Вы находитесь на странице: 1из 45

Berikut adalah 4 cara memilih kambing perah yang baik, bagi rekan-rekan lain yang

mempunyai pengalaman lebih, silahkan di share di mari pengalaman nya supaya bermanfaat bagi
yang lain.

1. Perhatikan ukuran tubuh kambing tersebut, kambing yang besar akan memiliki
kemungkinan yang lebih besar dalam menghasilkan susu yang lebih banyak
dibandingkan kambing yang berukuran lebih kecil. Bagi kambing perah ( kambing
saanen, toggenburg, Anglo Nubian ) pilih yang kira-kira beratnya 42kg dan tingginya
sekitar 67cm. Untuk kambing Peranakan Ettawa (P.E) betina pilihlah yang beratnya
minimal 20kg.
2. Kemudian lihat bagian bagian tubuh kambing tersebut, jangan sampai ada cacatnya.
Matanya haruslah bersinar, tidak sayu.
3. Ini yang sangat jarang diperhatikan. Kambing memiliki kepribadian, atau ekspresi.
Pilihlah kambing yang jinak dan ramah, sehingga memudahkan untuk diperah. Juga pilih
kambing yang gerakannya lincah dan aktif bergerak, menandakan bahwa kambing
tersebut sehat
4. Lihatlah dengan cermat bagian Ambing.

Ambing adalah Organ dimana dihasilkan susu. Ambing tersebut sebetulnya adalah
kelanjar penghasil susu. Ambing atau dalam bahasa inggris disebut Udder tersebut
memiliki 2 bagian. Yaitu tempat penampung ( cistern ), dan tempat mengeluarkan susu
atau lubang susu yang disebut putting ambing (teat).

Ambing yang baik adalah : Ambing yang kencang lulit luarnya, dan tidak jatuh atau
lemas. Ambing yang lemas akan menyulitkan ketika diperah dan biasanya mengganggu
kambing ketika berjalan. Ambing yang lemas tersebut akan mudah terluka. Luka tersebut
disebut mastitis, sering terjadi juga akibat disusu oleh cempe dan akibat dari gerakan si
kambing sendiri. Semakin bertambah umur si kambing maka ambingnya juga akan
semakin turun ke bawah. Dalam dunia peternakan criteria ambing disebut dengan Udder
depth. Hal ini dapat dilihat dari jarak antar bagian bawah ambing dengan lutut kambing.

Produksi susu juga dipengaruhi oleh volume ambing. Volume ambing dapat dihitung
dengan c ara melihat perbandingan antara diameter horizontal dan vertikal, ambing yang
berbentuk mendekati bulat adalah yang terbaik.

Kedua bagian dari ambing seperti yang tersebut diatas, yaitu penampung dan puting
haruslah memiliki perbandingan besar yang sama.

Pilihlah bagian puting yang besar dan panjang sehingga memudahkan anda dalam
memerah. Makin tua umur kambing makin besar pula puting nya

Demikian 4 cara memilih kambing perah yang baik, dari kami. masih banyak kekurangannya,
mohon tambahan dari para senior..
B. Bentuk Ambing
Selain bentuk badan, hal utama lain yang harus deperhatikan dengan teliti adalah karakteristik
bentuk ambing, seperti tampak pada gambar berikut:

Gambar A dan B merupakan contoh bentuk ambing yang jelek pada kambing perah. Gambar C
adalah bentuk yang bagus, bentuknya bulat utuh , seimbang dan ambing simetris. Secara teori,
bentuk ambing yang baik dan ideal sangat mendukung kuantitas produksi air susu kambing.

Demikian uraian singkat kami, mudah-mudahan bisa jadi tambahan wawasan saya dan rekan2
sekalian. Salam Kandang Bambu.
http://www.infoternak.com/4-cara-memilih-kambing-perah-yang-baik/
http://kandangbambu.wordpress.com/2009/06/20/memilih-kambing-pe-sebagaikambing-perah-unggul/

AMBING SAPI

2. Bentuk ambing
Bentuk ambing pada sapi perah dapat menentukan kuantitas dan kualitas susu yang akan
dihasilkan. Ambing yang baik adalah ambing yang besar, pertautan antara otot kuat dan
memanjang sedikit ke depan, serta putting normal (tidak lebih dari 4)
http://dokterternak.com/2011/09/19/persiapan-sebelum-beternak-sapi-perah/

6.2. Pembibitan
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bibit sapi perah betina dewasa adalah:
a. produksi susu tinggi,
b. umur 3,5-4,5 tahun dan sudah pernah beranak,
c. berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai keturunan produksi susu tinggi,
d. bentuk tubuhnya seperti baji,
e. matanya bercahaya, punggung lurus, bentuk kepala baik, jarak kaki depan atau kaki
belakang cukup lebar serta kaki kuat,
f. ambing cukup besar, pertautan pada tubuh cukup baik, apabila diraba lunak, kulit halus,
vena susu banyak, panjang dan berkelok-kelok, puting susu tidak lebih dari 4, terletak
dalam segi empat yang simetris dan tidak terlalu pendek,
g. tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan

h. tiap tahun beranak.


Sementara calon induk yang baik antara lain:
a. berasal dari induk yang menghasilkan air susu tinggi,
b. kepala dan leher sedikit panjang, pundak tajam, badan cukup panjang, punggung dan
pinggul rata, dada dalam dan pinggul lebar,
c. jarak antara kedua kaki belakang dan kedua kaki depan cukup lebar,
d. pertumbuhan ambing dan puting baik,
e. jumlah puting tidak lebih dari 4 dan letaknya simetris, serta
f. sehat dan tidak cacat.

Radang ambing/mastitis

FISIOLOGI LAKTASI, PERKEMBANGAN KELENJAR SUSU, MASTITIS, HISTOLOGI &


SITOLOGI KELENJAR SUSU

Anatomi Dan Fisiologi Ambing

Ambing merupakan karakteristik utama pada semua Mammalia. Ambing


berasal dari kelenjar kulit dan dikelompokkan sebagi kelenjar eksokrin. Ambing
berfungsi mengeluarkan susu untuk makanan anaknya setelah lahir. Ambing ini
tumbuh selama kebuntingan dan mulai mengeluarkan susu setelah beranak.
Berbagai hormon yang menentukan reproduksi juga mengatur ambing. Karena itu,
perkembangan ambing dan laktasi adalah bagian integral dari reproduksi.

A. Eksternal Ambing
Ambing/kelenjar susu sapi terdiri dari empat (4) bagian terpisah. Bagian kiri
dan kanan terpisah jelas, bagian ini dipisahkan oleh sulcus yang berjalan
longitudinal yang disebut sulcus intermammaria. Kuartir depan dan belakang jarang
memperlihatkan batas yang jelas. Jika dilihat dari samping, dasar ambing sebaiknya
rata, membesar ke depan dan melekat kuat ke dinding tubuh perut. Pertautan pada
bagian belakang sebaiknya tinggi dan lebar, dan tiap kuartir sebaiknya simetris.
Gambaran eksternal ini memberi arti produktivitas seumur hidup dan merupakan
kriteria penting yang digunakan untuk menilai sapi perah pada pameran ternak
dan penilaian klasifikasi bangsa.
Berat ambing tergantung umur, masa laktasi, banyaknya susu di dalam
ambing, dan faktor genetik. Beratnya berkisar antara 11,35 27,00 kg atau lebih
tidak termasuk susu. Kapasitas ambing adalah 30,5 kg. Berat dan kapasitasnya naik
sesuai dengan bertambahnya umur. Setelah sapi mencapai umur 6 tahun berat dan
kapasitas ambing tidak naik lagi. Terbesar kapasitasnya pada laktasi yang kedua
dan ketiga. Normalnya, kuartir belakang lebih besar dari kuartir depan dan
menghasilkan susu sekitar 60 persen produksi susu sehari.
Susu dari tiap kelenjar disalurkan ke luar melalui puting, puting susu berbentuk
silindris atau kerucut yang berujung tumpul. Puting susu belakang biasanya lebih
pendek dibandingkan puting susu depan. Bila menggunakan mesin perah putting

susu yang pendek lebih menguntungkan dibanding dengan yang panjang,


karena milk-flow rate-nya lebih cepat, dengan perkataan lain sapi dengan puting
panjang diperah lebih lama dari pada puting pendek. Sifat terpenting puting untuk
pemerahan efisien adalah (1) ukuran sedang, (2) penempatan baik, dan (3) cukup
tegangan pada otot spinkter sekitar lubang puting agar memudahkan pemerahan
dan susu tidak menetes.

B.

Internal Ambing
Ambing terdiri dari rangkaian sistem berbagai struktur penunjang. Struktur
penunjang ini adalah darah, limfe dan pasokan syaraf, sistem saluran untuk
menyimpan dan mengangkut susu, serta unit epitel sekretori bakal alveoli. Tiap
komponen ini berperan langsung atau tidak langsung terhadap sintesis susu,

1.

Jaringan Penunjang
Kulit. Walaupun perananan kecil sebagai jaringan penunjang dan stabilisator
ambing, namun kulit ini sangat besar peranan sebagai jaringan pelindung bagian
dalam ambing dari luka dan bakteri.
Ligamen suspensori lateral. Ligamen suspensori lateral merupakan salah
satu jaringan penunjang utama ambing. Jaringan ikat ini sangat berserabut, tidak
lentur (non-elastis), dan berasal dari perluasan otot atas dan belakang ke ambing.
Ligamen suspensori lateral membesar sepanjang kedua sisi ambing dan bagian
ujung jaringan masuk ke dalam ambing untuk menopang bagian dalam ambing.
Ligamen suspensori lateral membesar ke bagian tengah dasar ambing dimana
jaringan bergabung dengan ligamen suspensori median.
Ligamen suspensori median. Jaringan ikat ini juga merupakan jaringan
penunjang utama ambing. Jaringan disusun dari jaringan lentur (elastik) yang
timbul dari tengah dinding perut dan membesar di tengah ambing yang
menyatukan ligamen suspensori lateral di dasar ambing. Kelenturan ligamen
suspensori median berguna agar ambing dapat membesar bila berisi susu.

2.

Sistem Pembuluh Darah.


Darah yang mengandun O2 meninggalkan jantung melalui aorta dan kemudian
melalui cabang-cabang arteri yang lebih kecil darah dibawa ke ambing melalui dua

buah arteri : arteri pudenda externa (kanan dan kiri). Kedua arteri ini menembus
dinding perut melalui canalis inguinalis masing-masing kanan dan kiri masuk ke
dalam

ambing.

Pada

saat

masuk

ke

dalam

ambing

keduanya

berubah

menjadi arteria mammaria yang segera bercabang menjadi arteria mammaria


cranialis dan caudalis. Kedua cabang ini bercabang-cabang lagi menjadi arteria
yang lebih kecil, kemudian membentuk kapiler yang memberi darah ke sel-sel
ambing.
Venula yang berasal dari kapiler-kapiler dan saling beranastomosa membentuk
vena yang menampung darah dari ambing. Pada bagian atas/puncak ambing vena
membentuk lingkaran vena. Pada tempat ini darah meninggalkan ambing melalui
tiga jalan, yaitu :

1.

Jalan utama pertama tediri atas dua buah vena pudenda externa yang sejajar
dengan arteria pudenda externa berjalan melalui canalis inguinalis dan akhirnya
menggabungkan diri dengan vena cava yang membawa darah ke jantung.

2.

