Вы находитесь на странице: 1из 24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Bedah Abdomen
1.1

Pengertian Bedah Abdomen


Pembedahan abdomen adalah tindakan operasi yang melibatkan rongga

abdomen yang dapat dilakukan dengan pembedahan terbuka (Higgins, Naumann, &
Hall dalam Hartono 2007). Pembedahan abdomen meliputi pembedahan pada
berbagai organ abdomen yaitu kandung empedu, duodenum, usus halus dan usus
besar, dinding abdomen untuk memperbaiki hernia umbilikalis, femoralis dan
inguinalis, appendiks, dan pankreas (Jong & Sjamsuhidajat, 2005).
1.2

Indikasi Bedah Abdomen


Indikasi dilakukan tindakan bedah abdomen menurut Smeltzer dan Bare

(2002) adalah karena disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) trauma abdomen
(tumpul atau tajam); 2) Peritonitis; 3) Perdarahan saluran pencernaan; 4) sumbatan
pada usus halus dan usus besar; 5) masa pada abdomen; 6) perforasi usus; 7)
pancreatitis; 8) cholelithiasis.
1.3

Macam-macam Bedah Abdomen


Jenis-jenis

pembedahan

abdomen

diantaranya

adalah

laparotomi,

appendektomi, seksio sesaria, histerektomi, kolesistektomi, kolektomi, nephrektomi,


hepatektomi, splenektomi, kolostomi, perbaikan hernia, gastrektomi, fistulektomi dan
lain-lain (Jong & Sjamsuhidajat, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Setiap pembedahan selalu berhubungan dengan insisi / sayatan yang


merupakan trauma yang menimbukan berbagai keluhan dan gejala. Salah satu
keluhan yang sering dikemukakan adalah nyeri (Sjamsuhidayat & Jong, 2005).

2. Nyeri Pasca Bedah Abdomen


2.1 Defenisi Nyeri Pasca Bedah Abdomen
Nyeri didefenisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (McCaffery, 1979
dalam Tamsuri, 2007). Menurut International Association for Study of Pain (IASP,
1994) nyeri adalah sensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Sedangkan menurut Brunner &
Suddarth, 2003 nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
Menurut Kozier dan Erb (1983) dalam Tamsuri (2007), nyeri adalah sensasi
ketidaknyamanan yang dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh
persepsi jiwa yang nyata, ancaman dan fantasi luka. Sementara Barbara (1996)
mengungkapkan bahwa nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang bersifat
benar-benar subjektif dan hanya orang yang menderitanya yang dapat menceritakan
dan mengevaluasi. Nyeri juga dapat diartikan sebagai bentuk pengalaman yang dapat
dipelajari oleh pengaruh dari situasi hidup masing-masing orang.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah suatu


perasaan tidak nyaman yang bersifat subjektif dan tidak dapat dilihat atau dirasakan
orang lain, yang diungkapkan oleh individu yang merasakannya, serta berhubungan
dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial. Oleh karena itu tenaga medis harus
mempercayai apapun yang dikatakan pasien tentang nyeri yang dirasakannya, karena
sifat subjektif dari nyeri ini.
Menurut Hartono (2009) nyeri pasca bedah abdomen adalah gabungan dari
beberapa pengalaman sensori, emosional, dan mental yang tidak menyenangkan
akibat trauma bedah dan dihubungkan dengan respon otonom, metabolisme endokrin,
fisiologis, dan perilaku.

2.2

Tipe Nyeri Pasca Bedah Abdomen


Berdasarkan tipe nyeri, nyeri pasca bedah abdomen dikelompokkan sebagai

nyeri akut (Chaturvedi & Chaturvedi, 2007). Kejadian nyeri akut biasanya tiba-tiba
dan dihubungkan dengan luka spesifik. Nyeri akut mengindikasikan terjadinya
kerusakan jaringan atau injuri. Nyeri akut biasanya berkurang bersamaan dengan
penyembuhan (Smeltzer & Bare, 2003). Namun demikian, nyeri akut secara serius
mengancam proses penyembuhan pasien dan harus menjadi prioritas perawatan
(Potter & Perry, 2005).
Lama nyeri akut bisa berjam-jam, hari, atau minggu (Rao, 2006). Lama nyeri
akut pasca bedah pada jenis pembedahan abdomen bawah dialami selama 2 sampai 3
hari, sedangkan pembedahan abdomen atas individu akan mengalami nyeri

Universitas Sumatera Utara

diperkirakan 3 sampai 4 hari dengan intensitas ringan sampai hebat. Semua prosedur
laparatomi menyebabkan nyeri sedang sampai hebat selama beberapa hari sampai
beberapa minggu (Medical, 2007).

