Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
LAPORAN LENGKAP
PEMERIKSAAN FUNGSI HATI
Oleh :
KELOMPOK 9
GOLONGAN RABU PAGI
MAKASSAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Penyakit hati di Indonesia umumnya masih tergolong tinggi.Berdasarkan
laporan, penderita penyakit dalam yang dirawat di beberapa rumah sakit
sentra pendidikan, Umumnya penyakit hati menempati urutan ketiga setelah
penyakit infeksi dan paru. Bila ditinjau pola pe nyakit hati yang dirawat
tampak umumnya mempunyai urutan sebagai berikut: hepatitis virus akut,
sirosis hati, kanker hati, abses hati. Dari data tersebut ternyata sirosis hati
menem pati urutan kedua Sirosis hati dengan komplikasinya merupakan
masalah kesehatan yang masih sulit diatasi di Indonesia.Hal ini ditandai
dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi.
Dalam situs Hepatitis Foundation International disebutkan, lever bertindak
sebagai mesin tubuh, dapur, penyaring, pengolah makanan, pembuangan
sampah, dan malaikat pelindung. Masalahnya, hati merupakan teman yang
pendiam. Manakala ada sesuatu yang salah, ia tidak mengeluh hingga terjadi
kerusakan lebih jauh.
Hati juga menyimpan beberapa vitamin, mineral (termasuk zat besi), dan gula,
mengatur penyimpanan lemak dan mengontrol produksi serta ekskresi
kolesterol. Empedu yang dihasilkan oleh sel hati membantu mencerna
makanan
dan
menyerap
zat
gizi
penting.
Juga
menetralkan
dan
hati yang rutin sangat baik untuk memastikan agar organ ini dapat terus
bekerja secara maksimal.
2. Rumusan masalah
1. Biomarker apa saja yang digunakan unruk mengukur pemeriksaan fungsi
hati?
2. Bagaimana cara untuk melakukan pemeriksaan fungsi hati?
3. Bagaimana caranya mengimpretasikan hasil pemeriksaan fungsi hati
3. Tujuan penulisan
1. Dapat mengetahui biomarker apa yang digunakan dalam pemeriksaan
fungsi hari
2. Dapat mengetahui cara-cara pemeriksaan fungsi hati
3. Dapat mengetahui cara meimpretasikan hasil pemeriksaan pemeriksaan
fungsi hati
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi dan fisiologi hati
a. Anatomi
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga
perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan
orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya
akan persediaan darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang
dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Lobus kanan hati lebih besar dari
lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus
caudatus, dan lobus quadratus.
Untuk mengetahui perbedaan bentuk hati normal dan tidak normal dapat
dilihat pada gambar berikut :
Anatomi Hati
Hati Normal
Kanker Hati
sedangkan nutrien akan ditimbun atau dibentuk zat baru, dimana zat tersebut
akan disekresikan ke peredaran darah tubuh.
b. Fisiologi Hati
Fungsi utama hati yaitu :
a. Untuk metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. Bergantung kepada
kebutuhan tubuh, ketiganya dapat saling dibentuk.
b. Untuk tempat penyimpanan berbagai zat seperti mineral (Cu,
Fe) serta vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A,D,E, dan K), glikogen
dan berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan dari tubuh (contohnya :
pestisida DDT).
c. Untuk detoksifikasi dimana hati melakukan inaktivasi hormon dan
detoksifikasi toksin dan obat.
d. Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit, dan leukosit yang sudah tua
atau rusak.
e. Untuk sekresi, dimana hati memproduksi empedu yang berperan dalam
emulsifikasi dan absorbsi lemak
2. pemeriksaan fungsi hati
Pemeriksaan terhadap fungsi hati secara umum meliputi Alanine aminotransferase
(ALT), Aspartarte aminotransferase (AST), Alkaline phosphatase (ALP), Gamma
glutamyl transferase (GGT atau Gamma GT), Bilirubin, Albumin, pemeriksaan massa
prothrombin (PT) dan International Normalised Ratio (INR). Masing-masing
pemeriksaan tersebut menjadi petunjuk untuk mengetahui apakah ada masalah pada
fungsi hati atau tidak. Hasil yang ingin diketahui dari pemeriksaan yang telah
disebutkan sebelumnya adalah:
1.Fosfatase Alkali
Fosfatase alkali (alkaline phosphatase, ALP) merupakan enzim yang diproduksi
terutama oleh epitel hati dan osteoblast (sel-sel pembentuk tulang baru); enzim ini
juga berasal dari usus, tubulus proksimalis ginjal, plasenta dan kelenjar susu yang
sedang
membuat
air
susu.
