Вы находитесь на странице: 1из 18

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT: Idealisme, Materialisme,

Eksistensialisme, Monisme, Dualisme, dan Pluralisme


January 11, 2013
Harkaman Makalah, Pendidikan, Pengantar Filsafat 14 Comments

Aliran-Aliran Filsafat:
Idealisme, Materialisme, Eksistensialisme, Monisme, Dualisme, dan Pluralisme
Oleh: Deden Sofyan & Febi Febriansyah
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penjelasan mengenai makna kehidupan dan bagaimana seharusnya kita menjalaninya
merupakan masalah yang klasik, yang hingga sekarang susah untuk ditetapkan filsafat mana
yang paling benar yang seharusnya kita anut. Para filsuf tersebut menggunakan sudut
pandang yang berbeda sehingga menghasilkan filsafat yang berbeda pula. Dari beberapa
banyak aliran filsafat, kami hanya membahas aliran filsafat idealisme, materialisme,
eksistensialisme, monisme, dualisme dan pluralisme. Antara aliran atau paham yang satu dan
yang lainnya ada yang saling bertentangan dan ada pula yang memiliki konsep dasar sama.
Akan tetapi meskipun bertentangan, bukanlah untuk saling dipertentangkan. Justru dengan
banyaknya aliran atau paham yang sudah diperkenalkan oleh tokoh-tokoh filsafat, kita dapat
memilih cara yang pas dengan persoalan yang sedang kita hadapi.
Memahami sistem filsafat sesungguhnya menelusuri dan mengkaji suatu pemikiran
mendasar dan tertua yang mengawali kebudayaan manusia. Suatu sistim, filsafat
berkembang berdasarkan ajaran seorang atau beberapa orang tokoh pemikir filsafat. Sistem

filsafat sebagai suatu masyarakat atau bangsa. Sistem filsafat amat ditentukan oleh potensi
dan kondisi masyarakat atau bangsa itu, tegasnya oleh kerjasama faktor dalam dan faktor
luar. Faktor-faktor ini diantaranya yang utama ialah sikap dan pandangan hidup, citakarsa dan
kondisi alam lingkungan. Apabila cita karsanya tinggi dan kuat tetapi kondisi alamnya tidak
menunjang, maka bangsa itu tumbuhnya tidak subur (tidak jaya).Tujuan dari penulisan
makalah ini sendiri, selain memenuhi kewajiban membuat tugas, adalah untuk memenuhi
rasa ingin tahu dan keterkaitan penulis terhadap bab aliran filsafat idealisme, materialisme,
eksistensialisme, monisme, dualisme, dan pluralisme.

B.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat kami rumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Apa pengertian dari idealisme, materialisme, eksistensialisme, monisme, dualisme, dan
pluralisme ?
2.

Siapa saja yang berperan dan paling berperan dalam aliran-aliran filsafat ?

3.

Apa saja pembagian jenis-jenis dari masing-masing aliran filsafat tersebut ?

C.

TUJUAN

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:


1. Untuk mengetahui pengertian dari aliran-aliran tersebut diatas
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh yang berperan dalam aliranaliran dalam filsafat tersebut diatas.

BAB II
PEMBAHASAN
1. IDEALISME
Di dalam filsafat, idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik
hanya dapat dipahami dalam kebergantungannya pada jiwa (mind) dan roh (spirit). Istilah ini
diambil dari kata idea, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.Kata idealisme dalam filsafat
mempunyai arti yang sangat berbeda dari arti yang biasa dipakai dalam bahasa sehari-hari.

Kata idealis itu dapat mengandung beberapa pengertian, antara lain:Seorang yang menerima
ukuran moral yang tinggi, estetika, dan agama serta menghayatinya;Orang yang dapat
melukiskan dan menganjurkan suatu rencana atau program yang belum ada.
Arti falsafi dari kata idealisme ditentukan lebih banyak oleh arti dari kata ide daripada kata
ideal. W.E. Hocking, seorang idealis mengatakan bahwa kata idea-ism lebih tepat digunakan
daripada idealism. Secara ringkas idealisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari ide-ide,
pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (self) dan bukan benda material dan kekuatan.
Idealisme menekankan mind sebagai hal yang lebih dahulu (primer) daripada materi.
Alam, bagi orang idealis, mempunyai arti dan maksud, yang diantara aspek-aspeknya adalah
perkembangan manusia. Oleh karena itulah seorang idealis akan berpendapat bahwa, terdapat
suatu harmoni yang dalam arti manusia dengan alam. Apa yang tertinggi dalam jiwa juga
merupakan yang terdalam dalam alam. Manusia merasa ada rumahnya dengan alam; ia
bukanlah orang atau makhluk ciptaan nasib, oleh karena alam ini suatu sistem yang logis dan
spiritual; dan hal ini tercermin dalam usaha manusia untuk mencari kehidupan yang lebih
baik. Jiwa (self) bukannya satuan yang terasing atau tidak rill, jiwa adalah bagian yang
sebenarnya dari proses alam. Proses ini dalam tingkat yang tinggi menunjukkan dirinya
sebagai aktivis, akal, jiwa, atau perorangan. Manusia sebagai satuan bagian dari alam
menunjukkan struktur alam dalam kehidupan sendiri.
Pokok utama yang diajukan oleh idealisme adalah jiwa mempunyai kedudukan yang utama
dalam alam semesta. Sebenarnya, idealisme tidak mengingkari materi. Namun, materi adalah
suatu gagasan yang tidak jelas dan bukan hakikat. Sebab, seseorangakanmemikirkan materi
dalam hakikatnya yang terdalam, dia harus memikirkan roh atau akal. Jika seseorang ingin
mengetahui apakah sesungguhnya materi itu, dia harus meneliti apakah pikiran itu, apakah
nilai itu, dan apakah akal budi itu, bukannya apakah materi itu.
Paham ini beranggapan bahwa jiwa adalah kenyataan yang sebenarnya. Manusia ada karena
ada unsur yang tidak terlihat yang mengandung sikap dan tindakan manusia. Manusia lebih
dipandang sebagai makhluk kejiwaan/kerohanian. Untuk menjadi manusia maka peralatan
yang digunakannya bukan semata-mata peralatan jasmaniah yang mencakup hanya peralatan
panca indera, tetapi juga peralatan rohaniah yang mencakup akal dan budi. Justru akal dan
budilah yang menentukan kualitas manusia.

a.Jenis-Jenis Idealisme
Sejarah idealisme cukup berliku-liku dan meluas karena mencakup berbagai teori yang
berlainan walaupun berkaitan. Ada beberapa jenis idealisme: yaitu idealisme subjektif,
idealisme objektif, dan idealisme personal.
1.

Idealisme Subjektif

Idealisme subjektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak pada ide
manusia atau ide sendiri. Alam dan masyarakat ini tercipta dari ide manusia. Segala sesuatu
yang timbul dan terjadi di alam atau di masyarakat adalah hasil atau karena ciptaan ide
manusia atau idenya sendiri, atau dengan kata lain alam dan masyarakat hanyalah sebuah
ide/fikiran dari dirinya sendiri atau ide manusia.

Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah seorang dari inggris yang bernama George
Berkeley (1684-1753 M). Menurut Berkeley, segala sesuatu yang tertangkap oleh
sensasi/perasaan kita itu bukanlah materi yang real dan ada secara objektif.

2. Idealisme Objektif
Idealisme Objektif adalah idealisme yang bertitik tolak pada ide di luar ide manusia.
Idealisme objektif ini dikatakan bahwa akal menemukan apa yang sudah terdapat dalam
susunan alam.
Menurut idealisme objektif segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat adalah hasil dari
ciptaan ide universil. Pandangan filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu yang
bukan materi, yang ada secara abadi di luar manusia, sesuatu yang bukan materi itu ada
sebelum dunia alam semesta ini ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan perasaannya.
Filsuf idealis yang pertama kali dikenal adalah Plato. Ia membagi dunia dalam dua bagian.
Pertama, dunia persepsi, dunia yang konkret ini adalah temporal dan rusak; bukan dunia
yang sesungguhnya, melainkan bayangan alias penampakan saja. Kedua, terdapat alam di
atas alam benda, yakni alam konsep, idea, universal atau esensi yang abadi.

3.

Idealisme Personal (personalisme)

Idealisme personal yaitu nilai-nilai perjuangannya untuk menyempurnakan dirinya.


Personalisme muncul sebagai protes terhadap materialisme mekanik dan idealisme monistik.
Bagi seorang personalis, realitas dasar itu bukanlah pemikiran yang abstrak atau proses
pemikiran yang khusus, akan tetapi seseorang, suatu jiwa atau seorang pemikir.

b. Tokoh-Tokoh Idealisme
1. J.G. Fichte (1762-1814 M)
Johan Gottlieb Fichte adalah filosof Jerman. Ia belajar teologi di Jena pada tahun 17801788. Filsafat menurut Fichte haruslah dideduksi dari satu prinsip. Ini sudah mencukupi
untuk memenuhi tuntutan pemikiran, moral, bahkan seluruh kebutuhan manusia. Prinsip yang
dimaksud ada di dalam etika. Bukan teori, melainkan prakteklah yang menjadi pusat yang
disekitarnya kehidupan diatur. Unsur esensial dalam pengalaman adalah tindakan, bukan
fakta.
Menurut pendapatnya subjek menciptakan objek. Kenyataan pertama ialah saya yang
sedang berpikir, subjek menempatkan diri sebagai tesis. Tetapi subjek memerlukan objek,
seperti tangan kanan mengandaikan tangan kiri, dan ini merupakan antitesis. Subjek dan
objek yang dilihat dalam kesatuan disebut sintesis. Segala sesuatu yang ada berasal dari
tindak perbuatan sang Aku.

2.

G.W.F Hegel (1798-1857 M)

Hegel lahir di Stuttgart, Jerman pada tanggal 17 Agustus 1770. Ayahnya adalah seorang
pegawai rendah bernama George Ludwig Hegel dan ibunya yang tidak terkenal itu bernama
Maria Magdalena. Pada usia 7 tahun ia memasuki sekolah latin, kemudian gymnasium. Hegel
muda ini tergolong anak telmi alias telat mikir! Pada usia 18 tahun ia memasuki Universitas
Tubingen. Setelah menyelesaikan kuliah, ia menjadi seorang tutor, selain mengajar di Yena.
Pada usia 41 tahun ia menikah dengan Marie Von Tucher. Karirnya selain menjadi direktur
sekolah menengah, juga pernah menjadi redaktur surat kabar. Ia diangkat menjadi guru besar
di Heidelberg dan kemudian pindah ke Berlin hingga ia menjadi Rektor Universitas Berlin
(1830).

Pokok-Pokok Pikiran (Filsafat) Hegel


Tema fisafat Hegel adalah Ide Mutlak. Oleh karena itu, semua pemikirannya tidak terlepas
dari ide mutlak, baik berkenaan dari sistemnya, proses dialektiknya, maupun titik awal dan
titik akhir kefilsafatannya. Oleh karena itu pulalah filsafatnya disebut filsafat idealis, suatu
filsafat yang menetapkan wujud yang pertama adalah ide (jiwa).

a.

Rasio, ide, dan roh

Hegel sangat mementingkan rasio, tentu saja karena ia seorang idealis. Yang dimaksud
olehnya bukan saja rasio pada manusia perseorangan, tetapi rasio pada subjek absolut karena
Hegel juga menerima prinsip idealistik bahwa realitas seluruhnya harus disetarafkan dengan
suatu subjek. Dalil Hegel yang kemudian terkenal berbunyi: Semua yang real bersifat
rasional dan semua yang rasional bersifat real. Maksudnya, luasnya rasio sama dengan
luasnya realitas. Realitas seluruhnya adalah proses pemikiran (idea, menurut istilah Hegel)
yang memikirkan dirinya sendiri. Atau dengan perkataan lain, realitas seluruhnya adalah Roh
yang lambat laun menjadi sadar akan dirinya. Dengan mementingkan rasio, Hegel sengaja
beraksi terhadap kecenderungan intelektual ketika itu yang mencurigai rasio sambil
mengutamakan perasaan.
Pusat fisafat Hegel ialah konsep Geist (roh,spirit), suatu istilah yang diilhami oleh
agamanya. Istilah ini agak sulit dipahami. Roh dalam pandangan Hegel adalah sesuatu yang
real, kongkret, kekuatan yang objektif, menjelma dalam berbagai bentuk sebagai world of
spirit (dunia roh), yang menempatkan ke dalam objek-objek khusus. Di dalam kesadaran diri,
roh itu merupakan esensi manusia dan juga esensi sejarah manusia.
Demi alam kembalilah idea atau roh kepada diri sendiri. Dalam fase ini, mula-mula
roh itu merupakan roh subjektif, kemudian roh objektif, dan akhirnya roh mutlak.
Sebagai roh subjektif, roh itu mengenal dirinya dan merupakan tiga tingkatan:
antropologi, fenomologi, dan psikologi. Dalam antropologi, kenalah roh itu akan dirinya
dalam penjelmaan pada alam. Dalam fenomenologi, kenalah dia akan dirinya dalam

perbedaannya dengan alam. Adapun pada psikologi, roh mengenal dirinya dalam
kemerdekaan terhadap alam, mula-mula teoritis, kemudian praktis dan akhirnya merdekalah
roh itu.
Maka meningkatlah kepada roh objektif. Roh objektif ini roh mutlak yang menjelma
pada bentuk-bentuk kemasyarakatan manusia, hak dan hukum kesusilaan dan kebajikan.
Dalam hak dan hukum terdapat penjelmaan roh merdeka itu pada hukum-hukum umum. Di
samping itu adalah kesusilaan yang merupakan kebatinan. Pada sintesis keduanya itu
terlahirlah kebajikan.
Sampailah sekarang kepada roh mutlak. Roh mutlak itu ialah idea yang mengenal dirinya
dengan sempurna itu merupakan sintesis dari roh subjektif dan objektif. Tak ada lagi,
pertentangan antara subjek dan objek antara berpikir dan ada.
Oleh karena roh mutlak ini sebenarnya gerak juga, maka dia menunjukkan perkembangan
juga: seni (tesis), agama (antitesis) dan kemudian filsafat (sintesis). Seni itu memperlihatkan
idea dalam pandangan indera terhadap dunia, objeknya masih di luar subjek. Adapun agama
tidak lagi mempunyai subjek di luar objek, melainkan di dalamnya. Tetapi segala pengertian
dan gambaran agama itu dianggap ada. Filsafat akhirnya merupakan sintesis dari seni dan
agama merupakan paduan yang lebih tinggi. Di sinilah idea mengenal dirinya dengan
sempurna. Dalam sejarah filsafat ternyata benar gerak idea itu, yaitu tesis, antitesis, dan
akhirnya sintesis. Misalnya: Parmenides (tesis), Heraklitos (antitesis), dan Plato (sintesis).

b.

