. Semut pekerja dibagi
dua, yaitu pekerja dan prajurit. Kasta-kasta semut mempunyai tugas yang
berbeda-beda, akan tetapi tetap saling berinteraksi dan bekerja sama demi
kelangsungan hidupnya. Tanaman yang terserang semut memilikigejala yaitu
tunas muda, kuncup bunga, dan akar akan luka akibat gigitan dari semut yang
kemudian akan rusak, rusaknya bagian tanaman tersebut diakibatkan pertumbuhan
jamur pada bekas luka dari gigitan semut.
2.

Kumbang koksi

Klasifikasi kumbang koksi yaitu :


Kingdom

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insekta

Ordo

: Coleoptera

Subfamili

: Coccinellinae

Famili

: Coccinellidae

Genus

: Coccinella

Species

: Coccinella septempunctata

Kumbang koksi ini memiliki ciri morfologi yaitu bentuk tubuh yang kecil
mirip dengan kepik pada bagian sayap berwarna oranye yang terdapat bintikbintik hitam. Kumbang koksi juga memiliki kaki yang berjumlah enam, yang
terletak pada bagian depan dua, tengah dua, dan belakang dua. Pada bagian kaki
juga terdapat bulu kecil yang berfungsi sebagai pelekat. Bagian sepal memiliki
sepasang mata yang berfungsi untuk melihat, dan memiliki antena yang berfungsi
sebagai perangsang erhadap cahaya, musuh, dan mangsa.
Kumbang mengalami metamorfosis sempurna (telur-larva-pupa-imago).
Kumbang betina akan bertelur beberapa lusin setiap musim kawin dan meletakkan
telurnya di suatu substrat (misalnya pada daun atau dibenamkan ke dalam
substrat). Telur kemudian akan menetas menjadi sebentuk ulat kecil yang kita

sebut larva (instar) sampai dua atau tiga kali tergantung spesies. Larva kemudian
menjadi pupa dan berpuasa sampai beberapa waktu, setelah itu menetas menjadi
imago. Larva kumbang kepik umumnya memiliki penampilan bertubuh panjang,
diselubungi bulu, dan berkaki enam. Larva ini hidup dengan makan sesuai
makanan induknya dan ketika mereka bertumbuh semakin besar, mereka
melakukan pergantian kulit. Larva kumbang kepik yang sudah sampai hingga
ukuran tertentu kemudian akan berhenti makan dan memasuki fase kepompong
pada usia dua minggu sejak pertama kali menetas. Kepompong ini biasanya
menempel pada benda-benda seperti daun atau ranting dan berwarna kuning dan
hitam. Kepik dewasa selanjutnya akan keluar dari kepompong setelah sekitar satu
minggu. Sayap depan kumbang kepik yang baru keluar masih rapuh dan berwarna
kuning pucat sehingga ia akan berdiam diri sejenak untuk mengeraskan sayapnya
sebelum mulai berakivitas. Kumbang koksi atau kumbang kepik dapat hidup
sampai 2 3 tahun di habitannya. Gejala serangan menyebabkan pucuk atau daun
tanaman keriput, daun tumbuh tidak normal, keriting dan menggulung.
3.

Belalang sembah

Klasifikasi belalang sembah yaitu :


Kingdom

: Animalia

Sub kingdom : Invertebrata


Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Mantodea

Famili

: Mantidae

Genus

: Mantis

Spesies

: Mantis religiosa
Belalang sembah banyak ditemukan di daerah pertanaman. Telur

diletakkan di berbagai bagian tanaman, terutama di rantimg dan dibungkus oleh


bahan seperti busa yang lekat. Tiap jenis mempunyai masa telur yang berbeda.
Nympha akan muncul secara serentak dan sangat aktif dalam mencari mangsa.
Hewan ini bertindak sebagai predator yang efektif, memangsa berbagai serangga
dan sering pula bersifat kanibal dengan memakan mantis lainnya.