Fosfatase
alkali
disekresi
melalui
saluran
SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim yang
banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi
hepatoseluler.Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal
dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada
SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis
didapat sebaliknya.
SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, secara
semi otomatis atau otomatis. Nilai rujukan untuk SGPT/ALT adalah :
Laki-laki : 0 - 50 U/L
Perempuan : 0 - 35 U/L
Masalah Klinis
Kondisi yang meningkatkan kadar SGPT/ALT adalah :
Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosis hati
(toksisitas obat atau kimia)
Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif, sumbatan
empedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark miokard (SGOT>SGPT)
Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec, sirosis
biliaris.
Faktor yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium :
Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan
kadar
Trauma pada proses pengambilan sampel akibat tidak sekali tusuk kena dapat
meningkatkan kadar
Hemolisis sampel
Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (klindamisin, karbenisilin,
eritromisin, gentamisin, linkomisin, mitramisin, spektinomisin, tetrasiklin), narkotika
SGOT atau juga dinamakan AST (Aspartat aminotransferase) merupakan enzim yang
dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai
pada otot rangka, ginjal dan pankreas.Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah,
kecuali jika terjadi cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke
dalam sirkulasi. Pada infark jantung, SGOT/AST akan meningkat setelah 10 jam dan
mencapai puncaknya 24-48 jam setelah terjadinya infark. SGOT/AST akan normal
kembali setelah 4-6 hari jika tidak terjadi infark tambahan.
Kadar SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung lainnya,
seperti CK (creatin kinase), LDH (lactat dehydrogenase). Pada penyakit hati,
kadarnya akan meningkat 10 kali lebih dan akan tetap demikian dalam waktu yang
lama.
SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi
otomatis
menggunakan
fotometer,
spektrofotometer,
atau
secara
otomatis
dihentikan. Tes gamma-GT dipandang lebih sensitif daripada tes fosfatase alkalis
(alkaline phosphatase, ALP).
Metode pemeriksaan untuk tes GGT adalah spektrofotometri atau fotometri, dengan
menggunakan
spektrofotometer/fotometer
atau
alat
kimia
otomatis.Bahan
BILIRUBIN
Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin
dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20%
bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel membuat bilirubin
tidak larut dalam air; bilirubin yang disekresikan dalam darah harus diikatkan kepada
albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati.
Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan itu dan mengkonjugasinya dengan asam
glukoronat sehingga bersifat larut air. Proses konjugasi ini melibatkan enzim
glukoronitransferase.
Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke saluran
empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya
menjadi urobilinogen dan dibuang melalui feses serta sebagian kecil melalui urin.
Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi
membentuk azobilirubin (reaksi van den Bergh). Karena itu sering dinamakan
bilirubin direct atau bilirubin langsung.
Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang
terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain
sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirect atau bilirubin tidak
langsung.
Peningkatan kadar bilirubin direct menunjukkan adanya gangguan pada hati
(kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi
tidak dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan
terabsorbsi ke dalam aliran darah. Peningkatan kadar bilirubin indirect sering
dikaitkan dengan peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit
hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis.
Peningkatan destruksi eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan kunjugasi dan
ekskresi ke saluran empedu sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin indirect.
Hati bayi yang baru lahir belum berkembang sempurna sehingga jika kadar bilirubin
yang ditemukan sangat tinggi, bayi akan mengalami kerusakan neurologis permanen
yang lazim disebut kenikterus. Kadar bilirubin (total) pada bayi baru lahir bisa
mencapai 12 mg/dl; kadar yang menimbulkan kepanikan adalah > 15 mg/dl. Ikterik
kerap nampak jika kadar bilirubin mencapai > 3 mg/dl. Kinikterus timbul karena
bilirubin yang berkelebihan larut dalam lipid ganglia basalis.
Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin direct.
Sedangkan bilirubin indirect diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan
bilirubin direct. Metode pengukuran yang digunakan adalah fotometri atau
spektrofotometri yang mengukur intensitas warna azobilirubin.
Nilai rujukan
Dewasa ; total : 0.1 -1.2 mg/dl. direct : 0.1-0.3 mg/dl, Indirect: 0.1-1.0 mg/dl
Anak : total : 0.2-0.8 m/dl, indirect : sama dengan dewasa
Bayi baru lahir : 1-12 mg/dl, indirect : sama dengan dewasa
Masalah Klinis
Bilirubin Total, direct
Peningkatan kadar : ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma,hepatitis, sirosis
hati, mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson. Pengaruh
obat : antibiotic (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin, linkomisin,
oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat antituberkulosis ( asam para-aminosalisilat,
isoniazid), alopurinol, diuretic (asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran,
diazepam (valium), barbiturate, narkotik (kodein, morfin, meperidin), flurazepam,
indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin, prokainamid, steroid, kontrasepsi
oral, tolbutamid, vitamin A, C, K.
Penurunan kadar : anemia defisiensi besi. Pengaruh obat : barbiturate, salisilat
(aspirin), penisilin, kafein dalam dosis tinggi.
Bilirubin indirect
Peningkatan kadar : eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria,
anemia
pernisiosa,
septicemia,
anemia
hemolitik,
talasemia,
CHF, sirosis
Secara umum hepatitis disebabkan oleh virus. Beberapa virus yang telah
ditemukan sebagai penyebabnya, berikut ini.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Hepatitis F (HFV)
7)
Hepatitis G (HGV)
Namun dari beberapa virus penyebab hepatitis, penyebab yang paling dikenal
adalah HAV (hepatitis A) dan HBV (hepatitis B). Kedua istilah tersebut lebih disukai
daripada istilah lama yaitu hepatitis infeksiosa dan hepatitis serum, sebab kedua
penyakit ini dapat ditularkan secara parental dan nonparental (Price dan Wilson,
2005). Hepatitis pula dapat disebabkan oleh racun, yaitu suatu keadaan sebagai
bentuk respons terhadap reaksi obat, infeksi stafilokokus, penyakit sistematik dan
juga bersifat idiopatik.
3.
Patofisiologi
Perubahan morfologi yang terjadi pada hati, seringkali mirip untuk berbagai
virus yang berlainan. Pada kasus yang klasik, hati tampaknya berukuran besar dan
berwarna normal, namun kadang-kadang ada edema, membesar dan pada palpasi
terasa nyeri di tepian.
Secara histologi terjadi kekacauan susunan hepatoselular, cedera dan nekrosis
sel hati dalam berbagai derajat, dan peradangan periportal. Perubahan ini bersifat
reversibel sempurna bila fase akut penyakit mereda. Namun pada beberapa kasus
nekrosis, nekrosis submasif atau masif dapat menyebabkan gagalhati fulminan dan
kematian (Price dan Daniel, 2005)
4. Penatalakasanaan Gizi
1. Energi tinggi untuk mencegah pemecahan protein, yang diberikan bertahap
sesuai kemampuan pasien, yaitu 40-45 kkal/Kg BB.
2.
Lemak cukup, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total, dalam bentuk
yang mudah dicerna atau dalam bentuk emulsi. Bila pasien mengalami
steatorea, gunakan lemak dengan asam lemak rantai sedang. Pemberian
lemak sebanyak 45 Kg dapat mempertahankan fungsi imun dan proses
sintesis lemak.
3. Protein agak tinggi, yaitu 1.25-1.5 g/Kg BB agar terjadi anabolisme
protein. Asupan minimal protein 0.8-1g/Kg BB, protein nabati memberikan
keuntungan karena kandungan serat yang dapat mempercepat pengeluaran
amoniak melalui feses.
4. Vitamin dan mineral diberikan sesuai dengan tingkat defisiensi. Bila perlu,
diberikan suplemen vitamin B kompleks, C, dan K serta mineral Zn dan Fe
bila ada anemia.
