Вы находитесь на странице: 1из 19

BAB 1

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Proses menua adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Manusia seperti halnya
semua makhluk hidup didunia ini mempunyai batas keberadaannya dan akan berakhir dengan
kematian. Perubahan-perubahan pada usia lanjut dan kemunduran kesehatannya kadang-kadang
sukar dibedakan dari kelainan patologi yang terjadi akibat penyakit. Dalam bidang endokrinologi
hampir semua produksi dan pengeluaran hormon dipengaruhi oleh enzim-enzim yang sangat
dipengaruhi oleh proses menjadi tua.

1.1 TUJUAN PENULISAN


Untuk memenuhi tugas KEPERAWATAN GERONTIK 1 yang diperintahkan oleh
dosen pengajar sebagai bahan penilaian yang ditujukan untuk menambah wawasan. Dengan
dibuatnya makalah ini kami berharap dapat berguna dan bermanfaat bagi yang membaca dan bagi
penulis sendiri.

1.2

MANFAAT PENULISAN
Manfaat penulisan makalah ini adalah :
1.
2.

Sebagai salah satu informasi tentang penuaan pada sistem muskuloskeletal.


Menambah pengetahuan pembaca, terutama tentang penuaan pada
muskuloskeletal..

BAB 2
1

sistem

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN SISTEM ENDOKRIN


Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang
menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi organorgan lain. Hormon bertindak sebagai pembawa pesan dan dibawa oleh aliran darah ke berbagai
sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan pesan tersebut menjadi suatu tindakan.
Sistem endokrin tidak memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar keringat, dan
kelenjar-kelenjar lain dalam saluran gastrointestin. System endokrin merupakan bagian dari
system pengatur tubuh, pengaturan berbagai fungsi metabolism tubuh.
Sistem endokrin adalah sekumpulan kelenjar dan organ yang memproduksi dan
mengatur hormon dalam aliran darah untuk mengontrol banyak fungsi tubuh. Sistem ini tumpang
tindih dengan sistem saraf dan eksokrin dan tanggung jawabnya meliputi metabolisme,
pertumbuhan, dan perkembangan seksual.
Kelenjar utama dari sistem endokrin adalah pituitari, hipotalamus, dan pineal yang
terletak di otak, tiroid dan paratiroid di leher, timus, adrenal dan pankreas di perut, dan gonad,
indung telur atau testis di perut bagian bawah. Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar
tersebut terlalu banyak dan rumit untuk didaftar. Kelenjar pituitari sering disebut sebagai kelenjar
utama

karena

mengontrol

fungsi

anggota

lain

dari

sistem

endokrin. Kelenjar

pinealmembuat melatonin, yang memutuskan kita harus tidur ketika gelap dan terbangun ketika
cahaya muncul. Pankreas menghasilkan insulin yang memutuskan berapa banyak gula yang harus
beredar dalam darah

2.2 ANATOMI SISTEM ENDOKRIN

Sistem endokrin, seperti sistem syaraf, memungkinkan bagian-bagian yang terletak jauh
didalam tubuh untuk saling berkomunikasi. Terdapat tiga komponen dalam system endokrin :
kelenjar endokrin yang mengeluarkan zat-zat antara kimiawi ke dalam aliran darah; zat antara
kimiawi itu sendiri yang disebut hormone; dan sel atau organ sasaran yang berespon terhadap
hormone tersebut.
KELENJAR ENDOKRIN

Kelenjar endokrin adalah organ yang membuat, menyimpan dan mengeluarkan hormone ke
dalam aliran darah. Terdapat banyak kelenjar endokrin didalam tubuh,mencakup: kelenjar
hipofisis (pituitary), Tiroid, Paratiroid, Adrenal, Pulau-pulau langerhans pancreas, Ovarium
dan testes

Kelenjar eksokrin (kelenjar keringat)

Kelenjar Endokrin antara lain :


1.

Hipotalamus
Adalah sebuah organ neuroendokrn kecil yang terletak dibagian otak depan
yang disebut diensefalon. Hipotalamus adalah organ yang berkaitan dengan
homeostatis, mempertahankan lingkungan internal tubuh tetap konstan. Kelenjar ini
menerima informasi dari susunan saraf pusat dan perifer mengenai suhu tubuh, nyeri,
rasa nikmat, makanan, rasa lapar, dan status metabolik.

2.

Hipofisis anterior
Disebut juga adenohipofisis, terdiri dari jaringan non saraf. Kelenjar ini
secara otomatis terpisah dari hipotalamus, tetapi secara fungsional berhubungan
dengannya melalui suplai darahnya.

3.