Jalan utama kedua terdiri atas dua buah vena yaitu : vena abdominalisatau vena
mammae kanan dan kiri yang terdapat pada tepi anterior dari ambing. Kedua vena
ini berjalan di sepanjang dinding ventral perut berada langsung di bawah kulit. Vena
ini

masuk

ke

dalam cavum

thoracis pada

sumber

susu

dan

akhirnya

menggabungkan diri denganvena cava anterior ke dalam jantung.


3.

Jalan ketiga yaitu vena perinealis, walaupun kecil merupakan jalan masuk ke dalam
tubuh dari ambing melalui velvis.

3.

Sistem Limfatik
Limfe (getah bening) adalah cairan kelenjar tanpa warna yang dialirkan dari
rongga jaringan oleh pembuluh limfe berdinding tipis. Limfe mempunyai komposisi
yang sama dengan darah kecuali limfe tidak mengandung sel darah merah. Nodula
limfe ambing dan nodula limfe lainnya yang tersebar di seluruh tubuh penting untuk
pertahanan sapi terhadap penyakit. Nodula limfe membentuk limfosit, sejenis sel
darah putih yang berperan pada imunitas.

Nodula juga menghilangkan bakteri dan benda asing lainnya. Respon terhadap
infeksi mastitis, nodula meningkatkan hasil limfositnya ke dalam pembuluh limfe
yang akhirnya menyebarkan limfosit ke dalam vena cava anterior. Limfosit
kemudian dibawa ke ambing untuk memerangi infeksi.

4.

Sistem Syaraf
Lapisan

dalam

ambing

terdiri

atas

dua

tipe

syaraf,

yaitu

serabut

syarafafferent (sensoris) dan serabut syaraf efferent (para simphatis). Fungsi


utama dari serabut syaraf simpatis pada ambing adalah untuk mengontrol
penyediaan

darah

pada

ambing

mengelilingi

saluran-saluran

susu

dan

mendinnervasi

dan

otot-otot

otot-otot

spinkter

dari

polos

yang

puting

susu.

Rangsangan pada sapi menyebabkan sistem simpatetik menghentikan hormon


syaraf epineprin, yang mengecilkan pembuluh darah dan mengurangi produksi
susu.

5.

Sistem Saluran Ambing


Sistem saluran ambing terdiri atas serangkaian saluran alir yang berawal pada
alveoli dan berakhir pada saluran keluar.
Puting. Puting tertutup oleh kulit tak berambut yang tidak memiliki kelenjar
keringat. Pada dasar puting terdapat saluran pengeluaran tempat susu mengalir ke
luar. Panjang saluran pengeluaran biasanya 8-12 mm dan merupakan garis dengan
sel yang membentuk serangkaian lipatan serta akan menutup saluran pengeluaran
selama selang pemerahan.
Sisterne Kelenjar. Sisterne puting terletak tepat setelah saluran pengeluaran
bersatu dengan sisterne kelenjar pada dasar ambing. Sisterne kelenjar berfungsi
sebagai ruang penyimpanan terbatas karena menerima tetesan dari jaringan
sekretori. Umumnya sisterne kelenjar berisi 1 pint (473,18 cc) susu yang
kemampuan nyatanya berbeda pada tiap-tiap sapi.
Saluran Ambing. Percabangan sisterne ambing ada 12 sampai 50 atau lebih
saluran, yang kembali bercabang beberapa kali dan akhirnya membentuk duktul
terminal yang mengalir ke tiap alveolus.

Alveoli. Alveoli dan duktul terminal terdiri dari lapisan tunggal sel epitel.
Fungsi sel-sel ini memindahkan makanan dari darah dan mengubah menjadi susu
serta mengeluarkan susu ini ke dalam tiap alveolus. Dalam keadaan berkembang
penuh saat laktasi, beberapa alveoli berkelompok menjadi lobuli, dan beberapa
lobuli bersatu menjadi lobus.

Sitologi Kelenjar Susu

Sel ambing adalah pabrik yang sangat teratur dan memiliki tingkat metabolisme
tinggi. Ambing menggunakan kira-kira 80 persen dari total glukosa, asam asetat,
dan asam amino darah

1.

Nukleus (inti)
Fungsi nucleus sel ambing adalah untuk menyebarkan informasi genetik yang
terdapat dalam gen untuk sintesis protein susu dan enzim tertentu. Keadaan ini
bertentangan dengan fungsi sperma dan nuklsi ovum yang menyebarkan informasi
genetik ke seluruh bagian ternak.

2.

Retikulum Endoplasmik
Organel ini terdiri atas sistem saluran yang terletak di dasar dua per tiga sitoplasma
sel

ambing.

mRNA

bergerak

dari

nucleus

ke

retikulum

endoplasmik

dan

mengerjakan gabungan asam amino menjadi proteinsusu dan enzim dalam sel
ambing. Permukaan beberapa saluran retikulum endoplasmic bertaburkan proteinRNA yang disebut ribosom. Ribosom merupakan bagian sintestis protein.

3.

Aparatus Golgi
Aparatus Golgi berfungsi sebagai tempat membungkus protein. Sabagai contoh, Ca
dan P ditambahkan ke molekul kasein dan partikel kasein (misel) dibentuk dalam
aparatus Golgi. Sintesis laktosa juga terjadi di dalam aparatus Golgi. Vakuola
sekretori yang mengandung protein susu, laktosa, dan air berasal dari apparatus
Golgi dan muncul ke puncak sel tempat membran vakuola bertemu dengan
membran plasma. Karena itu, membran sekretori menggembung terisi membran
plasma yang berkurang dengan sekresi butiran lemak. Kandungan sekretori Golgi
dilepaskan ke dalam rongga alveolus oleh salah cerna membalik.

4.

Mitokhondria
Mitokhondria sangat banyak terdapat dalam jaringan yang aktif secara metabolis.
Karena itu, sel ambing dari sapi laktasi mengandung banyak mitokhondria,
walaupun juga ada di sel ambing sapi non laktasi. Mitokhondria sering disebut
"sumber tenaga sel" karena mitokhondria menghasilkan energi yang diperlukan
untuk sintesis lemak susu, laktosa, dan protein.

5.

Lisosom
Partikel ikat membran ini mengandung enzim pemecah yang jika dikeluarkan
menyebabkan pemecahan dan kematian sel. Salah satu mekanismenya adalah
karena

hormon

memelihara

sel

ambing

selagi

laktasi.

Pemeliharaan

ini

menstabilkan membran lisosom yang mencegah kebocoran enzim ke dalam


sitopalsma. Bila sel mati, enzim ini dilepaskan dan membantu mencerrna dan
menghilangkan sel dari tubuh. Lisosom terutama aktif saat involusi jaringan ambing
seperti yang terjadi pada awal perriode kering atau selagi mastitis.

6.

Membran Seluler
Membran membungkus seluruh organel. Membran yang disebut membran plasma
membentuk batas luar seluruh sel ambing. Membran menampakkan kekhasan
penting seperti perlakuan bahan kimia ke dalam berbagai bagian sel. Sebagai

contoh, zat gizi dari kapiler memasuki sel melalui membran plasma dengan mudah.
Kenyataannya, zat gizi dapat dikonsentrasikan berkali-kali.

Zat gizi lain yang ada dalam darah tak dapat masuk. Saat susu berisotonik
dengan darah, susunan individual dalam susu dan darah dalam keadaan tidak
berimbang. Contoh, susu mengandung lemak 9 kali lebih banyak, gula 90 kali lebih
banyak, kalium 5 kali lebih banyak, fosfor 10 kali lebih banyak, kalsium 13 kali lebih
banyak, natrium 1/7 bagian, dan protein 1/2 bagian darah.

7.

Mikrotubula
Mikrotubula penting untuk pembelahan sel, membentuk sel ambing, dan membantu
gerakan vakuola sekretori ke puncak sel.

8.

Sitoplasma
Sitoplasma adalah matriks cairan yang mengandung banyak sel ambing. Sebagian
besar material fraksi ini dapat larut; seperti enzim, zat gizi, dan produk makro
molekuler. Pemecahan anaerobik glukosa, sintesis asam lemak, dan pengaktivan
asam amino untuk sintesis protein terjadi dalam sitoplasma terlarut. Pemecahan
anaerobik glukosa penting terjadi sebelum glukosa dapat dipecah di dalam
mitokhondria untuk menghasilkan energi.

HISTOLOGI KELENJAR SUSU

Glandula Mammaria
Kelenjar ini merupakan kumpulan kelenjar tubulo-alveolar, yakni modifikasi
kelenjar keringat. Kelenjar ambing ini terdiri atas : puting dan ambing.

Ambing disusun oleh : kapsula, jaringan ikat interstitial, epithel pansekresi dan
sistem saluran pengeluaran. Penyebaran jaringan ikat dan parenkhim berfungsi
dalam aktivitas sekresi dari kelenjar. Kelenjar yang berlaktasi aktif mempunyai
sekresi dari kelenjar. Kelenjar yang berlaktasi aktif mempunyai lebih banyak
parenkhim dan sedikit jaringan ikat dan keadaan akan berbalik apabila kelenjar
tidak berlaktasi. Dengan demikian struktur kelenjar ambing pada hewan dewasa
yang inaktif (tidak menyusui) berbeda dengan yang aktif dan yang sama sekali
belum beranak (dara).
Ciri khas kelenjar ambing masih aktif, ditandai dengan adanya benda kasein
yang terdapat pada sisa alveoli, alat penyalur atau pada jaringan ikat bekas alveoli.
Pengurangan ujung kelenjar secara progresif diimbali dengan terbentuknya jaringan
ikat dan jaringan lemak.
Pada permulaan laktasi dimulai dengan perkembangan ujung alat penyalur
yang nantinya menumbuhkan ujung kelenjar (alveoli) yang diatur oleh pengaruh
hormon progesteron selama proses kebuntingan.

Strukutur histologi kelenjar ambing sebagai berikut :


a)

Stroma : mencakup kapsula, septa dan jaringan interstitial atau interaveolar yang
semuanya terdiri atas jaringan ikat sebagai kernagka / penunjang.

b)

Parenkhim : Mencakup ujung kelenjar yang berbentuk tubulu alveolar bercabang


majemuk dan alat penyalur. Pada hewan muda yang belum beranak ujung
kelenjarnya tidak / belum tampak yang nampak hanya alat penyalur dengan banyak
jaringan ikat interstitial, bahkan tampak sel lemak. Pada lumen terdapat susu.

Alveoli

Epithelnya berbentuk kubis rendah atau silindris rendah pada yang aktif, jadi
tergantung pada status fisiologinya. Pada permukaan epithel tampak mikrovili dan
pada sitoplasma tampak benda golgi, butir lemak memiliki selaput ganda, protein.
Pada susu sapi terdapat sekitar 3-4 %. Alveoli dikitari sel mio-epithelium.

Alat Penyalur
Satu atau dua alveoli sekreta dialirkan melalui duktus intralobularis, dengan epithel
kubis yang kitari sel mio-epithelium. Epithel alat penyalur masih dapat bersekresi
meskipun intensitastnya agak kurang. Pada saluran yang agak besar bentuk
epithelnya kubis dua lapis dengan ada tanda bersekresi.

Sinus Laktiferus
Sinus ini merupakan penampung sekreta susu dari loburus atau lobus. Epitel
silindris banyak baris dan dikitari oleh serbaut elastis dan otot polos. Sinus ini
biasanya menjulur sampai daerah puting susu (Papilla mamae).