5. Natrium diberikan rendah, tergantung tingkat edema dan asites. Bila pasien
6.
7.
B.
Hati (liver) sebagaimana diketahui adalah organ di bagian kanan atas perut yang
a.
b.
c.
d.
e.
alcohol steato-hepatitis.
Reaksi parah terhadap obat dan jamu tertentu (Brandt dan Muckadell, 2005).
Beberapa racun dan polusi lingkungan.
Infeksi tertentu yang disebabkan bakteri dan parasit.
Gagal jantung parah yang dapat menyebabkan tekanan balik darah di hati.
i.
3.
tubuh).
Patofisiologi
Pada kondisi normal, hati merupakan sistem filtrasi darah yang menerima darah
yang berasal dari vena mesenterika, lambung, limfe, dan pankreas masuk melalui
arteri hepatika dan vena porta. Darah masuk ke hati melalui triad porta yang terdiri
dari cabang vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu. Kemudian masuk ke
dalam ruang sinusoid lobul hati. Darah yang sudah difilter masuk ke dalam vena
sentral kemudian masuk ke vena hepatik yang lebih besar menuju ke vena cava
inferior.
Pada sirosis, adanya jaringan fibrosis dalam sinusoid mengganggu aliran darah
normal menuju lobul hati menyebabkan hipertensi portal yang dapat berkembang
menjadi varises dan asites. Berkurangnya sel hepatosit normal pada keadaan sirosis
menyebabkan berkurangnya fungsi metabolik dan sintetik hati. Hal tersebut dapat
memicu terjadinya ensefalopati hepatik dan koagulopati
4.
Penatalaksanaan Gizi
1.
Energi tinggi untuk mencegah pemecahan protein
2.
Lemak cukup, yaitu 20-25% dari kebutuhan total
3.
Protein agak tinggi, yaitu 1,25-1,5% g/kg BB
4.
Vitamin dan mineral diberikan sesuai dengan tingkat defisiensi
5.
Nartium diberikan rendah
6.
Cairan diberikan lebih dari biasa
7.
Bentuk makanan lunak
C. Kolelitiasis
1.
Pengertian
Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini
mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus
choledochus (choledocholithiasis).
Kolesistitis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana
terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki
ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada
individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor
resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
Sinonimnya adalah batu empedu,gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis
dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung
empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip
batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
2.
Etiologi
a. Obstruksi duktus sistikus dengan distensi dan iskemia vesika bilaris.
Sumbatan batu empedu pada duktus sistikus menyebabkan distensi kandung
empedu dan gangguam aliran darah dan limfe, bakteri komensal kamudian
berkembang biak
b. Cedera kimia (empedu) dan atau mekanik (batu empedu) pada mukosa
c. Infeksi bakteri
Adanya kuman seperti E. Coli, Salmonela typhosa, cacing askaris, atau karena
3.
Penatalaksanaan Gizi
Syarat diet pada kandung empedu ini adalah lemak rendah untuk mengurangi
kontraksi kandung empedu, di mana lemak diberikan dalam bentuk mudah dicerna.
Kalori, protein dan karbohidrat cukup dan bila terlalu gemuk, jumlah kalori
dikurangi. Makanan ini juga mengandung vitamin tinggi, terutama yang larut dalam
lemak, mineral cukup, serta cairan tinggi untuk membantu pengeluaran kuman atau
sisa metabolisme dan mencegah dehidrasi. Makanan tidak merangsang dan diberikan
dalam porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi rasa kembung.
D. Kolesistitis
1.
Pengertian
Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang merupakan inflamasi akut
dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas
badan.
Kolesistitis akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya
merupakan akibat dari batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara tiba-tiba
menyebabkan serangan nyeri yang luar.
Kolesistitis kronik adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu, yang
ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat.
2.