2.3

Fisiologi Nyeri Pasca Bedah Abdomen


Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara yang

paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu menjelaskan tiga
komponen fisiologis berikut yakni: resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil
nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut saraf memasuki
medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya
sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri
dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga
tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali
stimulus mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasikan kualitas nyeri
dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta
asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (McNair, 1990 dalam Potter
& Perry, 2005).
Nyeri berdasarkan mekanismenya melibatkan persepsi dan respon terhadap
nyeri tersebut. Mekanisme timbulnya nyeri melibatkan empat proses, yaitu:
tranduksi/transduction,

transmisi/transmission,

modulasi/modulation,

dan

persepsi/perception (McGuire & Sheilder, 1993; Turk & Flor, 1999 dalam Ardinata,
2007). Keempat proses tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

a.

Transduksi/Transduction
Transduksi adalah adalah proses dari stimulasi nyeri dikonfersi ke bentuk

yang dapat diakses oleh otak (Turk & Flor,1999). Proses transduksi dimulai ketika
nociceptor yaitu reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi.
Aktivasi reseptor ini (nociceptors) merupakan sebagai bentuk respon terhadap
stimulus yang datang seperti kerusakan jaringan.
b.

Transmisi/Transmission
Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian neural yang membawa

impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi melibatkan saraf
aferen yang terbentuk dari serat saraf berdiameter kecil ke sedang serta yang
berdiameter besar (Davis, 2003). Saraf aferen akan ber-axon pada dorsal horn di
spinalis. Selanjutnya transmisi ini dilanjutkan melalui sistem contralateral
spinalthalamic melalui ventral lateral dari thalamus menuju cortex serebral.
c.

Modulasi/Modulation
Proses modulasi mengacu kepada aktivitas neural dalam upaya mengontrol

jalur transmisi nociceptor tersebut (Turk & Flor, 1999). Proses modulasi melibatkan
system neural yang komplek. Ketika impuls nyeri sampai di pusat saraf, transmisi
impuls nyeri ini akan dikontrol oleh system saraf pusat dan mentransmisikan impuls
nyeri ini kebagian lain dari system saraf seperti bagian cortex. Selanjutnya impuls
nyeri ini akan ditransmisikan melalui saraf-saraf descend ke tulang belakang untuk
memodulasi efektor.

Universitas Sumatera Utara

d.

Persepsi/Perception
Persepsi adalah proses yang subjective (Turk & Flor, 1999). Proses persepsi

ini tidak hanya berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis saja (McGuire
& Sheildler, 1993), akan tetapi juga meliputi cognition (pengenalan) dan memory
(mengingat) (Davis, 2003). Oleh karena itu, faktor psikologis, emosional, dan
behavioral (perilaku) juga muncul sebagai respon dalam mempersepsikan
pengalaman nyeri tersebut. Proses persepsi ini jugalah yang menjadikan nyeri
tersebut suatu fenomena yang melibatkan multidimensional.
Struktur spesifik dalam sistem syaraf terlibat dalam mengubah stimulus
menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut
sebagai sistem nosiseptif. Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung syaraf bebas yang
pertama sekali merasakan nyeri. Jejas atau stimulus pada jaringan akan merangsang
nosiseptor untuk melepaskan zat-zat kimia, yaitu prostaglandin, histamine,
bradikinin, asetilkolin, dan substansi P (Smeltzer & Bare, 2002). Zat-zat kimia ini
mensensitisasi ujung syaraf dan menyampaikan impuls nyeri ke otak. Ada dua jenis
ujung syaraf bebas yang termasuk dalam nosisepsi, yaitu (1) serabut A-delta, adalah
serabut halus, bermielin, dan merupakan serabut hantaran cepat yang membawa
sensasi tusukan tajam. Serabut-serabut ini membantu kita untuk menentukan lokasi
dan intensitas nyeri. (2) Serabut C, adalah serabut syaraf yang tidak dibungkus oleh
mielin. Serabut ini halus dan hantarannya lambat serta bertanggung jawab terhadap
nyeri tumpul, menyebar, dan persisten (Taylor, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Impuls sensori/eferen memasuki akar dorsal sumsum tulang belakang,