Puting Susu
Terdiri atas empat bagian yakni :
1)

Saluran puting susu : Epithelnya pipih banyak lapis dan bertandu, selaput lendir
membentuk lipatan dengan jaringan ikat sebagai tunika propriaa sub-mukosa. Kuda
memiliki dua samapai empat buah, ruminansia satu, babi dua sampai tiga buah,
kucing empat-tujuh, anjing delapan-20 buah dan manusia 13-24 buah.

2)

Sinus puting Susu : Epithel silindris atau kubis dua lapis, selaput lendir membentuk
lipatan melingkar dan longitudinal, dengan jaringan limferetikular pada tunika
propria.

3)

Stingter puting susu : otot polos yang tersusun melingkar antara propria submukosa dan hipodermis, sering pula tampak otot yang tersusun memanjang.

4)

Kulit puting susu : Epithelnya pipih banyak lapis bertanduk, korium terdiri atas
serabut kolagen pekat seperti kulit. Hipodermis relatif tipis.

Fisiologi Laktasi Susu Ke Dalam Lumen Alveoler

Pelepasan susu ke dalam lumen alveolus terjadi tanpa menampakkan bagian


dalam sel. Komponen individual susu disimpan terpisah di dalam sel ambing. Karena
itu, susu sebenarnya belum terbentuk sampai komponen susu masuk ke lumen
alveoler tempat komponen-komponen ini bercampur. Butir lemak terbentuk di
sebagian kecil sel. Kemudian, ukurannya membesar dan bergerak perlahan ke
lumen alveoler. Membran sel membungkus butir lemak saat butir lemak menekan
ke luar sel. Kemudian, butir lemak dijepit oleh membran luar permukaan sel dan
menjadi bebas di dalam alveolus. Sebaliknya, protein susu dibungkus di dalam sel
ambing seperti butiran asing di dalam vakuola. Lalu, protein susu dilepaskan ke
dalam lumen alveoli tanpa melepaskan penutup membran sel. Laktosa terdapat
dalam vakuola sekretori dan dilepaskan ke lumen alveoler bersama dengan protein.
Sejumlah air dialirkan ke susu melalui vakuola. Mekanisme yang menyebabkan sisa
komponen kimia susu memasuki lumen alveoli belum diketahui.

A.

Refleks Pengeluaran-susu
Sejumlah kecil susu yang terdapat di dalam sisterne dan pembuluh besar
ambing dapat keluar setelah melewati daya tahan otot spinkter yang mengelilingi
saluran keluar puting. Akan tetapi, sebagian besar susu yang terdapat dalam
ambing harus dipaksa keluar dari alveoli dan pembuluh kecil susu dengan
pengaktivan refleks neoro-hormonal yang disebut pelepasan/pengeluaran susu
(milk ejection) atau penurunan susu (milk let down).

Refleks pengeluaran susu meliputi aktivasi syaraf di kulit puting yang sensitif
terhadap sentuhan atau temperatur. Rangsangan syaraf melalui sumsum tulang
belakang sampai ke nuklei paraventrikuler dari hipotalamus dan kemudian berjalan
ke pituitari posterior tempat dilepaskannya oksitosin ke dalam aliran darah.
Oksitosin menyebar di kapiler dan menyebabkan kontraksi sel myo-epitelial yang
mengelilingi alveoli dan pembuluh-pembuluh lebih kecil. Aksi pemerahan ini
meningkatkan tekanan intramamari dan memaksa susu melalui pembuluh pergi ke
sisterne puting dan ambing.
Kontraksi sel myo-epitelial terjadi dalam 20-60 detik setelah perangsangan
puting. Pelepasan kedua oksitosin dapat terjadi, tetapi lebih sukar dari pelepasan
pertama, dan biasanya respon tidak terjadi secara penuh. Setelah pelepasan
oksitosin aliran susu berkurang sesuai dengan waktu, tanpa memperhatikan jumlah
susu dalam ambing. Hal ini mungkin karena kelelahan sel myo-epitelial atau
ketidakaktivan oksitosin. Fakta menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk
setengah aktivitas oksitosin di dalam darah sapi menghilang hanya dalam 1-2
menit, dan level efektif berakhir dalam 6-8 menit. Karena itu, merupakan hal yang
penting mengeluarkan susu dengan cepat saat oksitosin menyebabkan kontraksi sel
myo-epitelial.
Ada bukti bahwa sebelum oksitosin dilepaskan, rangsangan syaraf berjalan
langsung dari puting melalui sumsum tulang belakang ke otot halus di pembuluh
besar ambing. Otot-otot halus ini kemudian berkontraksi. Keadaan ini menyebabkan
pembuluh ambing memendek dan membesar serta membantu mengalirkan susu
melalui sistem pembuluh ke arah sisterne. Sel myo-epitel berkontraksi sebagai
respon terhadap rangsangan mekanis langsung. Karena itu, pemijatan ambing
sebelum pemerahan menyebabkan tambahan sejumlah susu dari alveoli.
Rangsangan luar selain pencucian akan mengawali refleks pengeluaran-susu.
Rangsangan

terkuat

untuk

melepaskan

oksitosin

adalah

kehadiran

pedet.

Rangsangan lain yang berhubungan dengan pemerahan adalah suara ribut,


pemberian pakan, keberadaan pemerah, dan koitus.
Refleks pengeluaran-susu dapat dihambat juga. Bila hal ini terjadi, hanya
sejumlah kecil susu yang dapat dikeluarkan dari ambing. Keadaan lingkungan yang
tidak menyenangkan saat pemerahan akan menyebabkan sistem syaraf simpatetik
membebaskan epineprin syaraf-hormon dari medula adrenal ke dalam darah.

Epineprin adalah vasokonstriktor kuat yang mampu mengurangi pasokan darah ke


ambing dan karena itu menghalangi oksitosin sampai ke sel myo-epitelial dalam
jumlah yang cukup untuk menghasilkan kontraksi. Injeksi oksitosin pada saat ini
tidak efektif. Beberapa bukti juga menunjukkan bahwa epineprin dapat langsung
menghambat sel myo-epitelial merespon oksitosin. Hambatan refleks juga terjadi
bila ambing berisi penuh susu. Pada kasus ini, aliran darah kapiler berkurang sangat
banyak sehingga oksitosin tidak bertahan lama di myo-epitelium.
Jika peternak tenang maka peternak akan menguasai sebagian besar sapi.
Beberapa sapi tidak merespon kebaikan, dan sapi seperti ini sebaiknya diapkir
karena dapat menyebabkan sapi lain terganggu.
Gangguan emosional yang terjadi sebelum pengaktivan refleks pengeluaransusu dapat mencegah pelepasan oksitosin dari pituitari posterior. Pada keadaan ini,
injeksi oksitosin akan menyebabkan sel myo-epitelial berkontraksi sehingga
vasokonstriksi tidak terjadi. Ini adalah contoh penghambatan refleks pada taraf
sistem syaraf pusat. Tipe penghambatan tersebut paling sering ditemui pada dara
yang beranak pertama kali dan kemudian masuk ke masa produksi. Injeksi oksitosin
pada beberapa kali pemerahan dapat mengatasi hal ini. Hal penting yang harus
diingat adalah produksi seluruh laktasi berkurang karena pemerahan tak lengkap.

B.

Mengeluarkan Susu dari Ambing


Saluran susu sapi harus terbuka agar mendapat susu, dan tidak ada bukti
bahwa otot spinkter mengendur selama pemerahan. Karena itu, beberapa
mekanisme eksternal harus digunakan untuk mengalahkan daya tahan (ketahanan)
otot ini.
1.

Penyusuan
Selama menyusui, pedet menekan lidahnya ke sekitar puting dan ke arah langitlangit dan menghasilkan tekanan negatif karena rahang terpisah atau penarikan
ulang/lagi lidah. Tekanan positif terjadi di sekitar puting saat pedet menelan. Siklus
menelan dan menghisap terjadi sebanyak 80-120 kali secara bergantian setiap
menit. Berdasarkan percobaan, pedet menghasilkan perbedaan tekanan di depan
puting susu sebesar 535 mm Hg sedangkan pemerahan mesin dan tangan hampir

menghasilkan perbedaan tekanan sebesar 310 dan 352 mm Hg. Isapan pedet juga
adalah metode tercepat untuk memindahkan susu dari ambing.
2.

Pemerahan Tangan
Cara ini masih banyak dilakukan di berbagai negara. Pemerahan tangan pun masih
dilaksanakan di Amerika pada waktu dan kasus khusus, biasanya dihubungkan
dengan penyakit dan luka, yang mungkin pemerahan dengan tangan lebih baik dari
mesin. Pemerahan dengan tangan secara hati-hati menjepit puting di antara jari
telunjuk dan ibu jari. Kemudian, susu di dalam puting ditekan ke luar oleh tekanan
jari-jari lain pada puting. Berikutnya jari telunjuk dan ibu jari mengendor sehingga
puting terisi kembali, dan siklus diulang. Pemerahan tangan yang baik dapat
mengeluarkan susu lebih banyak dari mesin perah.

3.

Pemerahan dengan Mesin


Mulai digunakan tahun 1895. Mesin perah mutakhir menggunakan cara tekanan
negatif dan atmosfir secara bergantian, disini diperlukan mangkok puting kamar
ganda tempat puting berada. Ruangan dimana puting ada terus menerus kosong
untuk membuka lubang puting dan menahan mangkok puting tetap pada puting.

Kontrol Hormonal Laktasi


Sekresi ambing dihasilkan hanya setelah pembentukan sistem lobuli-alveoler.
Karena itu, pada dara bunting sekresi tidak tampak

sampai pertengahan

kebuntingan. Berbagai enzim yang diperlukan untuk sintesis susu terdapat dalam
sel ambing yang dibentuk sebelum beranak. Saat beranak, hormon menyebabkan
peningkatan besar produksi susu. Sekresi yang dibentuk sebelum beranak adalah
kolostrum yang alami dan bukan susu murni.
Permulaan

Laktasi.

Selama

kebuntingan,

progesteron

menghalangi

sekresi -laktalbumin (salah satu protein susu). Halangan ini cukup untuk mencegah
sintesis susu selama sebagian besar periode kebuntingan dara. Juga, titer tinggi
progesteron menghalangi mulainya laktasi pada induk sapi saat periode kering.
Progesteron tidak efektif menghalangi kerjasama kebuntingan dan laktasi namun
sebaliknya, laktasi segera dihalangi bila sapi laktasi menjadi bunting. Segera
sebelum beranak titer progesterone menurun, sedangkan estrogen, ACTH, dan level

prolaktin meningkat. Pemberian adrenal kortikoid atau estrogen mengawali laktasi


sapi perah.
Pemeliharaan Laktasi. Sesudah sapi beranak, produksi susu meningkat
cepat dan mencapai maksimum pada 2 sampai 6 minggu. Kemudian hasil susu
secara beraturan menurun.
Batasan berikut akan digunakan untuk meguraikan laktasi. Milk secretion/sekresi
susu melibatkan sintesis intraseluler susu dan laju alir susu dari sitoplasma ke
dalam lumen alveoli. Milk removal/pengeluaran susu melibatkan pengeluaran pasif
susu dari puting, sisterne kelenjar, dan saluran utama serta pengeluaran aktif susu
yang disebabkan oleh kontraksi sel mio-epitel sekitar alveolus sebagai respon
terhadap oksitosin. Laktasi terdiri dari sekresi susu dan pengeluaran susu.

Perkembangan dan Pertumbuhan Ambing Normal

Jumlah sel pembentuk susu adalah faktor utama yang membatasi tingkat
produksi susu. Estimasi korelasi antara hasil susu dan jumlah sel ambing terentang
antara 0,50 sampai 0,85.

