Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Hidung mempunyai tugas menyaring udara dari segala macam debu yang
masuk. Tanpa penyaringan, debu ini dapat mencapai paru-paru. Bagian depan dari
rongga hidung terdapat rambut hidung yang berfungsi menahan butiran debu kasar,
sedangkan debu halus dan bakteri menempel pada mukosa hidung. Dalam rongga
hidung udara dihangatkan sehingga terjadi kelembaban tertentu.
Mukosa hidung tertutup oleh suatu lapisan yang disebut epitel respirateris
yang terdiri dari sel-sel rambut getar dan sel leher. Sel-sel rambut getar ini
mengeluarkan lendir yang tersebar rata sehingga merupakan suatu lapisan tipis yang
melapisi mukosa hidung dimana debu dan bakteri ditahan dan melekat. Debu dan
bakteri yang melekat dikeluarkan ke arah berlawanan menuju tenggorokan. Kemudian
mendorong rambut getar hidung dimana getarannya selalu mengarah keluar.
Gerakannya seperti cambuk, jadi selalu mencambuk keluar, dengan demikian bagian
yang lebih dalam dari lapisan bulu getar ini selalu bersih dan steril. Biasanya pada
pagi hari hal ini dapat dicapai.
Selain memiliki peran yang penting terhadap sistem pernafasan di dalam
tubuh, ternyata hidung juga bisa mengalami kondisi yang tidak normal, seperti
terinfeksi, dan adanya inflamasi. Penyakit yang banyak di derita oleh orang dewasa
dengan rentang umur antara 30-60 tahun yaitu Polip Nasal / Polip Hidung.
Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam
rongga hidung berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa.
Bentuk menyerupai buah anggur, lunak dan dapat digerakkan. Polip timbul dari
dinding lateral hidung. Polip yang diakibatkan proses inflamasi biasanya bilateral
(Schlosser & Woodworth 2009; Mangunkusumo & Wardani 2007).
Polip hidung bukan penyakit yang murni berdiri sendiri. Pembentukannya
sangat terkait erat
dengan
berbagai
problem
THT
lainnya
seperti
rinitis
alergi, asma, radang kronis pada mukosa hidung-sinus paranasal, kista fibrosis,
intoleransi pada aspirin. Sampai saat ini para pakar belum mendapatkan jawaban
secara pasti apa yang mendasari munculnya benjolan putih keabu-abuan bertangkai
itu. Namun dari studi dan pengamatan medis, baru ditemukan ada sejumlah faktor
yang memudahkan pemunculan benjolan itu. Antara lain radang kronis yang
berulang pada mukosa hidung dan sinus paranasal, gangguan keseimbangan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
Embriologi Hidung
Perkembangan rongga hidung secara embriologi yang mendasari
bagian luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas; struktur
hidung luar dibedakanatas tiga bagian : yang paling atas : kubah tulang yang
tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat
digerakkan; dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah
digerakkan.Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari
atas ke bawah :
a.pangkal hidung (bridge),
b.batang hidung (dorsum nasi),
c.puncak hidung
2.1.3
Gambar
1.
Anatomi
Fisiologi
Hidung
2.1.4
Fungsi Hidung
Fungsi dari hidung adalah untuk menghangatkan, membersihkan, dan
melembabkan udara yang anda napas serta membantu anda untuk membaui
dan mencicipi. Seorang yang normal akan menghasilkan kira-kira dua quarts
(1 quart = 0,9 liter) cairan setiaphari (lendir), yang membantu dalam
mempertahankan saluran pernapasan bersih dan lembab. Rambut-rambut
mikroskopik yang kecil (cilia) melapisi permukaan-permukaandari rongga
hidung, membantu menghapus partikel-partikel. Akhirnya lapisan lender
digerakan ke belakang tenggorokan dimana ia secara tidak sadar ditelan.
Seluruh proses ini diatur secara ketat oleh beberapa sistem-sistem tubuh.
2.2
Polip Hidung
2.2.1 Definisi
Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di
dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat
inflamasi mukosa. Bentuk menyerupai buah anggur, lunak dan dapat
digerakkan. Polip timbul dari dinding lateral hidung. Polip yang diakibatkan
proses inflamasi biasanya bilateral (Schlosser & Woodworth 2009;
Mangunkusumo & Wardani 2007).
2.2.2
Epidemiologi
Polip hidung biasanya diderita oleh orang dewasa usia 30-60 tahun.
Laki-laki lebih dominan dengan perbandingan 2:1 sampai 4:1. Prevalensi polip
4
hidung dari seluruh orang dewasa Thailand sekitar 1-4%. Prevalensi pada
anak-anak jauh lebih rendah. Prevalensi polip hidung di Swedia sekitar 2,7%
dengan laki-laki lebih dominan 2,2:1. Di Finlandia, prevalensi polip hidung
sekitar 4,3%. Di Amerika Serikat dan Eropa, prevalensi polip 2,1-4,3%
(Storms, Yawn, Fromer 2007; Bachert, Watelet, Gevaert, Cauwenberge 2005;
Kirtsreesakul 2005; Akerlund, Melen, Holmberg, Bende 2003).