Dialektika

Untuk menjelaskan filsafatnya, Hegel menggunakan dialektika sebagai metode. Yang


dimaksud oleh Hegel dengan dialektika adalah mendamaikan, mengompromikan hal-hal yang
berlawanan.
Proses dialektika selalu terdiri atas tiga fase. Fase pertama (tesis) dihadapi antitesis (fase
kedua), dan akhirnya timbul fase ketiga (sintesis). Dalam sintesis itu, tesis dan antitesis
menghilang. Dapat juga tidak menghilang, dia masih ada, tetapi sudah diangkat pada tingkat
yang lebih tinggi. Proses ini berlangsung terus. Sintesis segera menjadi tesis baru, dihadapi
oleh antitesis baru, dan menghasilkan sintesis baru lagi, dan seterusnya.
Tesis adalah pernyataan atau teori yang didukung oleh argumen yang dikemukakan, lalu
antitesis adalah pengungkapan gagasan yang bertentangan. Sedangkan sintetis adalah paduan
(campuran) berbagai pengertian atau hal sehingga merupakan kesatuan yang selaras.
Contoh tesis, antitesis, dan sintesis.

1.
Yang ada (being) merupakan tesis kemudian berkontraksi dengan tak ada (not
being) sebagai antitesis, kemudian menghasilkan menjadi (becoming) sebagai sintesis.

2.
Dalam keluarga, suami-istri adalah dua makhluk berlainan yang dapat berupa tesis dan
antitesis. Anak dapat merupakan sintesis yang mendamaikan tesis dan antitesis.

3.

Mengenai bentuk Negara

Tesis
: Negara diktator. Di Negara ini hidup kemasyarakatan diatur dengan baik, tetapi
para warganya tidak mempunyai kebebasan apapun juga.
Antitesis :
Negara anarki. Dalam Negara anarki para warganya mempunyai kebebasan
tanpa batas, tetapi hidup kemasyarakatan menjadi kacau.
Sintesis
: Negara konstitusional. Sintesis ini mendamaikan antara pemerintahan diktator
dengan anarki menjadi demokrasi.

2. MATERIALISME
Materialisme adalah asal atau hakikat dari segala sesuatu, dimana asal atau hakikat dari
segala sesuatu ialah materi. Karena itu materialisme mempersoalkan metafisika, namun
metafisikanya
adalah
metafisika
materialisme.
Materialisme adalah merupakan istilah dalam filsafat ontology yang menekankan keunggulan
faktor-faktor material atas spiritual dalam metafisika, teori nilai, fisiologi, efistemologi, atau
penjelasan historis. Maksudnya, suatu keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu selain
materi yang sedang bergerak. Pada sisi ekstrem yang lain, materialisme adalah sebuah
pernyataan yang menyatakan bahwa pikiran ( roh, kesadaran, dan jiwa ) hanyalah materi
yang sedang bergerak.
Materi dan alam semesta sama sekali tidak memiliki karakteristik-karakteristik pikiran dan
tidak ada entitas-entitas nonmaterial. Realitas satu-satunya adalah materi. Setiap perubahan
bersebab materi atau natura dan dunia fisik. Beberapa tokoh pemikir materialisme, antara lain
:

a. Karl Marx (1818-1883)


Marx lahir di Trier Jerman pada tahun 1818.ayahnya merupakan seorang Yahudi dan
pengacara yang cukup berada, dan ia masuk Protestan ketika Marx berusia enam tahun.
Setelah dewasa Marx melanjutkan studinya ke universitas di Bonn, kemudian Berlin. Ia
memperoleh gelar doktor dengan desertasinya tentang filsafat Epicurus dan Demoktirus.
Kemudian, ia pun menjadi pengikut Hegelian sayap kiri dan pengikut Feurbach. Dalam usia
dua puluh empat tahun, Marx menjadi redaktur Koran Rheinich Zeitung yang dibrendel
pemerintahannya karena dianggap revolusioner.
Setelah ia menikah dengan Jenny Von Westphalen (1843) ia pergi ke Paris dan disinilah ia
bertemu dengan F.Engels dan bersahabat dengannya. Tahun 1847, Marx dan Engels

bergabung dengan Liga Komunis, dan atas permintaan liga komunis inilah, mereka
mencetuskan Manifesto Komunis (1848).
Dasar filsafat Marx adalah bahwa setiap zaman, system produksi merupakan hal yang
fundamental. Yang menjadi persoalan bukan cita-xita politik atau teologi yang berlebihan,
melainkan suatu system produksi. Sejarah merupakan suatu perjuangan kelas, perjuangan
kelas yang tertindas melawan kelas yang berkuasa. Pada waktu itu Eropa disebut kelas
borjuis. Pada puncaknya dari sejarah ialah suatu masyarakat yang tidak berkelas, yang
menurut Marx adalah masyarakat komunis.

b. Thomas Hobbes (1588-1679 M)


Menurut Thomas Hobbes materialisme menyangkal adanya jiwa atau roh karena keduanya
hanyalah pancaran dari materi. Dapat dikatakan juga bahwa materialisme menyangkal adanya
ruang mutlak lepas dari barang-barang material.
c. Hornby (1974)
Menurut Hornby materialisme adalah theory, belief, that only material thing exist (teori atau
kepercayaan bahwa yang ada hanyalah benda-benda material saja).
Sebagian ahli lain mengatakan bahwa materialisme adalah kepercayaan bahwa yang ada
hanyalah materi dalam gerak. Juga dikatakan kepercayaan bahwa pikiran memang ada, tetapi
adanya pikiran disebabkan perubahan-perubahan materi. Materialisme juga berarti bahwa
materi dan alam semesta tidak memiliki karakteristik pikiran, seperti tujuan, kesadaran, niat,
tujuan, makna, arah, kecerdasan, kemauan atau upaya. Jadi, materialisme tidak mengakui
adanya entitas nonmaterial, seperti roh, hantu, malaikat. Materialisme juga tidak
mempercayai adanya Tuhan atau alam supranatural. Oleh sebab itu, penganut aturan ini
menganggap bahwa satu-satunya realitas yang ada hanyalah materi. Segala perubahan yang
tercipta pada dasarnya berkausa material. Pada ekselasi material menjadi suatu keniscayaan
pada being of phenomena. Pada akhirnya dinyatakan bahwa materi dan segala perubahannya
bersifat abadi.