A.

Perkembangan Fetal dan Embrionik.


Rudimen ambing tampak jelas dari penebalan sel ektodermal pada permukaan

ventral (perut) embrio di antara kaki belakang. Perkembangan ini terjadi waktu
panjang pedet antara 1,4 sampai 1,7 cm (kira-kira 30 hari setelah konsepsi).

B.

Lahir sampai Pubertas.


Sampai pedet umur tiga bulan, sistem saluran ambing belum terlihat dewasa.

Sistem saluran tumbuh mengelilingi lapisan lemak ambing secara proporsional

sesuai dengan pertambahan berat badan. Setelah tiga bulan, pertumbuhan ambing
kira-kira 3,5 kali lebih cepat dari pada pertumbuhan tubuh. Kecepatan pertumbuhan
ini berlanjut hingga umur sembilan bulan. Sel-sel saluran ambing berakumulasi
selama 3 sampai 5 siklus estrus pertama setelah pubertas. Jumlah sel terlihat jelas
menurun saat fase kebuntingan. Antara umur 9 bulan dan konsepsi, pertumbuhan
dan

regresi

kelenjar

susu

selama

estrus

mencapai

suatu

keseimbangan.

Peningkatan murni jumlah sel ambing sesuai dengan peningkatan bobot badan.
Jumlah tebesar pertumbuhan saluran ambing sebelum konsepsi terjadi pada umur
sembilan bulan. Karena itu, sebaiknya peternak memperhatikan dara tumbuh baik
dan segera siap kawin.

C.

Selama Kebuntingan.
Alveoli tidak terbentuk hingga terjadi kebuntingan pada sapi dara. Kemudian

alveoli mulai menggantikan jaringan lemak seluruh ambing.

D.

Selama Laktasi.
Jumlah sel ambing terus meningkat selama laktasi awal. Perkembangan ini

mungkin berlanjut sampai puncak laktasi. Sebagai hasilnya, alveoli hampir


seluruhnya terbungkus pada laktasi awal. Setelah itu, tingkat penurunan sel ambing
melebihi tingkat pembelah sel. Hasilnya menunjukkan secara nyata ambing
mengandung lebih sedikit sel,pada akhir laktasi daripada awal laktasi.
Mastitis juga menyebabkan kehilangan sel ambing. Secara alami, kehilangan
sel sekretori apakah dari fisiologis atau sebab patologis, menurunkan jumlah
produksi susu. Oleh karena itu pemeliharaan jumlah maksimal sel ambing sangat
dianjurkan terutama bagi sapi dengan produksi tinggi, karena jika sel ambing tidak
ada susu tidak terbentuk.

E.

Selama Laktasi dan Kebuntingan.


Kebanyakan sapi dikawinkan antara 40 sampai 90 hari setelah beranak.

Tingkat awal kebuntingan relatif sedikit berpengaruh terhadap produksi susu atau

jumlah sel ambing. Perkembangan kebuntingan terjadi setelah lima bulan.


Perkembang-an ini menyebabkan hasil susu dan jumlah sel ambing menurun pada
sapi laktasi bunting dibandingkan yang tidak bunting.

F.

Selama Masa Kering.


Pemerahan setiap hari biasanya dihentikan setelah sapi perah berlaktasi 10

sampai 12 bulan (dengan rentangan 6 hingga 18 bulan). Jika sapi bunting, periode
nonlaktasi ini (periode kering) diawali biasanya sekitar 60 hari sebelum tanggal
beranak. Mengikuti penghentian pemerahan tiap hari, ambing induk tidak bunting
menjadi dipenuhi dengan susu selama beberapa hari. Walaupun begitu, aktivitas
metabolik menurun cepat. Kemudian, tampak jelas degenerasi dan kehilangan sel
epitelial alveoler. Sel mio-epitelial dan jaringan pengikat masih ada biarpun alveoli
menghilang. Secara histologis, jaringan pengikat dan sel lemak menjadi lebih
menonjol selama periode ini. Setelah involusi lengkap ambing makan hanya
terdapat sistem saluran. Sistem saluran induk sapi, akan tetapi, lebih banyak dari
pada sapi dara. Walaupun penelitian pada sapi perah belum dilaporkan, involusi
lengkap alveoli membutuhkan 75 hari pada kambing tidak bunting.
Sapi yang bunting normal selama periode kering, dan karena kebuntingan
merangsang pertumbuhan ambing, involusi lengkap tidak terjadi pada sapi bunting.
Umur kebuntingan paling sedikit 7 bulan sejak awal periode kering menyebabkan
jumlah sel ambing tidak berubah terutama selama periode kering. Induk yang tidak
mendapat periode kering normal menghasilkan susu berikutnya berkurang daripada
sapi yang mendapat istirahat 60 hari di antara laktasi-laktasi. Karena itu, periode
kering

di

antara

laktasi-laktasi

penting

untuk

produksi

susu

maksimal.

Ketidakhadiran periode kering bergabung dengan peningkatan jumlah sel yang


terjadi selama tingkat awal laktasi berikutnya. Hal ini terutama menjelaskan
kebutuhan periode kering pada sapi.

Kontrol Hormonal Perkembangan Ambing

Perkembangan ambing nyata tidak terjadi karena ketidakhadiran hormon


tertentu. Secara umum, hormon yang merangsang pertumbuhan ambing adalah
hormon yang juga sama mengatur reproduksi. Karena itu, sebagian besar
pertumbuhan ambing terjadi pada peristiwa reproduksi tertentu saja, misalnya saat
pubertas, kebuntingan, dan sesaat setelah beranak.
Ovari. Hormon ovari merangsang perkembangan ambing selama pubertas dan
kebuntingan. Hormon ovari spesifik yang berperan dalam respon pertumbuhan
ambing adalah estrogen dan progesterone. Estrogen merangsang pertumbuhan
saluran ambing, sedangkan kombinasi estrogen dan progesterone diperlukan untuk
mencapai perkembangan lobuli-alveoler.

Pituitari
pertumbuhan

Anterior. Hormon
ambing.

dari

Bekerjasama

pituitari

dengan

anterior

hormon

diperlukan

ovari

untuk

(estrogen

dan

progesteron) untuk menghasilkan per-kembangan ambing.


Laktogen Plasental Sapi. Plasenta adalah sumber estrogen dan laktogen
plasental sapi. Struktur plasental sapi serupa tetapi lebih besar dari prolaktin dan
hormon pertumbuhan. Laktogen plasental sapi mungkin bekerja sama dengan
pituitari

anterior

dan

hormon

ovari

untuk

perkembangan

ambing

selama

kebuntingan.
Adrenal dan Tiroid. Pemberian adrenal glukokortikoid dan tiroksin memulai
perkembangan ambing. Tetapi pengaruh-pengaruh ini mungkin berhubungan
dengan fungsi metabolik umum-nya dan tidak dari kepentingan primer dalam
menyokong pertumbuhan ambing.
Interaksi Hormon dan Keadaan Nutrisi. Dara yang diberi pakan berlebih
atau kurang secara jelas menghasilkan susu lebih sedikit daripada dara yang
tumbuh dengan zat gizi sesuai anjuran.

Mastitis Pada Sapi


SUMBER
jurnal:http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/39978/B8

6mwi.pdf?sequence=1 dan artikel: http://imbang.staff.umm.ac.id

Radang ambing (mastitis) pada sapi perah merupakan radang yang bisa
bersifat akut, subakut maupun kronis, yang ditandai oleh kenaikan sel di dalam air
susu, perubahan fisik maupun susunan air susu dan disertai atau tanpa disertai
patologis pada kelenjar mammae.

Staphylococcus

aureus

(S.

aureus) dan Streptococcus

agalactiae

(Str.

Agalactiae) merupakan bakteri penyebab utama mastitis pada sapi perah yang
menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar akibat penurunan produkai susu.
Berdasarkan uji sensitifitas terhadap berbagai antibiotik diketahui bahwa sebagian
besar S. aureus telah resisten terhadap oksasilin (87,5%) dan eritromisin (71,97%)
dan ada beberapa isolate yang juga resisten terhadap tetrasiklin (37,46%),
ampisillin (25%) dan gentamisin (21,87%) (Salasia dkk, 2005).
Proses mastitis hampir selalu dimulai dengan masuknya mikroorganisme ke
dalam kelenjar melalui lubang puting (sphincter puting). Sphincter puting berfungsi
untuk menahan infeksi kuman. Pada dasarnya, kelenjar mammae sudah dilengkapi
perangkat pertahanan, sehingga air susu tetap steril. Perangkat pertahanan yang
dimiliki oleh kelenjar mammae, antara lain : perangkat pertahanan mekanis, seluler
dan perangkat pertahanan yang tidak tersifat (non spesifik).
Tingkat pertahanan kelenjar mammae mencapai titik terendah saat sesudah
pemerahan,

karena

sphincter masih

terbuka beberapa

putih, antibodi serta enzim juga habis, ikut terperah.

saat,

sel

darah

Pencegahan terhadap mastitis ditempuh melalui dipping puting sehabis


pemerahan dengan antiseptika, antara lain: alkohol 70 %, Chlorhexidine 0,5%,
kaporit 4% dan Iodophor 0,5 1% (Subronto dan Tjahadjati, 2001).
Sebagaimana antibiotik, antiseptika juga bisa menyebabkan resistensi
bakteri, sehingga perlu dipikirkan alternatif pemecahan guna mengatasi mastitis
dengan antibiotik alami yang diekstrak dari tanaman, seperti Aloe barbadensis
Miller, yang aman, tanpa menimbulkan resistensi bakteri dan residu antibiotik
dalam

susu,

baik

sebagai

olesan

pada

puting

maupun

bentuk

infusi

intramammae.
Mastitis adalah istilah yang digunakan untuk radang yang terjadi pada
ambing, baik bersifat akut, subakut ataupun kronis, dengan kenaikan sel di dalam
air susu dan perubahan fisik maupun susunan air susu, disertai atau tanpa adanya
perubahan patologis pada kelenjar (Subronto, 2003). Akoso (1996) menyatakan
bahwa pada sapi, mastitis sering terjadi pada sapi perah dan disebabkan oleh
berbagai jenis kuman.
Sori et al (2005) menyatakan bahwa kerugian kasus mastitis antara lain :
kehilangan produksi susu, kualitas dan kuantitas susu berkurang, banyak sapi yang
diculling. Penurunan produksi susu per kuartir bisa mencapai 30% atau 15% per
sapi per laktasi, sehingga menjadi permasalahan besar dalam industri sapi perah.

PEMBAHASAN
MENGENAI MASTITIS PADA SAPI PERAH

MASTITIS

Mastitis adalah radang kelenjar ambing, yang disertai adanya perubahan fisik,
kimiawi, kandungan kuman dan peningkatan jumlah sel somatik (Seddon, 1965).
Kejadian mastitis pada sapi perah meskipun hanya secara sporadis, tetapi kerugian
yang ditimbulkannya cukup merisaukan peternak. Kerugian akibat mastitis dapat
berupa penurunan produksi dan kualitas susu, pengeluaran biaya pengobatan dan
perawatan sapi selama menderita mastitis, bahkan kemungkinanterjadi kematian
kuartir karena terbentuknya tenunan ikat pada kuartir yang menderita mastitis
(King, 1981).

Penyebab utama mastitis ialah infeksi mikroorganisme pada kelenjar ambing.


