Вы находитесь на странице: 1из 27

LABORATORIUM KIMIA KLINIK

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN LENGKAP
PEMERIKSAAN FUNGSI HATI

Oleh :
KELOMPOK 9
GOLONGAN RABU PAGI

MAKASSAR
2016

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Penyakit hati di Indonesia umumnya masih tergolong tinggi.Berdasarkan
laporan, penderita penyakit dalam yang dirawat di beberapa rumah sakit
sentra pendidikan, Umumnya penyakit hati menempati urutan ketiga setelah
penyakit infeksi dan paru. Bila ditinjau pola pe nyakit hati yang dirawat
tampak umumnya mempunyai urutan sebagai berikut: hepatitis virus akut,
sirosis hati, kanker hati, abses hati. Dari data tersebut ternyata sirosis hati
menem pati urutan kedua Sirosis hati dengan komplikasinya merupakan
masalah kesehatan yang masih sulit diatasi di Indonesia.Hal ini ditandai
dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi.
Dalam situs Hepatitis Foundation International disebutkan, lever bertindak
sebagai mesin tubuh, dapur, penyaring, pengolah makanan, pembuangan
sampah, dan malaikat pelindung. Masalahnya, hati merupakan teman yang
pendiam. Manakala ada sesuatu yang salah, ia tidak mengeluh hingga terjadi
kerusakan lebih jauh.
Hati juga menyimpan beberapa vitamin, mineral (termasuk zat besi), dan gula,
mengatur penyimpanan lemak dan mengontrol produksi serta ekskresi
kolesterol. Empedu yang dihasilkan oleh sel hati membantu mencerna
makanan

dan

menyerap

zat

gizi

penting.

Juga

menetralkan

dan

menghancurkan substansi beracun serta memetabolisme alkohol, membantu


menghambat infeksi, dan mengeluarkan bakteri dari aliran darah. Sehinga
dapat dibayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada
hati.
Sehingga Pemeriksaan fungsi hati merupakan salah satu pemeriksaan yang
sering dilakukan. Adapun tes fungsi hati yang sering digunakan menggunakan
indikator pengukuran SGOT,SGPT,ALP,albumin, dan bilirubin.Pemeriksaan

hati yang rutin sangat baik untuk memastikan agar organ ini dapat terus
bekerja secara maksimal.
2. Rumusan masalah
1. Biomarker apa saja yang digunakan unruk mengukur pemeriksaan fungsi
hati?
2. Bagaimana cara untuk melakukan pemeriksaan fungsi hati?
3. Bagaimana caranya mengimpretasikan hasil pemeriksaan fungsi hati
3. Tujuan penulisan
1. Dapat mengetahui biomarker apa yang digunakan dalam pemeriksaan
fungsi hari
2. Dapat mengetahui cara-cara pemeriksaan fungsi hati
3. Dapat mengetahui cara meimpretasikan hasil pemeriksaan pemeriksaan
fungsi hati

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi dan fisiologi hati
a. Anatomi
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga
perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan
orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya
akan persediaan darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang
dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Lobus kanan hati lebih besar dari
lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus
caudatus, dan lobus quadratus.
Untuk mengetahui perbedaan bentuk hati normal dan tidak normal dapat
dilihat pada gambar berikut :

Anatomi Hati

Hati Normal

Kanker Hati

Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu :


a. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan
nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan
mineral.
b. Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
Cabang-cabang pembuluh darah vena porta hepatica dan arteri hepatica
mengalirkan darahnya ke sinusoid.Hematosit menyerap nutrien, oksigen, dan
zat racun dari darah sinusoid. Di dalam hematosit zat racun akan dinetralkan

sedangkan nutrien akan ditimbun atau dibentuk zat baru, dimana zat tersebut
akan disekresikan ke peredaran darah tubuh.
b. Fisiologi Hati
Fungsi utama hati yaitu :
a. Untuk metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. Bergantung kepada
kebutuhan tubuh, ketiganya dapat saling dibentuk.
b. Untuk tempat penyimpanan berbagai zat seperti mineral (Cu,
Fe) serta vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A,D,E, dan K), glikogen
dan berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan dari tubuh (contohnya :
pestisida DDT).
c. Untuk detoksifikasi dimana hati melakukan inaktivasi hormon dan
detoksifikasi toksin dan obat.
d. Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit, dan leukosit yang sudah tua
atau rusak.
e. Untuk sekresi, dimana hati memproduksi empedu yang berperan dalam
emulsifikasi dan absorbsi lemak
2. pemeriksaan fungsi hati
Pemeriksaan terhadap fungsi hati secara umum meliputi Alanine aminotransferase
(ALT), Aspartarte aminotransferase (AST), Alkaline phosphatase (ALP), Gamma
glutamyl transferase (GGT atau Gamma GT), Bilirubin, Albumin, pemeriksaan massa
prothrombin (PT) dan International Normalised Ratio (INR). Masing-masing
pemeriksaan tersebut menjadi petunjuk untuk mengetahui apakah ada masalah pada
fungsi hati atau tidak. Hasil yang ingin diketahui dari pemeriksaan yang telah
disebutkan sebelumnya adalah:
1.Fosfatase Alkali
Fosfatase alkali (alkaline phosphatase, ALP) merupakan enzim yang diproduksi
terutama oleh epitel hati dan osteoblast (sel-sel pembentuk tulang baru); enzim ini
juga berasal dari usus, tubulus proksimalis ginjal, plasenta dan kelenjar susu yang
sedang

membuat

air

susu.