Di Indonesia, Sardjono Soejak dan Sri Herawati melaporkan penderita
polip hidung sebesar 4,63% dari semua pengunjung poliklinik THT-KL RS.Dr.
Soetomo Surabaya. Rasio pria dan wanita 2-4:1. Di RSUP H.Adam Malik
Medan selama Maret 2004 sampai Februari 2005, kasus polip hidung
sebanyak 26 orang terdiri dari 17 pria (65%) dan 9 wanita (35%). Selama
Januari sampai Desember 2010 didapatkan kasus polip hidung sebanyak 43
orang terdiri dari 22 pria (51,2%) dan 21 perempuan (48,8%).
Penelitian di RS DR. Sardjito Yogyakarta, melaporkan terdapat 24
penderita polip dimana tipe 1 sekitar 20,8%, tipe 2 sekitar 58,3%, tipe 3
sekitar 16,7% dan tipe 4 sekitar 4,2%. (Dewi 2011; Munir 2008).
Faktor genetik dianggap berperan dalam etiologi polip hidung. Sekitar
14% penderita polip memiliki riwayat keluarga menderita polip hidung. Etnis
dan geografis memiliki peranan dalam patofisiologi polip. Pada populasi
Caucasian dominan polip eosinofilik sementara di Asia dominan neutrofilik
(Aaron, Chandra, Conley & Kern 2010).
2.2.3
Makroskopis
Secara makroskopik polip hidung tampak sebagai lesi nonneoplastik
2.2.5
Mikroskopis
Secara mikroskopik didapatkan perubahan struktur epitel yaitu
Gambar 4. A. Adanya sejumlah sel goblet di epitel saluran nafas yang mengalami hiperplasia.
Kebanyakan sel-sel inflamasi tidak jelas, stroma yang edema didominasi eosinofil. B. Sebuah
polip dimana sebagian epitel saluran nafas menggantikan sel goblet.
sel-sel
Gambar
5.
inflamasi
yang
Gambar 6. Polip tipe inflamasi. Terdapat sebagian daeran epitel permukaan saluran nafas
yang mengalami metaplasia kuboidal tetapi tidak terdapat hiperplasia sel goblet. Membran
basal menunjukkan tidak adanya hialinisasi. Stroma mengandung jaringan ikat dengan
beberapa pembuluh darah yang mengalami dilatasi dan sejumlah besar dengan infiltrasi
limfosit. Terdapat banyak kelenjar seromusin, lebih banyak daripada polip edematous.
Gambar 7. Polip hidung dengan hiperplasia kelenjar seromusin. Namun tidak terdapat atipik.
dengan sel-sel inflamasi tetapi terdapat sejumlah sel bizarre dan sebagian berbentuk seperti
bintang berselubung. Inti sel-sel tersebut atipik dan cenderung hiperkromatik. Tidak adanya
mitosis. B. Tipe lain dari polip dengan stroma atipik. Sel-sel atipik terlihat berada di tengah
gambar. Terlihat inflamasi tegas di gambar A dan edema di gambar B.
2.3
teknologi penyampaian obat alternatif yang diciptakan untuk mencapai tempat kerja y
ang optimal diintranasal.Obat diberikan secara intranasal untuk efek lokal seperti obat
tetes hidung atau spray,rongga hidungdigunakan untuk pelepasan obat sistemik.
Beberapa perusahaan farmasi bahkan mengembangkan pemberianinsulin melalui
hidung.
Selain itu pemberian obat secara intranasal dikembangkan juga untuk
vaksin,contohnya vaksin antraks yang menggunakan teknologi nano dapat diberikan
melalui nasal, pemberian inimenguntungkan pasien yang takut terhadap jarum suntik,
yang mana umumnya vaksin diberikan dalam bentuk injeksi.Pada pemberian obat
intranasal dibandingkan obat sistemik atau oral, yang perlu diperhatikan adalahukuran
partikel yang didistribusikan dengan alat semprot atau spraynya. Ukuran yang paling
umum adalah 20 50 m, ukuran lebih kecil akan membawa obat sampaitrachea,
sedangkan ukuran yang lebih besar dapatdigunakan bila obat ingin disimpan dalam
saluran hidung, tetapi bisa jadi malah keluar dari lubang hidungatau bahkan tertelan.
Beberapa kategori dari sediaan hidung dapat dibedakan:
Nasal drops and liquid nasal sprays. Contoh obat dipasaran : Sterimar Nasal Hygiene,I
liadin Nasal Spray, Flixonase Nasal Spray
Nasal powders / bedak hidung
Semisolid nasal preparations / sediaan hidung semisolid
Nasal washes / pencuci hidung
Nasal sticks
2.4
Tanaman Efedra (Ephedra sinica L.)
2.4.1 Klasifikasi
Kingdom
: Plantae
10
Divisio
Class
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Gnetophyta
: Gneptosida
: Ephedrales
: Ephedraceae
: Ephedra
: Ephedra sinica (Cronquist, 1981)
Gambar
9.
