Вы находитесь на странице: 1из 5

PLTU Batang: Proyek Swasta dengan Cap

Proyek Pemerintah
Blog ditulis oleh Desriko Malayu Putra - 7 Maret, 2016 di 7:07komentar

Setelah empat tahun mencoba melakukan pembebasan tanah di daerah


Batang, Jawa Tengah, akhirnya perusahaan pemrakarsa PLTU batubara
angkat
tangan dan
mengakui
ketidakmampuannya
dalam
menyelesaikan pembebasan lahan milik masyarakat untuk proyek ini.

Sebagian anggota masyarakat dari ketiga desa yang menjadi tapak


proyek tetap bersikukuh mempertahankan tanah mereka demi
mempertahankan sumber penghidupannya. Ketiga desa tersebut adalah
Desa Ujungnegoro, Karanggeneng dan Ponowaren, dimana hingga saat ini
masih terdapat sekitar 67 warga pemilik tanah yang tetap bertahan tidak
menjual
tanahnya
untuk
pembangunan
PLTU
Batang.
Demi
mempertahankan tanah tumpuan kehidupan ini, mereka kerap harus
berurusan dengan preman-preman dan oknum aparat dari kepolisian dan
TNI yang meminta mereka untuk menjual tanah yang disertai ancamanancaman.

Pada tanggal 27 Juni 2014 PT. Bhimasena Power Indonesia (PT BPI)
menyampaikan secara resmi ketidakmampuan perusahaan dalam
melakukan pembebasan lahan untuk PLTU Batang, sehingga kegiatan
pembebasan lahan tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Pernyataan itu keluar mengingat sudah empat kali perusahaan melakukan
perubahan (amandemen) perjanjian jual beli tenaga listrik antara PT.
Bhimasnena Power Indonesia dengan PT. PLN (Persero).

Keinginan masyarakat mempertahankan lahan pertanian mereka dari


rencana pembangunan PLTU terbesar di asia tenggara ini tidak mendapat
dukungan dari pemerintah. Hingga akhirnya Gubernur Jawa Tengah
mengeluarkan keputusan tentang persetujuan penetapan lokasi
pengadaan tanah sisa lahan seluas 125.146 M2 untuk pembangunan
pembangkit listrik tenaga uap Jawa Tengah 2x1000 MW di Kabupaten
Batang Propinsi Jawa Tengah yang diberikan kepada Unit Induk
Pembangunan VIII PT.PLN (Persero) tertanggal 30 Juni 2015.
Menanggapi hal itu, masyarakat kemudian melakukan perlawanan melalui
Gugatan Administrasi Negara atas Keputusan Gubernur Jawa Tengah

tersebut. Masyarakat meminta pembatalan keputusan itu karena


dipandang bertentangan dengan tata cara pengadaan tanah sebagaimana
diatur dalam undang-undang. Persyaratan utama dalam pengadaan tanah
bagi pembangunan untuk kepentingan umum adalah pembangunan itu
wajib dilaksanakan pemerintah atas rencana kerja instansi yang
memerlukan tahah, pengadaannya dilakukan oleh pemerintah dan
tanahnya dimiliki pemerintah serta pendanaannya bersumber dari
pemerintah. Tahapannya terdiri dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan
dan penyerahan hasil.
Keputusan ini seharusnya dikeluarkan dalam tahapan persiapan, dimana
dalam tahapan ini masyarakat pemilik tanah dan terdampak harus
dilibatkan secara aktif dalam kegiatan sosialisasi, konsultasi publik serta
persetujuan pengadaan tanah. Dalam pelaksanaannya kegiatan sosialisasi
dan konsultasi publik hanya dilakukan dalam bentuk persayaratan
semata, tanpa menggali persoalan yang terjadi. Mirisnya lagi, dalam
seluruh pertemuan itu, kehadiran pemilik tanah hanya diwakili oleh 1
hingga 5 orang saja dan bahkan di beberapa kesempatan pertemuan itu
dilakukan tanpa dihadiri oleh pemilik tanah dan yang terdampak. Itupun
pertemuan hanya berlangsung bersama aparat desa serta kecamatan dan
warga yang tidak memiliki tanah ditapak proyek. Fakta ini terbongkar di
persidangan saat hakim memeriksa seluruh daftar hadir peserta dalam
kegiatan tersebut. Anehnya lagi, berita acara persetujuan pengadaan
tanah telah dibuat, tanpa diketahui oleh pemilik tanah.

Rencana pembangunan PLTU Batang dilakukan oleh PT. Bhimasena Power


Indonesia yang merupakan perusahaan gabungan (Joint Venture) dari
tiga perusahaan, diantaranya Electric Power Development Co., Ltd. (J-

Power), perusahaan yang berbasis di Tokyo-Jepang dengan kepemilikan


saham sebesar 34 persen, ITOCHU Corporation, perusahaan yang
berbasis di Tokyo-Jepang dengan kepemilikan saham sebesar 32 persen
dan PT Adaro Power, perusahaan swasta yang berbasis di Indonesia
dengan kepemilikan saham sebesar 34 persen. Hubungannya dengan
pemerintah hanya sebatas hubungan Jual-Beli tenaga listrik listrik yang
dihasilkan perusahaan dan PT. PLN (Persero) adalah konsumen sebagai
pembeli (buyer). Sangat jelas dan meyakinkan bahwa PLTU Batang adalah
proyek swasta, bukan proyek pemerintah yang dicoba dikesankan selama
ini.
Semua fakta-fakta dan bukti telah diajukan masyarakat kepada
pengadilan. Para pemilik tanah lainnya yang menjadi saksi di persidangan
mengungkapkan kepada Hakim bahwa mereka tidak diundang dalam
pertemuan-pertemuan
sosialisasi
dan
konsultasi
publik
bahkan
pembuatan Berita Acara pengadaan tanah. Kesaksian mereka tidak
terbantahkan. Begitu juga dengan keterangan ahli hukum administrasi
negara yang dihadirkan, menyimpulkan bahwa Keputusan Gubernur
tersebut cacat fomil karena tidak melibatkan masyarakat yang terkena
dampak langsung dari pemberlakukan suatu keputusan tata usaha
negara, apalagi pengadaan tanah yang dimaksud dalam keputusan
Gubernur, tanahnya akan diperuntukkan kepada perusahaan swasta
(pembangunan PLTU Batang), PT. PLN (Persero) dalam keputusan ini
hanya sebatas perpanjangan tangan untuk mendapatkan lahan semeta.
Pendapat ahli menegaskan jika hal ini melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Namun, hakim berpendapat lain dan gugatan masyarakat pun ditolak di
Pengadilan PTUN Semarang. Tidak puas, masyarakat pun melakukan
upaya hukum kasasi di Mahkamah Agung dengan kembali menguraikan
alasan hukum dimana hakim dalam memeriksa dan memutus perkara
tersebut tidak cermat, tidak teliti dan lalai serta salah dalam menerapkan
hukum. Bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum hanya dapat
dilakukan
oleh
pemerintah,
tanahnya
milik
pemerintah
dan
pembangunannya dilakukan oleh pemerintah. Dalam kasus ini, PLTU
Batang jelas sekali milik swasta, maka pembebasan tanah untuk PLTU
Batang melalui keputusan Gubernur telah melanggar Undang-undang.
Tanah yang dibebaskan dimanfaatkan perusahaan. Saat perusahaan tidak
sanggup melakukan pembebasan tanah masyrakat, Negara justru hadir
sebagai perampas dengan dalih kepentingan umum.

Вам также может понравиться