Вы находитесь на странице: 1из 20

PENGISIAN AIR TANAH BUATAN

PENGERTIAN
Meningkatnya penggunaaan air tanah dan di lain pihak
jumlah air hujan yang meresap ke dalam tanah berkurang
akibat
meningkatnya
koefisien
limpasan
(runoff).
Meningkatnya koefisien limpasan (runoff) tersebut disebabkan
karena perubahan tata guna lahan serta pertumbuhan perkotaan
sehingga banyak area resapan tertutup oleh bangunan. Hal ini
telah menyebabkan ketidak-seimbangan antara jumlah
pemakaian air tanah dan jumlah air hujan yang meresap
(recharge).
Dalam rangka menjaga kelestarian air tanah, salah satu
cara yang dapat dilakukan adalah mengembangkan dan
memasyarakatkan teknologi peresapan atau pengisian air tanah
buatan (artificial recharge of ground water), yaitu teknik
meresapkan air hujan atau air permukaan kedalam tanah agar
jumlah air tanah menjadi bertambah.
Secara sederhana, artificial recharge adalah sebuah
proses dimana air hujan atau kelebihan air permukaan
diresapkan atau dimasukkan ke dalam tanah, baik dengan
menyebarkannya di permukaan, dengan menggunakan sumur
resapan, atau dengan mengubah kondisi alami untuk
meningkatkan infiltrasi yang bertujuan untuk mengisi kembali
aquifer. Hal ini mengacu pada pergerakan air melalui sistem
buatan manusia dari permukaan bumi ke lapisan akuifer di
bawah tanah dimana air hujan pada saat musim hujan dapat
disimpan di dalam tanah (akuifer) agar dapat digunakan pada
saat musim kemarau atau untuk penggunaan di waktu yang
akan datang. Resapan buatan atau pengiasian air tanah buatan
sering juga disebut planned recharge adalah suatu cara untuk
menyimpan air di bawah tanah pada saat surplus, untuk
memenuhi kebutuhan pada saat kekurangan air (NRC, 1994).

Manfaat Pengisian Air Tanah Buatan (Artificial Recharge)


Beberapa keuntungan dari pengisian air tanah buatan
antara lain adalah :
Tidak dibutuhkan struktur penyimpanan yang besar
untuk menyimpan air. Struktur yang dibutuhkan kecil
dan hemat biaya.
Meningkatkan cadangan air tanah atau meningkatkan
permukaan air tanah.
Kerugian dapat diabaikan jika dibandingkan dengan
kerugian pada penyimpanan air di permukaan tanah.
Meningkatkan kualitas air tanah akibat pengenceran
bahan kimia/garam berbahaya.
Tidak ada efek samping seperti penggenangan daerah
permukaan yang luas dan kehilangan atau kerusakan
tanaman.
Tidak ada pemindahan penduduk setempat.
Pengurangan biaya energi untuk mengankat atau
memompa air tanah terutama pada tempat dimana
kenaikan permukaan air tanah cukup besar.
Memanfaatkan kelebihan limpasan air permukaan,
sehingga air hujan tidak terbuang secara sia sia.
Identifikasi Area Resapan
Langkah pertama dalam merencanakan skema resapan
buatan adalah ini adalah membatasi luas daerah resapan.
Daerah tersebut sedapat mungkin, berupa daerah aliran sungai
mikro (micro-watershed) (2.000-4.000ha) atau minimal (2050ha). Namun, skema lokal juga dapat digunakan untuk
kepentingan sebuah dusun tunggal atau desa. Dalam kedua
kasus, pembatasan daerah harus didasarkan pada kriteria
berikut:
Dimana permukaan air tanah menurun akibat eksploitasi
berlebihan.
Dimana bagian substansial dari akuifer telah didesaturasi, yaitu regenerasi air dalam sumur dan pompa

tangan yang lambat setelah air diambil.