Tanaman
Efedra
2.4.2
Ekologi
dan
Penyebaran
Ephedra adalah genus dari semak gymnosperm, satu-satunya genus
dalam keluarganya, Ephedraceae, dan Ephedrales. Berbagai spesies Ephedra
tersebar luas di banyak negeri, asli barat daya dan Asia tengah, China utara,
dan barat Amerika Selatan. Di daerah beriklim sedang, sebagian besar spesies
Ephedra tumbuh di pantai atau di tanah berpasir dengan paparan sinar
matahari langsung.
2.4.3
Morfologi
Semak, cemara, tinggi hingga 3 m. Daun berwarna hijau dan berukuran
Kandungan Kimia
Mengandung
alkaloid
efedrin
30-90%,
Pseudoefedrin,
2.4.5
Penelitian Ephedra
Tanaman yang serupa dengan Ma Huang, mempunyai genus ephedra
terlarut, misal : terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran
pelarut yang saling bercampur. Karena molekul-molekul dalam larutan terdispersi
secara merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya
memberikan jaminan keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik jika
larutan diencerkan atau di campur. (FI IV, 1995)
12
Obat tetes hidung adalah larutan dalam air atau pembawa minyak yang
digunakan dengan jalan diteteskan atau disemprotkan ke dalam lubang hidung pada
daerah nasopharyngeal, nama lainnya adalah Guttae nasales/ Nose drops. Dapat
mengandung zat pensuspensi, pendapar, dan pengawet.
Cairan pembawa umumnya menggunakan air. Cairan pembawa sebaiknya
mempunyai pH 5,5-7,5, kapasitas dapar sedang, isotonis atau hampir isotonis. Minyak
lemak atau minyak mineral tidak boleh digunakan sebagai cairan pembawa karena
dapat menimbulkan pneumonia. (H.A Syamsuni, 2006)
Pada umumnya OTH mengandung zat aktif yang dapat berperan sebagai
antibiotic, vasokontriktor, germisida, antiseptik, dan anestetika lokal. (Modul Farmasi,
2010).
2.6
Efedrin
(Sigma Aldrich PT. Elokarsa Utama)
Nama Generik
Ephedrin
Ephedrine Hidroklorida
Ephedrine Sulfate
Nama Kimia
Benzenemethanol, -[1-(methylamino)ethyl] .1
Struktir Kimia
C10H15NO
Sifat Fisikokimia
Efedrin anhidrat, putih, serbuk kristal atau kristal tidak berwarna, larut dalam
13
air, sangat mudah larut dalam alkohol, mudah larut dalam alkohol, mudah
larut dalam eter. (Martindale, 2007)
Efedrin adalah senyawa anhidrat atau mengandung tidak lebih dari setengah
molekul air hidrat, mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari
100,5% C10H15NO. Di hitung terhadap zat anhidrat. Pemerian Zat padat
menyerupai lemak, tidak berwarna, granul atau hablur putih. Terurai secara
bertahap bila terkena cahaya, melebur pada suhu 33 o dan 40o. Efedrin anhidrat
mempunyai suhu lebur lebih rendah dari efedrin dengan satu setengah molekul
air hidrat. Kelarutan efedrin larut dalam air, dalam etanol, kloroform, dan
dalam eter. Sedikit dan lambat larut dala minyak mineral, larutan menjadi
keruh bila efedrin mengadung air lebih dari 1 %. (FI IV, 1995)
Kelas Terapi
Kardiovaskuler. alpha dan beta-adrenergik Agonis
2.6.2
Sintesis Efedrin
Usaha pertama untuk sintesis efedrina dilakukan oleh Fourneau pada
tahun1904, diikuti oleh Schmidt pada tahun 1905. Nagai pada tahun 1911
melakukan sintesis efedrina rasemik, tetapi belum tercatat dalam literatur.
Eberhard menemukan efedrina rasemik dan pseudoefedrin pada tahun 1917
melalui hidrogenasi alpha-methylaminopropiophenone. Pada tahun 1920,
Spth dan Ghring telah mensintesis efedrina, pseudoefedrin dan bahan-bahan
rasemik,
Berikut adalah beberapa contoh sintesis efedrin :
1. Sintesis efedrin oleh Neuberg dan Hirsch (tahun 1921)
Menggunakan teknik sintesis stereoselektif (asymmetric).
14
bantuan
Aluminium
klorida
akan
terbentuk
senyawa
propiophenone.
15
2.6.3
Mekanisme kerja
Efedrin sebagai obat adrenergik dapat bekerja ganda dengan cara
2.6.4
kerusakan
mukosa.
17
Stabilitas Penyimpan
Lindungi dari cahaya (AHFS, 2005)
2.6.7
Kontra Indikasi
Penggunaan bersamaan atau baru akan menggunakan (yaitu, dalam w
aktu 2 minggu) terapidengan inhibitor MAO,
Anestesi umum dengan siklopropana atau halothane.