Mikroorganisme tersebut adalah bakteri, fungi, mycoplasma dan virus, meskipun
mycoplasma dan virus sebagai penyebab mastitis jarang di temukan.Jenis-jenis
bakteri yang berperan sebagai penyebab mastitis adalah Streptococcus sp,
Staphylococcus sp, Corynebacterium pyogenes, Pseudomonas aeruginosa. Coliform,
Leptospira sp, Klebsiella pneumonia, Bacillus cereus (Seddon, 1965 dan Tranter,
1982).

Peneliti-peneliti pemula tentang mastitis menyatakan bahwa penyebab utama


mastitis adalah bakteri Streptococcus. Kemudian diketahui selain Streptococcus
juga bakteri Staphylococcus mempunyai peranan sebagai penyebab mastitis.
Bahkan menurut Blood dan Henderson (19630), baik Staphylococcus maupun
Streptococcus mempunyai peranan yang sarna pentingnya sebagai penyebab
mastitis.

Mastitis

yang

disebabkan

oleh

genus

Staphylococcus

disebut

staphylococcalmastitis. Pada umumnya ada dua spesies penyebab mastitis ialah


Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis (Hoare dan Garton,
1972). S. aureus bersifat

lebih

patogen

daripada, S. epidermidis, dan S.epidermidis cenderung sebagai penyebab mastitis


subklinis (Brown dan Sherer, 1978).

A. Sifat-sifat Bakteriologik Bakteri Penyebab Staphylococcalmastitis

Habitat. Staphylococcus merupakan kuman lingkungan, yang relatif tahan


lama di alam. Banyak terdapat dalam air susu, tanah, udara, debu kandang dan air
kotor. Juga terdapat pada permukaan tubuh beberapa hewan mamalia dan burung
(Wilson dan niles, 1975), terutama S. Epidermidis banyak ditemukan pada puting
susu dan kulit ambing (Devriese, 1979).

Morphologi. Staphylococcus adalah bakteri yang berbentuk bulat, bersusun


bergerombol seperti buah anggur dan bersifat gram positif. Besar.sel berbeda-beda,
diameternya rata-rata antara 0,8 - 1,0 mikrometer. Perbedaan besar sel tergantung
dari jenis strain bakteri, umur biakan dan media yang digunakan. Semua
Staphylococcus tidak motil, tidak berflagella, tidak berspora dan tidak membentuk
kapsul (Wilson dan Hiles, 1975).

Sifat biakan. Pertumbuhan staphylococcus pada media biakan dalam


suasana aerob dan fakultatif aerob. Bakteri mudah tumbuh pada agar darah dan
agar nutrien atau pada media umum lainnya tanpa memerlukan bahnn penyubur.
Pada agar darah koloni besar dan sering terlihat di sekeliling pertumbuhan
terbentuk zona hemolisa. Pada agar nutrien koloninya bulat, halus, permukaan
cembung,

topi

rata,

mengkilat. Diameternya

mm,

setelah

biakan

staphylococcus diinkubasi pada suhu 37 o C selama lebih kurang 24 jam. Pada kaldu
daging pertumbuhan ditandai dengan sedimen seperti serbuk di bagian bawah
tabung. Biakan bakteri ini di agar miring dapat tahan hidup pada suhu kamar
selarna berbulan-bulan, sedang pada suhu yang agak tinggi tahan selama 6 - II,
minggu (Cowan dan Steel, 1973).

Reaksi biokemis. Aktifitas biokemis staphylococcus ditentukan oleh jonis


enzim yang dihasilkannya. Jenis-jenis enzim tersebut adoloh hyaluronidase,
staphylokinase, proteinase, lipase, koagulase, katalase dan ponicilinase (Laskin dan
Lecheva1ier, 197I).

Monurut

Bergey

(1975)

dan

Cottral

(1978)

kunci

untuk

identifikasi

Staphylococcus sp adalah berdasarkan reaksi terhadap mannitol dan sifat koagulase


terhadap plasma darah. S. aureus bersifat memfermentasi mannitol dan uji
koagulase positif sedangkan S. epidermidis bereaksi negatif terhadap kedua uji
tersebut.

B.

Mekanisme Infeksi

Untuk mengetahui mekanisme infeksi staphylococcalmastitis harus diketahui


terlebih dahulu anatomi fisiologi dari ambing. Pada sapi, ambing terdiri dari empat
kuartir yang terletak di dacrah inguinal, caudal dari umbilikus dan meluas ke
belakang antara dua paha. Setiap kuartir dibatasi oleh selubung (sekat pemisah),
sehingga antar kuartir tidak ada hubungan langsung. Lubang puting berhubungan
langsung dengan pucuk saluran (kanal puting), yang kerjanya diatur oleh otot
sphincter. Di dorsal kanel puting terdapat di siterna puting (sinus papilaris) dan di
siterna kelenjar (sinus laktiferus) terletak di atas sinus papilaris. Di dalam sinus
laktiferus terjulur 8 I2 saluran susu atau galaktophor. Kanal puting berdinding
epitel squamos yang serupa dengan struktur epidermis kulit, di bawah epitel
terdapat serabut-serabut otot. Sinus laktiferus dibatasi oleh epitel berlapis dua
(Toe1ihere, 1981 dan Ressang, 1984).

Gejala

klinis

pemeriksaan

mastitis

mikroskopis

akan
terlihat,

nampak
jumlah

pada
sel

tahap

inflamasi

somatik

dan

meningkat

pada
(Blood

danHenderson, 1963). Hamidjojo (198l), menyatakan bahwa peradangan yang


terjadi

adalah

sebagai respon

tubuh

terhadap

metabolit

dan

toksin

yang

dihasilkan oleh metabolisme bakteri yang merangsang jaringan kelenjar ambing.


Gejala-gejala yang terlihat merupakan ekspresi pertahanan tubuh (homeostase)
yang bertujuan untuk memperbaiki kerusakan jaringan tubuh dan menghilangkan
bakteri penyebab serta mengembalikan keadaan tubuh seperti semula.

Blobel dan Schliesser (1980), mengemukakan bahwa higiene kandang yang


kurang, cara pemerahan yang tidak legeartis dan adanya luka/lecet pada ambing
merupakan faktor-faktor yang mempermudah terjadinya invasi Staphylococcus.
Mereka mengemukakan tiga cara invasi Staphylococcus ke kelenjar ambing yaitu
melalui kanal puting, luka pada puting dan Iuka pada kulit ambing.

Sphincter puting adalah otot yang mengatur membuka dan menutup kanal
puting sehingga mikroorganisme tidak leluasa masuk kekelenjar ambing. Forbes
(1969) dan Anderson (1982), menyatakan bahwa kemungkinan mikroorganisme
dapat melalui sphincter puting karena adanya mekanisme fisis puting. Mc Donald
(1975), juga menambahkan peranan mesin perah dapat mempermudah invast
mikroorganisme ke kelenjar ambing. Setelah mesin perah berhenti bekerja, bagian
distal dan pertengahan saluran susu berdilatasi kemudian bagian proksimal dan
kemungkinan pada saat inilah mikroorganisme dengan mudah masuk melalui
saluran puting.

Ressang (1982), menjelaskan invasi bakteri melalui luka puting atau luka
pada kulit ambing dapat terjadi sewaktu pemerahan. Bakteri dapat berasal dari lap
ambing yang digunakan, tangan sipemerah dan air pencuci ambing. Selain itu
bakteri yang terdapat di lantai kandang juga dapat menginvasi ambing melalui luka
puting atau ambing pada saat hewan berbaring.

Staphylococcus yang masuk ke kelenjar ambing berkembang biak dengan


cepat pada tempat perlokatannya. Sel epitel kanal puting, sinus laktiferus dan
duktus

lal,

tiferus

merupakan

jaringan

tempat

perlekatan

Staphylococcus.

Resistensi kelenjar ambing, virulensi Staphylococcus, status laktasi pada saat


infeksi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi tanda-tanda klinis penyakit
dan derajat peradangan. Tanda-tanda klinis staphylococcalmastitis dapat dilihat dari
bentuk sekresi susu, konsistensi dan temperatur ambing, reaksi peradangan dan
sistemik yang terjadi (Blobel dan Scheliesser, 1980; Anderson, 1982).

Selanjutnya

Blood

dan

Henderson

(1963),

mengklasifikasikan

staphylococcalmastitis dalam dua bentuk yaitu staphylococcalmastitis perakut dan


kronis, sedangkann Elobel dan Scheliesser (1980) membagi staphylococcalmastitis
menjadi dua bentuk yaitu staphylococcalmastitis akut dan kronis.

Staphylococcus

adalah

kuman

pembentuk

nanah.

Pada

pemeriksaan

patologis anatomis terlihat adanya penimbunan nanah di dalam sinus dan duktus
laktiferus. Oleh karena itu gejala khas yang nampak terbentuknya gangraena yang
meluas. Gangraena terjadi secara cepat, dimana dalam waktu lebih kurang 24 jam
dapat

menjadi

hitam

dan

mengeluarkan

serum.

Juga

disertai

emphisema

subcutaneus dan pembentukan lepuh. Penyebaran gangraena mulai terjadi setelah


6 - 7 hari (Blood dan Henderson, 1963).

Secara histopatologis ambing yang menderita staphylococcalmastitis perakut


menunjukkan adanya kerusakan jaringan yang nekrotik, terutama pada lumen
alveolar dan dapat terlihat adanya Staphylococcus dalam jumlah banyak. Selain itu
di sekitar jaringan yang mengalami nekrotik banyak ditemukan sel-sel neutrophyl
(Anderson, 1982).

Staphylococcalmastitis akut. Slanctz dan Bartley (1953) yang disitasi oleh


Anderson (1982), mempelajari penyebab staphylococcalmastitis akut dengan cara
menginokulasi alpha toksin dari S. aureus ke kelenjar ambing sapi. Tidak terlihat
adanya gangraena, terjadinya hal ini diduga karena jumlah alpha toksin yang
diinokulasi terlalu sedikit. Inokulasi alpha toksin didalam jumlah yang sama pada
kelenjar ambing tikus ternyata dapat monyebabkan nekrosa jaringan ambing.

Kejadian nekrosa jaringan ambing sapi sering terjadi pada akhir laktasi atau
permulaan masa kering kandang. Gejala klinis tidak jelas dan sering diabaikan oleh
peternak,

sehingga

dapat

berlanjut

menjadi

staphylococcalmastitis

kronis.

Penurunan produksi susu yang terjadi sering diduga karena proses asiologis kelenjar

ambing pada akhir laktasi. S. aureus lebih sering ditemukansebagai penyebab


staphylococcalmastitis perakut dan akut (Mc Donald dan Anderson, 1983).

Staphylococcalmastitis

kronis.

Kejadiannya

merupakan

lanjutan

dari

staphylococcalmastitis akut. Kelenjar ambing yang terserang tidak memperlihatkan


adanya perubahan secara klinis. Salah satu gejala yang nampak adalah penurunan
produksi susu. Sedangknn pada pemoriksaan laboratorium memperlihatkan adanya
infeksi kelenjar ambing yang disertai dengan terjadinya perubahan kimiawi dan fisik
air susu (International Dairy Federation, 1971). Blood dan Henderson (1963)
menambahkan bahwa kuartir yang menderita staphylococcalmastitis kronis jika
dipalpasi akan terasa kenyal akibat pembentukan tenunan ikat.