Hipofisis posterior
Disebut juga neurohipofisis, adalah jaringan saraf sejati yang secara
embriologis berasal dari hipotalamus. Terdapat tiga bagian: eminensia mediana, akar
infundibulus, prosesus infundibulus.
3

HORMON
Adalah suatu perantara kimiawi yang dilepaskan oleh suatu kelenjar endokrin
kedalam sirkulasi. Setelah dilepaskan hormone mengalir dalam darah dan hanya mempengaruhi
sel-sel tubuh yang memiliki reseptor ( tempat pengikatan) spesifik untuknya.Sel-sel yang
berespon terhadap hormone tertentu disebut sel sasaran untuk hormon tersebut.
Fungsi hormon :

Reproduksi
Pertumbuhan dan perkembangan
Homeostasis
Pengaturan pengadaan energi

Klasifikasi hormone

Steroid
estrogen, progesteron, testosteron, cortisol, aldosterone

Turunan asam amino tyrosin


tiroksin, triiodotyronin, epinefrin dan norepinefrin

Protein/peptida
hormon hipofise ant dan post, insulin, glukagon, PTH dsb

FEEDBACK NEGATIF
Kelenjar endokrin secara alami mempunyai tendensi untuk over sekresi hormonnya
Akibatnya, hormon akan banyak diproduksi untuk merangsang organ target
Organ target akan berfungsi
Ketika fungsi sudah terlalu banyak terbentuk untuk menekan produksi kelenjar endokrin
RESEPTOR
Hormon bergantung pada adanya reseptor
Fungsi reseptor :

Membedakan hormon dan lainnya


Mengatur sinyal hormonal menjadi respon seluler yang tepat

Lokasi reseptor pada sel :

Membran sel (hormon protein)


Sitoplasma (hormon steroid)

Inti sel (hormon tiroid)


4

2.3 PERUBAHAN ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN


PADA LANSIA
Perubahan Sistem Endokrin pada Lansia. Efek dan usia pada sistem endokrin sedikit
lebih sulit untuk mendeteksi dengan organ tubuh lain. Walaupun demikian gangguan endokrin
lebih banyak pada usia 40 tahun. Pada wanita, produksi hormon meningkat dibanding dengan
menopause. Dari pria dan wanita, output anterior pituitary mengalami penurunan.
Umur yang relatif terjadi perubahan pada struktur dan fungsi dan kelenjar endokrin
adalah sebagai berikut :
a) Kelenjar thiroid mengalami derajat yang sama dengan atropfi, fibrosis dan nodularity.
b) Hormon thiroid mengalami level penurunan dan hypoparatiroidisme biasanya sering pada
orang dewasa.
c) Kelenjar adrenal kehilangan beberapa berat badan dan menjadi makin buruk, fibrotik.
d) Pada bagian anterior, kelenjar pituitary mengalami penurunan ukuran dan menjadi
mati/fibrotik.
Dalam Stockslager (2007), perubahan fungsi sistem endokrin secara khusus yaitu :
a) Penurunan kemampuan mentoleransi stress.
b) Konsentrasi glukosa darah meningkat dan tetap naik lebih lama dibandingkan orang yang
lebih muda.
c) Penurunan kadar ekstrogen dan peningkatan kadar FSH selama menopouse, yang
menyebabkan trombosis dan osteoporosis.
d) Penurunan produksi progeteron.
e) Penurunan kadar aldosteron serum sebanyak 50%.
f) Penurunan laju sekresi kortisol sebanyak 25%.

2.4

MASALAH-MASALAH DALAM PERUBAHAN SISTEM

ENDOKRIN PADA LANSIA


Dalam Nugroho (1995), penyakit metabolik pada lanjut usia terutama disebabkan oleh
karena menurunnya produksi hormon dari kelenjar-kelenjar hormon. Pria dan wanita pada akhir
masa dewasa memasuki apa yang dinamakan kimakterium; perubahan-perubahan dalam
keseimbangan hormonal yang menyebabkan berkurangnya kekurangan hormon seks. Menurunnya
produksi hormon ini antara lain terlihat pada wanita mendekati usia 50 tahun, yang ditandai
mulainya menstruasi yang tidak teratur sampai berhenti sama sekali (menopouse), prosesnya
merupakan proses ilmiah. Pada pria proses tersebut biasanya terjadi secara lambat laun dan tidak
5

disertai gejala-gejala psikologis yang luar biasakecuali sedikit kemurungan dan rasa lesu serta
berkurangnya kemampuan seksualitasnya. Terdapat pula penurunan kadar hormon testosteronnya.
Masalah yang sering terjadi pada sistem endokrin :

Penurunan kemampuan menoleransi stress.