Etiologi
a. Batu Empedu
Sifat kolesterol yang larut lemak dibuat menjadi larut air dengan cara
agregasi melalui garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama ke dalam
empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu
(supersaturasi), kolesterol tidak lagi terdispersi sehingga menjadi penggumpalan
menjadi kristal kolesterol monohidrat padat. Sumbatan batu empedu pada duktus
sistikus menyebabkan distensi kandung empedu dan gangguan aliran darah dan
limfe, bakteri komensal kemudian berkembang biak sehingga mengakibatkan
inflamasi pada saluran kandung empedu.
b. Pembedahan (terjadi perubahan fungsi)
Dapat terjadi sebagai akibat dari jejas kimiawi oleh sumbatan batu empedu
yang menhadi predisposisi terjadinya infeksi atau dapat pula terjadi karena
adanya ketidakseimbangan komposisi empedu seperti tingginya kadar garam
empedu atau asam empedu, sehingga menginduksi terjadinya peradangan akibat
jejas kimia.
c. Infeksi
Sudah jelas jika terjadi pembentukan batu empedu akan terjadi infeksi
dengan adanya bakteri seperti E. coli, Salmonela thyposa, cacing askaris atau
karena pengaruh enzim-enzim pankreas karena sistem saliran empedu adalah
sistem drainase yang membawa empedu dari hati dan kandung empedu ke daerah
dari usus kecil yang disebut duodenum.
d. Luka Bakar
f.
empedu.
Trauma Abdomen
Trauma abdomen adalah suatu keadaan klinik akibat kegawatan di rongga
abdomen biasanya timbul secara mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama
yang memerlukan penanganan segera. Hal ini bisa disebabkan karena pertama
3.
dan memekatkan cairan yang ada di dalamnya dengan cara mengarbsobsi air dan
elektrolit. Airan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilakn oleh sel hati.
Pada individu normal, cairan empedu mengalir ke kandung empedu pada saat katup
Oddi tertutup. Dalam kandung empedu, cairan empedu dipekatkan dengan
mengarbsobsi air. Derajat pemekatannya diperlihatkan oleh peningkatan konsentrasi
zat-zat padat.
Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Perubahan
metabolisme disebabkan oleh perubahan susunan empedu, statis empedu, dapat
menyebabkan infeksi kandung empedu. Jika pengobatan tertunda atau tidak tersedia,
dalam beberapa kasus kandung empedu menjadi sangat terinfeksi dan bakan gangren.
Hal ini dapat mengakibatkan keracnunan darah (septikemia), yang sangat serius dan
dapat mengancam hidup. Mungkin komplikasi lain termasuk kantong empedu dapat
perforasi (pecah), atau fistula (saluran) bisa terbentuk antara kandung empedu dan
usus sebagai akibat dai perdangan lanjutan.
4.
Penatalaksanaan Gizi
1.
Memberikan energy sesuai dengan kebutuhan
2.
Memberikan protein tinggi 20%
3.
Memberikan rendah lemak 15%
4.
Memberikan KH cukup
5.
Memberikan cukup vitamin dan mineral
6.
Cukup serat
7.