d. Van Der Welj (2000)


Van Der Welj mengatakan bahwa materialisme dengan menyatakan bahwa materialisme ini
terdiri atas suatu aglomerasi atom-atom yang dikuasai aleh hukum-hukum fisika-kimiawi.
Bahkan, terbentuknya manusia sangat dimungkinkan berasal dari himpunan atom-atom
tertinggi. Apa yang dikatakan kesadaran, jiwa, atau roh sebenarnya hanya setumpuk fungsi
kegiatan dari otakyang bersifat sangat organik-materialistis.
Macam-Macam Materialisme :
1. Materialisme rasionalistik. Materialisme rasionalistik menyatakan bahwa seluruh
realitas dapat dimengeti seluruhnya berdasarkan ukuran dan bilangan (jumlah);

2. Materialisme mitis atau biologis. Materialisme mitis atau biologis ini menyatakan
bahwa peristiwa-peristiwa material terdapat misteri yang mengungguli manusia.
Misteri itu tidak berkaitan dengan prinsip immaterial.
3. Materialisme parsial Materialisme parsial ini menyatakan bahwa pada sesuatu yang
material tidak tedapat karakteristik khusus unsur immaterial atau formal;
4. Materialisme antropologis. Materialisme antropologis ini menyatakan bahwa jiwa itu
tidak ada karena yang dinamakan jiwa pada dasarnya hanyalah materi atau
perubahan-perubahan fisik-kimiawi materi;
5. Materialisme dialektik. Materialisme dialektik ini menyatakan bahwa realitas
seluruhnya terdiri dari materi. Berarti bahwa tiap-tiap benda atau atau kejadian dapat
dijabarkan kepada materi atau salah satu proses material. Salah satu prinsif di
materialisme dialektik adalah bahwa perubahan dalam kuantitas. Oleh karena itu,
perubahan dalam materi dapat menimbulkan perubahan dalam kehidupan, atau
dengan kata lain kehidupan berasal dari materi yang mati. Semua makhluk hidup
termasuk manusia berasal dari materi yang mati, dengan proses perkembangan yang
terus-menerus ia menjadi materi yang memiliki kehidupan. Oleh karena itu kalau
manusia mati, ia akan kembali kepada materi, tidak ada yang disebut dengan ke
hidupan rohaniah. Ciri-ciri materialisme dialektik mempunyai asas-asas, yaitu :

Asas gerak;

Asas saling berhubungan;

Asas perubahan dari kuantitaif menjadi kualitatif;

Asas kontradiksi intern.

1. Materialisme historis. Materialisme histories ini menyatakan bahwa hakikat sejarah


terjadi karena proses-proses ekonomis. Materialisme dialektik dan materialisme
histories secar bersamaan menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa yang menyangkut
sejarah rohani dan perkembangan manusia hanya merupakan dampak dan refleksirefleksi aktivitas ekonomis manusia. Materialisme historis ini berdasarkan dialektik,
maka semua asas materialisme dialektik berlaku sepenuhnya dalam materialisme
histories.
2. Materialisme sebagai teori menyangkal realitas yang bersifat ruhaniah,
sedangkan materialisme metode mencoba membuat abstraksi hal-hal yang bersifat
imaterial.

3. EKSISTENSIALISME
Definisi eksistensialisme tidak mudah dirumuskan, bahkan kaum eksistensialis sendiri tidak
sepakat mengenai rumusan apa sebenarnya eksistensialisme itu. Sekalipun demikian, ada
sesuatu yang disepakati, baik filsafat eksistensi maupun filsafat eksistensialisme sama-sama

menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral Namun tidak ada salahnya, untuk
memberikan sedikit gambaran tentang eksistensialisme ini, berikut akan dipaparkan
pengertiannya.
Kata dasar eksistensi (existency) adalah exist yang berasal dari bahasa Latin ex yang berarti
keluar dan sistere yang berarti berdiri. Jadi, eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri
sendiri. Artinya dengan keluar dari dirinya sendiri, manusia sadar tentang dirinya sendiri; ia
berdiri sebagai aku atau pribadi. Pikiran semacam ini dalam bahasa Jerman disebut dasein (da
artinya di sana, sein artinya berada).
Dari uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa cara berada manusia itu menunjukkan
bahwa ia merupakan kesatuan dengan alam jasmani, ia satu susunan dengan alam jasmani,
manusia selalu mengkonstruksi dirinya, jadi ia tidak pernah selesai. Dengan demikian,
manusia selalu dalam keadaan membelum; ia selalu sedang ini atau sedang itu.
Untuk lebih memberikan kejelasan tentang filsafat eksistensialisme ini, perlu kiranya
dibedakan dengan filsafat eksistensi. Yang dimaksud dengan filsafat eksistensi adalah benarbenar seperti arti katanya, yaitu filsafat yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema
sentral. Sedangkan filsafat eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa
cara berada manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di dunia; sapi dan pohon
juga. Akan tetapi cara beradanya tidak sama. Manusia berada di dalam dunia; ia mengalami
beradanya di dunia itu; manusia menyadari dirinya berada di dunia. Manusia menghadapi
dunia, menghadapi dengan mengerti yang dihadapinya itu. Manusia mengerti guna pohon,
batu dan salah satu di antaranya ialah ia mengerti bahwa hidupnya mempunyai arti. Artinya
bahwa manusia sebagai subyek. Subyek artinya yang menyadari, yang sadar. Barang-barang
yang disadarinya disebut obyek.
a.Latar Belakang Lahirnya Eksistensialisme
Filsafat eksistensialisme adalah salah satu aliran filsafat yang mengguncangkan dunia
walaupun filsafat ini tidak luar biasa dan akar-akarnya ternyata tidak dapat bertahan dari
berbagai kritik.
Filsafat selalu lahir dari suatu krisis. Krisis berarti penentuan. Bila terjadi krisis, orang
biasanya meninjau kembali pokok pangkal yang lama dan mencoba apakah ia dapat tahan uji.
Dengan demikian filsafat adalah perjalanan dari satu krisis ke krisis yang lain. Begitu juga
filsafat eksistensialisme lahir dari berbagai krisis atau merupakan reaksi atas aliran filsafat
yang telah ada sebelumnya atau situasi dan kondisi dunia, yaitu:
1. Materialisme
Menurut pandangan materialisme, manusia itu pada akhirnya adalah benda seperti halnya
kayu dan batu. Memang orang materialis tidak mengatakan bahwa manusia sama dengan
benda, akan tetapi mereka mengatakan bahwa pada akhirnya, jadi pada prinsipnya, pada
dasarnya, pada instansi yang terakhir manusia hanyalah sesuatu yang material; dengan kata
lain materi; betul-betul materi. Menurut bentuknya memang manusia lebih unggul ketimbang
sapi tapi pada eksistensinya manusia sama saja dengan sapi.