Fosfatase

alkali

disekresi

melalui

saluran

empedu.Meningkat dalam serum apabila ada hambatan pada saluran empedu

(kolestasis).Tes ALP terutama digunakan untuk mengetahui apakah terdapat penyakit


hati (hepatobiliar) atau tulang.
Pada orang dewasa sebagian besar dari kadar ALP berasal dari hati, sedangkan pada
anak-anak sebagian besar berasal dari tulang. Jika terjadi kerusakan ringan pada sel
hati, mungkin kadar ALP agak naik, tetapi peningkatan yang jelas terlihat pada
penyakit hati akut. Begitu fase akut terlampaui, kadar serum akan segera menurun,
sementara kadar bilirubin tetap meningkat. Peningkatan kadar ALP juga ditemukan
pada beberapa kasus keganasan (tulang, prostat, payudara) dengan metastase dan
kadang-kadang keganasan pada hati atau tulang tanpa matastase (isoenzim Regan).
Kadar ALP dapat mencapai nilai sangat tinggi (hingga 20 x lipat nilai normal) pada
sirosis biliar primer, pada kondisi yang disertai struktur hati yang kacau dan pada
penyakit-penyakit radang, regenerasi, dan obstruksi saluran empedu intrahepatik.
Peningkatan kadar sampai 10 x lipat dapat dijumpai pada obstruksi saluran empedu
ekstrahepatik (misalnya oleh batu) meskipun obstruksi hanya sebagian. Sedangkan
peningkatan sampai 3 x lipat dapat dijumpai pada penyakit hati oleh alcohol, hepatitis
kronik aktif, dan hepatitis oleh virus.
Pada kelainan tulang, kadar ALP meningkat karena peningkatan aktifitas osteoblastik
(pembentukan sel tulang) yang abnormal, misalnya pada penyakit Paget. Jika
ditemukan kadar ALP yang tinggi pada anak, baik sebelum maupun sesudah pubertas,
hal ini adalah normal karena pertumbuhan tulang (fisiologis). Elektroforesis bisa
digunakan untuk membedakan ALP hepar atau tulang.Isoenzim ALP digunakan untuk
membedakan penyakit hati dan tulang; ALP1 menandakan penyakit hati dan ALP2
menandakan penyakit tulang.
Jika gambaran klinis tidak cukup jelas untuk membedakan ALP hati dari isoenzimisoenzim lain, maka dipakai pengukuran enzim-enzim yang tidak dipengaruhi oleh
kehamilan dan pertumbuhan tulang. Enzim-enzim itu adalah : 5nukleotidase (5NT),
leusine aminopeptidase (LAP) dan gamma-GT. Kadar GGT dipengaruhi oleh
pemakaian alcohol, karena itu GGT sering digunakan untuk menilai perubahan dalam
hati oleh alcohol daripada untuk pengamatan penyakit obstruksi saluran empedu.

Metode pengukuran kadar ALP umumnya adalah kolorimetri dengan menggunakan


alat (mis. fotometer/spektrofotometer) manual atau dengan analizer kimia otomatis.
Elektroforesis isoenzim ALP dilakukan untuk membedakan ALP hati dan
tulang.Bahan pemeriksaan yang digunakan berupa serum atau plasma heparin.
Nilai Rujukan :
DEWASA : 42 136 U/L, ALP1 : 20 130 U/L, ALP2 : 20 120 U/L, Lansia : agak
lebih tinggi dari dewasa
ANAK-ANAK : Bayi dan anak (usia 0 20 th) : 40 115 U/L), Anak berusia lebih
tua (13 18 th) : 50 230 U/L.
Masalah Klinis
Peningkatan kadar :
obstruksi empedu (ikterik), kanker hati, sirosis sel hati, hepatitis, hiperparatiroidisme,
kanker (tulang, payudara, prostat), leukemia, penyakit Paget, osteitis deforman,
penyembuhan fraktur, myeloma multiple, osteomalasia, kehamilan trimester akhir,
arthritis rheumatoid (aktif), ulkus.
Pengaruh obat : albumin IV, antibiotic (eritromisin, linkomisin, oksasilin, penisilin),
kol kisin, metildopa (Aldomet), alopurinol, fenotiazin, obat penenang, indometasin
(Indocin), prokainamid, beberapa kontrasepsi oral, tolbutamid, isoniazid, asam paraaminosalisilat.
Penurunan kadar :
hipotiroidisme, malnutrisi, sariawan/skorbut (kekurangan vit C), hipofosfatasia,
anemia pernisiosa, isufisiensi plasenta.
Pengaruh obat : oksalat, fluoride, propanolol (Inderal)
Faktor yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium :
Sampel hemolisis,
Pengaruh obat-obatan tertentu (lihat pengaruh obat),
Pemberian albumin IV dapat meningkatkan kadar ALP 5-10 kali dari nilai normalnya,
Usia pasien (mis. Usia muda dan tua dapat meningkatkan kadar ALP),

Kehamilan trimester akhir sampai 3 minggu setelah melahirkan dapat meningkatkan


kadar ALP.
2.

SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase)

SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim yang
banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi
hepatoseluler.Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal
dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada
SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis
didapat sebaliknya.
SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, secara
semi otomatis atau otomatis. Nilai rujukan untuk SGPT/ALT adalah :
Laki-laki : 0 - 50 U/L
Perempuan : 0 - 35 U/L
Masalah Klinis
Kondisi yang meningkatkan kadar SGPT/ALT adalah :
Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosis hati
(toksisitas obat atau kimia)
Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif, sumbatan
empedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark miokard (SGOT>SGPT)
Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec, sirosis
biliaris.
Faktor yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium :
Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan
kadar
Trauma pada proses pengambilan sampel akibat tidak sekali tusuk kena dapat
meningkatkan kadar
Hemolisis sampel
Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (klindamisin, karbenisilin,
eritromisin, gentamisin, linkomisin, mitramisin, spektinomisin, tetrasiklin), narkotika

(meperidin/demerol, morfin, kodein), antihipertensi (metildopa, guanetidin), preparat


digitalis, indometasin (Indosin), salisilat, rifampin, flurazepam (Dalmane), propanolol
(Inderal), kontrasepsi oral (progestin-estrogen), lead, heparin.
Aspirin dapat meningkatkan atau menurunkan kadar.
3.

SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase)

SGOT atau juga dinamakan AST (Aspartat aminotransferase) merupakan enzim yang
dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai
pada otot rangka, ginjal dan pankreas.Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah,
kecuali jika terjadi cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke
dalam sirkulasi. Pada infark jantung, SGOT/AST akan meningkat setelah 10 jam dan
mencapai puncaknya 24-48 jam setelah terjadinya infark. SGOT/AST akan normal
kembali setelah 4-6 hari jika tidak terjadi infark tambahan.
Kadar SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung lainnya,
seperti CK (creatin kinase), LDH (lactat dehydrogenase). Pada penyakit hati,
kadarnya akan meningkat 10 kali lebih dan akan tetap demikian dalam waktu yang
lama.
SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi
otomatis

menggunakan

fotometer,

spektrofotometer,

atau

secara

otomatis

menggunakan chemistry analyzer. Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah :


Laki-laki : 0 - 50 U/L
Perempuan : 0 - 35 U/L
Masalah Klinis
Kondisi yang meningkatkan kadar SGOT/AST :
Peningkatan tinggi ( > 5 kali nilai normal) : kerusakan hepatoseluler akut, infark
miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis infeksiosa
Peningkatan sedang ( 3-5 kali nilai normal ) : obstruksi saluran empedu, aritmia
jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau primer), distrophia
muscularis

Peningkatan ringan ( sampai 3 kali normal ) : perikarditis, sirosis, infark paru,


delirium tremeus, cerebrovascular accident (CVA)
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium :
Injeksi pre intra-muscular (IM) dapat meningkatkan kadar SGOT/AST
Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan
kadar SGOT/AST
Hemolisis sampel darah
Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (ampisilin, karbenisilin,
klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, nafsilin, oksasilin,
polisilin, tetrasiklin), vitamin (asam folat, piridoksin, vitamin A), narkotika (kodein,
morfin, meperidin), antihipertensi (metildopa/aldomet, guanetidin), metramisin,
preparat digitalis, kortison, flurazepam (Dalmane), indometasin (Indosin), isoniazid
(INH), rifampin, kontrasepsi oral, teofilin. Salisilat dapat menyebabkan kadar serum
positif atau negatif yang keliru.
4.

Gamma Glutamil Transferase (GGT)

Gamma-glutamil transferase (gamma-glutamyl transferase, GGT) adalah enzim yang


ditemukan terutama di hati dan ginjal, sementara dalam jumlah yang rendah
ditemukan dalam limpa, kelenjar prostat dan otot jantung.Gamma-GT merupakan uji
yang sensitif untuk mendeteksi beragam jenis penyakit parenkim hati.Kebanyakan
dari penyakit hepatoseluler dan hepatobiliar meningkatkan GGT dalam serum.
Kadarnya dalam serum akan meningkat lebih awal dan tetap akan meningkat selama
kerusakan sel tetap berlangsung.
GGT adalah salah satu enzim mikrosomal yang bertambah banyak pada pemakai
alkohol, barbiturat, fenitoin dan beberapa obat lain tertentu.Alkohol bukan saja
merangsang mikrosoma memproduksi lebih banyak enzim, tetapi juga menyebabkan
kerusakan hati, meskipun status gizi peminum itu baik. Kadar GGT yang tinggi
terjadi setelah 12-24 jam bagi orang yang minum alkohol dalam jumlah yang banyak,
dan mungkin akan tetap meningkat selama 2-3 minggu setelah asupan alkohol

dihentikan. Tes gamma-GT dipandang lebih sensitif daripada tes fosfatase alkalis
(alkaline phosphatase, ALP).
Metode pemeriksaan untuk tes GGT adalah spektrofotometri atau fotometri, dengan
menggunakan

spektrofotometer/fotometer

atau

alat

kimia

otomatis.Bahan

pemeriksaan yang digunakan berupa serum atau plasma heparin.