Mantis religiosa (belalang sembah) memiliki ukuran tubuh dari medium


sampai besar, bersifat hemimetabola, mulutnya tipe pengunyah, memiliki dua
pasang sayap, sayap depan lebih tebal dan seperti kertas dari kulit yang disebut
tegumina. Sayap belakang berupa membran dan dilipat seperti kipas dan terletak
di bawah sayap depan. Tubuhnya juga terbungkus oleh eksoskleton yang
melindungi sistem organ yang lunak sebelah dalam. eksoskeleton merupakan
kuikula yang tersusun dari kitin dan terbagi atas segmen-segmen. Tanaman yang
terserang belalang sembah gejalanya yaitu daun yang dimakan terlihat dicabikcabik tidak teratur. Gejala serangan yang berat, tinggal hanya tulang dan daun
saja.
4. Capung
Secara umum capung dibedakan menjadi dua jenis, yaitu capung dan
capung jarum. Berdasarkan klasifikasi ilmiah, ordo Odonata mempunyai dua subordo yaitu Anisoptera (capung) dan Zygoptera (capung jarum). Keduanya
memiliki perbedaan yang cukup jelas, dari bentuk mata, sayap, tubuh dan perilaku
terbangnya. Anisoptera (capung) memiliki sepasang mata majemuk yang
menyatu, ukuran tubuh yang relatif besar daripada Zygoptera (capung jarum),
ukuran sayap depan lebih besar daripada sayap belakang serta posisi sayap
terentang saat hinggap, dan mampu terbang cepat dengan wilayah jelajah luas.
Zygoptera (capung jarum) memiliki sepasang mata majemuk terpisah, ukuran
tubuh relatif kecil, ukuran sayap depan dan belakang sama besar serta posisi sayap
dilipat diatas tubuh saat hinggap, kemampuan terbang cenderung lemah dengan
wilayah jelajah tidak luas (Rahadi et al. 2013 dalam Pamungkas 2015)
Dalam ekosistem, capung mempunyai peran yang besar dalam menjaga
keseimbangan rantai makanan. Capung berperan sebagai predator serangga kecil
lainnya, bahkan kanibal terhadap jenisnya. Dalam konteks pertanian capung
mampu menekan populasi serangga yang berpotensi sebagai hama pertanian
sebagai mangsanya (Feriwibisono 2011 dalam Pamungkas 2015). Dalam konteks
lain, capung dapat memangsa nyamuk, lalat dan serangga lain yang merugikan
(Susanti 1998 dalam Pamungkas 2015)

Keberadaan capung di lingkungan dapat menjadi bioindikator perairan,


bahwa secara tidak langsung kehadiran capung dapat menandakan bahwa di
sekitar lingkungan tersebut masih terdapat air bersih. Perubahan dalam populasi
capung dapat dijadikan sebagai langkah awal untuk menandai adanya polusi atau
lingkungan yang tercemar (Pamungkas 2015). Capung jarum (Zygoptera)
sebagian besar hidup di aliran air dan sungai, beberapa terdapat di rawa-rawa,
selain itu terdapat di kolam. Capung jarum dapat ditemukan di sekitar perairan
sungai bersih dan mengalir dengan intensitas cahaya matahari sedang atau
dibawah naungan pohon (Rahadi et al. 2013 dalam Pamungkas 2015).
5.

Laba-laba
Laba-laba merupakan salah satu musuh alami hama (predator), terutama

terhadap serangga sehingga dapat berperan dalam mengontrol populasi serangga.


Laba-laba adalah predator polifag sehingga berpotensi untuk mengendalikan
berbagai spesies serangga hama (Nyffeler & Sunderland 2003; Chatterjee et al.
2009 dalam, Suana 2013). Laba laba mampu menempati berbagai macam habitat
sehingga bisa berpindah dari satu habitat ke habitat lainnya bila mengalami
gangguan (Suana et al. 2005; berg et al. 2008; Hogg & Daane 2010 dalam
Suana, 2013). Semakin naik ketinggian suatu tempat maka jumlah populasi suatu
makhluk hidup akan semakin berkurang. Selain itu faktor suhu, kelembaban,
curah hujan dan kecepatan angin juga mempengaruhi jumlah populasi laba-laba
(Arachnida).
Masing-masing spesies laba-laba memiliki waktu aktif dan spesies mangsa
yang berbeda beda sehingga sangat penting untuk mengelola keanekaragaman
spesies laba-laba pada suatu area perkebunan. Dengan beragamnya spesies labalaba maka potensinya untuk mengendalikan beragaman hama juga semakin besar
(Suana, 2013). Menurut Ridwan et al. (1995) dalam Sanjaya (2006), laba-laba
terdapat di seluruh dunia dan menempati seluruh lingkungan ekologi kecuali di
udara dan laut terbuka. Kebanyakan laba-laba berukuran kecil (panjang tubuh 210 mm), beberapa di antaranya berukuran cukup besar seperti tarantula (panjang
tubuh 80-90 mm). Laba-laba jantan selalu lebih kecil dari pada laba-laba betina
dan mempunyai siklus hidup yang lebih pendek. Semua laba-laba bersifat