Kosentrasi glukosa darah meningkat dan tetap naik lebih lama dibandingkan orang lebih

muda
Penurunan kadar estrogen dan peningkatan kadar follikel stimulating hormone selama

menopause yang menyebabkan trombosis dan osteoporosis.


Penurunan produksi progesterone.
Penurunan kadar aldosteron serum sebanyak 50 %
Penurunan laju sekresi kortisol sebanyak 25 %
Perubahan pada Sistem Endokrin Kelenjar endokrin dapat mengalami kerusakan yang
bersifat age-related cell loss, fibrosis, infiltrasi limfosit, dan sebagainya. Perubahan karena usia
pada reseptor hormon, kerusakan permeabilitas sel dan

sebagainya, dapat menyebabkan

perubahan respon inti sel terhadap kompleks hormon-reseptor (Darmojo & Martono, 2006).
Perubahan pada sistem endokrin akibat penuaan antara lain produksi dari hampir semua hormon
menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah, terjadinya pituitari yaitu pertumbuhan
hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya di dalam pembuluh darah; berkurang produksi ACTH,
TSH, FSH, dan LH. Menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate) dan
menurunnya daya pertukaran zat. Menurunnya produksi aldosteron dan menurunnya sekresi
hormon kelamin, misalnya progesteron, estrogen dan testosteron (Nugroho, 2008).
Penyakit metabolik yang banyak dijumpai adalah diabetes melitus atau kencing manis
dan osteoporosis (berkurangnya zat kapur dan bahan-bahan mineral sehingga tulang lebih mudah
rapuh dan menipis). Diabetes melitus sering dijumpai pada lanjut usia yang berumur 70 tahun
keatas, akibatnya terjadi degenerasi pembuluh darah dengan kompliksai pembuluh darah koroner,
perubahan pembuluh darah otak ini dapat menyebabkan stroke yang bisa mengakibatkan
kelumpuhan separuh badan.
Berikut perubahan dan penyakit pada sistem endokrin yang disebabkan oleh proses
penuaan, yaitu:
1) Menopouse
6

a. Konsep
Dalam Boedhi-Darmojo dan Hadi Martono (1999), menopouse adalah berhentinya
haid. Menopouse menurut pengertian awam adalah perubahan masa muda ke masa tua.
Berhentinya haid sebagai akibat tidak berfungsinya ovarium merupakan peristiwa dan
bukan satu periode waktu. Di Indonesia monepouse terjadi antara 49-50 tahun (Samil dan
Ichramsyah, 1991).
Periode mendahului menopouse ditandai oleh perubahan somatif dan psikologik.
Hal tersebut mencerminkan perubahan normal yang terjadi di ovarium. Meskipun ada
gejala atau keluhan, periode ini sering dilupakan oleh pasien maupun dokter. Gejala yang
paling sering terjadi pada masa transisi pra-menopouse ini adalah haid yang tidak teratur.
Meskipun menopouse atau tidak lagi datang haid, terjadi setelah terhentinya fungsi
ovarium merupakan keadaan yang paling dapat diidentifikasi, namun periode sebelum dan
10 tahun setelah menopouse mempunyai arti klinis yang lebih penting. Menurut Hurd,
periode transisi ini biasanya berlangsung sampai periode pasca menopouse. Periode pasca
menopouse biasanya disertai dengan insidensi kondisi kelainan yang erat hubungannya
dengan usia lanjut. Karena hal tersebut, pelayanan kesehatan ginekologik pada wanita
pasca menopouse perlu mengetahui tentang seluk beluk pengobatan pengganti hormon.
b. Gejala-Gejala yang sering timbul
Ada beberapa gejala yang timbul dengan menopouse pada lansia (Nugroho, 1995),
di antaranya :
Gangguan pada haid: haid menjadi tidak teratur, kadang-kadang terjadi perdarahan

yang terlalu banyak atau terlalu sedikit.


Gelombang rasa panas (Hot Flush). Kadang-kadang timbul rasa panas pada muka,
leher dan dada bagian atas, disusul dengan keluarnya keringat yang banyak. Peasaan

panas ini bisa berlangsung beberapa detik saja, namun bisa berlangsung sampai 1 jam.
Rasa lelah hebat (Fatigue).
Rasa gatal-gatal pada genitalia disebabkan kulit yang menjadi kering dam keriput.
Sakit-sakit bisa dirasakan seluruh badan atau pada bagian tubuh tersebut.
Pusing atau sakit kepala. Keluhan ini bisa disebabkan oleh banyak hal, misalnya
karena meningginya tekanan darah, adanya gangguan penglihatan atau bisa juga oleh
adanya stres mental.
7