Nilai Rujukan :
Dewasa : Pria : 15 - 90 U/L, Wanita : 10 - 80 U/L, Lansia : sedikit lebih tinggi
Anak-anak : Bayi baru lahir : 5 x lebih tinggi daripada dewasa, Prematur : 10 x lebih
tinggi dari dewasa, Anak : sama dengan dewasa.
(Nilai normal bisa berbeda untuk tiap lab, tergantung metode yang digunakan).
Masalah Klinis
Peningkatan kadar :
sirosis hati, nekrosis hati akut dan subakut, alkoholisme, hepatitis akut dan kronis,
kanker (hati, pankreas, prostat, payudara, ginjal, paru-paru, otak), kolestasis akut,
mononukleosis infeksiosa, hemokromatosis (deposit zat besi dalam hati), DM,
steatosis hati / hiperlipoproteinemia tipe IV, infark miokard akut (hari keempat), CHF,
pankreatitis akut, epilepsi, sindrom nefrotik.
Pengaruh obat : Fenitoin (Dilantin), fenobarbital, aminoglikosida, warfarin
(Coumadin).
Faktor yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium :
Obat fenitoin dan barbiturat dapat menyebabkan tes gamma-GT positif palsu.
Asupan alkohol berlebih dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan
peningkatan kadar gamma-GT.
5.

BILIRUBIN

Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin
dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20%
bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel membuat bilirubin

tidak larut dalam air; bilirubin yang disekresikan dalam darah harus diikatkan kepada
albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati.
Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan itu dan mengkonjugasinya dengan asam
glukoronat sehingga bersifat larut air. Proses konjugasi ini melibatkan enzim
glukoronitransferase.
Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke saluran
empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya
menjadi urobilinogen dan dibuang melalui feses serta sebagian kecil melalui urin.
Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi
membentuk azobilirubin (reaksi van den Bergh). Karena itu sering dinamakan
bilirubin direct atau bilirubin langsung.
Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang
terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain
sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirect atau bilirubin tidak
langsung.
Peningkatan kadar bilirubin direct menunjukkan adanya gangguan pada hati
(kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi
tidak dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan
terabsorbsi ke dalam aliran darah. Peningkatan kadar bilirubin indirect sering
dikaitkan dengan peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit
hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis.
Peningkatan destruksi eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan kunjugasi dan
ekskresi ke saluran empedu sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin indirect.
Hati bayi yang baru lahir belum berkembang sempurna sehingga jika kadar bilirubin
yang ditemukan sangat tinggi, bayi akan mengalami kerusakan neurologis permanen
yang lazim disebut kenikterus. Kadar bilirubin (total) pada bayi baru lahir bisa
mencapai 12 mg/dl; kadar yang menimbulkan kepanikan adalah > 15 mg/dl. Ikterik
kerap nampak jika kadar bilirubin mencapai > 3 mg/dl. Kinikterus timbul karena
bilirubin yang berkelebihan larut dalam lipid ganglia basalis.

Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin direct.
Sedangkan bilirubin indirect diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan
bilirubin direct. Metode pengukuran yang digunakan adalah fotometri atau
spektrofotometri yang mengukur intensitas warna azobilirubin.
Nilai rujukan
Dewasa ; total : 0.1 -1.2 mg/dl. direct : 0.1-0.3 mg/dl, Indirect: 0.1-1.0 mg/dl
Anak : total : 0.2-0.8 m/dl, indirect : sama dengan dewasa
Bayi baru lahir : 1-12 mg/dl, indirect : sama dengan dewasa
Masalah Klinis
Bilirubin Total, direct
Peningkatan kadar : ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma,hepatitis, sirosis
hati, mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson. Pengaruh
obat : antibiotic (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin, linkomisin,
oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat antituberkulosis ( asam para-aminosalisilat,
isoniazid), alopurinol, diuretic (asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran,
diazepam (valium), barbiturate, narkotik (kodein, morfin, meperidin), flurazepam,
indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin, prokainamid, steroid, kontrasepsi
oral, tolbutamid, vitamin A, C, K.
Penurunan kadar : anemia defisiensi besi. Pengaruh obat : barbiturate, salisilat
(aspirin), penisilin, kafein dalam dosis tinggi.
Bilirubin indirect
Peningkatan kadar : eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria,
anemia

pernisiosa,

septicemia,

anemia

hemolitik,

talasemia,

CHF, sirosis

terdekompensasi, hepatitis. Pengaruh obat : aspirin, rifampin, fenotiazin (lihat


biliribin total, direct)
Penurunan kadar : pengaruh obat (lihat bilirubin total, direct)
Faktor yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium :
Makan malam yang mengandung tinggi lemak sebelum pemeriksaan dapat
mempengaruhi kadar bilirubin.

Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin.


Hemolisis pada sampel darah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan pigmen
empedunya akan menurun.
Obat-obatan tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin.
3. Penyakit hati
A. Hepatitis
1. Pengertian
Hepatitis adalah inflamasi/radang dan cedera pada hepar karena reaksi hepar
terhadap berbagai kondisi terutama virus, obat-obatan dan alkohol. Hepatitis virus
adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar oleh virus disertai nekrosis dn
inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokomia
serta seluler yang khas.
Hepatitis merupakan suatu proses peradangan pada jaringan hati. Hepatititis
dalam bahasa awam sering disebut dengan istilah lever atau sakit kuning. Padahal
definisi lever itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Belanda yang berarti organ
hati, bukan penyakit hati. Namun banyak asumsi yang berkembang di masyarakat
mengartikan lever adalah penyakit radang hati, sedangkan istilah sakit kuning
sebenarnya dapat menimbulkan kercunan, karena tidak semua penyakit kuning
disebabkan oleh radang hati, tetapi juga karena adanya peradangan pada kantung
empedu..
hepatitits adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat di
sebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat obatan serta bahan
bahan kimia.. Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai
nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas.
Dari beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa hepatitis adalah
suatu penyakit peradangan pada jaringan hati yang disebabkan oleh infeksi virus yang
menyebabkan sel-sel hati mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya.
2.
Etiologi