karnifora, banyak di antaranya membuat jaring dan ada pula yang memburu
mangsanya di tanah.
Laba-laba non jaring umumnya hidup di tanah dan pepohonan serta
mendapatkan mangsanya dengan cara berburu, sedangkan laba-laba pembuat
jaring membuat perangkap dari serat di antara ranting-ranting pohon untuk
menjebak mangsa. Nephila sp. betina memiliki panjang tubuh 3-5 cm, dari ujung
kaki depan sampai kaki belakang kurang lebih 20 cm, sedangkan panjang jantan
hanya sekitar 3-5 mm. Tempat hidupnya di hutan, pohon-pohon, dan mangrove.
Daerah sebarannya di kawasan tropis Afrika, India, Cina, Asia Tenggara, Australia
utara, dan kepulauan Pasifik utara (Sanjaya, 2006).
Racun laba-laba bersifat neurotoksin dan nekrotoksin. Neurotoksin
menggangu penjalaran impuls saraf pada saluran ion (ion channels) dan sinaps,
sedangkan nekrotoksin bekerja pada reaksi yang sistematik misalnya pada ginjal
dan darah (Ori dan Ikeda, 1998 dalam Sanjaya, 2006). Racun laba-laba yang
bersifat neurotoksin lebih banyak dibandingkan nekrotoksin. Yosioka et al. (1997)
dalam Sanjaya (2006) menduga bahwa racun laba-laba mengandung penghambat
neuron; penghambat tersebut berisi glutamat sebagai transmitor dan menimbulkan
efek paralisis pada serangga, yakni kondisi tidak dapat bergerak (lumpuh) akibat
terganggunya sistem saraf serangga.
6.

Kepik
Intensitas serangan ditunjukan adanya kerusakan bulir yang terdapat pada

malai tanaman padi. Kerusakan akibat hama ini berupa malai padi berwarna
hitam, bulir kosong, dan hasil panen berupa beras memiliki kualitas rendah.
Sedangkan gejala serangan yaitu berupa tusukan stilet berwarna bintik hitam dan
perubahan warna bulir tanaman padi menjadi coklat kehitaman (Salaki, 2012).
Hama kepik (P. Pallicornis) saat berada pada stadia nimfa dan imago aktif
di permukaan tanaman pada malai padi dan ujung-ujung daun. Aktifitas dari
serangga ini pada siang hari nimfa dan imago turun ke bagian bawah tanaman
untuk berlindung dan beristirahat di antara daun da Hama P. Pallicornis merusak
isi bulir tanaman padi sampai matang susu, sehingga menyebabkan biji menjadi

ramping. Hama ini mulai berada di pertanaman saat padi berada dalam fase
bunting sampai saat panen (Salaki, 2012).
7.

Tomcat (Paederus fuscipes)