membentuk sinaps kimia dengan menggunakan neurotransmiter (seperti substansi P).
Impuls nyeri berpindah ke sisi yang berlawanan dari sumsum tulang belakang dan
merambat ke otak melalui sistem spinotalamus. Sistem spinotalamus bersinapsis di
thalamus dan impuls disampaikan ke korteks serebral dimana stimulus nyeri
diinterpretasikan. Ketika transmisi nyeri dikirim ke otak, individu merasakan nyeri.
Beberapa impuls nyeri berakhir langsung di neuron motorik melalui arkus reflex di
sumsum tulang. Neuron motorik kemudian muncul dari kornu anterior sumsum
tulang belakang untuk mengaktifkan struktur yang sesuai seperti, bila seseorang
menyentuh permukaan yang panas, sinyal nyeri diubah menjadi impuls motorik yang
merangsang tangan menjauh dari sumber panas (Potter & Perry, 2005).
Persepsi nyeri dalam tubuh diatur oleh substansi yang dinamakan
neuroregulator. Substansi ini mempunyai aksi rangsang dan aksi hambat. Substansi P
adalah salah satu contoh neurotansmiter dengan aksi merangsang. Ini mengakibatkan
pembentukan aksi potensial, yang menyebabkan hantaran impuls dan mengakibatkan
pasien merasakan nyeri. Serotonin adalah salah satu contoh neurotransmiter dengan
aksi menghambat. Serotonin mengurangi efek dari impuls nyeri. Substansi kimia
lainnya mempunyai efek inhibitor terhadap transmisi nyeri adalah endorfin dan
enkafelin. Substansi ini bersifat seperti morfin yang diproduksi oleh tubuh. Endorfin
dan enkafelin ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi dalam sistem syaraf pusat.
Kadar endorfin dan enkafelin setiap individu berbeda. Kadar endorfin ini dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti ansietas. Hal ini akan berpengaruh juga terhadap perasaan

Universitas Sumatera Utara

nyeri seseorang. Walaupun stimulusnya sama, setiap orang akan merasakan nyeri
yang berbeda. Individu yang mempunyai kadar endorfin yang banyak akan
merasakan nyeri yang lebih ringan daripada mereka yang mempunyai kadar endorfin
yang sedikit (Smeltzer & Bare, 2002).
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang
nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas
dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial
merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri
(nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf
perifer. Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa
bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada
daerah visceral. Oleh karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul
juga memiliki sensasi yang berbeda. Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub
kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan
didefinisikan (Smeltzer & Bare, 2002).
Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
1) Reseptor A delta, merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6- 30
m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila
penyebab nyeri dihilangkan;

Universitas Sumatera Utara

2) Serabut C, merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det)


yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit
dilokalisasi.
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat
pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena
struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan
sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organorgan viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul
pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat
sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi (Smeltzer & Bare, 2002).
Fisiologi nyeri pada pasien pasca bedah adalah nyeri diawali sebagai respon
yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat kimia seperti substansi P, bradikinin, dan
prostaglandin dilepaskan. Kemudian menstimulasi saraf perifer, membantu
menghantarkan rangsang nyeri dari daerah yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari
daerah yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang saraf ke bagian
dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh).
Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, yaitu pusat sensori di otak dan sensasi
seperti panas, dingin, nyeri dan sentuhan pertama kali dipersepsikan. Kemudian pesan
dihantarkan ke kortex dimana intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan.
Penyembuhan nyeri dimulai sebagai tanda dari otak kemudian turun ke spinal cord.

Universitas Sumatera Utara

Di bagian dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk mengurangi nyeri di
daerah yang terluka (Taylor & Le Mone, 2005).
Nyeri pada insisi pada awalnya diperantarai oleh serabut A-delta, tetapi
beberapa menit kemudian nyeri menjadi menyebar akibat aktifasi serabut C. Impuls
nyeri dibawa oleh serabut A-delta perifer dan dihantarkan langsung ke substansia
gelatinosa pada akar dorsal sum-sum tulang belakang, kemudian konduksi lambat
serabut C membuat durasi impuls rasa sakit menjadi lebih lama (Alexander & Hill,
1987).
Teori gate control dari (Melzack & Wall, 1965) dalam Smeltzer (2002),
menjelaskan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme
pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri
dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah
pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori
menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut
kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta- A dan C
melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui
mekanisme pertahanan (Smeltzer dan Bare, 2002).
Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang
lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang
dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan.
Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok
punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi

Universitas Sumatera Utara

mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan
serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan
sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek
yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan
opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang
berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan
menghambat pelepasan substansi P. Teknik distraksi, konseling dan pemberian
placebo merupakan upaya untuk melepaskan endorphin (Potter & Perry, 2005).
Nyeri yang dirasakan individu akan menyebabkan berbagai respon, antara lain
respon psikologis, fisiologis dan respon tingkah laku. Respon psikologis sangat
berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi
klien. arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain : bahaya atau merusak,
komplikasi seperti infeksi, penyakit yang berulang, penyakit baru, penyakit yang
fatal, peningkatan ketidakmampuan, kehilangan mobilitas, menjadi tua, sembuh,
perlu untuk penyembuhan, hukuman untuk berdosa, tantangan, penghargaan terhadap
penderitaan orang lain, sesuatu yang harus ditoleransi, bebas dari tanggung jawab
yang tidak dikehendaki. Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi
tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu dan juga faktor sosial budaya (
Long, 1996 ). Sedangkan respon fisiologis terhadap nyeri dapat menstimulasi saraf
simpatis dan parasimpatis. Respon fisiologis stimulasi simpatis antara lain: dilatasi
saluran bronkhial dan peningkatan frekuensi pernafasan, peningkatan frekuensi
denyut jantung, vasokonstriksi perifer, peningkatan tekanan darah, peningkatan nilai

Universitas Sumatera Utara

gula darah, diaphoresis, peningkatan kekuatan otot, dilatasi pupil, penurunan


motilitas gastro intestinal (Potter & Perry, 2005). Respon fisiologis stimulus
parasimpatis antara lain: muka pucat, otot mengeras, penurunan frekuensi nadi dan
tekanan darah, nafas cepat dan tidak teratur, mual dan muntah, serta kelelahan dan
keletihan (Potter & Perry, 2005).
Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal
(mengaduh, menangis, sesak nafas, mendengkur), ekspresi wajah (meringis,
menggeletukkan gigi, menggigit bibir), gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi,
ketegangan otot, peningkatan gerakan jari dan tangan, kontak dengan orang
lain/interaksi sosial (menghindari percakapan, menghindari kontak sosial, penurunan
rentang perhatian, fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri). Individu yang
mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap
nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat
menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau
menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks
dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian
terhadap nyeri (Potter & Perry, 2005).
Meinhart

dan

McCaffery

(1983)

dalam

Potter

&

Perry

(2006),

mendeskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:


1) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini
bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar

Universitas Sumatera Utara

tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam
fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
2) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. Karena nyeri itu bersifat
subjektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleransi
terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. Orang yang
mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan
stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah
merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi
terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi
terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri
datang.
3) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien
masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga
dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami
episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah
kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri
untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.

Universitas Sumatera Utara

2.4

Intensitas Nyeri dan Pengukurannya


Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh

individu. (Tamsuri, 2007). Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan


individual, artinya nyeri dengan intensitas yang sama dapat dirasakan berbeda oleh
dua orang yang berbeda (Tamsuri, 2007). Nyeri bersifat subjektif, seorang perawat
harus dapat meyakini nyeri yang dirasakan pasien. Selain itu, agar nyeri dapat dinilai
lebih objektif maka dilakukan pengukuran. Pengukuran nyeri dengan pendekatan
objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap
nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan
gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Skala pengukuran nyeri menurut Agency for Health Care Policy dan Research
(AHCPR ) dalam (Brunner dan Suddart, 2001) terdiri dari:
1.

Skala Wajah Wong-Baker / Wong-Baker Faces Rating Scale


Skala wajah biasanya digunakan untuk anak-anak yang berusia kurang dari 7

tahun. Pasien diminta untuk memilih gambar wajah yang sesuai dengan nyerinya.
Pilihan ini kemudian diberi skor angka. Skala wajah Wong-Baker menggunakan 6
kartun wajah yang menggambarkan wajah tersenyum, wajah sedih, sampai menangis.
Dan

pada

tiap

wajah

ditandai

dengan

skor

sampai

dengan

5.

Gambar 1. Skala Wajah Wong-Baker

Universitas Sumatera Utara

2. Skala Analog Visual / Visual Analogue Scale (VAS)


Skala analog visual tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus
yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada
setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi
keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih
sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada
dipaksa memilih satu kata atau satu angka. Skala nyeri harus dirancang sehingga
skala tersebut mudah digunakan dan tidak menghabiskan banyak waktu saat klien
melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi
nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji
tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat
dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau
menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter & Perry, 2006).

Tidak ada nyeri

Nyeri Sangat Hebat

Gambar 2. Skala Analog Visual / Visual Analog Scale

Universitas Sumatera Utara

3.