Secara Umum seharusnya tidak digunakan jika kontraindikasi dengan
obat vasopressor(misalnya, pada pasien dengan tirotoksikosis atau diab
etes mellitus,
130/80
mm
2.6.8
Efek Samping
Interaksi Obat
19
Obat
-Adrenergic blocker
-adrenergik blocker
Anestesi, umum
(siklopropana atau
hidrokarbon terhalogenasi)
Atropin
Glikosida Jantung
Diuretik
Guanethidine
Metildopa
MAOI
Oxitosin/ Oxytocics
Reserpin
Obat Simtomimetik
Interaksi
respon vasopressor untuk
efedrin menurun
Antagonisme terhadap efek
efedrin pada jantung dan
bronchodilator
Peningkatan
cardiosensitivitas dari
efedrin
Menghambat reflek
bradikardi dari efedrin dan
meningkatkan penekanan
respon dari efedrin
Meningkatkan
kardiosensitivitas terhadap
efedrin.
Penurunan respon arteri
Guanitidin menghasilkan
antagonis dari blockade
neuron, menghasilkan
kehilangan efek
antihipertensi atau
peningkatan tekanan darah
secara tiba- tiba
Respon penekanan dari
efedrin menurun
Efek penekanan dari efedrin
meningkat, mungkin
menghasilkan krisis
hipertensi
Dapat menghasilkan
hipotensi parah
Respon penekanan efedrin
menurun
Efek aditif dan
meningkatkan toksisitas
20
Comentar
Kontraindikasi
Hindari penggunaan
bersamaan
2.6.10 Pengaruh
Pengaruh Anak
metode EMIT.
Pengaruh Kehamilan
Faktor risiko C
Pengaruh Menyusui
ephedrin didistribusikan pada susu.
vasomotor
tidak
stabil;
diabetes,
hiperthyroidisme,
prostatic
2.7
Zat Eksipien
21
2.7.1
2.7.2
Bersifat
2.7.3
Natrium EDTA
(MerkPT. Cahaya Mustika Scientific Indonesia)
EDTA merupakan suatu asam aminopolikarboksilat dan tidak
berwarna, zat padat yang larut dalam air. Basa konjugatnya dinamakan
Etilenadiaminatetraasetat. Sodium EDTA merupakan serbuk kristal berwarna
putih yang memiliki ph 11,3 dalam 1% pelarut air. Memiliki titik leleh
>300OC. Larut di dalam air. Konsentrasi yang biasa di gunakan dalam sediaan
farmasi antara 0,01-0,1% w/v. Di gunakan sebagai pengkelat dan
meningkatkan kerja benzalkonium klorida. Dalam sediaan obat tetes hidung
ini konsentrasi yang di gunakan 0,1 %. (HOPE, 1994)
22
2.7.4
Benzalkonium Chlorida
(MerkPT. Cahaya Mustika Scientific Indonesia)
Benzalkonium chlorida merupakan komponen ammonium quaterner
2.7.5
Natrium Chlorida
(PT. Brataco)
Natrium klorida digunakan sebagai zat pengisotonis. Berbentuk serbuk
kristal berwarna putih. Konsentrasi yang di gunakan dalam sediaan Obat tetes
steril termasuk salah satunya obbat tetes hidung adalah kurang dari 0.9%.
Dalam sediaan menggunakan konsentrasi 0,032%. (HOPE, 1994)
2.7.6
CMC NA
(PT. Brataco)
CMC NA di gunakan dalam sediaan oral dan topikal. Dalam sediaan
larutan steril untuk topikal konsentrasi yang di gunakan berkisar antara 0,050,75%. Konsentrasi yang di gunakan dalam pembuatan obat tetes hidung
adalah 0,5%. CMC NA di gunakan sebagai peningkat viskositas suatu sediaan,
sehingga kontak dengan permukaan lebih lama. (HOPE, 1994)
23
Salah satu analisa kualitatif untuk efedrin dan derivatnya adalah reaksi Chenkao. Reaksi ini adalah reaksi dengan CuSO4 dan NaOH menghasilkan warna ungu.
Jika dikocok dengan dengan eter, maka
berwarna.
Lapisan eter akan berwarna ungu dan lapisan air akan berwarna biru. Reaksi ini
adalah reaksi pembentukan kompleks antara Cu dengan turunan fenilalkilamin yang
mempunyai gugus amino dan gugus hidroksi. Selain menggunakan eter dapat juga
digunakan n-butanol yang akan menghasilka n warna ungu pada lapisan n-butanol
dan warna biru pada lapisan air (Roth, et al., 1991).
Pseudoefedrin HCl dapat ditetapkan kadarnya dengan beberapa cara yaitu
spektrofotometri ultraviolet pada panjang gelombang 257 nm (A 1%, 1 cm dalam
larutan asam = 11,9a), kromatografi gas, dan dengan kromatografi cair kinerja tinggi
(Moffat, 2007). Dapat juga ditetapkan kadarnya secara titrasi bebas air
karena
24
memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB
bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu.