Dimana ketersediaan air tanah atau air sumur tidak
mencukupi terutama selama bulan-bulan kering.
Dimana kualitas air tanah buruk dan tidak ada alternative
sumber air lain.
Sumber Air untuk Resapan
Sebelum melakukan skema pengisian air tanah buatan,
penting untuk terlebih dahulu dilakuakn pengkajian
ketersediaan air untuk peresapan. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan antara lain :
Curah hujan di daerah yang di daerah resapan.
Luas atap dimana air hujan dapat dikumpulkan dan
dialihkan untuk pengisian air tanah buatan..
Kanal dari waduk besar dimana air tersedia untuk
pengisian air tanah buatan.
Sungai alami yang mana kelebihan airnya bisa dialihkan
untuk pengisian air tanah tanpa melanggar hak pengguna
lain.
Air limbah perkotaan dan industri yang diolah dengan
baik. Air ini hanya dapat digunakan setelah kualitasnya
dipastikan sudah mememenuhi persyaratan sesuai
peraturan yang berlaku..
Curah hujan lokal di daerah resapan kemungkinan jumlahnya
tidak memadai untuk pengisian air tanah buatan. Dalam kasuskasus seperti itu, air dari sumber lain dapat ditransmisikan ke
area resapan. Pengkajian sumber air yang yang akan digunakan
untuk pengisian air tanah buatan memerlukan pertimbangan
beberapa faktor berikut antara lain :
Kuantitas air yang tersedia.
Perioda waktu dimana sumber air tersebut dapat
digunakan untuk pengiasian air tanah buatan.
Kualitas sumur air dan pengolahan awal yang diperlukan.
Sistem pengaliran air yang dibutuhkan untuk membawa
air ke tempat resapan.
Kapasitas Infiltrasi Tanah

Kapasitas infiltrasi tanah memegang peranan penting


yang menentukan besar kecilnya air yang dapat masuk ke
dalam tanah. Infiltrasi menjadi bagian yang penting dalam
siklus hidrologi. Jika air hujan meresap kedalam tanah maka
air tersebut akan bermanfaat baik bagi tanaman, maupun
sebagai sumber air tanah. Jika laju infiltrasi pada suatu area
resapan tinggi, maka air hujan yang akan menjadi
runoff/limpasan di atas permukaan tanah menjadi sedikit, hal
ini juga akan dapat bermanfaat terhadap pengurangan erosi.
Menurut Arsyad (2006), infiltrasi adalah peristiwa masuknya
air ke dalam tanah, yang pada umumnya melalui.
permukaan tanah dan secara vertikal. Jika cukup air, maka air
infiltrasi akan bergerak terus ke bawah yaitu ke dalam profil
tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut
perkolasi. Istilah perkolasi dalam digunakan, untuk
menunjukkan perkolasi air jauh ke bawah daerah perakaran
tanaman yang normal (3).
Laju infiltrasi adalah banyaknya air persatuan waktu
yang masuk melalui permukaan tanah. Laju infiltrasi biasanya
dinyatakan dalam mm/jam atau cm/jam. Pada saat tanah masih
kering, laju infiltrasi tinggi, akan tetapi setelah tanah menjadi
jenuh, maka laju infiltrasi akan menurun dan menjadi konstan.
Kemampuan tanah untuk menyerap air infiltrasi pada suatu
saat dinamai kapasitas infiltrasi tanah.
Pergerakan air ke tanah melalui infiltrasi bisa dibatasi
oleh hambatan terhadap aliran dari air melalui profil tanah.
Walaupun hambatan ini sering terjadi di permukaan tanah,
namun di beberapa tempat aliran air dalam profil tanah berada
pada kisaran rendah. Kecepatan infiltrasi sangat berkaitan
dengan karakter fisik tanah dan penutupan permukaan tanah,
sedangkan faktor dari luar meliputi kelembaban tanah, suhu
dan intensitas curah.
Ada dua parameter penting berkaitan dengan infiltrasi
yaitu laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi. Laju infiltrasi (f)
menurut Sinukaban adalah kecepatan masuknya air ke dalam
tanah pada waktu tertentu. Laju infiltrasi dinyatakan dalam

mm/jam atau cm/jam. Pada saat tanah kering laju infiltrasi


tinggi, setelah tanah menjadi jenuh air maka laju infiltrasi akan
menurun dan menjadi konstan. Parameter infiltrasi lainnya
adalah kapasitas infiltrasi (fp), didefinisikan sebagai
kemampuan tanah untuk menyerap air infiltrasi pada suatu
waktu tertentu. Infiltrasi dibatasi oleh karakteristik tanah dan
ketersediaan air (R) untuk infiltrasi, bila ketersediaan air R< fp
maka f=R; f<fp dan jika R>fp maka f=fp; R>f.
Sri Harto (1993) mengilustrasikan keterkaitan antara
infiltrasi dengan perkolasi dalam suatu sketsa hubungan antara
infiltrasi dan perkolasi pada suatu profil tanah pada Gambar
5.1. Pada kondisi antara laju infiltrasi dan perkolasi yang tidak
seimbang. Kondisi semacam ini sama-sama tidak
menguntungkan terutama untuk masuknya air sebagai sumber
air tanah. Gambar 5.1.a. profil tanah lapisan atas mempunyai
laju infiltrasi kecil tapi lapisan bawah mempunyai laju
perkolasi tinggi, sebaliknya pada gambar 5.1.b, lapisan atas
dengan laju infiltrasi tinggi sedangkan laju perkolasi pada
lapisan bawah rendah. Pada Gambar 5.1.a, meski laju perkolasi
tinggi tapi laju infiltrasi yang memberikan masukan air
terbatas. Dalam keadaan seimbang kedua kenyataan ini
ditentukan oleh :
laju infiltrasi. Sebaliknya pada Gambar 5.1.b. laju perkolasi
yang rendah menentukan keadaan seluruhnya. Dalam
kenyataannya, proses yang terjadi tidak sesederhana itu, karena
adanya kemungkinan aliran antara (4).