Insomnia atau keluhan susah tidur, hal ini bisa disebabkan oleh penyebab fisik maupun

psikis.
Palpitasi dan perubahan gerak seksual. Hal ini disebabkan oleh pengaruh hormonal
maupun pengaruh psikis. Gejala-gejala jiwa yang timbul sangat bervariasi dari ringan
sampai yang berat. Keluhan yang sering timbul adalah adanya rasa takut, tegang
gelisah, lekas marah, mudah gugup, sukar berkonsentrasi, lekas lupa, dan susah tidur.
Adanya wanita yang mengalami monepouse manfsirkannya sebagai kehilangan
fungsinya sebagai wanita, karena ia tidak bisa hamil dan mendapatkan anak lagi. Di
lain pihak ada yang menafsirkan sebagai akan terhentinya kehidupan seksualnya, hal
ini adalah keliru sekali. Selain dari pada itu ada yang berpendapat bahwa kegiatan
seksual itu kurang pantas dilakukan bagi mereka yang sudah tua, maskipun dorongan
ke arah itu tetap ada. Dengan demikian dapat terlihat bahwa kerisauan menghadapi

masa tua seringkali juga menyangkut kahidupan seksual.


2) Andropouse
a. Konsep
Dalam Baziad (2003), pada laki-laki tua, testis masih berfungsi memproduksi
sperma dan hormon testosteron meskipun jumlahnya tidak sebanyak usia muda. Pada
wanita produksi estrogen berhenti mendadak, sedangkan pada laki-laki dengan
meningkatnya usia produksi testosteron turun perlahan-lahan, sehingga membuat definisi
andropouse pada laki-laki sedikit sulit. Kadar hormon testosteron sampai dengan usia 5560 tahun relatif stabil dan baru setelah usia 60 tahun terjadi penurunan yang berarti.
Meskipun kadar testosteron darah turun, keluhan tidak segera muncul. Keluhan
dapat muncul setelah beberapa tahun kemudian. Oleh karena itu, para ahli berpendapat
bahwa tidak ada hubungan langsung antara keluhan dengan kadar hormon. Meskipun
sudah lanjut usia, orang laki-laki masii0h saja aktif baik secara fisik maupun seksual,
bahakan tidak jarang masih dapat mendapatkan keturunan.
b. Gejala
Dalam Baziad (2003), testosteron adalah hormon laki-laki yang menjadikan lakilaki berfungsi menjadi seorang laki-laki.
Gejala klinis andropouse antara lain:
8

Gejala vasomotorik, berupa gejolak panas, berkeringat, susah tidur, gelisah, dan takut.
Gejala yang berkaitan dengan aspek virilitas, berupa kurang tenaga, berkurangnya
massa otot, bulu-bulu rambut seksual berkurang, penumpukan lemak di perut, dan

osteoporosis.
Gejala yang berhubungan dengan fungsi kognitif dan suasana hati, berupa mudah
lelah, menurunnya aktivitas tubuh, rendahnya motivasi, berkurangnya ketajaman

mental/intuisi, depresi hilangnya rasa percaya diri dan menghargai dirinya sendiri.
Gejala yang berhubungan dengan masalah seksual, berupa turunnya libido,
menurunnya aktivitas seksual, kualitas orgasme menurun, berkurangnya kemampuan

ereksi, dan berkurangnya volume ejakulasi.


3) Diabetes Melitus
a. Konsep
Diabetes melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner and Suddarth)
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu gangguan metabolic yang melibatkan
berbagai system fisiologis, yang paling kritis adalah melibatkan metabolisme glukosa
(Stanley & Beare)
Diabetes melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (Mansjoer, dkk)
Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa.
Seiring pertambahan usia, sel-sel tubuh menjadi lebih resistant terhadap insulin,
yang mengurangi kemampuan lansia untuk memetabolisme glukosa. Selain itu, pelepasan
insulin dari sel beta pankreas berkurang dan melambat. Hasil dari kombinasi proses ini
adalah hiperglikemia. Pada lansia, konsentrasi glukosa yang mendadak dapat
meningkatkan dan lebih memperpanjang hiperglikemia. Diabetes tipe 2 pada lansia
9