Reseang

(1982),

menyatakan bahwa S. epidermidis merupakan

bakteri

penyebab utama mastitis kronis. Penetrasi Staphylococcus yang masuk secara


laktogen maupun hematogen adalah pada epitel kisterna dan duktus laktiferus.
Kemudian Frost dkk (1977) yang disitasi oleh Anderson (1982) menambahkan
bahwa Staphylococcus yang terdapat pada epitel kisterna dan duktus laktiferus
akan segera berpindah ke alveoli kelenjar ambing dan membentuk pusat
peradangan.

Nickerson dan Heald (1982), menyatakan bahwa sebagai usaha pertahanan


tubuh terhadap adanya infeksi Staphylococcus, pada daerah peradangan banyak
terdapat leukosit terutama neutrofil dan makrophag. Leukosit tersebut bersifat
memfagosit

kuman

penyebab

peradangan.

Kemudian

Anderson

(1982),

mengemukakan akibat adanya leukosit terhadap produksi susu sebagai berikut


leukosit

yang

terdapat

pada

alveoli

kelenjar

ambing

dapat

menyebabkan

pembesaran ruang alveolar dan mempersempit saluran gelembungair susu


sehingga dapat menghambat pengaliran air susu. Selain daripada itu adanya
interaksi

antara

Staphylococcus

dan

leukosit

pada

kelenjar

ambing

dapat

mengakibatkan terjadinya perubahan komposisi air susu secara kimiawi dan fisis.
Jika leukosit berhasil melemahkan kuman penyebab peradangan, maka dalam
beberapa hari peradangan dapat terhenti.

Terhentinya

peradangan

kadang-kadang

diikuti

dengan

pembentukan

tenunan ikat di sekitar saluran air susu. Hal ini dapat menghambat pengeluaran air
susu sehingga terjadi penurunan produksi bahkan dapat menyebabkan berhentinya
produksi susu dari kuartir yang menderita.

C. Gejala Klinis
Subronto (2003) menyatakan bahwa secara klinis radang ambing dapat
berlangsung secara akut, subakut dan kronik. Radang dikatakan bersifat subklinis
apabila gejala-gejala klinis radang tidak ditemukan saat pemeriksaan ambing.
Gambar 1. menampilkan gejala klinis pada sapi perah laktasi.

Gambar 1. Mastitis perakut disebabkan Staphylococcus aureus


pada sapi perah laktasi umur lima tahun.
Pada proses radang yang bersifat akut, tanda-tanda radang jelas ditemukan,
seperti: kebengkakan ambing, panas saat diraba, rasa sakit, warna kemerahan dan
terganggunya fungsi. Air susu berubah sifat, seperti : pecah, bercampur endapan
atau jonjot fibrin, reruntuhan sel maupun gumpalan protein.
Proses yang berlangsung secara subakut ditandai dengan gejala sebagaimana
di atas, namun derajatnya lebih ringan, ternak masih mau makan dan suhu tubuh
masih dalam batas normal. Proses berlangsung kronis apabila infeksi dalam suatu

ambing berlangsung lama, dari suatu periode laktasi ke periode berikutnya. Proses
kronis biasanya berakhir dengan atropi kelenjar mammae.

D. Cara penularan
Penularan mastitis dari seekor sapi ke sapi lain dan dari kuarter terinfeksi
ke kuarter normal bisa melalui tangan pemerah, kain pembersih, mesin pemerah
dan lalat (Jones, 1998).
1.

Diagnosis
Pengamatan secara klinis adanya peradangan ambing dan puting susu,
perubahan warna air susu yang dihasilkan. Uji lapang dapat dilakukan dengan
menggunakan California Mastitis Test (CMT), yaitu dengan suatu reagen khusus
(Akoso, 1996). Subronto (2003) menambahkan diagnosis mastitis bisa dilakukan
dengan Whiteside Test.

2.

Kontrol
Jones (1998) mengemukakan bahwa guna mencegah infeksi baru oleh
bakteri penyebab mastitis, maka perlu beberapa upaya, antara lain :

Meminimalisasi kondisi-kondisi yang mendukung penyebaran infeksi dari satu


sapi ke sapi lain dan kondisi-kondisi yang memudahkan kontaminasi bakteri dan
penetrasi bakteri ke saluran puting.

Air susu pancaran pertama saat pemerahan ditampung di strip cupdan


diamati terhadap ada tidaknya mastitis. Pencelupan atau diping puting dalam biosid
3000 IU (3,3 mililiter/liter air). Penggunaan lap yang berbeda untuk setiap ekor sapi,
dan pastikan lap tersebut telah dicuci dan didesinfektan sebelum digunakan
(Sutarno, 2000).

Pemberian nutrisi yang berkualitas, sehingga meningkatkan resistensi ternak


terhadap infeksi bakteri penyebab mastitis. Suplementasi vitamin E, A dan karoten serta imbangan antara Co (Cobalt) dan Zn (Seng) perlu diupayakan untuk
menekan kejadian mastitis.

E.

Pengendalian

Kejadian staphylococcalmastitis erat hubungannya dengan keadaan sanitasi


kandang yang kurang baik dan cara pemerahan yang tidak legeartis. Maka dalam
tindakan pengendalian dilakukan dengan memperbaiki tata laksana peternakan
dan meningkatkan kebersihan kandang, serta memperhatikan tata cara pemerahan
yang

benar.

Selain

daripada

itu

dilakukan

juga

tindakan

pengobatan

untuk menghilangkan infeksi pada tiap kuartir yang terserang mastitis.

1.

Pencegahan.

Cara pencegahan staphylococcalmastitis ataupun streptococcalmastitis yang


dianjurkan oleh "National Institut for Research in Dairying" di Shinfield, disitasi oleh

Wesen dan Schulhz (1970) adalah sebagai berikut:

Sebelum pemerahan ambing dan puting susu harus dicuci bersih dengan air yang
mengalir, kemudian dilap dengan kain lap yang kering dan bersih. Tindakan ini
bertujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme yang berada di sekitar kulit

ambing dan puting susu.

Sesudah pemerahan puting didisinfeksi untuk menekan jumlah mikroorganisme


yang berasal dari sisa air susu pada ujung puting. Ada dua cara yang umum
digunakan yaitu mencelupkan puting ke dalam larutan disinfektan (teat dipping)
dan menyemprot puting dengan larutan disinfektan (teat spraying). Tindakan
disinfeksi puting sebaiknya dilakukan secara rutin dan dipakai disinfektan yang
efektif.

Bila pemerahan dilakukan dengan mesin perah, maka sebelum dipakai mangkok
pemerah diusahakan dalam keadaan steril.

Natke illck (1972) menganjurkan disamping meningkatkan sanitasi kandang


dan alat-alat pemerah dalam lindakan pencegahan staphylococcalmastitis perlu
dilakukan pengawasan terhadap kesehatan tenaga pemerah. Sheldrake dan Hoare
(1983) menekankan perlunya peningkatan tata laksana peternakan dalam usaha
mencegah kejadian mastitis, serta tindakan pengobatan yang terinfeksi.

2.

Pengobatan.

Lay

dan

pengobatan

Hastowo

sebaiknya

(2000)

menyatakan

dilakukan

uji

bahwa

sensitifitas.

sebelum

menjalankan

Resistensi Staphylococcus

aureus terhadap penicillin disebabkan oleh adanya - laktamase yang akan


menguraikan

cincin

laktam

yang

ditemukan

pada

kelompok

penicillin.

Pengobatan mastitis sebaiknya menggunakan : Lincomycin, Erytromycin dan


Chloramphenicol.
Disinfeksi puting dengan alkohol dan infusi antibiotik intra mamaria bisa
mengatasi

mastitis.

Injeksi

kombinasi

penicillin,

dihydrostreptomycin,

dexamethasone dan antihistamin dianjurkan juga. Antibiotik akan menekan


pertumbuhan

bakteri

penyebab

mastitis,

sedangkan

dexamethasone

dan

antihistamin akan menurunkan peradangan (Swartz, 2006)


Mastitis yang disebabkan oleh Streptococcus sp masih bisa diatasi dengan
penicillin, karena streptococcus sp masih peka terhadap penicillin (Sori et al., 2005)
Pengobatan staphylococcalmastitis pada umumnya lebih sulit dibandingkan
dengan pengobatan streptococcalmostitis dan mastitis oleh scbab infeksi bakteri
lainnya.

Hal

ini

disebabkan Staphylococcus sebagai

agen

penyebab

staphylococcalmastitis melekat pada pusat peradangan di dalam jaringan ambing


(Anderson,

1982).

Kegagalan

pengobatan

staphylococcalmastitis

dengan

menggunakan penicilin sering dialami. Hal ini disebabkan sifat reistensi daripada
Staphylococcus terhadap antibiotik tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh He Donald dan Anderson (1981) di India


mengenai resistensi Staphylococcus terhadap penicilin. Kegagalan pengobatan
staphylococalmastitis dengan menggunakan penicilin meneapai 11 % dari sejumlah
kasus staphylococcalmastitis yang diamati. Sedangkan di Canada kegagalan
pengobatan staphylococcalmastitis dengan menggunakan penicilin mencapai 15 %
(Seddon, 1965).

Blood

dan

Henderosn

kegagalanpengobatan

(1963)

dan

staphylococcalmastitis

Seddon

dengan

(1965)

mencatat

menggunakan

penicilin

disebabkan beberapa strain S. aureus sebagai penyebab staphylococcalmastitis


mampu memproduksi enzim penicilinase yang dapat menginaktifkan penicilin.
Untuk mengatasi hal ini Hwakipesile, Holmes dan Hoore (1983) telah menggunakan
claxacillin

yaitu

preparat

penicilin

semi

sintetik

untuk

pengobatan

staphylococcalmastitis kronis.

Dari hasil penelian Hamidjojo (1984) dinyatakan bahwa kombinasi claxacillin


dan

ampicillin

dapat

staphylococcalmastitis

menghilangkan
subklinis,

tetapi

infeksi
tidak

pada

kuartir

berpengaruh

yang
nyata

menderita
terhadap

penurunan jumlah se1 somatik per ml susu yang diperiksa. Penggunaan novobiosin
atau orbensin pada awal kejadian staphylococcalmastitis dapat mencapai derajat
penyembuhan 60 - 80 % .

DAFTAR PUSTAKA DARI JOURNAL YANG DI BAHAS

JURNAL
:http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/39978/B86mwi.

pdf?sequence=1

Anonimus. 1982. Pedoman pengendalian penyakit hewan menular. Direktorat


Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan Departernen Pertanian. Jakarta.

Anderson, J. C. 1982. Progressive pathology of staphylococcalmastitis with a


note on control, immunisation and therapy. The Vet. Recrd 17: 372 - 376.

Blood, D.C and J.A. Henderson. 1963. ne. 3th ed. Bailliere Tindall. London.

Buchanan, H.E: and N.E:. Gibbon. 197'5. Determinative bacteriology. 8th


and Wilkins Company. Hal timore. Veterinary mediciLondon. Bergey's manual of ed.
'1'he 'Williams

Brown. R.W and R.K. Sherer. 1978. Classification dermidis and Micrococcus
strain isolated from milk. Am. J. Vet. Hes. 39 C: '167 - '171.
of fl. Epibovine Blobel, Hand T. Scheliesser. 1980. riellen Infektionen bei'rieren. lag.
Stuttgart. New York.

Brown, R.W. 1983. Biotypes of .8,. epidermidis and micrococcus organisms,


isolated from intramammary infection, reclassified into spesies of the Renus
Staphylococcus. Cornell Vet. '13: 109 - 116.

Cowan, S.T and K.J. Stael. 1973. cation of medical bacteria. Press, London.
Manual of the identifiCambridge University Cottral, G. E. 1978. Hanual of
standardized methods for Veterinary microbiology. Comstock publishing associated
a divisi of Cornell University Press London.