Skala Penilaian Numerik / Numeric Rating Scale


Skala ini menggunalan angka 0 sampai dengan 10 untuk menggambarkan

tinglat nyeri. (Black & Hawks, 2009). Dua ujung ekstrim juga digunakan dalam skala
ini sama seperti pada VAS. NRS lebih bermanfaat pada periode post operasi karena
selain angka 0-10, penilaian berdasarkan kategori juga dilakukan pada penelitian ini.
(Nilsons, 2008; Rospond, 2008)
Skala 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri, skala 1-3 dideskripsikan
sebagai nyeri ringan yaitu ada rasa nyeri (mulai terasa tapi masih dapat ditahan). Lalu
skala 4-6 dideskripsikan sebagai nyeri sedang yaitu ada nyeri, teras mengganggu
dengan usaha yang cukup kuat untuk menahannya. Skala 7-10 dideskripsikan sebagai
nyeri berat yaitu ada nyeri, terasa sangat mengganggu / tidak tertahankan sehingga
harus meringis, menjerit atau berteriak. (Mc.Caferry & Beebe, 1993).
Hal ini juga sependapat dengan pendapat dari (Serlin dkk, 1995 dalam
Harahap, 2007) yang menyatakan bahwa NRS digunakan untuk ukuran intensitas
nyeri (segera atau sekarang). Skala terdiri dari 11 poin yang mana 0 menunjukkan
tidak ada nyeri dan 10 menunjukkan nyeri sangat berat, penilaian dari 1-4 disamakan
dengan nyeri ringan, 5-6 untuk nyeri sedang, dan 7-10 untuk nyeri berat.
Sama seperti VAS, NRS juga sangat mudah digunakan dan merupakan alat
ukur yang sudah valid (Brunelli, et.al., 2010). Penggunaan NRS direkomendasikan
untuk penilaian skala nyeri post operasi pada pasien berusia di atas 9 tahun
(McCaffrey & Bebbe, 1993). NRS dikembangkan dari VAS dapat digunakan dan
sangat efektif untuk pasien-psien pembedahan, post anestesi awal dan sekarang

Universitas Sumatera Utara

digunakan secara rutin untuk pasien yang me galami nyeri di unit post operasi
(Rospond, 2008; Black & Hawsk, 2009; Brunelli, et.al,. 2010).
Pada penelitian ini menggunakan NRS sebagai skala pengukuran untuk
menilai nyeri pasien pasca bedah abdomen. Reliabilitas NRS telah dilakukan ujinya
oleh Brunelli, et.al. (2010), dengan membandingkan instrument NRS, VAS, dan VRS
untuk mengkaji nyeri pada 60 pasien. Hasil uji Cohens Kappa untuk instrumen NRS
adalah 0,86 (sangat baik). Instrumen pengukuran NRS adalah seperti gambar di
bawah ini:

0
Tidak
nyeri

2
Nyeri
i

Nyeri sedang

10

Nyeri berat

Gambar 3. Skala Penilaian Numerik / Numeric Rating Scale


Keterangan:
0
: Tidak ada keluhan nyeri
1-3
: Ada rasa nyeri, mulai terasa, tetapi masih dapat ditahan
4-6
: Ada rasa nyeri, terasa mengganggu, dan dengan melakukan usaha yang
kuat untuk menahannya
7-10 : Ada nyeri, terasa sangat mengganggu / tidak tertahankan, sehingga harus
meringis, menjerit, bahkan berteriak

Universitas Sumatera Utara

2.5

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensitas Nyeri


Banyak

faktor

yang

mempengaruhi

intensitas

nyeri.

Perawat

mempertimbangkan semua faktor yang mempengaruhi pasien yang merasakan nyeri.


Hal ini sangat penting dalam upaya memastikan bahwa perawat menggunakan
pendekatan yang holistik dalam pengkajian dan perawatan pasien yang mengalami
nyeri (Potter dan Perry, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri, yaitu: usia,
jenis kelamin, kebudayaan, kecemasan, pengalaman nyeri sebelumnya, makna nyeri,
perhatian, dukungan keluarga dan sosial.
1.

Usia
Usia mempengaruhi persepsi seseorang terhadap nyeri. Anak-anak dan orang

tua mungkin lebih merasakan nyeri dibandingkan orang dewasa muda karena mereka
sering

tidak

dapat

mengkomunikasikan

apa

yang

dirasakannya

sehingga

kemungkinan perawat tidak dapat melakukan pengukuran untuk menurunkan nyeri


secara adekuat (Berger, 1992).
Perbedaan perkembangan, yang ditemukan di antara kelompok usia ini dapat
mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. Anak yang
masih kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nyeri dan prosedur yang
dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri. Anak-anak kecil yang belum dapat
nengucapkan kata-kata juga mengalami kesulitan utnuk mengungkapkan secara
verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau petugas kesehatan. Dengan
memikirikan tingkat perkembangan, perawat harus mengadaptasi pendekatan yang

Universitas Sumatera Utara

dilakukan dalam upaya mencari cara untuk mengkaji nyeri yang dirasakan anak-anak
(Prasetyo, 2010)
Lansia berespon terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara berespon orang
yang berusia lebih muda (Smeltzer & Bare, 2002). Pada lansia yang mengalami nyeri
perlu dilakukan pengkajian, diagnosis dan penatalaksanaan secara agresif. Namun
individu yang berusia lanjut memiliki resiko tinggi mengalami situasi-situasi yang
membuat mereka merasakan nyeri (Ebersol dan Hess, 1994).
2.