disebabkan oleh sekresi insulin yang tidak normal, resistansi terhadap kerja insulin pada
jaringan target, dan kegagalan glukoneogenesis hepatic. Penyebab utama hiperglikemia
pada lansia adalah peningkatan resistansi insulin pada jaringan perifer. Meskipun jumlah
reseptor insulin sebenarnya sedikit menurun seiring pertambahan usia, resistansi dipercaya
terjadi setelah insulin berikatan dengan reseptor tersebut. Selain itu, sel-sel beta pulau
Langerhans kurang sensitif terhadap kadar glukosa yang tinggi, yang memperlambat
produksi glukosa di hati (http://aqies.wordpress.com, 2009).
b. Tanda dan Gejala
Beberapa tanda dan gejala yang timbul dengan adanya andropouse, yaitu :
Penurunan berat badan dan kelelahan.
Kehilangan selera makan.
Inkontinensia.
Penurunan penglihatan.
Konfusi atau derajat delirium.
Konstipasi atau kembung abdomen.
Retinopati atau pembentukan katarak.
Perubahan kulit; penurunan nadi perifer, kulit dingin, penurunan refleks, dan
kemungkinan nyeri perifer atau kebas.
Hipotensi ortostatik.
4) HIPERPITUITARISME merupakan suatu sekresi yang berlebihan hormon hipifisis anterior
yang terjadi akibat adanya tumor.
5) HIPOPITUITARIME adalah hilangnya fungsi lobus anterior kelenjar hiposfisa terutama pada
6)

bagian anterior.
HIPERTIROIDISME (TIROTOKSIKOSIS) adalah suatu kelebihan sekresi hormonal yang

7)
8)

tidak seimbang pada metabolisme.


HIPOTIROIDISME suatu efek hormon tiroid berkurang.
TIROIDITIS adalah sutu peradangan pada kelenjar tiroid yang disebabkan infeksi viral seperti

9)

HFV dan virus beguk pada tiroiditis subakut.


TUMOR TIROID adalah neoplasma unik pada kelenjar tiroid yang sangat kerap disertai

dengan metastasis pada organ yang jauh dari lokasi primer.


10) TIROIDEKTOMI adalah sebuah operasi yang melibatkan operasi pemindahan semua atau
sebagian dari kelenjar tiroid.
11) HIPERPARATIROID adalah suatu keadaan kelenjar - kelenjar memproduksi lebih sekresi
12)

hormon paratiroid, hormon asam amino polipeptida.


HIPOPARATIROID adalah penurunan produksi hormon oleh kelenjar paratiroid
menyebabkan kadar kalsium dalam darah rendah.
10

13)
14)

KELAINAN PADA KELENJAR ADRENAL


ADDISON adalah kerusakan kelenjar adrenal yang tidak mampu memenuhi kebutuhan

15)

hormon korteks adrenal.


SINDROM CHUSING adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh berbagai penyakit seperti
obesitas, impaired glucose tolerance, hipertensi, diabetes mellitus dan disfungsi gonadal yang

berakibat pada berlebihnya rasio serum hormon kortisol.


16) ALDOSTERONISME PRIMER adalah merupakan keadaan klinis yang sebabkan oleh
produksi aldosteron suatu hormon steroid mineralokortikoid korteks adrenal secara
berlebih.
17) TUMOR HIPOFISIS adalah sesorang yang menderita tumor pada selaput kecil pada otak.
18) HIPOFISEKTOMI merupakan suatu tindakan pengangkatan adenoma hipofise melalui
pembedahan
19) DIABETES INSIPIDUS adalah suatu keadaan yang di tandai rasa haus di akibatkan karena
kurangnya hormon antiduretik.
20) SINDROM SEKRESI HORMONE ANTIDIURETIK
21) PANGKREATITIS adalah peradangan pada pangkreas yang dapat mengeluarkan enzim
pencernaan dalam saluran pencernaan sekaligus mensintesis dan mensekresi insulin dan
glukagon.

2.5 PENATALAKSANAAN
NIDDM merupakan bentuk penyakit yang paling sering diantara lansia, adalah ancaman
serius terhadap kesehatan karena beberapa alasan, yaitu :
a.

Komplikasi kronis yang dialami dalam hubungannya dengan fungsi penglihatan, sirkulasi,
neurologis, dan perkemihan dapat lebih menambah beban pada sistem tubuh yang telah
mengalami penurunan akibat penuaan.

b.

Sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketotik, suatu komplikasi diabetes yang dapat


mengancam jiwa, meliputi hiperglikemia, peningkatan osmolalitas serum, dan dehidrasi yang
terjadi lebih sering diantara lansia

1)