Hindari makanan yang bias membuat kembung
BAB III
METODE KERJA
1. Alat
Alat yang digunakan adalah jarum, terniquet,sentrifuge,humalyzer,fotosentris,tabung
sentrifuge,kuvet,pipet mikron, dan tabung vacutainer
2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, plaster,serum, reagen enxim dan reagen
substrat
3. Prosedur kerja
a. Sgot dan sgpt
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Spesimen sebanyak 100 l dimasukkan kedalam kuvet dengan menggunakan
mikropipet
3. Reagen Baffer ditambahkan sebanyak 1000 l, dicampur dalam kuvet
4. Inkubasi selama 5 menit pada subu 370 C
5. Ditambahakan reagen substrat sebanyak 250 l dikuvet
6. Diinkubasi 1 menit pada suhu 370 C
7. Ukur
b. ALP
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Spesimen sebanyak 20 l dimasukkan kedalam kuvet dengan menggunakan
mikropipet
3. Reagen Baffer ditambahkan sebanyak 1000 l, dicampur dalam kuvet
4. Inkubasi selama 1 menit pada subu 250 C
5. Ditambahakan reagen substrat sebanyak 250 l dikuvet
6. Diinkubasi 1 menit pada suhu 250 C
7. Ukur
c. Bilirubin total
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Reagen sebanyak 1000 l dimasukkan kedalam kuvet dengan menggunakan
mikropipet
3. Ditambahkan reagen T-Nitrit sebanyak 1 tetes dicampur dalam kuvet
4. Inkubasi selama 5 menit pada subu 250 C
5. Ditambahakan sampel sebanyak 100 l dikuvet
6. Diinkubasi 10 menit pada suhu 250 C
7. Ukur
d. Bilirubun direct
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Reagen sebanyak 1000 l dimasukkan kedalam kuvet dengan menggunakan
mikropipet
3. Ditambahkan reagen D-Nitrit sebanyak 1 tetes dicampur dalam kuvet
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. HASIL
Jenis Pemeriksaan
Bilirubin total
Bilirubin direct
SGOT
SGPT
Albumin
Hasil
0,668 mg/dL
11,64 mg/dL
32,24 mg/dL
8,878 mg/L
49,28 g/L
Nilai Rujukan
0,2-0,9 mg/ml
0,1-0,4 mg/100ml
5-40 unit/ml
5-35 unit/ml
3,0-51 mg/ml
IV.2. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini dilakukan analisis fungsi hati yang bertujuan untuk
memeriksa fungsi hati dan menginterpretasikan hasil yang diperoleh.Berbagai
penyakit dan infeksi daoat menyebabkan kerusakan akut maupun kronik pada hati
yang dapat menyebabkan peradangan, luka, sumbatan saluran empedu, keainan
pembekuan darah, dan disfungsi.Pemeriksaan dini penting dengan diagnosa lebih
awal guna meminimalisir kerusakan dan menyelamatkan fungsi hati.Seperti
ukurannya yang besar, hati juga mempunyai peranan besar dan memiliki lebih dari
500 fungsi. Berikut fungsi utama hati :
1. Menampung darah
2. Membersihkan darah untuk melawan infeksi
3. Memproduksi dan mensekresikan empedu
4. Membantu menjaga kesimbangan glukosa darah
5. Membantu metabolisme lemak
6. Membantu metabolisme protein , vitamin, dan mineral
7. Menetralisir zat-zat bercak dalam tubuh
Dari hasil pemeriksaan lab diketahui bahwa nilai SPGT dan SPOT dari
probandus berada pada rentang yang normal yang menandakan bahwa tidak ada
kerusakan pada hati. Jika kadar SGOT/SGPT dalam plasma meningkat menandakan
bahwa tidak ada kerusakan pada hati. Jika kadar SGOT/SGPT dalam plasma
meningkat menandakan bahwa terjadi kerusakan pada hati.
Pada probandus yang didapatkan nilai albumin dan bilirubin total berada
dalam rentang normal. Tingginya kadar bilirubin dalam darah dapat menandakan
bahwa hati tidak mampu lagi untuk bekerja sehingga menyebabkan kadar bilirubin
banyak dalam darah sehingga menyebabkan kadar bilirubin banyak dalam darah
sehingga menyebabkan terjadinya penyakit kuning.
BAB V
PENUTUP
V.1 KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang dilakukan diketahui bahwa bahwa nilai SPGT dan
SPOT dari probandus berada pada rentang yang normal yang menandakan bahwa
tidak ada kerusakan pada hati dan nilai albumin dan bilirubin total berada dalam
rentang normal.
V.2 SARAN
Sebaiknya lebih berhati-hati dalam melakukan pemeriksaan agar hasil yang
didapatkan juga sesuai
Daftar Pustaka
1. Dib, N., Oberti, F., Cales, P., 2006. Current management of the complications of
portal hypertension : Variceal bleeding and ascites. CMAJ
2. Brandt, Carl. J dan Ove Schaffalitzky de Muckadell. 2005. Cirrhosis of the Liver.
3. Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
4. Sease, J.M., Timm, E.G., and Stragano, J.J., 2008. Portal hypertension and
cirrhosis. In: J.T. Dipiro, R.L. Talbert, G.C Yee, G.R. Matzke, B.G. Wells, and
L.M. Posey (Eds.). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Ed. 7th,
New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.