Proses produksi meliputi semua kegiatan pembuatan mulai dari penerimaan bahan
awal , pengelolaan sampai dengan pencetakan tablet hingga menghasilkan produk jadi.
Proses produksi dilaksanakan dengan mengikuti instruksi pelaksanaan Standard Operating
Procedure (SOP) untuk menghasilkan obat jadi yang memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan. Untuk memastikan suatu proses produksi selalu memenuhi syarat yang
ditetapkan, dibutuhkan personalia yang terkualifikasi serta bangunan, fasilitas dan
peralatan produksi yang sesuai dengan yang dipersyaratkan.
Perencanaan dan Pengadaan Bahan Awal
Pengadaan bahan awal harus dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi
yang relevan. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa harus selalu
dicatat. Catatan berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan,
tanggal pelulusan, dan tanggal kadaluarsa. Perencanaan dan pengadaan bahan awal
disesuaikan dengan banyaknya produk yang akan diproduksi sesuai dengan formula.
Penerimaan
Bahan awal meliputi bahan baku ataupun bahan kemas diterima dari vendor yang
kemudian bahan awal tersebut dikarantina terlebih dahulu. Sebelum diluluskan terhadap
bahan awal tersebut dilakukan serangkaian pengujian kadar, identifikasi kebenaran bahan,
dan diperksan kesesuaiannya dengan Sertifikat analisis (CoA). Untuk bahan pengemas
biasanya di cek bahan pengemas tersebut bersifat inert atau tidak serta ketahanannya tahan
terhadap proses pengemasan. Penerimaan bahan awal dilakukan oleh bagian gudang dan
disimpan dalam gudang sesuai kriteria penyimpanan masing-masing bahan.
1
Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar
(registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya. Manajemen
bertanggungjawab untuk mencapai tujuan ini melalui suatu kebijakan mutu, yang
memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam
perusahaan, para pemasok dan para distributor.
Agar mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen
25
mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Untuk itu, diterapkan
aspek manajemen mutu dengan konsep dasar pemastian mutu, CPOB, dan pengawasan
2
mutu.
Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas untuk produksi sediaan tetes mata harus memperhatikan
sterilitasnya. Untuk itu berdasarkan CPOB Tahun 2012, terdapat persyaratan standar
lingkungan produksi steril yaitu :
a. White area
Area ini disebut juga area kelas C, B dan A (dibawah LAF). Ruangan yang masuk dalam
area ini adalah ruangan yang digunakan untuk penimbangan bahan baku produksi steril,
ruang mixing untuk produksi steril, background ruang filling, laboratorium mikrobiologi
(ruang uji sterilitas). Setiap karyawan yang akan memasuki area ini wajib mengenakan
pakaian antistatik (pakaian dan sepatu yang tidak melepas partikel). Antara grey area dan
white area dipisahkan oleh ruang ganti pakaian white dan airlock.
Airlock berfungsi sebagai ruang penyangga antara 2 ruang dengan kelas kebersihan yang
berbeda untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari ruangan dengan kelas kebersihan
lebih rendah ke ruang dengan kelas kebersihan lebih tinggi. Berdasarkan CPOB, ruang
diklasifikasikan menjadi kelas A, B, C, D dan E, dimana setiap kelas memiliki persyaratan
jumlah partikel, jumlah mikroba, tekanan, kelembaban udara dan air change rate.
b. Grey area
Area ini disebut juga area kelas D, ruangan ataupun area yang masuk dalam kelas ini
adalah ruang produksi produk non steril, ruang pengemasan primer, ruang timbang,
laboratorium mikrobiologi (ruang preparasi, ruang uji potensi dan inkubasi), ruang
sampling di gudang.
Setiap karyawan yang masuk ke area ini wajib mengenakan gowning (pakaian dan sepatu
grey). Antara black area dan grey area dibatasi ruang ganti pakaian grey dan airlock.
c. Black area
Area ini disebut juga area kelas E. Ruangan ataupun area yang termasuk dalam kelas ini
adalah koridor yang menghubungkan ruang ganti dengan area produksi, area staging bahan
kemas dan ruang kemas sekunder. Setiap karyawan wajib mengenakan sepatu dan pakaian
black area (dengan penutup kepala).