DeVries, L.A. 1979. identification of clumping faktor negative Staphylococci


isolated from cow's udder. Res. in Vet. Sci. 27: 313 - 320.
Forbes, D. 1969. The pathogenesis of bovine mastitis. '1'he vet. Bull. 39 (8) :
529 - 539.

Mc Donald, J.S and A.J. Anderson. 1981. Antibiotic sensitivity of S. aureus and
coagulase negative Staphylococcus isolated from infected bovine mammary gland.
Cornell Vet. 71: 391 - 396.

Mc Clure, T.J.; K.L. Hughes; A.E. Dowell; S.M. l'1urphy and E. Joyce.
1966. Mastitis in dairy cattle in the moss vale district of New South Wales. Aust.
Vet. J. 42: 194 - 198.

Mc Donald, J.S. 1975.study of the teat periodes. Am. J. Radiographic method


for anatomic canal: changes between milking of Vet. Res. 36(8): 1241 - 1242.

Mwakipesile, S.M; C.W Holmes and Y.F. Moore. 1983. Antibiotic therapy for
subclinical mastitis in early lactations; Effects on infection, somatic cell count and
milk production. New Zealand. Vet. J. 31: 192- 195.

Wikantadi, B. 1978. Biologi Laktasi. Bagian Ternak Perah, Fakultas Peternakan


Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
.

http://niayulianty.blogspot.com/2013/04/fisiologi-laktasi-perkembangankelenjar.html

Mujizat susu sapi yang keluar diantara kotoran dan darah BAB I PENDAHULUAN A. Latar
Belakang Masalah Tahukah Anda, apa makanan terbaik bagi seseorang, bagi anak-anak, muda maupun
tua? jawabannya, susu. Itu sejak dahulu sudah di tegaskan Rasulullah saw, dan diakui oleh para ilmuwan
modern. Penelitian dan studi modern menegaskan bahwa susu merupakan jenis makanan terbaik karena
mengandung nutrisi penting untuk pertumbuhan, umur panjang dan pencegahan penyakit. Banyak yang
disimpulkan dari hasil studi modern terhadap susu. Disebutkan bahwa anak-anak yang mendapat cukup
susu dan semua makanan yang diproduksi dari susu mengalami usia hidup yang lebih lama dan proporsi
penyakit fatal (seperti stroke) yang sangat rendah. Mengonsumsi seperempat liter susu dalam satu hari,
bisa mengurangi risiko kematian akibat stroke hingga 60%. Bahkan ada pula studi yang menegaskan
bahwa mengonsumsi susu setiap hari melindungi tubuh terhadap tekanan darah tinggi dan banyak
penyakit lainnya. Rasulullah saw menegaskan dalam sebuah haditsnya, Hendaknya kalian meminum
susu sapi, karena itu hasil dari apa yang disarikan oleh pepohonan. (HR. Ahmad). Hadits ini kemudian
terbukti dalam penelitian modern, bahwa susu berguna untuk perlindungan tubuh. Para ilmuwan
memastikan susu sapi merupakan jenis susu yang moderat kegunaannya, khususnya untuk anak-anak,

setelah air susu ibu. Dalam majalah British Medical Journal, disebutkan manfaat susu untuk minum susu
setiap hari yang mengurangi risiko penyakit, alergi dan penyakit pernafasan pada anak. Dalam penelitian
kedua susu ditemukan dapat digunakan untuk mengobati gangguan lambung dan radang usus besar.
Hasil lainnya, ditemukan meminum susu secara teratur melindungi aterosklerosis (pengapuran dinding
pembuluh darah arteri), mencegah kanker, dan meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit,
terutama penyakit jantung. Subhanallah, Yang telah berfirman dalam Al-Quran, Dan sesungguhnya
pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari pada
apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan
bagi orang-orang yang meminumnya. (QS. An-Nahl: 66) B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, kami dapat menarik beberapa rumusan masalah yang akan kami bahas pada
makalah kami, yaitu: 1. bagaimana proses terbentuknya susu pada hewan sebagaimana dalam Q.S. an
Nahl:66? 2. apa manfaat mengkonsumsi susu sapi? BAB II PEMBAHASAN A. Proses Terbentuknya Susu
Sebagai gambaran, bahwa kotoran adalah makanan kasar yang memiliki serabut terikat. Makanan
binatang yang ada dalam perutnya mengandung protein biasa dan protein lain yang bisa diserap (juga
mengandung nitrogen yang bisa digunakan untuk menumbuhkan protein biasa yang dinamakan protein
bakteri). Di samping itu, makanan binatang mengandung zat gula yang mudah diserap dan makanan
yang bergumpal seperti serat yang mirip silikon, dan kanji. Makanan binatang juga mengandung lemak
jenis fosfor, gula, dan toksid yang bercampur dengan liur yang berasal dari mulut, juga perasan zat alkali
yang keluar dari perut dan bercampur dengan jutaan bakteri dan protozoa. 1. Bakteri dan protozoa ini
berfungsi membantu proses fermentasi serta proses pencernaan dan penyerapan. Berikut ini penjelasan
rinci mengenai apa yang ada di kotoran: Gula/glukosa, yang bisa meningkatkan kadar asam lemak. 2. Zat
asam lemak larut (volatile fatty acids). Zat ini merupakan zat utama dalam proses pembentukan susu.
Berdasarkan pembentukannya di dalam perut, terdapat zat asam asetic sekitar 65%, zat asam propionic
sekitar 20%, dan zat asam butyric sekitar15%. 3. Gas seperti kemih dan amoniak (berfungsi membentuk
protein bakteri) dan karbondioksida. 4. Laktat terpecah di hati menjadi glukosa. 5. Berbagai protein
(awalnya makanan dan terakhir bakteri), asam amino yang berasal dari pencernaan perut untuk
menghasilkan protein. 6. Lemak (bakteri pengurai, asam lemak jenuh, dan lemak tidak jenuh. Lemak
jenuh dan lemak tidak jenuh berasal dari lemak makanan).[1] Proses penyerapan asam lemak bebas,
khususnya asam asetic, dan propionate, telah selesai dengan melalui dinding perut ketika ia masuk pada
aliran darah. Asam butyric berubah pada dinding perut menuju acetone (susunan jenuh yang memasuki
darah). Ia berfungsi untuk membentuk lemak pada darah (glycerol) dan susu. Proses penyerapan lemak
(glycerite toksid), protein (asam amino), dan sisa glukosa yang tumbuh dari lendir makanan di sepanjang
dinding usus berfungsi untuk menyerap. Zat-zat yang terserap masuk ke dalam darah mengalir ke hati
untuk selanjutnya dialirkan menuju susunan yang paling luas untuk dipompa oleh jantung dan ke semua
rongga badan, yang salah satunya adalah kantong susu sapi tempat untuk memproduksi susu. Disini
terdapat contoh mengenai kantong susu yang terdapat pada binatang ternak yaitu sapi : Kantong susu
sapi dilengkapi dengan pembuluh darah yang lebih kecil salurannya. Itu semua memiliki hikmah ilahiah
untuk menyimpan materi protein yang lebih besar. Kantong ini susah bergerak karena ukurannya. Ia
berfungsi untuk menampung dua aliran besar. Ia juga menampung darah dari berbagai pembuluh darah.
Kantong susu sapi adalah susunan lemak yang bersambung dengan badan. Semua kantong susu
bersambung dengan badan dengan dua ikatan kuat (ligaments). Susunan ini menutupi berbagai kelenjar
otot. Kelenjar otot ini berfungsi untuk mengeluarkan susu yang ada di kantong susu. Ia mengeluarkan
susu yang terkumpul ketika masa kehamilan dan setelah melahirkan. Darah pada kantong susu
bercampur dengan darah pada badan. Yang mengagumkan adalah bagaimana kandungan tersebut
mamasuki kantong susu dan yang lain tidak bisa (seperti bersambungnya dua laut yang asin dan tawar).
Karena pada proses tersebut, masuk juga glukosa (yang ada pada protein) menuju kantong susu untuk
memberikan rasa manis pada susu (laktat) dan membentuk lemak susu dan asam lemak yang terpisah.
Di samping itu, masuk juga ketone dan acetates, dan dan glycerol (yang berasal dari glukosa dan
glycerite toksid). Adapun protein susu yang sebagian besar terdiri dari kasein terbentuk dari asam amino

yang terpisah pada darah. Semua itu terjadi akibat reaksi kimia yang sangat bagus dan menakjubkan.
Semua itu bertujuan untuk menghasilkan cita rasa yang tinggi bagi orang yang meminumnya tanpa
bercampur dengan darah atau kotoran.[2] B. Manfaat Susu Sapi Allah swt telah menjelaskan tentang
kemukjizatan susu sapi dalam alquran, tentulah ia memiliki berjuta manfaat bagi manusia. Rasulullah
saw menegaskan dalam sebuah haditsnya, Hendaknya kalian meminum susu sapi, karena itu hasil dari
apa yang disarikan oleh pepohonan. (HR. Ahmad). Hadits ini kemudian terbukti dalam penelitian
modern, bahwa susu berguna untuk perlindungan tubuh. Para ilmuwan memastikan susu sapi
merupakan jenis susu yang moderat kegunaannya, khususnya untuk anak-anak, setelah air susu ibu.
Dalam majalah British Medical Journal, disebutkan manfaat susu untuk minum susu setiap hari yang
mengurangi risiko penyakit, alergi dan penyakit pernafasan pada anak. Dalam penelitian kedua susu
ditemukan dapat digunakan untuk mengobati gangguan lambung dan radang usus besar. Hasil lainnya,
ditemukan meminum susu secara teratur melindungi aterosklerosis (pengapuran dinding pembuluh darah
arteri), mencegah kanker, dan meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit, terutama penyakit
jantung. Dalam blog Health is Kesehatan juga diungkapkan manfaat meminum susu sapi, yaitu: Di dalam
susu terkandung vitamin B2 dan vitamin A, selain protein juga terdapat macam-macam asam amino yang
penting untuk pertumbuhan tubuh. Sekarang, susu sapi dijuluki sebagai bahan makanan dengan
kandungan vitamin lengkap, juga sebagai darah putih yang membantu kesehatan tubuh manusia.
Dengan mengkonsumsi minimal segelas setiap hari, maka Anda akan mendapatkan banyak manfaat
susu bagi tubuh, Seperti : Kandungan potassiumnya dapat menggerakan dinding pembuluh darah
sehingga mampu menjaganya agar tetap stabil. Sehingga Anda jauh dari penyakit darah tinggi serta
penyakit jantung. Kandungan yodium, seng dan leticin-nya dapat meningkatkan secara drastis
keefisiensian kerja otak besar. Zat besi, tembaga dan vitamin A dalam susu mempunyai fungsi terhadap
kecantikan, yaitu dapat mempertahankan kulit agar tetap bersinar. Kandungan tyrosine dalam susu
dapat mendorong hormon kegembiraan dan membuat tidur seseorang menjadi lebih nyenyak. Kalsium
susu dapat menambah kekuatan tulang, mencegah tulang menuyusut dan patah tulang. Kandungan
magnesium dalam susu dapat membuat jantung dan sistem syaraf tahan terhadap kelelahan.
Kandungan Seng pada susu sapi dapat menyembuhkan luka dengan cepat. Kandungan vitamin B2 di
dalam susu sapi dapat meningkatkan ketajaman penglihatan. Apapun susu pilihan Anda, baik susu sapi
maupun susu kedelai, pastikan bahwa Anda mengkonsumnya dalam jumah yang cukup dan pas.
Sehingga manfaat susu kedelai atau susu sapi bisa benar-benar dirasakan oleh tubuh. Tapi menurut Da
Zhong Jian Kang Wang, orang-orang yang mengkonsumsi segelas susu setiap harinya minimal
mendapat 11 macam manfaat dari susu : 1. Susu mengandung potassium, yang dapat menggerakan
dinding pembuluh darah pada saat tekanan darah tinggi untuk menjaganya agar tetap stabil, mengurangi
bahaya akibat apopleksi, juga dapat mencegah penyakit darah tinggi dan penyakit jantung. 2. Dapat
menetralisir racun seperti logam, timah dan cadmium dari bahan makanan lain yang diserap oleh tubuh.
3. ASI (Air Susu Ibu) dan kandungan lemak di dalamnya dapat memperkuat daya tahan fungsi syaraf,
mencegah pertumbuhan tumor pada sel tubuh. 4. Kandungan tyrosine dalam susu dapat mendorong
hormon kegembiraanunsur serum dalam darah tumbuh dalam skala besar. 5. Kandungan yodium, seng
dan leticin dapat meningkatkan secara drastis keefisiensian kerja otak besar. 6. Zat besi, tembaga dan
vitamin A dalam susu mempunyai fungsi terhadap kecantikan, yaitu dapat mempertahankan kulit agar
tetap bersinar. 7. Kalsium susu dapat menambah kekuatan tulang, mencegah tulang menuyusut dan
patah tulang. 8. Kandungan magnesium dalam susu dapat membuat jantung dan sistem syaraf tahan
terhadap kelelahan. 9. Kandungan Seng pada susu sapi dapat menyembuhkan luka dengan cepat. 10.
Kandungan vitamin B2 di dalam susu sapi dapat meningkatkan ketajaman penglihatan. 11. Minum susu
sebelum tidur dapat membantu tidur. [3] Bagi orang tua yang melakukan diet untuk mengurangi konsumsi
lemak dapat meminum susu rendah lemak (low fat milk). Yang penting diingat adalah bagaimana
melakukan pengolahan sehingga tidak merusak komposisi dan struktur kimia susu sehingga daya
cernanya tetap mendekati 100% dan tetap dapat dikategorikan sebagai susu yang bersih dan sehat
seperti yang dikehendaki pemanfaatannya oleh Sang Pencipta Alam Semesta.[4] Lebih lanjut Ratmawati