2. Idealisme
Aliran ini memandang manusia hanya sebagai subyek, hanya sebagai kesadaran;
menempatkan aspek berpikir dan kesadaran secara berlebihan sehingga menjadi seluruh
manusia, bahkan dilebih-lebihkan lagi sampai menjadi tidak ada barang lain selain pikiran.
3. Situasi dan Kondisi Dunia
Munculnya eksistensialisme didorong juga oleh situasi dan kondisi di dunia Eropa Barat yang
secara umum dapat dikatakan bahwa pada waktu itu keadaan dunia tidak menentu. Tingkah
laku manusia telah menimbulkan rasa muak atau mual. Penampilan manusia penuh rahasia,
penuh imitasi yang merupakan hasil persetujuan bersama yang palsu yang disebut konvensi
atau tradisi. Manusia berpura-pura, kebencian merajalela, nilai sedang mengalami krisis,
bahkan manusianya sendiri sedang mengalami krisis. Sementara itu agama di sana dan di
tempat lain dianggap tidak mampu memberikan makna pada kehidupan.

b. Tokoh-tokoh Eksistensialisme dan Ajarannya


Tokoh-tokoh eksistensialisme ini cukup banyak, di antaranya: Kierkegaard, Friedrich
Nietzsche, Karl Jaspers, Martin Heidegger, Gabriel Marcel, dan Sartre. Namun dalam
makalah ini penulis membatasi pada dua tokoh ini yang dipandang mewakili tokoh-tokoh
lainnya, yaitu Soren Aabye Kierkegaard dan Jean Paul Sartre.

1. Soren Aabye Kierkegaard


Soren Aabye Kierkegaard (1813-1855) lahir di Kopenhagen, Denmark. Ia lahir ketika
ayahnya berumur 56 tahun dan ibunya 44 tahun. Ia mulai belajar teologi di Universitas
Kopenhagen. Ia menentang keras pemikiran Hegel yang mendominasi di Universitas tersebut.
Dalam kurun waktu ini ia apatis terhadap agama, ingin hidup bebas dari lingkungan aturan
agama. Setelah mengalami masa krisis religius, ia kembali menekuni ilmu pengetahuan dan
menjadi Pastor Lutheran.
Pada tahun 1841 ia mempublikasikan buku pertamanya (disertasi MA) Om Begrebet Ironi
(The Concept of Irony). Karya ini sangat orisinal dan memperlihatkan kecemerlangan
pemikirannya. Ia mengecam keras asumsi-asumsi pemikiran Hegel yang bersifat umum.
Karya agungnya terjelma dalam Afsluttende Uvidenskabelig Efterskriff (Consluding
Unscientific Postcript) tahun 1846, mengungkapkan ajaran-ajarannya yang bermuara pada
kebenaran subyek. Karya-karya lainnya adalah Enten Eller (1843) dan Philosophiske Smuler
(1844). Sedangkan buku-buku yang bernada kristiani adalah Kjerlighedens Gjerninger (Work
of Love) 1847, Christelige Taler (Christian Discourses) 1948, dan Sygdomen Til Doden (The
Sickness
into
Death)
tahun
1948).
Ide-ide pokok Soren Aabye Kierkegaard adalah sebagai berikut:
a. Tentang Manusia.

Kierkegaard menekankan posisi penting dalam diri seseorang yang bereksistensi bersama
dengan analisisnya tentang segi-segi kesadaran religius seperti iman, pilihan, keputusasaan,
dan ketakutan. Pandangan ini berpengaruh luas sesudah tahun 1918, terutama di Jerman. Ia
mempengaruhi sejumlah ahli teologi protestan dan filsuf-filsuf eksistensial termasuk Barh,
Heidegger, Jaspers, Marcel, dan Buber.
Alur pemikiran Kierkegaard mengajukan persoalan pokok dalam hidup; apakah artinya
menjadi seorang Kristiani? Dengan tidak memperlihatkan wujud secara umum, ia
memperhatikan eksistensi orang sebagai pribadi. Ia mengharapkan agar kita perlu memahami
agama Kristen yang otentik. Ia berpendapat bahwa musuh bagi agama Kristiani ada dua,
yaitu filsafat Hegel yang berpengaruh pada saat itu. Baginya, pemikiran abstrak, baik dalam
bentuk filsafat Descartes atau Hegel akan menghilangkan personalitas manusia dan
membawa kita kepada kedangkalan makna kehidupan. Dan yang kedua adalah konvensi,
khususnya adat kebiasaan jemaat gereja yang tidak berpikir secara mendalam, tidak
menghayati agamanya, yang akhirnya ia memiliki agama yang kosong dan tak mengerti apa
artinya menjadi seorang kristiani.
Kierkegaard bertolak belakang dengan Hegel. Keberatan utama yang diajukannya adalah
karena Hegel meremehkan eksistensi yang kongkrit, karena ia (Hegel) mengutamakan idea
yang sifatnya umum. Menurut Kierkegaard manusia tidak pernah hidup sebagai sesuatu aku
umum, tetapi sebagai aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke
dalam sesuatu yang lain. Kierkegaard sangat tidak suka pada usaha-usaha untuk menjadikan
agama Kristen sebagai agama yang masuk akal (reasonable) dan tidak menyukai pembelaan
terhadap
agama
Kristiani
yang
menggunakan
alasan-alasan
obyektif.
Penekanan Kierkegaard terhadap dunia Kristiani, khususnya gereja-gerejanya, pendetapendetanya, dan ritus-ritus (ibadat-ibadat)nya sangat mistis. dia tidak menerima faktor
perantara seperti pendeta, sakramen, gereja yang menjadi penengah antara seorang yang
percaya dan Tuhan Yang Maha Kuasa.

b. Pandangan tentang Eksistensi


Kierkegaard mengawali pemikirannya bidang eksistensi dengan mengajukan pernyataan ini;
bagi manusia, yang terpenting dan utama adalah keadaan dirinya atau eksistensi dirinya.
Eksistensi manusia bukanlah statis tetapi senantiasa menjadi, artinya manusia itu selalu
bergerak dari kemungkinan kenyataan. Proses ini berubah, bila kini sebagai sesuatu yang
mungkin, maka besok akan berubah menjadi kenyataan. Karena manusia itu memiliki
kebebasan, maka gerak perkembangan ini semuanya berdasarkan pada manusia itu sendiri.
Eksistensi manusia justru terjadi dalam kebebassannya. Kebebasan itu muncul dalam aneka
perbuatan manusia. Baginya bereksistensi berarti berani mengambil keputusan yang
menentukan bagi hidupnya. Konsekuensinya, jika kita tidak berani mengambil keputusan dan
tidak berani berbuat, maka kita tidak bereksistensi dalam arti sebenarnya.Kierkegaard
membedakan
tiga
bentuk
eksistensi,
yaitu
estetis,
etis,
dan
rligius.
Eksistensi estetis menyangkut kesenian, keindahan. Manusia hidup dalam lingkungan dan
masyarakat, karena itu fasilitas yang dimiliki dunia dapat dinikmati manusia sepuasnya. Di
sini eksistensi estetis hanya bergelut terhadap hal-hal yang dapat mendatangkan kenikmatan
pengalaman emosi dan nafsu. Eksistensi ini tidak mengenal ukuran norma, tidak adanya
keyakinan
akan
iman
yang
menentukan.
Eksistensi etis. Setelah manusia menikmati fasilitas dunia, maka ia juga memperhatikan