PENCEGAHAN PRIMER
Diperkirakan 65-80% dari kasus NIDDM dapat dicegah melalui program nutrisi
yang sehat. Mempertahankan berat badan ideal adalah pertimbangan yang penting untuk
semua lansia, tidak hanya untuk menghilangkan stress pada sendi dan meningkatkan mobilitas
11

tetapi juga untuk mengurangi risiko terjadinya diabetes. Berat badan yang tidak diinginkan
dapat diturunkan selama tahun-tahun terakhir melalui kombinasi dari nutrisi dan latihan yang
optimal.
Masalah keuangan dapat membatasi kemampuan lansia untuk membeli makanan
bergizi. Beberapa petunjuk konsumen yang sangat baik untuk membeli dan menyiapkan
sejumlah kecil makanan yang tidak mahal telah tersedia dan terbukti sangat membantu.
Bentuan mungkin diperlukan dengan transportasi atau alat khusus untuk memungkinkan klien
dengan ketidakmampuan fisik dalam mempertahankan kemandiriannya.
Pendidikan tentang kebutuhan diet mungkin diperlukan. Suatu perencanaan makanan
yang terdiri dari 10% lemak, 15% protein, dan 75% karbohidrat kompleks (presentase
berdasarkan kalori)direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan rendah lemak
dalam diet ini tidak hanya mencegah aterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas
reseptor insulin.
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan sebelum
latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara fisik mampu
mengIkuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas klien yang terbaru
dan pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan jenis latihan yang mungkin paling
berhasil. Berjalan atau berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan
yang sangat baik untuk para pemula.
2)

PENCEGAHAN SEKUNDER
PENAPISAN
Deteksi dan intervensi dini membantu membatasi efek serius dari NIDDM pada

a.

lansia. Pengambilan riwayat secara hati-hati dapat memberikan informasi tentang kondisi
kesehatan klien yang biasa dan mengindikasikan apakah ia mengalami perubahanperubahan yang menjurus ke arah NIDDM. Secara khusus, orang yang mengalami obesitas
dengan riwayat keluarga mengalami penyakit tersebut sebaiknya ditanya tentang tanda dan
gejala yang sebelumnya dibahas secara seksama.
12

Selama pemeriksaan fisik rutin, beberapa temuan menyatakan bahwa diperlukan


pemeriksaan yang lebih rinci. Hal ini termasuk perubahan pada penglihatan, kehilangan
integritas kulit atau infeksi yang sering, perubahan berat badan, perubahan pola sirkulasi,
bukti adanya penyakit kardiovaskuler, dan gejala hiperglikemia seperti meningkatnya rasa
haus, nafsu makan, dan berkemih.
Kadar gula darah puasa harus diperiksa secara rutin sebagai komponen dari
penapisan, tetapi hasil yang negatif dalam gejala ringan yang lain tidak dapat dianggap
sebagai suatu kesimpulan. Tes toleransi glukosa oral pada umumnya dianggap lebih
sensitif dan merupakan indikator yang dapat diandalkan daripada kadar glukosa darah
puasa dan harus dilakukan untuk menentukan diagnosis dan perawatan awal NIDDM.
Ketika klien telah didiagnosis menderita NIDDM, perawatan akan memfokuskan
pada suatu program yang melibatkan aktivitas sehari-hari yang dirancang untuk
mengendalikan penyakit. Semakin banyak klien terlibat dalam melakukan perawatan ini,
semakin mudah konsekuensi penyakit yang tidak diinginkan dapat dibatasi. Orang dengan
diabetes masih dapat menikmati kesehatan yang optimal dengan mengendalikan asupan
nutrisi, berolahraga secara teratur, menggunakan obat sesuai resep, memantau kadar gula
darah, dan mencegah komplikasi yang telah diketahui dengan baik.
b.

NUTRISI
Terapi nutrisi melibatkan pengkajian pola saat ini. Jika klien mengalami kelebihan
berat badan, yang memang cenderung terjadi, perencanaan harus memasukkan strategi
untuk penurunan berat badan secara bertahap dan aman. Diet yang sangat ketat,
penggunaan suplemen atau obat-obatan, dan puasa yang tidak hanya merupakan
pendekatan yang tidak praktis untuk lansia, tetapi juga dapat mengancam kehidupan bagi
mereka dengan NIDDM. Dalam menyusun rencana makanan klien, keterbatasan keuangan
juga harus dipertimbangkan. Kehilangan gigi dan perubahan persepsi rasa dapat mengubah
pilihan makanan klien. Masukan dari klien harus menjadi petunjuk bagi semua modifikasi
13