Malaka mengungkapkan bahwa kandungan susu sapi dengan ASI, berikut ini adalah perbedaannya:
Berturut-turut untuk susu sapi dan ASI adalah kalori 66 dan 72 (kkal); protein 3,2 dan 1,1 (g); lemak 3,7
dan 4,2 (g); laktosa 4,6 dan 7,0 (g), zat besi 0,1 dan 0,05 (mg); kalsium 120 dan 25 (mg); vitamin A 100
dan 250 (IU). (http://metronews.fajar.co.id/read/97469/19/index.php, diakses pada Rabu, 28 Maret 2012
6:50:34 AM). BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Susu adalah satu nikmat yang sangat besar nilainya
dalam kehidupan manusia. Kebutuhan gizi manusia -khususnya anak kecil- sangat bergantung pada
kandungan nutrisi dan gizi yang ada dalam susu. Susu merupakan mukjizat yang Allah tanamkan dalam
tubuh binatang ternak. Keterangan mengenai hal ini telah diulas oleh Al Quran, jauh sebelum ilmu
pengetahuan modern mampu menganalisisnya. Ulasan dalam Al Quran itu berisi tentang proses
pembentukan susu, sebagai berikut:Pertama-tama setelah binatang ternak mengunyah makanannya,
makanan tersebut akan sampai ke lambung dan diolah nutrisinya. Sesudahnya makanan yang tersisa
dan tak bernutrisi akan disalurkan ke saluran pembuangan, sementara nutrisi akan disalurkan ke dalam
aliran darah. Terakhir, darah yang mengandung nutrisi ini akan melewati kantung proses kedua. Dengan
demikian, maka dipahami bahwa pada proses pertama air susu terproduksi dari proses yang ada antara
darah dan saluran pembuangan. Hal inilah yang ditekankan dan disebutkan dalam Al Quran surat An
Nahl ayat 66 sebelum ilmu pengetahuan mampu membuat kesimpulan ini. Kini banyak sekali manfaat
yang ditemukan dari susu. Antara lain untuk memperkuat pencegahan penyakit kanker tulang, mencegah
gangguan memori. Al Quran menyebutkan, Dan diantara kalian ada yang diwafatkan dan (adapula)
diantara kalian yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun
yang dahulunya telah diketahuinya.... (QS. Al-Hajj: 5). Sedangkan Rasulullah saw mengatakan,
Tidaklah Allah swt menurunkan penyakit kecuali diturunkan pula obat untuk penyakit itu. Dan Allah
menjadikan susu sebagai obat untuk memperkuat memori otak, khususnya bagi kalangan orang tua.
Sekarang kita perhatikan firman Allah swt, Sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat
pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang
bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya. (QS. An-Nahl:
66). Minuman susu memberi ibrah pada kita untuk dikaji keutamaannya. Dan bahkan proses
pembuatannya. Sapi, kambing, unta dan domba, semuanya diciptakan Allah dengan memiliki organ tubuh
yang sangat kompleks untuk pembuatan susu. Dan itu menunjukkan kebesaran Allah swt Yang
Menciptakannya. Kita mengatakan, sebagaimana firman Allah swt, Dan katakanlah: Segala puji bagi
Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kekuasaan-Nya, maka kamu akan
mengetahuinya. Dan Tuhanmu tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan. (QS. An-Naml: 93). Dan ada
berjuta manfaat dari susu sapi yang lainnya, sebagian telah kami jelaskan pada bab sebelumnya. B.
Saran Demikianlah makalah ini kami susun. Semoga dapat bermanfaat dan menjadi sarana untuk
memperkaya khazanah ilmu pengetahuan kita khususnya tentang pemahaman kita mengenai ayat-ayat
al qur an terutama mengenai mujizat susu sapi yang ternyata sangat besar manfaatnya. DAFTAR
PUSTAKA Al Maraghy, Ahmad Mustafa, Tafsir al Maraghy, jilid 5, Dar al Fikr, Mesir: 1974 Al Mahally,
Jalaluddin; Jalaluddin as Suyuti, Tafsir Jalalain, al Hidayah, Surabaya: tanpa tahun terbit Departemen
Agama RI, Tafsir al Hidayah, Kalim, Tangerang: 2010 Health is Kesehatan, Kandungan Dan Manfaat
susu Sapi, (http://healthiskesehatan.blogspot.com/2011/01/kandungan-dan-manfaat-susu-sapi. html
Diakses pada rabu, 28 maret 2012 pukul 07. 15) Ratmawati Malaka Susu Sapi Segar, Minuman Sehat
Untuk Segala Umur, Fajar.Com, (http://metronews.fajar.co.id/read/97469/19/index.php), diakses pada
Rabu, 28 Maret 2012 6:50:34 AM Tim Biologi A IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Susu Pada Binatang
Ternak Biologi A IAIN Syekh Nurjati Cirebon, http://www.bioa-iainsnj.com/bioa/berita-138-susu-padabinatang-ternak.html, diakses pada rabu, 25 Mei 2012 pukul 20:32:56 [1] Tim Biologi A IAIN Syekh Nurjati
Cirebon, Susu Pada Binatang Ternak Biologi A IAIN Syekh Nurjati Cirebon, http://www.bioaiainsnj.com/bioa/berita-138-susu-pada-binatang-ternak.html, diakses pada rabu, 25 Mei 2012 pukul
20:32:56 [2] ibid [3]Health is Kesehatan, Kandungan Dan Manfaat susu Sapi,
(http://healthiskesehatan.blogspot.com/2011/01/kandungan-dan-manfaat-susu-sapi. html Diakses pada
rabu, 28 maret 2012 pukul 07. 15) [4] Ratmawati Malaka Susu Sapi Segar, Minuman Sehat Untuk

Segala Umur, Fajar.Com, (http://metronews.fajar.co.id/read/97469/19/index.php), diakses pada Rabu, 28


Maret 2012 6:50:34 AM

http://proses-susu-sapi.blogspot.com/

pemeliharaan unggas.
Panjang gelombang ATAU WARNA CAHAYA
Penelitian telah menunjukkan bahwa warna cahaya dapat memiliki efek yang berbeda banyak pada
perilaku, pertumbuhan dan reproduksi pada unggas. Burung merasakan cahaya melalui mata mereka
(fotoreseptor retina) dan melalui sel-sel fotosensitif di dalam otak (fotoreseptor ekstra-retina). Karena
panjang gelombang cahaya (terhadap akhir merah spektrum) menembus kulit dan tengkorak lebih
efisien dari panjang gelombang pendek, telah diamati bahwa pertumbuhan dan perilaku yang terkait
dengan photoreception retina (dan panjang gelombang lebih pendek) sedangkan reproduksi telah
dikaitkan dengan ekstra -fotoreseptor retina. Dari pengamatan ini telah dilaporkan bahwa cahaya biru
memiliki efek menenangkan pada burung, bagaimanapun, merah telah digunakan untuk mengurangi
kanibalisme dan memilih bulu. Ini juga telah menunjukkan bahwa cahaya biru-hijau merangsang
pertumbuhan ayam sementara oranye-merah merangsang reproduksi. Burung memiliki berpigmen
tetesan minyak pada sel-sel kerucut mereka yang sesuai dengan puncak sensitifitas 415 nm, ungu, 460
nm, biru, 510 nm, hijau, dan 560 nm, kuning untuk burung muda dengan puncak pada 580 nm, jeruk
untuk orang dewasa. Baru-baru ini, telah ditunjukkan bahwa lensa burung adalah transparan kepada
cahaya dalam rentang UVA (320-400 nm). Namun, mereka mungkin melihat kecerahan warna yang
berbeda dari manusia. Fakta-fakta yang penting untuk diingat ketika memilih sumber cahaya untuk
menerangi unggas.
Industri pencahayaan menggunakan empat metode untuk menggambarkan warna cahaya tetapi hanya
satu yang benar-benar berlaku untuk memilih pencahayaan untuk unggas, Kromatisitas. Kromatisitas
adalah ukuran dari kehangatan sumber cahaya's (cahaya hangat) atau dingin (cahaya dingin) dinyatakan
dalam derajat Kelvin. Skala berlangsung dari tahun 2000 sampai 7000K. Kromatisitas nilai 4000K dan
lebih tinggi dianggap keren (kebanyakan biru muda), orang di sekitar 3500K atau 3600K disebut
"seimbang" atau "netral" dan orang-orang sekitar 3000K atau lebih rendah dianggap hangat (lebih lampu
merah). Seorang sebutan suhu warna benar-benar akurat hanya untuk sebuah lampu pijar karena
menghasilkan suatu spektrum kontinu. Fluorescent dan HID (intensitas tinggi debit; HP Natrium dan
Metal Halide lampu) lampu yang dikatakan memiliki "berkorelasi" (jelas) temperatur warna dan dengan
demikian selalu dijelaskan dengan menggunakan istilah korelasi suhu warna (CCT) (Knisley, 1990).

http://pitiqbauwangi.blogspot.com/2011/03/cahaya-merupakan-aspekpenting-dari.html

Вам также может понравиться