Tomcat merupakan salah satu jenis kumbang yang berkembang biak

didalam tanah dengan suhu yang relatif lembab seperti di galengan sawah, tepi
sungai, dan daerah rawa. Tomcat sendiri dalam dunia pertanian bertindak sebagai
predator serangga terutama pada serangga jenis hama seperti wereng coklat, telur
penggerek, ngengat, dan sebagainya (Arifin, 2012). Siklus hidup dari tomcat yaitu
telur-larva-pupa-imago. Tomcat betina umumnya meletakkan telurnya didalam
tanah begitu pula dengan larvanya yang hidup didalam tanah dan pada fase pupa
tomcat juga hidup didalam tanah. Setelah menjadi dewasa barulah tomcat hidup
diluar tanah dan hidup ditajuk tanaman. Siklus hidup kumbang dari sejak telur
diletakkan hingga menjadi kumbang dewasa sekitar 18 hari, dengan perincian
stadium telur 4 hari, larva 9 hari, dan pupa 5 hari. Kumbang dapat hidup hingga 3
bulan. Seekor kumbang betina dapat meletakkan telur sebanyak 100 butir telur.
Tomcat adalah serangga yang cukup beracun, efek racub yang ditimbulkan
akibat serangan tomcat cukup menyakitkan meskipun tidak mematikan. Ciri
utama dari tomcat ialah tubuhnya yang berukuran kecil memanjang dengan
ukuran antara 1-35mm. Bagian atas badan tomcat berwarna kuning gelap, bawah
abdomen (perut) dan kepala berwarna gelap. Berikut adalah klasifikasi dari
tomcat, yaitu: Kerajaan: Animalia, Filum: Arthropoda, Kelas: Insecta; Ordo:
Coleoptera; Famili: Staphylinidae; Genus: Paederus; Spesies: Paederus littoralis.
Terdapat 600 spesies sejenis tomcat diseluruh dunia, binatang ini bersifat
cosmopolitan (dapat hidup dimana-mana) dan sangat menyukai daerah yang
lembab dan tanaman seperti padi, jagung, dan semak-semak. Apabila merasa
terganggu atau terancam, maka tomcat akan menaikkan bagian abdomen untuk
menakut-nakuti musuhnya. Tomcat tidak mengigit ataupun menyengat namun saat
terancam akan mengeluarkan cairan racun yang disebut paederin (C24H43O9N).
Racun inilah yang dapat membuat dermatitis (radang kulit yang disertai rasa gatal)
dan terasa panas. Setelah 24-48 jam akan muncul gelembung pada kulit dengan
sekitar berwarna merah yang menyerupai bekas akibat terkena air panas atau luka

bakar. Dermatitis dapat terjadi akibat kontak langsung maupun tidak langsung
seperti melalui baju maupun barang lain yang tercemar racun paederin.
8. Lalat Buah (Drosophila melanogaster)
Klasifikasi Lalat Buah (Drosophila melanogaster):
Kingdom : Animalia
Filum

: Arthropoda (kaki beruas-ruas)

Kelas

: Insecta (serangga)

Ordo

: Diptera (memiliki dua sayap)

Familia

: Calliphoridae

Genus

: Stomorhina

Spesies

: Stomorhina lunata
Secara kasat mata lalat buah sangat mirp dengan lalat rumah terutama dari

segi ukurannya yang hamper sama. Perbedaannya, lalat buah mempunyai warna
tubuh yang lebih cerah, kombinasi antara warna hitam keabu-abuan, coklat bata
atau oranye, kuning, dan putih. Warna tubuh lalat rumah cenderung kusam, yaitu
kombinasi antara hitam dan abu-abu. Pada umumnya lalat buah memiliki 4 fase
sampai dewasa yaitu telur-larva-pupa-lalat dewasa (imago).
Serangan akibat lalat buah menimbulkan banyak kerugian bagi petani,
akibat dari serangan lalat buah yaitu buah atau sayuran yang siap dipanen akan
busuk dan rontok serta gejala awalnya yaitu terdapat bintik hitam pada bagian
buah atau sayur. Lalat buah sangat umumnya menyerang pada tanaman yang
sedang berbuah. Lalat buah menyerang tanaman atau aktif pada pagi hari, karena
lalat buah merupakan binatang yang segala aktifitasnya sangat bergantung pada
cahaya matahari (Manurung, 2010). Hampir semua tanaman yang berbuah tidak
luput dari serangan hama lalat seperti jambu, mangga, jeruk, dan sebagainya.
Begitu pun pada tanaman sayuran berbuah, sepeti cabe, tomat, paprika, dll. Lalat
menyerang dengan cara menusuk buah untuk meletakkan telurnya.
Lalat buah memiliki beberapa sifat biologi yang membuatnya dapat
menjadi hama yang hebat. Pertama lalat buah memiliki kemapuan untuk
beradaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya. Kedua, kemampuan adaptasi
lalat buah, ditambah dengan mobilitasnya yang tinggi (karena lalat buah memiliki
sayap) tersebut memungkinkannya mengarungi jarak yang cukup jauh untuk

