Вы находитесь на странице: 1из 2

Malam tanggal 15 Oktober 1945 keadaan kota Semarang sangat mencekam.

Di kampungkampung yang menjadi basis BKR para pemudanya tampak dalam keadaan siap. Mereka terdiri
dari gabungan BKR, Polisi Istimewa, AMRI, AMKA (Angkatan Muda Kereta Api) dan beberapa
organisasi pemuda. Sementara pasukan Jepang mendapat tambahan pasukan tempur dari Irian
Jaya yang dalam perjalanan ke Jakarta, karena kehabisan logistik maka mendarat di Semarang.
Sedangkan para pemuda sendiri belum punya pengalaman bertempur kecuali Polisi dan ex-PETA
atau Heiho.
Pertempuran antara Jepang melawan para pemuda ini berkobar sejak dari Cepiring (30km sebelah
barat Semarang) hingga Jatingaleh daerah kota atas. Di Jatingaleh pasukan Jepang yang berhasil
dipukul mundur oleh para pemuda bergabung dengan Kidobutai yang bermarkas di Jatingaleh.
Suasana kota Semarang menjadi panas dan terdengar kabar bahwa pasukan Kidobutai akan
mengadakan serangan balasan terhadap pemuda Semarang. Pasukan Jepang bersenjata lengkap
melancarkan serangan mendadak sekaligus melucuti senjata delapan Polisi Istimewa yang sedang
menjaga sumber air minum bagi warga kota Semarang. Kedelapan polisi itu dibawa dan disiksa ke
markas Kidobutai di Jatingaleh, seiring dengan meluasnya desas desus yang menggelisahkan
masyarakat bahwa reservoir (cadangan air minum) Siranda di Candi Lama akan diracuni oleh
tentara Jepang.
Selepas Maghrib, setelah mendapat telepon dari pimpinan Pusat Rumah Sakit Rakyat (Purusara)
dr. Karyadi yang menjabat sebagai Kepala Laboratorium Purusara langsung meluncur ke Siranda
untuk mengecek kebenarannya. Meskipun istri beliau drg. Soenarti telah mencegahnya untuk pergi
karena suasana yang sangat membahayakan. Tetapi dr Karyadi berpendapat lain, ia harus
menyelidiki desas-desus itu karena menyangkut nyawa ribuan warga Semarang. Dan
kenyataannya dr. Karyadi tidak pernah sampai ke tujuan, jenazahnya ditemukan di jalan
Pandanaran karena dibunuh secara keji oleh tentara Jepang. Dokter muda ini gugur dalam usia 40
tahun. (namanya kemudian diabadikan menjadi RSUP Dr Karyadi di Semarang).
Berita gugurnya dr Karyadi menyulut kemarahan warga Semarang. Dan terjadilah pertempuran
yang meluas ke berbagai penjuru kota. Korban banyak berjatuhan dimana-mana. Kidobutai benarbenar melancarkan serangannya ke tengah-tengah kota Semarang. Dinihari tanggal 15 Oktober
1945 pasukan Kidobutai yang berjumlah sekitar 500-1000 orang tiba-tiba melakukan serangan
terhadap markas BKR. Mereka diserang dari dua jurusan dengan tembakan tekidanto (pelempar
granat) dan senapan mesin. Pertempuran yang tidak imbang membuat pemuda BKR tidak dapat
mempertahankan markasnya

Jatuhnya Hotel Du Pavilion


Pada 16 Oktober 1945, Jepang menambah kekuatan tempurnya dengan mengikut sertakan orangorang Jepang yang bukan tentara. Sukarelawan yang bergabung dengan misi Jepang itu sekitar
300. Disisi lain, pasukan-pasukan tempur rakyat Semarang pada hari itu juga telah datang
pasukan-pasukan bantuan dari berbagai daerah. Dari daerah Kendal dan Weleri di sebelah barat,
dari markas Demak, Kududs, Pati, Tayu dan Purwodadi di sebelah timur, dan dari daerah
Ambarawa, Yogya, Magelang, Purwokerto dan Solo dari sebelah selatan.
Pada hari itu tujuan Jepang adalah menyerang kawasan Hotel Du Pavilion (sekarang hotel Dibya

Putri), yang dijadikan markas pertahanan oleh para pemuda di bawah pimpinan Martadi. Di
sekitar hotel itu, segera berkobar pertempuran yang sangat hebat. Pertempuran tersebut
dimenangkan oleh pasukan Jepang. Di samping Hotel Du Pavilion, pada hari itu pasukan Jepang
berhasil pula menguasai Pasar Johar. Kantor Papak dan Kantor Telpon.

Вам также может понравиться