dunia batinnya. Untuk keseimbangan hidup, manusia tidak hanya condong pada hal-hal yang
konkrit saja tapi harus memperhatikan situasi batinnya yang sesuai dengan norma-norma
umum. Sebagai contoh untuk menyalurkan dorongan seksual (estetis) dilakukan melalui jalur
perkawinan
(etis).
Eksistensi religius. Bentuk ini tidak lagi membicarakan hal-hal konkrit, tetapi sudah
menembus inti yang paling dalam dari manusia. Ia bergerak kepada yang absolut, yaitu
Tuhan. Semua yang menyangkut Tuhan tidak masuk akal manusia. Perpindahan pemikiran
logis manusia ke bentuk religius hanya dapat dijembatani lewat iman religius.
2. Jean Paul Sartre
Jean Paul Sartre (1905-1980) lahir tanggal 21 Juni 1905 di Paris. Ia berasal dari keluarga
Cendikiawan. Ayahnya seorang Perwira Besar Angkatan Laut Prancis dan ibunya anak
seorang guru besar yang mengajar bahasa modern di Universitas Sorbone. Ketika ia masih
kecil ayahnya meninggal, terpaksa ia diasuh oleh ibunya dan dibesarkan oleh kakeknya. Di
bawah pengaruh kakeknya ini, Sartre dididik secara mendalam untuk menekuni dunia ilmu
pengetahuan dan bakat-bakatnya dikembangkan secara maksimal. Pengalaman masa kecil ini
memberi ia banyak inspirasi. Diantaranya buku Les Most (kata-kata) berisi nada negatif
terhadap hidup masa kanak-kanaknya.
Meski Sartre berasal dari keluarga Kristen protestan dan ia sendiri dibaptiskan menjadi
katolik, namun dalam perkembangan pemikirannya ia justru tidak menganut agama apapun.
Ia atheis. Ia memngaku sama sekali tidak percaya lagi akan adanya Tuhan dan sikap ini
muncul semenjak ia berusia 12 tahun. Bagi dia, dunia sastra adalah agama baru, karena itu ia
menginginkan untuk menghabiskan hidupnya sebagai pengarang.
Sartre tidak pernah kawin secara resmi, ia hidup bersama Simone de Beauvoir tanpa nikah.
Mereka menolak menikah karena bagi mereka pernikahan itu dianggap suatu lembaga borjuis
saja. Dalam perkembangan pemikirannya, ia berhaluan kiri. Sasaran kritiknya adalah kaum
kapitalis dan tradisi masyarakat pada masa itu. Ia juga mengeritik idealisme dan para pemikir
yang memuja idealisme.
Pada tahun 1931 ia mengajar sebagai guru filsafat di Laon dan Paris. Pada periode ini ia
bertemu dengan Husserl. Semenjak pertemuan itu ia mendalami fenomenologi dalam
mengungkapkan filsafat eksistensialisme-nya. Ia menjadi mashur melalui karya-karya novel
dan tulisan dramanya. Dalam bidang filsafat, karyanya yang sangat terkenal adalah Being and
notthingness, buku ini membicarakan tentang alam dan bentuk eksistensinya.
Eksistensialisme dan Humanism yang berisi tentang manusia. Ia juga termasuk tokoh yang
membantu gerakan-gerakan haluan kiri dan pembela kebebasan manusia. Dengan lantang ia
mengatakan bahwa manusia tidak mempunyai sandaran keagamaan atau tidak dapat
mengendalikan pada kekuatan yang ada di luar dirinya, manusia harus mengandalkan
kekuatan yang ada dalam dirinya. Karya-karya yang lain adalah Nausea, No Exit, The Files,
dan The Wall.Ide-ide pokok Sartre adalah sebagai berikut:
a. Tentang Manusia
Bagi Sartre, manusia itu memiliki kemerdekaan untuk membentuk dirinya, dengan kemauan
dan tindakannya. Kehidupan manusia itu mungkin tidak mengandung arti dan bahkan
mungkin tidak masuk akal. Tetapi yang jelas, manusia dapat hidup dengan aturan-aturan

integritas, keluhuran budi, dan keberanian, dan dia dapat membentuk suatu masyarakat
manusia. Dalam novel semi-otobiografi La Nausee (1938) dan essei LEksistensialisme est un
Humanism (1946), ia menyatakan keprihatinan fundamental terhadap eksistensi manusiawi
dan kebebasan kehendak. Menurutnya, manusia tidak memiliki apa-apa sejak ia lahir. Dan
sepertinya, dari kodratnya manusia bebas dalam pilihan-pilihan atas tindakannya atau
memikul beban tanggung jawab.
Sartre mengikuti Nietzsche yakni mengingkari adanya Tuhan. Manusia tak ada hubungannya
dengan kekuatan di luar dirinya. Ia mengambil kesimpulan lebih lanjut, yakni memandang
manusia sebagai kurang memiliki watak yang semestinya. dia harus membentuk pribadinya
dan memilih kondisi yang sesuai dengan kehidupannya. Maka dari itu tak ada watak
manusia, oleh karena tak ada Tuhan yang memiliki konsepsi tentang manusia. Manusia
hanya sekedar ada. Bukan karena ia itu sekedar apa yang ia konsepsikan setelah adaseperti
apa yang ia inginkan sesudah meloncat ke dalam eksistensi. Sartre mengingkari adanya
bantuan dari luar diri manusia. Manusia harus bersandar pada sumber-sumbernya sendiri dan
bertanggung jawab sepenuhnya bagi pilihan-pilihannya. Karena itu bagi Sartre, pandangan
eksistensialis adalah suatu doktrin yang memungkinkan kehidupan manusia. Eksistensialime
mengajarkan bahwa tiap kebenaran dan tiap tindakan mengandung keterlibatan lingkungan
dan subyektifitas manusia.
b. Kebebasan
Dalam pemikiran Sartre selalu bermuara pada konsep kebebasan. Ia mendefinisikan manusia
sebagai kebebasan. Sartre memberikan perumusan bahwa pada manusia itu eksistensi
mendahului esensi, maksudnya setelah manusia mati baru dapat diuraikan ciri-ciri seseorang.
Perumusan ini menjadi intisari aliran eksistensialisme dari Sartre.
Kebebasan akan memberi rasa hormat pada dirinya dan menyelamatkan diri dari sekedar
menjadi obyek. Kebebasan manusia tampak dalam rasa cemas. Maksudnya karena setiap
perbuatan saya adalah tanggung jawab saya sendiri. Bila seseorang menjauhi kecemasan,
maka berarti ia menjauhi kebebasan. Kebebasan merupakan suatu kemampuan manusia dan
merupakan sifat kehendak. Posisi kebebasan itu tidak dapat tertumpu pada sesuatu yang lain,
tetapi pada kebebasan itu sendiri.
Sartre mengakui pemikiran Mark lebih dekat dengan keadaan masyarakat dan satu-satunya
filsafat yang benar dan definitif. Filsafat Mark telah memberikan kesatuan konkrit dan
dialektis antara ide-ide dengan kenyataan pada masyarakat. Mark telah menekankan konsep
keberadaan sosial ketimbang kesadaran sosial. Dan bagi Sartre, Mark adalah seorang pemikir
yang berhasil meletakkan makna yang sebenarnya tentang kehidupan dan sejarah. Meski
demikian, Sartre tidak menganggap pemikiran Mark sebagai akhir suatu pandangan filsafat,
karena setelah cita-cita masyarakat tanpa kelas versi Mark terbentuk, maka persoalan filsafat
bukan lagi soal kebutuhan manusia akan makan dan pakaian, tetapi persoalan filsafat
mungkin dengan memunculkan tema yang baru, seperti soal kualitas hidup manusia masa
depan. Tetapi pemikiran Mark itu dinilai relevan untuk masa kini.
4. Monisme
Monisme (monism) berasal dari kata Yunani yaitu monos (sendiri, tunggal) secara istilah
monisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa unsur pokok dari segala sesuatu
adalah unsur yang bersifat tunggal/ Esa. Unsur dasariah ini bisa berupa materi, pikiran, Allah,