Secara umum hepatitis disebabkan oleh virus. Beberapa virus yang telah
ditemukan sebagai penyebabnya, berikut ini.
1)

Virus hepatitis A (HAV)

2)

Virus hepatitis B (HBV)

3)

Virus hepatitis C (HCV)

4)

Virus hepatitis D (HDV)

5)

Virus hepatitis E (HEV)

6)

Hepatitis F (HFV)

7)

Hepatitis G (HGV)

Namun dari beberapa virus penyebab hepatitis, penyebab yang paling dikenal
adalah HAV (hepatitis A) dan HBV (hepatitis B). Kedua istilah tersebut lebih disukai
daripada istilah lama yaitu hepatitis infeksiosa dan hepatitis serum, sebab kedua
penyakit ini dapat ditularkan secara parental dan nonparental (Price dan Wilson,
2005). Hepatitis pula dapat disebabkan oleh racun, yaitu suatu keadaan sebagai
bentuk respons terhadap reaksi obat, infeksi stafilokokus, penyakit sistematik dan
juga bersifat idiopatik.
3.

Patofisiologi
Perubahan morfologi yang terjadi pada hati, seringkali mirip untuk berbagai

virus yang berlainan. Pada kasus yang klasik, hati tampaknya berukuran besar dan
berwarna normal, namun kadang-kadang ada edema, membesar dan pada palpasi
terasa nyeri di tepian.
Secara histologi terjadi kekacauan susunan hepatoselular, cedera dan nekrosis
sel hati dalam berbagai derajat, dan peradangan periportal. Perubahan ini bersifat
reversibel sempurna bila fase akut penyakit mereda. Namun pada beberapa kasus
nekrosis, nekrosis submasif atau masif dapat menyebabkan gagalhati fulminan dan
kematian (Price dan Daniel, 2005)
4. Penatalakasanaan Gizi
1. Energi tinggi untuk mencegah pemecahan protein, yang diberikan bertahap
sesuai kemampuan pasien, yaitu 40-45 kkal/Kg BB.

2.

Lemak cukup, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total, dalam bentuk
yang mudah dicerna atau dalam bentuk emulsi. Bila pasien mengalami
steatorea, gunakan lemak dengan asam lemak rantai sedang. Pemberian
lemak sebanyak 45 Kg dapat mempertahankan fungsi imun dan proses

sintesis lemak.
3. Protein agak tinggi, yaitu 1.25-1.5 g/Kg BB agar terjadi anabolisme
protein. Asupan minimal protein 0.8-1g/Kg BB, protein nabati memberikan
keuntungan karena kandungan serat yang dapat mempercepat pengeluaran
amoniak melalui feses.
4. Vitamin dan mineral diberikan sesuai dengan tingkat defisiensi. Bila perlu,
diberikan suplemen vitamin B kompleks, C, dan K serta mineral Zn dan Fe
bila ada anemia.
5. Natrium diberikan rendah, tergantung tingkat edema dan asites. Bila pasien
6.
7.
B.

mendapat diuretika, garam natrium dapat diberikan lebih leluasa.


Cairan diberikan lebih dari biasa, kecuali bila ada kontraindikasi.
Bentuk makanan lunak bila ada keluhan mual dan muntah, atau makanan

biasa sesuai kemampuan saluran cerna.


Sirosis hepatis
1.
Pengertian
Sirosis adalah proses difus yang ditandai oleh fibrosis dan perubahan struktur
hepar yang normal menjadi nodula-nodula yang abnormal. Hasil akhirnya adalah
destruksi hepatosit dan digantikan oleh jaringan fibrin serta gangguan atau kerusakan
vaskular.
Progevisitas sirosis akan mengarah pada kondisi hipertensi portal yang
bertanggung jawab terhadap banyak komplikasi dari perkembangan penyakit sirosis
ini. Komplikasi ini meliputi spontaneous bacterial peritonitis (SBP), hepatic
encephalophaty dan pecahnya varises esophagus yang mengakibatkan perdarahan
(hematemesis dan atau melena).
Pada sirosis hepatis, jaringan hati yang normal digantikan oleh jaringan parut
(fibrosis) yang terbentuk melalui proses bertahap. Jaringan parut ini mempengaruhi
struktur normal dan regenerasi sel-sel hati. Sel-sel hati menjadi rusak dan mati
sehingga hati secara bertahap kehilangan fungsinya.