Tabel 2.9 Batas Mikroba yang Disarankan untuk Pemantauan Area Bersih Selama Kegiatan
Berlangsung
Grade
26
Sampel udara
(cfu/m3)
Cawan
papar
(diam. 90
mm) cfu/4
hours
Cawan
kontak
(diam, 55
mm)
cfu/plate
Sarung tangan
5 jari
cfu/gloves
<1
<1
<1
<1
10
100
50
25
200
100
50
Personalia
Salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam proses
pembuatan produk steril, terutama dengan tehnik pembuatan secara ASEPTIS adalah
faktor personalia. Berikut adalah beberapa persyaratan CPOB yang terkait dengan
(PQ). Peralatan selalu dibersihkan secara teratur sesuai prosedur pembersihan alat yang
dirinci dalam prosedur tetap. Semua peralatan memiliki dokumen kualifikasi, prosedur
tetap untuk operasional, pembersihan dan pemeliharaan, serta log book untuk kalibrasi dan
pemakaian alat. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji, dan
mencatat selalu diperiksa ketelitiannya secara teratur dan dikalibrasi berdasarkan jadwal
dan prosedur tetap kalibrasi. Tiap peralatan yang digunakan selalu dilengkapi catatan yang
menerangkan pemeliharaan, penggunaan, kalibrasi, dan perbaikan dalam satu kesatuan
pencatatan. Peralatan yang menggunakan software atau sistem yang diaksess password
harus dalam keadaan terkunci ketika meninggalkan alat atau komputer. Setiap peralatan
yang akan digunakan untuk pengujian harus dipastikan bahwa jadwal kalibrasi peralatan
tersebut masih berlaku, sehingga hasil yang diperoleh dari pengujian menggunakan
peralatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan menunjukkan hasil yang sebenarnya.
Untuk peralatan yang digunakan untuk proses produksi obat, sebelum digunakan harus
dipastikan terlebih dahulu bahwa alat tersebut telah dibersihkan sebelumnya dan telah
ditempeli label BERSIH. Hal ini bertujuan untuk menghindari kontaminasi produk oleh
produk yang dibuat sebelumnya. Untuk peralatan produksi juga terdapat prosedur validasi
pembersihan peralatan yang bertujuan untuk memastikan dan membuktikan bahwa
prosedur untuk pembersihan yang dilakukan sesuai dengan protap yang telah ditetapkan
dapat menghilangkan residu bahan aktif dan deterjen serta mengurangi jumlah cemaran
mikroba sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
Suatu industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang sehat, terkualifikasi
dan dalam jumlah yang memadai agar proses produksi dapat berjalan dengan baik.
Pemeriksaan kesehatan personil dilakukan pada saat perekrutan, sehingga dapat dipastikan
bahwa semua calon karyawan (mulai dari petugas kebersihan, pemasangan dan perawatan
peralatan, personil produksi dan pengawasan hingga personil tingkat manajerial) memiliki
kesehatan fisik dan mental yang baik sehingga tidak akan berdampak pada mutu produk
yang dibuat.
Personel yang diperlukan dalam area steril terbatas. Pelatihan personal sangat ditekankan
untuk semua personel yang bekerja dalam area steril tersebut. Standar higiene perorangan
dan kebersihan yang tinggi adalah esensial. Personil yang terlibat dalam pembuatan
produk steril hendaklah diinstruksikan untuk melaporkan semua kondisi kesehatan yang
dapat menyebabkan penyebaran cemaran yang tidak normal jumlah dan jenisnya. Personel
mengenakan pakaian, masker, penutup kepala, dan sepatu yang benar dan memastikan
dapat menjamin kondisi sterilnya.
28
produk harus dijaga agar terbebas dari kontaminasi akibat pengaruh lingkungan maupun
karyawan. Oleh karena itu, penerapan sanitasi dan higiene karyawan mutlak diperlukan
6
Pengawasan Mutu
Sebagai salah satu bagian penting dari CPOB, pengawasan mutu merupakan bagian yang
harus dapat memastikan bahwa setiap produk obat yang dibuat mulai dari bahan baku,
bahan kemasan, hingga produk jadi telah memenuhi persyaratan mutu. Keterlibatan dan
komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan
untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk
jadi. Terdapat dua departemen yang paling bertanggung jawab terhadap mutu produk atau
mutu secara keseluruhan, yaitu: Departemen Quality Assurance (QA) dan Departemen
Quality Control (QC).
QA bertanggungjawab dalam pemberian jaminan bahwa obat yang dibuat dan dipasarkan
telah memenuhi persyaratan CPOB dan standar yang ditetapkan. Mutu produk tidak hanya
diperoleh dari serangkaian pengujian yang dilakukan terhadap produk akhir tetapi mutu
30
harus dibentuk ke dalam produk sejak awal. Oleh karena itu, QA selalu mengontrol setiap
langkah dalam proses produksi, melakukan analisa bila terjadi kegagalan, serta melakukan
audit terhadap supplier dan semua aspek yang mempengaruhi mutu produk.
Sedangkan aktivitas QC meliputi pemeriksaan raw material, baik bahan aktif (active
pharmaceutical ingredient) maupun eksipien, pemeriksaan packaging material (secondary
dan primary), pemeriksaan produk ruahan dan obat jadi serta penanganan dan
8
9 Validasi
a Rencana Induk Validasi
b Kualifikasi
Kualifikasi dilakukan untuk alat-alat yang berkaitan selama proses produksi. Diantaranya :
1 Sistem pengolahan air Purified Water
2 HVAC
3 Udara bertekanan
4 Listrik darurat
5 Mesin pencampuran
6 Mesin pengisi
7 Mesin Label
c Validasi Metode Analisis
d Validasi Proses
Validasi proses menggunakan metode validasi prospektif. Bets hasil validasi prospektif
minimal 3 bets berturut-turut hanya dapat diluluskan untuk dijual berdasarkan hasil
serangkaian uji pengawasan mutu intensif, pengkajian kondisi pembuatan, hasil uji
stabilitas, dan persetujuan dari bagian pemastian mutu.
e Validasi Pembersihan
Validasi prosedur pembersihan dilakukan untuk setiap peralatan / mesin yang kontak
31
langsung dengan produk (zat aktif). Kajian risiko dilakukan untuk mengkaji apakah suatu
prosedur pembersihan, setelah dipakai untuk membuat semua produk yang menggunakan
alat yang sama perlu divalidasi.