menemukan habitat yang sesuai. Ketiga, banyak spesies lalat buah bersifat
polifaga. Sifat ini tentu saja memberikan keuntungan spesies-spesies tersebut
untuk selalu mendapatkan inang. Jika satu inang tidak tersedia, maka inang
alternatif siap berperan sebagai inangnya.
Kerusakan yang diakibatkan oleh serangan lalat buah cukup tinggi. Pada
fase larva serangannya bersifat permanent (tidak dapat kembali) dan jika tidak
dikendalikan akan berakibat fatal. Buah yang sudah menjadi inang bagi larva
mula-nula akan rusak ringan akibat dari aktifitas larva. Jika dibiarkan maka lamalama buah akan busuk total dan hancur, hal ini diakibatkan pula oleh organisme
pembusuk. Kemudian, buah yang sudah rusak akan membusuk, dan akhirnya
jatuh ke tanah. Pada serangan berat, buah yang jatuh ke tanah juga akan cukup
banyak. Oleh karena itu, kerusakan ini dapat pula disebut dengan kerusakan
kuantitatif, yaitu menurunnya jumlah buah yang dapat dipanen per satuan luas per
satuan waktu.
Buah yang baru saja diteluri oleh lalat buah umumnya menampakkan luka
kecil yang mengeluarkan cairan dari jaringan buah yang diakibatkan oleh
ovipositor (alat peletak telur yang berbentuk seperti jarum). Kemudian, luka
tersebut akan dipenuhi dengan mikroba pembusuk samapai berwarna coklat
kehitaman. Cara yang cukup mudah untuk mengendalikan hama lalat yaitu dengan
cara membungkus buah agar lalat tidak dapat hinggap pada buah dan tidak dapat
menusukan telurnya kedalam buah.
Serangga Parasitoid adalah serangga yang hidup sebagai parasit di dalam
atau pada tubuh serangga lain ( serangga inang ), dan membunuhnya secara pelanpelan. Parasitoid berguna karena membunuh serangga hama. Serangga yang
terdapat dilapang yaitu Brachmeria sp. Morfologi dari Brachymeria sp. yaitu
imago berwarna hitam dan ukuran imago berkisar 2-7 mm dengan tungkai
belakang yang menggembung dan bergerigi serta ditumbuhi bulu-bulu halus,
mempunyai ovipositor yang pendek yang terletak pada bagian ujung abdomen.
Parasitoid memiliki sayap yang berupa membran, pada bagian caput terdapat
sepasang mata faset dan tiga oselli. Jumlah segmen antena tidak lebih dari 11
segmen, bagian thorax terdapat motif bulat yang berukuran kecil. Telur dari
parasitoid Brachymeria sp. sangat bervariasi sesuai dengan ukuran inang.

Siklus hidup Brachymeria sp bekisar antara 12-14 dengan lama stadium


telur, larva, dan pupa. Brachymeria sp. termasuk ke dalam ordo Hymenoptera dan
famili Chalcididae, tahapan siklus hidup dari Brachymeria sp. adalah betina
meletakkan telur-telurnya dengan ovipositor ke dalam tubuh inang, kemuadian
larva berkembang di dalam tubuh inang, lalu larva muncul dari tubuh inang yang
kemudian membuat kokon untuk pupa sedangkan inang mati, selanjutnya
serangga dewasa muncul dari kokon ketika generasi baru muncul dari inang. .
Gejala yang ditunjukkan parasitoid Brachymeria sp. terhadap inang yang
terparasit yaitu struktur tubuh pupa berbeda dengan struktur pupa yang sehat.
Tubuh pupa yang terparasit akan mengeras dan pada bagian tubuhnya muncul
bercak-bercak berwarna hitam hingga pada akhirnya seluruh tubuh dari pupa akan
diselimuti warna hitam dan apabila di sentuh tidak akan bergerak.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang dilaksanakan di Agrotekno Park Jubung
memperoleh beberapa serangga yang terdiri dari hama, predator dan parasitoid.
Serangga hama merupakan serangga yang menyebabkan penurunan kualitias, dan
kuantitas hasil produksi pertanian. Hama merupakan faktor pembatas bagi
budidaya tanaman dan menyebabkan peningkatan biaya produksi. Serangga hama
yang ditemukan yaitu belalang, ulat penggulung daun pisang, lalat buah, tungau
dan thrips. Serangga predator merupakan serangga yang menjadi musuh alami
bagi hama. Serangga predator memangsa serangga yang lebih kecil dan lemah.
Serangga predator yang ditemukan dilapang yaitu belalang sembah, kumbang
koksi, semut, laba-laba, kepik, capung jarum, tomcat dan lalat. Parasitoid adalah
serangga yang hidup sebagai parasit di dalam atau tubuh serangga lain dan
membunuh serangga lain. Parasitoid berguna karena membunuh serangga hama.
parasitoid yang ditemukan yaitu Brachmeria Sp.
5.2 Saran