Hati (liver) sebagaimana diketahui adalah organ di bagian kanan atas perut yang
a.
b.
c.
d.
e.

memiliki banyak fungsi, di antaranya:


Menyimpan glikogen (bahan bakar untuk tubuh) yang terbuat dari gula. Bila
diperlukan, glikogen dipecah menjadi glukosa yang dilepaskan ke dalam aliran darah.
Membantu proses pencernaan lemak dan protein.
Membuat protein yang penting bagi pembekuan darah.
Mengolah berbagai obat
Membantu membuang racun dari tubuh.
Sirosis merupakan penyakit yang sangat berbahaya karena mengganggu fungsifungsi di atas. Selain itu, sirosis juga berisiko menjadi kanker hati (hepatocellular
carcinoma). Risiko terbesar sirosis yang disebabkan oleh infeksi hepatitis C dan B,
diikuti dengan sirosis yang disebabkan oleh hemokromatosis.
2. Etiologi
Penyebab paling umum penyakit sirosis adalah kebiasaan meminum alkohol dan
infeksi virus hepatitis C. Sel-sel hati berfungsi mengurai alkohol, tetapi terlalu banyak
alkohol dapat merusak sel-sel hati. Infeksi kronis virus hepatitis C menyebabkan
peradangan jangka panjang dalam hati yang dapat mengakibatkan sirosis.
Berdasarkan penelitian, 1 dari 5 penderita hepatitis C kronis dapat berkembang
menjadi sirosis.Penyebab lain sirosis hati meliputi:
a. Infeksi kronis virus hepatitis B.
b. Hepatitis autoimun. Hepatitis autoimun adalah sistem kekebalan tubuh yang
tidak terkendali sehingga membuat antibodi terhadap sel-sel hati yang dapat
menyebabkan kerusakan dan sirosis.
c. Penyakit yang menyebabkan penyumbatan saluran empedu sehingga tekanan
darahterhambat dan merusak sel-sel hati. Sebagai contoh, sirosis bilier primer,
primary sclerosing, dan masalah bawaan pada saluran empedu.
d. Non-alcohol steato-hepatitis (NASH). Ini adalah kondisi di mana lemak
menumpuk di hati sehingga menciptakan jaringan parut dan sirosis. Kelebihan
berat badan (obesitas) meningkatkan risiko Anda mengembangkan none.
f.
g.
h.

alcohol steato-hepatitis.
Reaksi parah terhadap obat dan jamu tertentu (Brandt dan Muckadell, 2005).
Beberapa racun dan polusi lingkungan.
Infeksi tertentu yang disebabkan bakteri dan parasit.
Gagal jantung parah yang dapat menyebabkan tekanan balik darah di hati.

i.

Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel hati,


seperti hemokromatosis (kondisi yang menyebabkan timbunan abnormal zat
besi di hati dan bagian lain tubuh) dan penyakit Wilson (kondisi yang
menyebabkan penumpukan abnormal zat tembaga di hati dan bagian lain

3.

tubuh).
Patofisiologi
Pada kondisi normal, hati merupakan sistem filtrasi darah yang menerima darah

yang berasal dari vena mesenterika, lambung, limfe, dan pankreas masuk melalui
arteri hepatika dan vena porta. Darah masuk ke hati melalui triad porta yang terdiri
dari cabang vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu. Kemudian masuk ke
dalam ruang sinusoid lobul hati. Darah yang sudah difilter masuk ke dalam vena
sentral kemudian masuk ke vena hepatik yang lebih besar menuju ke vena cava
inferior.
Pada sirosis, adanya jaringan fibrosis dalam sinusoid mengganggu aliran darah
normal menuju lobul hati menyebabkan hipertensi portal yang dapat berkembang
menjadi varises dan asites. Berkurangnya sel hepatosit normal pada keadaan sirosis
menyebabkan berkurangnya fungsi metabolik dan sintetik hati. Hal tersebut dapat
memicu terjadinya ensefalopati hepatik dan koagulopati
4.
Penatalaksanaan Gizi
1.
Energi tinggi untuk mencegah pemecahan protein
2.
Lemak cukup, yaitu 20-25% dari kebutuhan total
3.
Protein agak tinggi, yaitu 1,25-1,5% g/kg BB
4.
Vitamin dan mineral diberikan sesuai dengan tingkat defisiensi
5.
Nartium diberikan rendah
6.
Cairan diberikan lebih dari biasa
7.
Bentuk makanan lunak
C. Kolelitiasis
1.
Pengertian
Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini
mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus
choledochus (choledocholithiasis).
Kolesistitis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana
terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki
ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada

individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor
resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
Sinonimnya adalah batu empedu,gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis
dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung
empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip
batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
2.
Etiologi
a. Obstruksi duktus sistikus dengan distensi dan iskemia vesika bilaris.
Sumbatan batu empedu pada duktus sistikus menyebabkan distensi kandung
empedu dan gangguam aliran darah dan limfe, bakteri komensal kamudian
berkembang biak
b. Cedera kimia (empedu) dan atau mekanik (batu empedu) pada mukosa
c. Infeksi bakteri
Adanya kuman seperti E. Coli, Salmonela typhosa, cacing askaris, atau karena
3.

pengaruh enzim enzim pankreas.


Patofisiologi
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi

progresif, perubahan susunan kimia, pengendapan. Gangguan kontraksi sfingter odci


dan kandung empedu dapat juga menyebabkan statis. Faktor hormon (kehamilan)
menyebabkan pengosongan kandung empedu. Akibat satis, terjadilah sumbatan
empedu (saluran). Adanya batu akibat statis yang progresif tadi memungkinkan
terjadi trauma dinding kandung empedu, hal ini dapat memungkinkan infeksi bakteri
lebih cepat
4.