energi dll. Bagi kaum materialis unsur itu adalah materi, sedang bagi kaum idealis unsur itu
roh atau ide. Orang yang mula-mula menggunakan terminologi monisme adalah Christian
Wolff (1679-1754). Dalam aliran ini tidak dibedakan antara pikiran dan zat. Mereka hanya
berbeda dalam gejala disebabkan proses yang berlainan namun mempunyai subtansi yang
sama. Ibarat zat dan energi dalam teori relativitas Enstein, energi hanya merupakan bentuk
lain dari zat.Atau dengan kata lain bahwa aliran monisme menyatakan bahwa hanya ada satu
kenyataan yang fundamental.
Adapun para filsuf yang menjadi tokoh dalam aliran ini antara lain: Thales (625-545 SM),
yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam adalah satu subtansi yaitu air. Pendapat ini
yang disimpulkan oleh Aristoteles (384-322 SM) , yang mengatakan bahwa semuanya itu air.
Air yang cair itu merupakan pangkal, pokok dan dasar (principle) segala-galanya. Semua
barang terjadi dari air dan semuanya kembali kepada air pula. Bahkan bumi yang menjadi
tempat tinggal manusia di dunia, sebagaian besar terdiri dari air yang terbentang luas di
lautan dan di sungai-sungai. Bahkan dalam diri manusiapun, menurut dr Sagiran, unsur
penyusunnya sebagian besar berasal dari air. Tidak heran jika Thales, berkonklusi bahwa
segala sesuatu adalah air, karena memang semua mahluk hidup membutuhkan air dan jika
tidak ada air maka tidak ada kehidupan.
Sementara itu Anaximandros (610-547 SM) menyatakan bahwa prinsip dasar alam haruslah
dari jenis yang tak terhitung dan tak terbatas yang disebutnya sebagai apeiron yaitu suatu zat
yang tak terhingga dan tak terbatas dan tidak dapat dirupakan dan tidak ada persamaannya
dengan suatu apapun. Berbeda dengan gurunya Thales, Anaximandros, menyatakan bahwa
dasar alam memang satu akan tetapi prinsip dasar tersebut bukanlah dari jenis benda alam
seperti air. Karena menurutnya segala yang tampak (benda) terasa dibatasi oleh lawannya
seperti panas dibatasi oleh yang dingin. Aperion yang dimaksud Anaximandros, oleh orang
Islam disebutnya sebagai Allah. Jadi bisa dikatakan bahwa pendapat Anaximandros yang
mengatakan bahwa terbentuknya alam dari jenis yang tak terbatas dan tak terhitung, dibentuk
oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini pula yang dikatakan Ahmad Syadali dan Mudzakir
(1997) bahwa yang dimaksud aperion adalah Tuhan.
Anaximenes (585-494 SM), menyatakan bahwa barang yang asal itu mestilah satu yang ada
dan tampak (yang dapat diindera). Barang yang asal itu yaitu udara. Udara itu adalah yang
satu dan tidak terhingga. Karena udara menjadi sebab segala yang hidup. Jika tidak ada udara
maka tidak ada yang hidup. Pikiran kearah itu barang kali dipengaruhi oleh gurunya
Anaximandros, yang pernah menyatakan bahwa jiwa itu serupa dengan udara. Sebagai
kesimpulan ajaranya dikatakan bahwa sebagaimana jiwa kita yang tidak lain dari udara,
menyatukan tubuh kita. Demikian udara mengikat dunia ini menjadi satu. Sedang filsuf
moderen yang menganut aliran ini adalah B. Spinoza yang berpendapat bahwa hanya ada satu
substansi yaitu Tuhan. Dalam hal ini Tuhan diidentikan dengan alam (naturans naturata).

5.

DUALISME

Dualisme (dualism) berasal dari kata Latin yaitu duo (dua). Dualisme adalah ajaran yang
menyatakan realitas itu terdiri dari dua substansi yang berlainan dan bertolak belakang.
Masing-masing substansi bersifat unik dan tidak dapat direduksi, misalnya substansi adi

kodrati dengan kodrati, Tuhan dengan alam semesta, roh dengan materi, jiwa dengan badan
dll. Ada pula yang mengatakan bahwa dualisme adalah ajaran yang menggabungkan antara
idealisme dan materialisme, dengan mengatakan bahwa alam wujud ini terdiri dari dua
hakikat sebagai sumber yaitu hakikat materi dan ruhani.
Dapat dikatakan pula bahwa dualisme adalah paham yang memiliki ajaran bahwa segala
sesuatu yang ada, bersumber dari dua hakikat atau substansi yang berdiri sendiri-sendiri.
Orang yang pertama kali menggunakan konsep dualisme adalah Thomas Hyde (1700), yang
mengungkapkan bahwa antara zat dan kesadaran (pikiran) yang berbeda secara subtantif. Jadi
adanya segala sesuatu terdiri dari dua hal yaitu zat dan pikiran. Yang termasuk dalam aliran
ini adalah Plato (427-347 SM), yang mengatakan bahwa dunia lahir adalah dunia pengalaman
yang selalu berubah-ubah dan berwarna-warni. Semua itu adalah bayangan dari dunia idea.
Sebagai bayangan, hakikatnya hanya tiruan dari yang asli yaitu idea. Karenanya maka dunia
ini berubah-ubah dan bermacam-macam sebab hanyalah merupakan tiruan yang tidak
sempurna dari idea yang sifatnya bagi dunia pengalaman. Barang-barang yang ada di dunia
ini semua ada contohnya yang ideal di dunia idea sana (dunia idea).
Lebih lanjut Plato mengakui adanya dua substansi yang masing-masing mandiri dan tidak
saling bergantung yakni dunia yang dapat diindera dan dunia yang dapat dimengerti, dunia
tipe kedua adalah dunia idea yang bersifat kekal dan hanya ada satu. Sedang dunia tipe
pertama adalah dunia nyata yang selalu berubah dan tak sempurna. Apa yang dikatakan Plato
dapat dimengerti seperti yang dibahasakan oleh Surajiyo (2005), bahwa dia membedakan
antara dunia indera (dunia bayang-bayang) dan dunia ide (dunia yang terbuka bagi rasio
manusia). Rene Descartes (1596-1650 M) seorang filsuf Prancis, mengatakan bahwa
pembeda antara dua substansi yaitu substansi pikiran dan substansi luasan (badan). Jiwa dan
badan merupakan dua sebstansi terpisah meskipun didalam diri manusia mereka berhubungan
sangat erat.
Dapat dimengerti bahwa dia membedakan antara substansi pikiran dan substansi keluasan
(badan). Maka menurutnya yang bersifat nyata adalah pikiran. Sebab dengan berpikirlah
maka sesuatu lantas ada, cogito ergo sum! (saya berpikir maka saya ada). Leibniz (16461716) yang membedakan antara dunia yang sesungguhnya dan dunia yang mungkin.
Immanuel Kant (1724-1804) yang membedakan antara dunia gejala (fenomena) dan dunia
hakiki (noumena).