(a)

(b)

Gambar 5.1 : Skema Infiltrasi Dan Perkolasi Pada Dua


Lapisan Tanah. A. Infiltrasi Kecil Dan Perkolasi Besar B.
Infiltrasi Besar Dan Perkolasi Kecil.
Infiltrasi ke dalam tanah yang pada mulanya dalam
keadaan tanah tidak jenuh, terjadi dibawah pengaruh sedotan
matriks dan gaya gravitasi. Jika infiltrasi terus terjadi, maka
semakin banyak air infiltrasi yang masuk tanah dan lebih
dalam profil tanah yang basah, maka sedotan matriks akan
berkurang. Berkurangnya sedotan matrik disebabkan karena
dengan semakin jauhnya jarak antara bagian tanah yang kering
dan yang basah. Jika proses infiltrasi terus berjalan dan seluruh
lapisan tanah menjadi basah, maka sedotan matrik menjadi
dapat diabaikan, sehingga gerakan air ke bawah di dalam profil
tanah hanya disebabkan oleh gaya gravitasi. Kejadian inilah
yang menjelaskan mengapa laju infiltrasi air ke dalam tanah
akan semakin berkurang sesuai dengan bertambahnya waktu
(lamanya) hujan. Ilustrasi keadaan tersebut dapat dijelaskan
seperti yang terlihat dalam dibawah.

Gambar 5.2 : Laju Infiltrasi Sebagai Fungsi Waktu Pada


Kondisi Tanah Basah Dan Kering.
Kesesuaian Akuifer
Lapisan akuifer yang cocok untuk peresapan air hujan
buatan tergantung pada beberapa hal antara lain koefisien
penyimpanan (storage coefficient), ketebalan akuifer atau
ketersediaan ruang penyimpanan (storage space), dan
permeabilitas. Permeabilitas sangat tinggi mengakibatkan
hilangnya air yang diresapkan karena merembes atau masuk ke
sub-permukaan
(sub-surface
drainage),
sedangkan
permeabilitas yang rendah mengurangi laju resapan. Untuk
mendapatkan laju peresapan yang baik dan untuk
mempertahankan air yang diresapkan dalam jangka waktu
yang cukup untuk penggunaannya selama periode kering,
akuifer dengan permeabilitas sedang sangat sesuai untuk
keperluan tersebut. Batuan aluvium tua (older alluvium),
saluran yang terkubur (buried channels), kipas alluvial
(alluvial fans), pasir gundukan (dune sands), glacial outwash,
dan lainnya adalah jenis batuan yang sangat baik untuk
resapan. Daerah batuan keras (hard rock), retakan (fractured),
batuan lapuk (weathered), dan batuan bergua (cavernous rocks)
memungkinkan untuk menyimpan air dengan baik. Batuan
basal, seperti yang terbentuk dari aliran lava, biasanya
memiliki kantong lokal (local pocket) yang dapat menerima air
resapan.
Studi Hidro-Meteorologis
Studi-studi ini dilakukan untuk memahami pola curah
hujan dan kehilangan akibat penguapan, dan hasil studi
tersebut digunakan untuk menentukan jumlah air yang akan
tersedia untuk daerah tangkapan tertentu serta ukuran
penyimpanan yang hendak dibangun. Faktor utama yang perlu

dipertimbangkan antara lain adalah:


Curah hujan tahunan minimum selama 10 tahun terakhir.
Jumlah periode hujan (rainy spells) dalam suatu musim
hujan dan durasinya.
Jumlah curah hujan dalam setiap periode hujan.
Intensitas curah hujan (maksimum) setiap 3 jam, 6 jam,
dsb. Yang mungkin relevan untuk suatu wilayah. Sebagai
panduan umum, intensitas yang menyebabkan limpasan
signifikan dan banjir lokal harus diadopsi.
Studi Hidrogeologis
Studi hidrogeologis serta gambaran regional dari
pengaturan hidrogeologi diperlukan untuk mengetahui dengan
pasti lokasi yang baik untuk pengisian air tanah buatan, serta
tipe struktur-struktur yang hendak dibangun untuk tujuan
tersebut. Aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan untuk suatu
skema peresapan buatan diantaranya adalah :
Informasi detil dan peta yang menunjukkan:

Unit hidrogeologi yang dibatasi atas dasar


kemampuannya menahan air baik pada tingkat
dangkal maupun dalam.

Kontur air tanah untuk menentukan bentuk


muka air dan koneksi hidrolik air tanah dengan
sungai, kanal, dll.
Kedalaman muka air (maksimum, minimum, dan
rata-rata)
Amplitude fluktuasi permukaan air
Tekanan pizometrik (piezometric head) di akuifer
dalam dan variasinya dengan waktu.
Potensi air tanah dalam unit hidrogeologi yang
berbeda-beda dan perkembangan permukaan air
tanah
Kualitas kimiawi air dalam akuifer yang berbedabeda

Informasi dari sumur terbuka lokal (local open well)


Skema resapan buatan bersifat spesifik pada tempat

tertentu (site-specific) dan bahkan replikasi dari teknik


yang telah teruji harus didasarkan pada kondisi
hidrogeologis serta hidrologisnya. Oleh karena itu,
informasi dari sumur lokal berikut perlu dipertimbangkan
dalam merancang skema antara lain :

Ketebalan tak jenuh (unsaturated thickness) dari


pembentukan batuan yang terjadi melebihi 3 meter
di bawah permukaan tanah harus dipertimbangkan
untuk menilai kebutuhan air untuk membangun
penyimpanan
sub-permukaan
(sub-surface
storage). Proses peresapan air tanah harus
bertujuan menjenuhkan seluruh zona tak jenuh ini
(juga dikenal dengan vadose zone)
Tiga meter di atas dari zona tak jenuh tidak boleh
digunkan
untu
peresapan
karena
dapat
menimbulkan efek samping terhadap lingkungan
seperti water logging, salinitas tanah (soil salinity),
dll.
Kedalaman pasca monsoon (post-monsoon depth)
hingga permukaan air merepresentasikan situasi
ketebalan minimum dari zona vadose yang tersedia
untuk resapan. Hal ini harus dipertimbangan dalam
hubungannya dengan kelebihan limpasan yang ada
di area tersebut.

Studi Geofisika
Studi geofisika relatif mahal dan memerlukan waktu
yang lama, serta membutuhkan kemampuan pengetahuan yang
tinggi serta peralatan canggih. Karena itu, secara ekonomis
dapat dijalankan untuk proyek pengembangan pengisian air
tanah buatan skala besar dan tidak cocok untuk skema resapan
buatan kecil di tingkat lokal/pedesaan. Tujuan utama dari
penggunaan metode geofisika untuk memilih tempat yang tepat
untuk lokasi resapan buatan. Studi ini dilakukan untuk menilai
kondisi hidrogeologi sub-permukaan yang belum diketahui.
Secara umum tujuan utamanya adalah untuk menyempurnakan
program eksplorasi. Sebagian besar ini digunakan untuk
mempersempit zona target, menentukan tempat yang mungkin
untuk struktur resapan buatan, serta rancangan yang tepat.
Namun demikian, penerapan dari metode geofisika membawa

gambaran yang komparatif dari lingkungan batuan subpermukaan (sub-surface litho environment), manifestasi
permukaan dari struktur tersebut, dan menghubungkannya
dengan setting hidrogeologis. Selain mendefinisikan struktur
sub-permukaan dan batuan (lithology), studi ini juga dapat
mengidentifikasikan
antar
muka
air
payau/tawar
(brackish/fresh ground water interface), zona terkontaminasi
(saline), dan area yang rentan intrusi air laut.
Dengan menggunakan metode-metode geofisika tertentu yang
umum, dimungkinkan untuk memodelkan:
Stratifikasi sistem akuifer dan variabilitas spasial
konduktivitas hidrolik dari zona karakteristik, yang
sesuai untuk peresapan buatan.
Zona negative atau non-produktif dari konduktivitas
hidrolik rendah (low hydraulic conductivity) pada zona
jenuh dan tak jenuh.
Diskontinuitas konduktivitas hidrolik vertikal, seperti
dyke dan fault zone.
Pergerakan kelembaban dan kapasitas infiltrasi dari zona
tak jenuh
Arah aliran air tanah dalam proses peresapan alami atau
buatan
Jalan
masuk
salinitas
(salinity
ingress),
kecenderungannya (trend), dan perubahan singkat
kedalaman salinitas pada akuifer yang disebabkan oleh
abstraksi bervariasi (varied abstraction) atau peresapan.
Aplikasi dari teknik yang tepat, rencana survey, dan peralatan
yang sesuai dapat menghasilkan hasil yang lebih baik, tetapi
secara tidak langsung.
Kualitas Sumber Air
Permasalahan yang timbul sebagai akibat dari peresapan
air tanah buatan terutama berhubungan dengan kualitas air
baku (raw water) yang tersedia untuk peresapan. Air baku