Penangkapan serangga yang

memiliki kemampuan

terbang, harus

menggunakan alat yaitu jaring. Jaring yang tersedia tidak mencukupi untuk semua
kelompok, sehingga perlu penambahan.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muhammad. 2012. Pengelolaan Kumbang Tomcat sebagai Predator Hama
Tanaman dan Penular Penyakit Dermatitis. Inovasi Pertanian, 3(1): 58-64.
Bisch, G., S. Pages, J. G. Mcmullen, S. P. Stock, B. Duvic, A. Givaudan, dan S.
Gaudriault. 2014. Xenorhabdus bovienii CS03 The Bacterial Symbiont of
The Entomopathogenic Nematode Steinernema weiseri, is a Non-virulent
Strain Against Lepidopteran Insects. Invertebrate Pathogy, 124 (1): 15 22.
Hadi, M. dan Aminah. 2012. Keragaman Serangga dan Perannya di Ekosistem
Sawah. Sains dan Matematika, 20(3): 54-57.
Haneda, N. F., C. Kusmana, dan F. D. Kusuma. 2013. Keanekaragaman Serangga
di Ekosistem Mangrove. Silvikultur Tropika, 4(1): 42-46.
Khaliq, A., M. Javed, M. Sohail and M. Sagheer. 2014. Environmental Effect on
Insects and Their Population Dynamics. Entomology and Zoology Studies, 2
(2): 1-7.
Laksanawati, A. dan H. Dibiyantoro. 1998. Thrips pada Tanaman Sayuran.
Bandung: Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Manurung, B. dan E. L. Ginting. 2010. Efektivitas Atraktan dalam Memerangkap
Lalat Buah Bactrocera spp. dan Kajian Awal Fluktuasi Populasinya pada
Pertanaman Jemk di Kabupaten Karo. Sains Indonesia, 34(2):96-99.
Pamungkas, D. W., dan M. Ridwan. 2015. Keragaman Jenis Capung Dan Capung
Jarum (Odonata) Di Beberapa Sumber Air Di Magetan, Jawa Timur. Pros
Sem Nas Masy Biodiv Indon .1(6): 1295-1301
Prabawadi, A. A., L. P. Astuti, dan R. Rachmawati. 2015. Keanekaragaman
Arthropod di Gudang Beras. HPT, 3 (2): 76 82.
Pribadi, A., dan I. Anggraeni. 2011. Pengaruh Temperatur dan Kelembaban
terhadap Tingkat Kerusakan Daun Jabon (Anthocephalus cadamba) oleh
Arthrochista hilaris. Penelitian Hutan Tanaman, 8 (1): 1-7.
Salaki, C. L., dan E. Senewe. 2012. Penyebaran Populasi Hama Paraeucosmetus
Sp. Di Kabupaten Minahasa Tenggara. Eugenia. 18 (2): 96-101
Sanjaya, Y., dan T. Safaria. 2006. Toksisitas Racun Laba-laba Nephila sp. pada
Larva Ades aegypti L. Biodiversitas. 7 (2): 191-194.
Suana, I. W., dan H. Haryanto. 2013. Keanekaragaman Laba-Laba Dan Potensinya
Sebagai Musuh Alami Hama Tanaman Jambu Mete. 10 (1): 24-30.

Upadhyay, D., S. Mandjiny, R. B. Dillard, M. Storms, M. Menefee, and L. D.


Holmes. 2015. Lab-scale in vitro Mass Production of the Entomopathogenic
Neematode Heterorabditis bacteriophora Using Liquid Culture
Fermentation Technology. Bioscience and Bioengineering, 3(6): 203-207.
Virla, E. G., C. M. Melo and S. Speranza. 2015. Preliminary Observations on
Zelus obscuridorsis (Stl) (Hemiptera: Reduviidae) as Predator of the Corn
Leafhopper (Hemiptera: Cicadellidae) in Argentina. Insects, 6(2): 508-513.

Вам также может понравиться