Penatalaksanaan Gizi
Syarat diet pada kandung empedu ini adalah lemak rendah untuk mengurangi

kontraksi kandung empedu, di mana lemak diberikan dalam bentuk mudah dicerna.
Kalori, protein dan karbohidrat cukup dan bila terlalu gemuk, jumlah kalori
dikurangi. Makanan ini juga mengandung vitamin tinggi, terutama yang larut dalam
lemak, mineral cukup, serta cairan tinggi untuk membantu pengeluaran kuman atau
sisa metabolisme dan mencegah dehidrasi. Makanan tidak merangsang dan diberikan
dalam porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi rasa kembung.
D. Kolesistitis

1.

Pengertian
Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang merupakan inflamasi akut

dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas
badan.
Kolesistitis akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya
merupakan akibat dari batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara tiba-tiba
menyebabkan serangan nyeri yang luar.
Kolesistitis kronik adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu, yang
ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat.
2.
Etiologi
a. Batu Empedu
Sifat kolesterol yang larut lemak dibuat menjadi larut air dengan cara
agregasi melalui garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama ke dalam
empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu
(supersaturasi), kolesterol tidak lagi terdispersi sehingga menjadi penggumpalan
menjadi kristal kolesterol monohidrat padat. Sumbatan batu empedu pada duktus
sistikus menyebabkan distensi kandung empedu dan gangguan aliran darah dan
limfe, bakteri komensal kemudian berkembang biak sehingga mengakibatkan
inflamasi pada saluran kandung empedu.
b. Pembedahan (terjadi perubahan fungsi)
Dapat terjadi sebagai akibat dari jejas kimiawi oleh sumbatan batu empedu
yang menhadi predisposisi terjadinya infeksi atau dapat pula terjadi karena
adanya ketidakseimbangan komposisi empedu seperti tingginya kadar garam
empedu atau asam empedu, sehingga menginduksi terjadinya peradangan akibat
jejas kimia.
c. Infeksi
Sudah jelas jika terjadi pembentukan batu empedu akan terjadi infeksi
dengan adanya bakteri seperti E. coli, Salmonela thyposa, cacing askaris atau
karena pengaruh enzim-enzim pankreas karena sistem saliran empedu adalah
sistem drainase yang membawa empedu dari hati dan kandung empedu ke daerah
dari usus kecil yang disebut duodenum.
d. Luka Bakar

Respon umum pada luka bakar >20% adalah penurunan aktivitas


gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolemik dan
e.

neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukaan yang luas.


Pemasangan Infus dalam Jangka Waktu Lama
Pemasangan infus lama dapat menyebababkan radang pada kandung
empedu karena cairan infus banyak mengandung elektrolit sehingga terpasang
lama maka dapat membentuk kristal yang disebut batu empedu selain itu juga
cairan tersebut sangat peka sehingga tidak dapat diserap oleh empedu di kandung

f.

empedu.
Trauma Abdomen
Trauma abdomen adalah suatu keadaan klinik akibat kegawatan di rongga
abdomen biasanya timbul secara mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama
yang memerlukan penanganan segera. Hal ini bisa disebabkan karena pertama

3.

adanya inflamasi/peradangan pada kandung empedu


Patofisiologi
Kandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan empedu

dan memekatkan cairan yang ada di dalamnya dengan cara mengarbsobsi air dan
elektrolit. Airan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilakn oleh sel hati.
Pada individu normal, cairan empedu mengalir ke kandung empedu pada saat katup
Oddi tertutup. Dalam kandung empedu, cairan empedu dipekatkan dengan
mengarbsobsi air. Derajat pemekatannya diperlihatkan oleh peningkatan konsentrasi
zat-zat padat.
Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Perubahan
metabolisme disebabkan oleh perubahan susunan empedu, statis empedu, dapat
menyebabkan infeksi kandung empedu. Jika pengobatan tertunda atau tidak tersedia,
dalam beberapa kasus kandung empedu menjadi sangat terinfeksi dan bakan gangren.
Hal ini dapat mengakibatkan keracnunan darah (septikemia), yang sangat serius dan
dapat mengancam hidup. Mungkin komplikasi lain termasuk kantong empedu dapat
perforasi (pecah), atau fistula (saluran) bisa terbentuk antara kandung empedu dan
usus sebagai akibat dai perdangan lanjutan.

4.

Penatalaksanaan Gizi
1.
Memberikan energy sesuai dengan kebutuhan
2.
Memberikan protein tinggi 20%
3.
Memberikan rendah lemak 15%
4.
Memberikan KH cukup
5.
Memberikan cukup vitamin dan mineral
6.
Cukup serat
7.
Hindari makanan yang bias membuat kembung