6. PLURALISME
Pluralisme (Pluralism) berasal dari kata Pluralis (jamak). Aliran ini menyatakan bahwa
realitas tidak terdiri dari satu substansi atau dua substansi tetapi banyak substansi yang
bersifat independen satu sama lain. Sebagai konsekuensinya alam semesta pada dasarnya
tidak memiliki kesatuan, kontinuitas, harmonis dan tatanan yang koheren, rasional,
fundamental.
Didalamnya hanya terdapat pelbagi jenis tingkatan dan dimensi yang tidak dapat diredusir.
Pandangan demikian mencangkup puluhan teori, beberapa diantaranya teori para filosuf
yunani kuno yang menganggap kenyataan terdiri dari udara, tanah, api dan air. Dari
pemahaman di atas dapat dikemukakan bahwa aliran ini tidak mengakui adanya satu
substansi atau dua substansi melainkan banyak substansi, karena menurutnya manusia tidak

hanya terdiri dari jasmani dan rohani tetapi juga tersusun dari api, tanah dan udara yang
merupakan unsur substansial dari segala wujud.
Para filsuf yang termasuk dalam aliran ini antara lain: Empedakles (490-430 SM), yang
menyatakan hakikat kenyataan terdiri dari empat unsur, yaitu api, udara, air dan tanah.
Anaxogoras (500-428 SM), yang menyatakan hakikat kenyataan terdiri dari unsur-unsur yang
tidak terhitung banyaknya, sebab jumlah sifat benda dan semuanya dikuasai oleh suatu tenaga
yang dinamakannodus yaitu suatu zat yang paling halus yang memiliki sifat pandai bergerak
dan mengatur.

BAB III
KESIMPULAN

idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat
dipahami dalam kebergantungannya pada jiwa (mind) dan roh (spirit). Istilah ini
diambil dari kata idea, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.

Ada beberapa jenis idealisme: yaitu idealisme subjektif, idealisme objektif, dan
idealisme personal.

Idealisme subjektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak pada
ide manusia atau ide sendiri. Sedangkan idealisme objektif adalah idealisme yang
bertitik tolak pada ide di luar ide manusia.

Idealisme personal yaitu nilai-nilai perjuangannya untuk menyempurnakan dirinya.


Personalisme muncul sebagai protes terhadap materialisme mekanik dan idealisme
monistik.

Tokoh-tokoh idealisme diantaranya: Johann Gottlieb Fichte, Friedrich Wilhelm Josep


Schelling, dan George Wilhelm Friedrich Hegel.

Proses dialektika menurut Hegel terdiri dari tiga fase, yaitu: Fase pertama (tesis)
dihadapi antitesis (fase kedua), dan akhirnya timbul fase ketiga (sintesis).

materialisme adalah keyakinan bahwa didunia ini tidak ada sesuatu selain materi
yang sedang bergerak. Pernyataanya, bahwa roh keasadran dan jiwa hanyalah materi
yang sedang bergerak.

Materialisme : pikiran atau roh hanyalah materi yang sedang bergerak

Eksistensialisme adalah paham filsafat yang memandang bahwa segala gejala


berpangkal pada eksistensi. Meski bermacam-macam pandangan dan metode dan

sikap dalam gerakan eksistensialisme, para filsuf dari kelompok ini senantiasa
memperhatikan kedudukan manusia. Titik sentral pembicaraan mereka adalah soal
keterasingan
manusia
dengan
dirinya
dan
dengan
dunia.
Gerakan eksistensialisme ini muncul sebagai protes atau reaksi dari aliran filsafat
terdahulu, yaitu materialisme dan idealisme serta situasi dan kondisi dunia pada
umumnya yang tidak menentu. Penampilan manusia penuh rahasia, penuh imitasi
yang merupakan hasil persetujuan bersama yang palsu yang disebut konvensi atau
tradisi.
Kierkegaard dan Sartre merupakan tokoh yang mewakili aliran eksistensialime ini.
Dari latar belakang yang berbeda yang satu agamawan dan lainnya atheis, mereka
mengusung konsep tentang keberdaan manusia sebagai subyek di dunia ini.

Monisme, Dualisme dan Pluralisme, yang pada intinya masing-masing aliran


memiliki argumen yang rasional. Dari apa yang telah diuraikan, pendapat atau
pemikiran masing-masing filsuf dalam setiap aliran sangat dipengaruhi corak
kehidupan atau latar belakang hidupnya. Sebagai contoh Thales, karena dia seorang
saudagar yang banyak berlayar kenegeri Mesir, maka pemikiran yang diungkapkanya
yaitu bahwa semuanya adalah air. Karena hidup Thales kesehariannya tidak pernah
luput dari air atau dengan kata lain pengamatannya selalu dipenuhi dengan nuansa air.
Mungkin alasan ini (corak pemikiran yang dipengaruhi latar belakang kehidupan)
tidak bisa digeneralisasikan terhadap munculnya pemikiran-pemikiran para filosuf
yang lain. Dari ketiga aliran yang telah disebutkan seolah terdapat pertentangan yang
begitu tajam tentang keadaanya, tetapi ketika direnungkan dan dipahami lebih
dalam bahwasanya ketiga aliran tersebut sejatinya bersifat komplementer, yang tidak
mungkin meniadakan yang satu atas yang lainnya. Mungkin seperti itu.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rozak, Isep Zainal Arifin, Filsafat Umum, Bandung: Gema Media Pusakatama, 2002.
Praja, juhaya s. 2006. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Bandung: Yayasan PIARA
(Pengembangan Ilmu Agama dan Humaniora).
Beerling, R.F. 1966. Filsafat Dewasa Ini. Terj. Hasan Amin, Djakarta:Balai Pustaka.
Dagun, Save M. 1990. Filsafat Eksistensialisme, Jakarta:Rineka Cipta.
Ahmad Syadali dan Mudzakir, Filsafat Umum, Bandung: PT Pustaka Setia, 1997.

Вам также может понравиться