Jenis Kelamin
Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting terhadap respon nyeri

(Matasarin-Jacobs, 1997). Laki-laki memiliki sensitifitas yang lebih rendah


dibandingkan wanita atau kurang merasakan nyeri (Smeltzer & Bare, 2002; Black &
Hawks, 2005). Laki-laki kurang mengekspresikan nyeri yang dirasakan secara
berlebihan dibandingkan wanita.
Penelitian oleh Uchiyama, et al. (2006) yang bertujuan untuk meneliti
perbedaan jenis kelamin terhadap nyeri pasca bedah kolesistektomi. Jumlah
responden yang terlibat adalah 100 orang yang terdiri dari 46 laki-laki dan 54 wanita.
Dalam penelitian tersebut menunjukan bahwa pasien wanita mempunyai nilai VAS
lebih tinggi daripada laki-laki pada 24 jam pasca bedah kolesistektomi (Hartono,
2007). Semua pasien dirawat empat hari di rumah sakit dan intensitas nyeri diukur
menggunakan Visual Analog Scale (VAS) dengan skala 0-10.

Universitas Sumatera Utara

3.

Suku/Budaya
Budaya mempengaruhi bagaimana seseorang mengartikan nyeri, bagaimana

mereka memperlihatkan nyeri serta keputusan yang mereka buat tentang nyeri yang
dirasakannya. Masyarakat dalam suatu kebudayaan mungkin merasa bangga bila
tidak merasakan nyeri karena mereka menganggap bahwa nyeri tersebut merupakan
sesuatu yang dapat ditahan (Berger, 1997).
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi
nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh
kebudayaan mereka. Ada perbedaan makna dan sikap yang dikaitkan dengan nyeri di
berbagai kelompok budaya. Suatu pemahaman tentang nyeri dari segi makna budaya
akan membantu perawat dalam merancang asuhan keperawatan yang relevan untuk
klien yang mengalami nyeri (Potter & Perry 2005).
Setiap suku dan budaya mempersepsikan sakit dengan cara yang berbeda
(Waddle & et al, 1998) dan juga berbeda dalam mengekspresikan perilaku mereka
yang berhubungan dengan nyeri (Lovander & Forhoff, dalam Harahap tahun 2007).
Gureje, Korff, Simon, & Gater, 1996, menyatakan bahwa keyakinan dan nilai-nilai
budaya mempengaruhi cara individu menyatakan atau mengekspresikan nyeri. Selain
itu, latar belakang budaya dan sosial mempengaruhi pengalaman dan penanganan
nyeri (Brannon & Feist, 2007). Budaya dan etnisitas mempunyai pengaruh pada
bagaimana seseorang berespons terhadap nyeri, bagaimana nyeri diuraikan atau
seseorang berperilaku dalam berespons terhadap nyeri. Namun budaya dan etnik tidak

Universitas Sumatera Utara

mempengaruhi persepsi nyeri (Zatzick & Dimsdale, 1990 dalam Brunner & Suddart,
2003).
Harapan budaya tentang nyeri yang individu pelajari sepanjang hidupnya
jarang dipengaruhi oleh pemajanan terhadap nilai-nilai yang berlawanan dengan
budaya lainnya. Akibatnya, individu yakin bahwa persepsi dan reaksi mereka
terhadap nyeri adalah normal dapat diterima. Akibatnya individu yakin bahwa
persepsi dan reaksi mereka terhadap nyeri adalah normal dapat diterima. Nilai-nilai
budaya perawat dapat berbeda dengan nilai-nilai budaya pasien dari budaya lain.
Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat mencakup menghindari ekspresi nyeri
yang berlebihan seperti meringis, dan menangis berlebihan (Brunner & Suddart,
2003).
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki keberagaman suku dan
budaya. Setiap suku memiliki cara yang unik dalam persepsi tentang kesehatan dan
respon terhadap penyakit. Suku Batak adalah suku yang paling besar di Sumatera
Utara; selain Melayu Deli dan Nias. Suku Batak terdiri dari sub suku Batak yaitu
Batak Toba, Batak Karo, Batak Pak pak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan
Batak Mandailing (Irma, 2007). Pengalaman nyeri pada pasien Batak sangat unik.
Pasien Batak jauh lebih ekspresif dibanding pasien suku Jawa, meskipun kedua suku
tersebut berasal dari Indonesia (Suza, 2007). Perilaku nyeri ini sering menimbulkan
kesulitan dalam pengkajian dan manajemen nyeri.