2.10 Desain IPC (In Process Control)
1
a
a
1
2
3
4
b
dimensi linier efektif 10 m atau lebih dan sama atau lebih besar dari 25 m dihitung.
2. Pengawasan Mutu Obat Jadi
Evaluasi Fisik (FI IV, 1995)
Pemeriksaan Bahan Partikulat
Mengacu pada IPC.
Pemeriksaan pH
Mengacu pada IPC.
Keseragaman Kandungan
Tujuan
: menjamin keseragaman kandungan zat aktif.
Prinsip : menetapkan kadar 10 satuan sediaan satu per satu sesuai
penetapan kadar.
Evaluasi Kejernihan
Mengacu pada IPC.
Evaluasi Biologi (FI IV, 1995)
1) Uji Sterilitas
Tujuan
persyaratan berkenaan dengan uji sterilitas yang tertera pada masing-masing monografi.
Prinsip
mikroba pada inkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi langsung atau filtrasi dalam
32
medium Tioglikonat cair dan Soybean Casein Digest prosedur uji dapat menggunakan
teknik inokulasi langsung ke dalam media pada 30-35oC selama tidak kurang dari 7 hari.
2)
Uji Endotoksin
Tujuan : untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada didalam atau
pada bahan uji.
Prinsip : pengujian dilakukan menggunakan Limulus Amebocyte Lysate (LAL), deteksi
dilakukan dengan metode turbidimetri atau kolorimetri, penetapan titik akhir reaksi
dilakukan dengan membandingkan langsung enceran dari zat uji dengan enceran
endotoksin baku, dan jumlah endotoksin dinyatakan dalam Unit Endotoksin (UE).
c
Evaluasi Kimia
Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT).
Tujuan : mengindentifikasi masing-masing zat yang terkandung dalam sampel dan
menetapkan kadarnya dengan metode analitik.
Prinsip : pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem
yang terdiri dari 2 fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara
berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan
perbedaan mobilitas yang disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan,
tekanan uap, ukuran molekul, atau kerapatan muatan ion.
33
Penimbangan
aktif
tambahan
Diagram alir bahan
uji desain
IPC dan
terdapat
pada Gambar 4.2
IPC
IPC
Pengemasan sekunder
Endotoksin bakteri
Gambar 4.2
Alat Timbang
Spesifikasi :
Sensitivitas :
Laminary
Sistem udara
Kapasitas : 150 kg
20 g
Air Flow
laminar hendaklah
dengan
(nilai acuan)
mengalirkan
udara
terminal. Kecepatan aliran udara di daerah kerja minimal 0,36 m/detik. Aliran udara searah
(unidirectional airflow / UDAF) dengan kecepatan yang lebih rendah dapat digunakan
pada isolator yang tertutup dan kotak bersarung tangan (Glove boxes). Untuk mencapai
kebersihan udara Kelas B, C dan D, perhitungan frekuensi pertukaran udara hendaklah
disesuaikan dengan ukuran ruangan, mesin yang digunakan dan jumlah personil yang
bekerja di dalam ruangan. Hendaklah dilakukan tes integritas / kebocoran pada filter
HEPA terpasang sesuai dengan ISO 14644-3 dengan interval waktu tiap 6 bulan, atau tidak
lebih dari 12 bulan. Tujuan pelaksanaan tes ini adalah untuk memastikan bahwa media
filter, bingkai dan semua segel (seal) pada filter yang terpasang bebas dari kebocoran.
Bahan aerosol yang dipilih untuk melakukan tes kebocoran hendaklah tidak mendukung
pertumbuhan mikroba, misal polyalphaolefine (PAO), dan terdiri dari partikel aerosol
dalam jumlah yang cukup besar (PPOP jilid 2, 2014).
35
keseragaman. Proses mixing meliputi pembasahan fase solid oleh fase cair, dispersi
partikel atau deagglomeration menjadi fase yang continous. Pemanasan dan pendinginan
melalui konduksi langsung dapat digunakan dalam proses ini untuk memfasilitasi
terjadinya pencampuran (Niazi, 2004). Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk
hendaklah dilengkapi dengan sistem pengendali debu, kecuali digunakan sistem tertutup.
Parameter operasional yang kritis (misal: waktu, kecepatan dan suhu) untuk tiap proses
pencampuran, pengadukan dan pengeringan hendaklah tercantum dalam dokumen
produksi induk, dan dipantau selama proses berlangsung serta dicatat dalam catatan bets.