diet, dan perubahan-perubahan yang direkomendasikan harus realistis. Pada saat ini,
perencanaan makanan bagi orang dengan diabetes dapat menyeimbangkan diet dengan
menggunakan pilihan yang bijaksana dari setiap kelonpok makanan.
Sistem pertukaran, yang menggambarkan jumlah porsi tertentu dari setiap
kelompok makanan, disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan kalori. Klien diabetes
mungkin akan menempatkan perencanaan makanan yang terdiri atas 1800-2200 kal/hari.
Jika klien juga menerima insulin atau agens antidiabetik, ia harus memastikan untuk
membagi kalori-kalori ini selama satu hari untuk mencegah hipoglikemia. Walaupun ahli
gizi mungkin bertanggung jawab dalam mengenalkan sistem tersebut kepada klien, tetapi
perawat sering membantu klien dalam menerapkan informasi ini dalam kehidupan seharihari. Membantu lansia dalam mengembangkan beberapa standar perencanaan makanan
dengan menggunakan jenis makanan yang sama untuk setiap kali makan mungkin
merupakan pendekatan awal terbaik. Bila rencana makanan telah dikuasai, makanan
pengganti dapat dibuat dengan lebih meyakinkan. Banyak lansia cenderung untuk tetap
melakukan rencana makanan secara kaku untuk alasan kenyamanan juga alasan ekonomi.
Perawat yang membantu lansia dalam merencanakan makan dapat mengambil
kesempatan ini untuk memberikan pendidikan kepada klien tentang prinsip umum nutrisi
yang baik. Perawat dapat mengajarkan kepada klien tentang membaca label untuk
menghindari asupan natrium dan lemak yang berlebihan, memasukkan sumber-sumber
makanan yang direkomendasikan dalam asupan sehari-hari, memilih sumber-sumber
makanan rendah kolesterol, dan memasukkan serat yang adekuat dalam diet mereka.
Pendekatan perawat untuk mengajar klien diabetes tentang bagaimana cara
untuk merencanakan asupan nutrisinya sangat penting. Bila perawat menekankan pada ide
bahwa makanan yang lebih sehat dapat meningkatkan rasa sejahtera, klien dapat melihat
perubahan yang diperlukan dalam cara yang lebih positif. Juga, mengajarkan kepada klien
yang kelebihan berat badan bahwa hilangnya sejumlah kecil berat badan (5-7.5 kg) dapat
14

menghasilkan pengurangan kadar glukosa darah yang sangat besar yang merupakan hal
penting bagi perawat.
c.

OLAHRAGA
Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan
fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan
kesejahteraan emosional, dan meningkatkan sikulasi. Selain itu, olahraga tentu dapat
membantu menurunkan berat badan. Namun, program olahraga dengan terencana dan tidak
impulsif merupakan hal yang penting. Klien yang mengalami diabetes yang tidak
terkendali (glukosa darah puasa sebelum latihan >250 mg/dL) pada kenyataannya dapat
membahayakan bila melakukan peningkatan aktivitas fisik secara mendadak. Ketika kadar
glukosa darah stabil dan kondisi medis lain sudah dapat dikendalikan, perawat dan klien
dapat mengembangkan suatu rencana untuk meningkatkan latihan fisik secara bertahap.
Setelah keterbatasan kemampuan klien untuk melakukan latihan diidentifikasi, tujuan
jangka pendek dan jangka panjang harus ditetapkan untuk melaksanakan program
latihan/olahraga.
Walaupun berenang dan berjalan cepat telah dinyatakan sebagai pilihan yang
sangat baik untuk lansia dengan NIDDM, tipe aktivitas lainnya juga sama-sama
bermanfaat. Khususnya, aerobik yang menawarkan manfaat paling banyak. Seseorang
dengan NIDDM harus melakukan latihan minimal satu kali setiap 3 hari.

3)

PENCEGAHAN TERSIER
Untuk meningkatkan rehabilitasi yang tepat dan kembali lagi pada gaya hidup
normal, seseorang yang didiagnosis diabetes harus menerima perawatan berkelanjutan untuk
memfasilitasi tujuan ini. Stimulasi sensoris selama perawatan akut terus meningkatkan defisit
normal dan defisit terkait penyakit yang dapat terjadi. Untuk klien lansia, stimulasi sensoris
dalam bentuk rangsangan verbal, auditori, dan taktil yang sesuai tidak hanya membantu