BAB III
METODE KERJA

1. Alat
Alat yang digunakan adalah jarum, terniquet,sentrifuge,humalyzer,fotosentris,tabung
sentrifuge,kuvet,pipet mikron, dan tabung vacutainer
2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, plaster,serum, reagen enxim dan reagen
substrat
3. Prosedur kerja
a. Sgot dan sgpt
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Spesimen sebanyak 100 l dimasukkan kedalam kuvet dengan menggunakan
mikropipet
3. Reagen Baffer ditambahkan sebanyak 1000 l, dicampur dalam kuvet
4. Inkubasi selama 5 menit pada subu 370 C
5. Ditambahakan reagen substrat sebanyak 250 l dikuvet
6. Diinkubasi 1 menit pada suhu 370 C
7. Ukur
b. ALP
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Spesimen sebanyak 20 l dimasukkan kedalam kuvet dengan menggunakan
mikropipet
3. Reagen Baffer ditambahkan sebanyak 1000 l, dicampur dalam kuvet
4. Inkubasi selama 1 menit pada subu 250 C
5. Ditambahakan reagen substrat sebanyak 250 l dikuvet
6. Diinkubasi 1 menit pada suhu 250 C
7. Ukur
c. Bilirubin total
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Reagen sebanyak 1000 l dimasukkan kedalam kuvet dengan menggunakan
mikropipet
3. Ditambahkan reagen T-Nitrit sebanyak 1 tetes dicampur dalam kuvet
4. Inkubasi selama 5 menit pada subu 250 C
5. Ditambahakan sampel sebanyak 100 l dikuvet
6. Diinkubasi 10 menit pada suhu 250 C
7. Ukur
d. Bilirubun direct
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Reagen sebanyak 1000 l dimasukkan kedalam kuvet dengan menggunakan
mikropipet
3. Ditambahkan reagen D-Nitrit sebanyak 1 tetes dicampur dalam kuvet

4. Inkubasi selama 2 menit pada subu 250 C


5. Ditambahakan sampel sebanyak 100 l dikuvet
6. Diinkubasi 5 menit pada suhu 250 C
7. Ukur
e. Albumin
1. Siapkan alat dan dan bahan
2. Tambahkan reagen 1000 l pada kuv
3. inkubasi selam 5 menit pada suhu 250C
4. Ukur, untuk hasil blangko
5. Tambahkan standar sebanyak 10 l kedalam kuvet yang lain
6. Ditambahkan reagen sebanyak 1000 l kekuvet standar
7. inkubasi selam 5 menit pada suhu 250C
8. Ukur, untuk hasil standar
9. Tambahkan standar sebanyak 10 l kedalam kuvet yang lain
10. Ditambahkan reagen sebanyak 1000 l kekuvet standar
11. inkubasi selam 5 menit pada suhu 250C
12. Ukur, untuk hasil pengukuran sampel

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. HASIL
Jenis Pemeriksaan
Bilirubin total
Bilirubin direct
SGOT
SGPT
Albumin

Hasil
0,668 mg/dL
11,64 mg/dL
32,24 mg/dL
8,878 mg/L
49,28 g/L

Nilai Rujukan
0,2-0,9 mg/ml
0,1-0,4 mg/100ml
5-40 unit/ml
5-35 unit/ml
3,0-51 mg/ml

IV.2. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini dilakukan analisis fungsi hati yang bertujuan untuk
memeriksa fungsi hati dan menginterpretasikan hasil yang diperoleh.Berbagai
penyakit dan infeksi daoat menyebabkan kerusakan akut maupun kronik pada hati
yang dapat menyebabkan peradangan, luka, sumbatan saluran empedu, keainan
pembekuan darah, dan disfungsi.Pemeriksaan dini penting dengan diagnosa lebih
awal guna meminimalisir kerusakan dan menyelamatkan fungsi hati.Seperti

ukurannya yang besar, hati juga mempunyai peranan besar dan memiliki lebih dari
500 fungsi. Berikut fungsi utama hati :
1. Menampung darah
2. Membersihkan darah untuk melawan infeksi
3. Memproduksi dan mensekresikan empedu
4. Membantu menjaga kesimbangan glukosa darah
5. Membantu metabolisme lemak
6. Membantu metabolisme protein , vitamin, dan mineral
7. Menetralisir zat-zat bercak dalam tubuh
Dari hasil pemeriksaan lab diketahui bahwa nilai SPGT dan SPOT dari
probandus berada pada rentang yang normal yang menandakan bahwa tidak ada
kerusakan pada hati. Jika kadar SGOT/SGPT dalam plasma meningkat menandakan
bahwa tidak ada kerusakan pada hati. Jika kadar SGOT/SGPT dalam plasma
meningkat menandakan bahwa terjadi kerusakan pada hati.
Pada probandus yang didapatkan nilai albumin dan bilirubin total berada
dalam rentang normal. Tingginya kadar bilirubin dalam darah dapat menandakan
bahwa hati tidak mampu lagi untuk bekerja sehingga menyebabkan kadar bilirubin
banyak dalam darah sehingga menyebabkan kadar bilirubin banyak dalam darah
sehingga menyebabkan terjadinya penyakit kuning.

BAB V
PENUTUP
V.1 KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang dilakukan diketahui bahwa bahwa nilai SPGT dan
SPOT dari probandus berada pada rentang yang normal yang menandakan bahwa
tidak ada kerusakan pada hati dan nilai albumin dan bilirubin total berada dalam
rentang normal.
V.2 SARAN
Sebaiknya lebih berhati-hati dalam melakukan pemeriksaan agar hasil yang
didapatkan juga sesuai

Daftar Pustaka
1. Dib, N., Oberti, F., Cales, P., 2006. Current management of the complications of
portal hypertension : Variceal bleeding and ascites. CMAJ
2. Brandt, Carl. J dan Ove Schaffalitzky de Muckadell. 2005. Cirrhosis of the Liver.
3. Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
4. Sease, J.M., Timm, E.G., and Stragano, J.J., 2008. Portal hypertension and
cirrhosis. In: J.T. Dipiro, R.L. Talbert, G.C Yee, G.R. Matzke, B.G. Wells, and
L.M. Posey (Eds.). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Ed. 7th,
New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Вам также может понравиться