Universitas Sumatera Utara

4.

Kecemasan
Kecemasan sebagai sebuah kondisi atau keadaan emosi tertentu yang tidak

menyenangkan. Kondisi atau keadaan emosi tertentu yang tidak menyenangkan


tersebut meliputi perasaan cemas, tegang, khawatir, gairah fisiologis, dan rasa takut
yang disamaartikan dengan kecemasan objektif (Freud, 1936). Spielberger (1983)
juga mengatakan bahwa kecemasan sesaat (state anxiety) ditandai oleh perasaan
subjektif terhadap tekanan, ketakutan, kekhawatiran dan ditandai dengan aktivasi atau
stimulasi dari autonomic nervous sistem.
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali
meningkatkan persepsi nyeri, tetapi juga seringkali menimbulkan suatu perasaan
ansietas. Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas (Gil, 1990
dalam Potter & Perry, 2005). Sama hubungan cemas meningkatkan persepsi terhadap
nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas. Sulit untuk memisahkan dua
sensasi tersebut , stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakinkani
mengendalikan emosi seseorang.
Status emosional mempengaruhi persepsi nyeri. Sensasi nyeri dapat di blok
oleh konsentrasi yang kuat atau dapat meningkat oleh cemas atau ketakutan. Nyeri
sering meningkat ketika tejadi adanya penyakit yang lain atau ketidaknyamanan fisik
seperti mual atau muntal. Ada atau tidak adanya dukungan orang lain atau pelayanan
kesehatan juga dapat merubah status emosional dan persepsi nyeri. Kecemasan dapat

Universitas Sumatera Utara

meningkatkan persepsi nyeri dan nyeri sebaliknya dapat menyebabkan kecemasan


(LeMone & Burke, 2008).
5.

Pengalaman Nyeri Sebelumnya


Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri, akan tetapi pengalaman nyeri

sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan mudah menerima nyeri
pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama mengalami nyeri yang
berat, maka ansietas atau bahkan rasa takut akan muncul. Sebaliknya, apabila
individu mengalami nyeri dengan jenis sama dan berulang tetapi nyeri tersebut dapat
hilang akan lebih mudah bagi individu tersebut menginterpretasikan sensasi nyeri dan
akibatnya pasien akan lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan
untuk menghilangkan nyeri. Dan apabila pasien tidak pernah mengalami nyeri maka
persepsi pertama nyeri dapat menganggu koping terhadap nyeri (Potter & Perry,
2006).
Riwayat sebelumnya berpengaruh tehadap persepsi seseorang tentang nyeri.
Orang yang sudah mempunyai pengalaman tentang nyeri akan lebih siap menerima
perasaan nyeri, sehingga dia akan merasakan nyeri lebih ringan dari pengalaman
pertamanya (Taylor, 1997).
6.

Makna Nyeri
Individu akan mempersepsikan dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri

tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Derajat
dan kualitas nyeri akibat cedera karena hukuman dan tantangan. Makna nyeri oleh

Universitas Sumatera Utara

seseorang akan berbeda jika pengalamannya tentang nyeri juga berbeda. Selain
pengalaman, makna nyeri juga dapat ditentukan dari cara seseorang beradaptasi
terhadap nyeri yang dialami. Misalnya, seseorang wanita yang sedang bersalin akan
mempersepsikan nyeri yang berbeda dengan seorang wanita yang mengalami nyeri
akibat cedera pukulan pasangannya (Potter & Perry, 2005).
7.

Perhatian
Seseorang

yang

memfokuskan

perhatiannya

terhadap

nyeri

akan

mempengaruhi persepsinya. Konsep ini merupakan salah satu hal yang dapat dilihat
perawat dari beberapa nyeri yang dirasakan pasien sehingga perawat dapat
memberikan intervensi yang tepat seperti relaksasi, massase, dan lain sebagainya.
Namun dengan memfokuskan perhatian terhadap stimulus yang lain, dapat
menurunkan persepsi nyeri (Potter & Perry, 2005). Tingkat perhatian seseorang
terhadap nyeri akan mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat
terhadap nyeri akan meningkatkan respon nyeri (Prasetyo, 2010)
8.