15

interaksi dengan orang lain, tetapi juga meningkatkan penampilan aktivitas kehidupan seharihari.
Beri dorongan kepada lansia untuk mempertahankan atau memiliki tanggung
jawab terhadap aspek perawatan sebanyak mungkin yang memberikan tanda bagi klien bahwa
eksistensi yang berarti mungkin dicapai, bahkan ketika menghadapi penyakit kronis. Perawat
yang melibatkan klien dalam pengambilan keputusan juga tugas-tugas fisik menyampaikan
pesan bahwa klien tersebut masih berguna sebagai manusia yang mampu untuk turut berperan
dalam perawatan dirinya sendiri. Perawatan mata, kaki, dan kulit, yang merupakan komponen
penting dalam rencana perawatan yang berkelanjutan, mungkin didelegasikan kepada klien
segera setelah sesuai bagi klien. Perawat harus mendorong klien untuk mengambil inisiatif
dalam tindakan promosi kesehatan yang lain seperti mendapatkan vaksinasi influenza dan
pneumonia sesuai kebutuhan, bekerja untuk kebugaran kardiovaskular, dan memodifikasi
lingkungan rumah untuk meningkatkan keamanan.
Pengendalian glikemia, yang melibatkan pemeliharaan kadar gula darah dalam
batas aman biasanya dilakukan oleh pemberi perawatan primer, khususnya sangat penting bagi
klien lansia. Suatu studi menemukan bahwa menjaga kadar gula darah tetap dalam batas normal
dapat mencegah defisit neurologis pada beberapa kasus dan regresi dari defisit yang telah ada
pada sebagian orang yang lain. Hasil penelitian dari National Institute of Health, yang
dilakukan di 21 pusat dan disebut Diabetes Control and Complications Trial, mrnguatkan
kepercayaan yang telah dipegang secara luas bahwa mempertahankan kadar glukosa darah
dalam batas normal akan mencegah atau memperlambat perkembangan komplikasi jangka
panjang dari oenyakit diabetes.
Upaya rehabilitasi khusus mungkin diperlukan jika klien mengalami defisit sirkulasi
yang sangat besar yang sebenarnya memerlukan pembedahan. Pada saat ini, sebagian besar
amputasi terapeutik dilakukan pada klien diabetes dengan penyakit vaskular perifer. Tipe
amputasi yang biasanya dilakukan pada lansia adalah amputasi diatas lutut. Ketika periode
16

pascaoperasi akut telah dilalui, perawat harus membantu klien menyesuaikan diri tidak hanya
pada kebutuhan fisik dan amputasi, tetapi juga pada konsekuensi emosional akibat kehilangan
salah satu anggota geraknya.
Pendekatan empat fase dapat digunakan untuk menangani kebutuhan rehabilitasi
klien lansia dengan diabetes yang menjalani amputasi ekstermitas bawah. Pertama, klien harus
menerima nutrisi yang adekuat dan beristirahat dengan aman, lingkungan yang tenang untuk
sembuh kembali dari trauma pembedahan dengan baik. Klien juga dapat terbebas dari rasa
nyeri dan tidak nyaman, khususnya nyeri phantom pada tungkai yang hilang, yang hal ini
terutama dapat menimbulkan distres. Kedua, ekstremitas yang tersisa harus dipantau untuk
mengetahui tanda-tanda infeksi atau komplikasi lain selama proses penyembuhan. Ketiga,
program latihan yang terstruktur untuk menyiapkan klien berjalan dengan prostesis harus
dilakukan, tingkatkan sesuai peningkatan mobilitas yang dialami klien. Akhirnya, klien harus
mendapatkan dukungan dan bantuan ketika ia sedang berduka tidak hanya untuk tungkainya
yang hilang, tetapi juga untuk diri klien sebelum ia diamputasi. Pertemuan dengan orang-orang
yang telah berhasil menghadapi pengalaman seperti ini akan dapat membantu dan
memeberikan dorongan kepada klien. Anggota keluarga harus diajarkan untuk mendukung
klien dan memahami perasaan marah dan kehilangan harapan. Klien dan orang lain yang
penting baginya harus ditawarkan harapan bahwa gaya hidup yang berkualitas tinggi mungkin
dicapai walaupun dengan disabilitas fisik klien.

17

BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang
menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi organorgan lain. Hormon bertindak sebagai pembawa pesan dan dibawa oleh aliran darah ke berbagai
sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan pesan tersebut menjadi suatu tindakan.
Sistem endokrin tidak memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar keringat, dan
kelenjar-kelenjar lain dalam saluran gastrointestin. System endokrin merupakan bagian dari
system pengatur tubuh, pengaturan berbagai fungsi metabolism tubuh.
Sistem endokrin, seperti sistem syaraf, memungkinkan bagian-bagian yang terletak jauh
didalam tubuh untuk saling berkomunikasi. Perubahan Sistem Endokrin pada Lansia. Efek dan
usia pada sistem endokrin sedikit lebih sulit untuk mendeteksi dengan organ tubuh lain. Walaupun
demikian gangguan endokrin lebih banyak pada usia 40 tahun. Pada wanita, produksi hormon
meningkat dibanding dengan menopause. Dari pria dan wanita, output anterior pituitary
mengalami penurunan.

18

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol.2. Jakarta:EGC.
Stanley & Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC.
Mansjoer Arief, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.
Francis S Greenspan and John D Baxter. 1998. Endokrinologi dasar & klinik edisi 4. Jakarta: EGC.
Kushariyadi. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia Jilid 1. Jakarta: Salemba Medika.

19

Вам также может понравиться