Nama
: Super Mixer YC-SMGD 600
Gambar
:
37
2.12
validasi proses baru (initial validation), validasi bila terjadi perubahan proses dan validasi
ulang. Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan (validasi
prospektif). Dalam keadaan tertentu, jika hal di atas tidak memungkinkan, validasi dapat
juga dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan (validasi konkuren). Proses yang
sudah berjalan hendaklah juga divalidasi (validasi retrospektif). Dalam hal ini validasi
proses produksi yang dilakukan adalah validasi prospektif, yaitu tiga bets pertama
produksi (berturut-turut). Sebelum dilakukan validasi proses, harusnya dipastikan bahwa
telah dilakukan validasi metode analisa, dan peralatan yang digunakan telah terkualifikasi
dan terkalibrasi. Tahapan pelaksanaan validasi proses produksi :
1
2
3
4
5
6
7
8
38
2.13
Pengemasan
Tipe wadah yang biasa digunakan untuk tetes mata adalah botol gelas dan botol plastik.
1
2
3
4
digunakan.
Wadah di desain untuk penetes yang siap digunakan dan melindungi terhadap
6
7
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Ekstraksi
1. 1 kg bubuk ma huang diekstraksi dengan benzene dingin ditambah larutan
Na2CO3 encer
2. Ekstraksi di kocok kemudian masukkan HCl encer yang bertujuan untuk
menghapus bahan dasar.
39
kemudian
3.2
Kristalisasi
1. Hasil yang didapat di tambahkan alcohol dengan volume dua kali, di
netralkan denga HCl pekat dan diencerkan dengan alcohol dengan volume
dua kali.
2.
3.4
Pemurnian Ephedrine
1. 5 gr Ephedrine HCl murni dilaritkan dengan air secukupnya, alkali di
bentuk dengan penambahan K2CO3 padat sampai dua lapisan terbentuk
dan di ekstraksi dua kali dengan kloroform.
2. Larutan kloroform di tambah Na2SO4 anhidrat keringkan dan di suling.
3.
40
3.5
Formula
0,3 gr
0,1 ml
0,01 ml
0,015 ml
0,003 ml
0,075 ml
0,0048 ml
15 ml
Pembuatan Sediaan
Grey Area:
1.
2.
Ditimbang semua bahan pada kaca arloji sesuai dengan formula dan
dilakukan sterilisasi akhir dari sediaan
White Area:
1.
2.
3.
4.
41
5.
Grey Area:
1.
2.
3.7
Evaluasi Sediaan
No Jenis Evaluasi
Prinsip Evaluasi
1
Uji Penetapan Menggunakan pH
2
pH Sediaan
Uji Partikulat
Syarat
Sesuai monografi sediaan
meter
Menggunakansuatusi
Tidakadapartikulatberukuranlebihda
stemelektronikpenghi
ri 10 m
tungcairan yang
dilengkapidengan
sensor
cahayaredupdenganal
atuntukmemasukkanc
3
Penetapan
volume
dariwadahdipindahka
yang
injeksidalamwa nmenggunakanalatsu
terterapadawadahbiladiujisatupersat
dah
ntikhipodermikkering
kedalamgelasukurkeri
ng, kemudian di ukur
Penetapan
volumenya
2
Kejernihan
tabungreaksidiisizatuj
Jernih
idanlarutanpadanandi
bandingkansetelah 5
menitpembuatanpada
nan,
denganlatarbelakangh
itam, cahaya yang
42
berdifusitegakluruske
arahbawah tabung,
sehinggalarutanpadan
an 1
dapatlangsungdibeda
kandariair
dandarilarutanpadana
5
Uji Kebocoran
n2
Sterilisasidenganposi
Volume
siwadahterbalik.
larutandalamwadahtidakberkurang
Jikaterdapatkebocora
n,
larutanakankeluardan
wadahakanmenjadiko
6
Analisis Kimia
song
Spektrofotometri /
HPLC
Retno
S.,polip
hidung, Buku
Ajar
2010.
Epidemiology
of
Nasal
Polyps
in
43
5. Liu, Z; Kim, J; Sypek, JP; Wang, IM; Horton, H; Oppenheim, FG; et al. 2004.
Gene expression profiles in human nasal polyps tissue studied by means of
DNA microarray. Journal of Allergy & Clin Immunol (4):783- 90.
6. Lund, VJ. 1995. Diagnosis and treatment of nasal polyps. British Medical
Journal (31): 1411-4.
7. Agoes G, 2007, Teknologi Bahan Alam, cetakan I, Penerbit ITB, Bandung, 21
8. Cronquist A, 1981, An Integrated System Of Classification Of Flowering
Plants, The New York Botanical Garden
9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Farmakope Indonesia. Edisi IV.
Jakarta: Ditjen POM Depkes RI; 1995.
10. Martindale, 34th edition halaman 1120-1121 2.
11. MIMS 2007 halaman 99 3.
12. AHFS, Drug Information 2005 halaman 1276-1281
13. Drug Information Handbook 17th ed halaman 550-551.
44