Dukungan keluarga dan sosial


Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri ialah kehadiran orang-

orang terdekat pasien dan bagaimana sikap mereka terhadap pasien.Individu yang
mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat
untuk memperoleh dukungan, bantuan atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap klien
rasakan, kehadiran orang yang dicintai dapat meminimalkan kesepian dan ketakutan
(Potter & Perry, 2005)

Universitas Sumatera Utara

Вам также может понравиться

  • Kualifikasi Data Officer
    Kualifikasi Data Officer
    Документ1 страница
    Kualifikasi Data Officer
    Nia Milenia
    Оценок пока нет
  • Teknik cepat membaca skimming dan contoh aplikasinya
    Teknik cepat membaca skimming dan contoh aplikasinya
    Документ2 страницы
    Teknik cepat membaca skimming dan contoh aplikasinya
    Nia Milenia
    Оценок пока нет
  • Bindo
    Bindo
    Документ1 страница
    Bindo
    Nia Milenia
    Оценок пока нет
  • Bab I Vendri
    Bab I Vendri
    Документ7 страниц
    Bab I Vendri
    Nia Milenia
    Оценок пока нет
  • Thing of Finance
    Thing of Finance
    Документ5 страниц
    Thing of Finance
    Nia Milenia
    Оценок пока нет
  • Bab 3 Etika
    Bab 3 Etika
    Документ2 страницы
    Bab 3 Etika
    Nia Milenia
    Оценок пока нет
  • DATA Officer
    DATA Officer
    Документ5 страниц
    DATA Officer
    Nia Milenia
    Оценок пока нет
  • Peppermint
    Peppermint
    Документ3 страницы
    Peppermint
    Nia Milenia
    Оценок пока нет
  • Manu Skrip
    Manu Skrip
    Документ9 страниц
    Manu Skrip
    Nia Milenia
    Оценок пока нет
  • Kuesioner
    Kuesioner
    Документ3 страницы
    Kuesioner
    Nia Milenia
    Оценок пока нет
  • Bab 2 Senin
    Bab 2 Senin
    Документ39 страниц
    Bab 2 Senin
    Nia Milenia
    Оценок пока нет
  • Iklan
    Iklan
    Документ1 страница
    Iklan
    Nia Milenia
    Оценок пока нет
  • Analisis Jurnal
    Analisis Jurnal
    Документ5 страниц
    Analisis Jurnal
    Nia Milenia
    Оценок пока нет
  • Chapter II
    Chapter II
    Документ11 страниц
    Chapter II
    Gaby Lopang
    Оценок пока нет
  • Kuesioner
    Kuesioner
    Документ3 страницы
    Kuesioner
    Nia Milenia
    Оценок пока нет
  • PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN INTERVAL DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KADAR GULA DARAH PENDERITA PREDIABETES
    PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN INTERVAL DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KADAR GULA DARAH PENDERITA PREDIABETES
    Документ96 страниц
    PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN INTERVAL DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KADAR GULA DARAH PENDERITA PREDIABETES
    Nia Milenia
    Оценок пока нет
  • 05.2 Bab 2102
    05.2 Bab 2102
    Документ23 страницы
    05.2 Bab 2102
    Megha Meyriska
    Оценок пока нет
  • Bab 1 KMB
    Bab 1 KMB
    Документ6 страниц
    Bab 1 KMB
    Nia Milenia
    Оценок пока нет
  • Ghina MF
    Ghina MF
    Документ99 страниц
    Ghina MF
    Nia Milenia
    Оценок пока нет
  • Artikel Ilmiah Jurnal Faisal Kholid
    Artikel Ilmiah Jurnal Faisal Kholid
    Документ15 страниц
    Artikel Ilmiah Jurnal Faisal Kholid
    Peter Indra Septian
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ9 страниц
    Cover
    Nia Milenia
    Оценок пока нет
  • Skak
    Skak
    Документ21 страница
    Skak
    Nia Milenia
    Оценок пока нет
  • Chapter II
    Chapter II
    Документ17 страниц
    Chapter II
    Sylvia Pertiwi
    Оценок пока нет
  • Sofia Na
    Sofia Na
    Документ10 страниц
    Sofia Na
    Nia Milenia
    Оценок пока нет
  • Manuskrip
    Manuskrip
    Документ10 страниц
    Manuskrip
    Nia Milenia
    Оценок пока нет
  • Penilaian Nyeri
    Penilaian Nyeri
    Документ31 страница
    Penilaian Nyeri
    Ayu Asih Pertiwi
    Оценок пока нет
  • Intan
    Intan
    Документ17 страниц
    Intan
    Titik Nuri
    Оценок пока нет
  • R Doraisamy - 2012 Diet
    R Doraisamy - 2012 Diet
    Документ14 страниц
    R Doraisamy - 2012 Diet
    Nia Milenia
    Оценок пока нет
  • Bab 3
    Bab 3
    Документ8 страниц
    Bab 3
    Nia Milenia
    Оценок пока нет