yang tersedia secara umum membutuhkan beberapa jenis


pengolahan sebelum digunakan dalam instalasi. Permasalahan
itu juga terkait dengan perubahan struktur tanah dan fenomena
biologis yang terjadi sebelum infiltrasi dimulai sehingga
menyebabkan masalah lingkungan. Oleh karena itu, analisis
kima dan bakteriologis dari sumber air yang akan digunakan
sangat penting.
Selain itu parameter kekeruhan atau konsentrasi zat padat
tersuspensi (Suspendid Solids) sangat mempengaruhi
efektifitas peresapan air tanah buatan. Oleh karena itu,
persyaratan utama untuk air yang akan digunakan dalam
proyek peresapan atau pengisian air tanah buatan adalah
bersifat silt free (bebas padatan tersuspensi). Padatan
tersuspesni dapat didefiisikan sebagai kandungan benda padat
yang tidak larut, biasanya diukur dalam satuan mg/l, yang
mengendap di genangan air atau pada air yang mengalir
dengan kecepatan tidak lebih dari 0,1m/jam.
Pencegahan Penyumbatan Pori Tanah
Pencegahan penyumbatan pori tanah merupakan salah
satu pertimbangan penting dalam merencanakan skema
peresapan buatan. Metode umum untuk meminimalkan
penyumbatan antara lain :
Secara berkala menghilangkan lapisan lumpur (mudcake) dan memotong-motong (dicing) atau mengeruk
(scraping) lapisan permukaan.
Pemasangan filter pada permukaan, permeabilitas
yang lebih rendah dibandingkan strata alaminya (filter
harus diganti dan diperbaharui secara berkala).
Penambahan bahan organik atau zat kimia ke lapisan
teratas.
Budidaya tanaman penutup tertentu, terutama rumput
jenis tertentu.
Menyediakan inverted filter yang terdiri dari pasir
halus, kasar, dan kerikil di bagian bawah lubang
infiltrasi/parit.

Penyumbatan oleh aktivitas biologis tergantung paada


komposisi mineralogi dan organik dari air dan dasar cekungan
(basin floor), ukuran butiran, serta permeabilitasnya. Satusatunya metode pengolahan yang mungkin dilakukan dan telah
dikembangkan sejauh ini adalah dengan mengeringkan tanah di
bawah cekungan dengan tuntas.
Metoda Peresapan Air Hujan Atau Pengisian Air Tanah Buatan
Ada beberapa cara yang telah dikembangkan antara lain
yaitu antara lain (Kumar dan Aiyagari,1997) :
1) Metode Penyebaran Air di Permukaan tanah
(Surface Water Spreading Techniques). Metode
ini meliputi beberapa cara yakni :

Metode Cekungan (Basin Method).


Metode Parit (Furrow Method).
Metode Saluran Alami (Natural Channel Method).
Metode Perendaman (Flooding Method).
Metode Irigasi (Irrigation Method).

2) Metode pengisian melalui sumur galian (Recharge


Through Pits).
3)Metode pengisian melalui sumur
(Recharge Through Injection Wells).
4).

injeksi

Metode Induced Recharge.


Pemilihan dari metode-metode tersebut adalah
berdasarkan pertimbangan yang meliputi hal-hal
antara lain :
Kondisi geologi dan hidrogeologi, misalnya kondisi
lapisan tanah pembawa air (akuifer), topografi,
cekungan tanah, kapasitas resapan dll.
Kualitas dan jumlah air yang digunakan.
Tingkat peresapan dan kecepatan pengisian tanah.
Penggunaan air tanah.

Pertimbangan teknis dan ekonomi

Вам также может понравиться