Вы находитесь на странице: 1из 18

PERANAN PERBANKAN DAN PEREKONOMIAN INDONESIA

Posted: April 5, 2012 in tulisan Heri yang lainnya,,click this


0
Tugas 2 Softskill

M.Heriyadi
32209210
3DD04

Abstrak
Bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya
aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Pengertian bank
umum menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 : Bank Umum adalah bank
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Fungsi-fungsi bank umum yang diuraikan di bawah ini menujukkan betapa
pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian modern, yaitu :
Penciptaan uang, Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran, Penghimpunan
Dana Simpanan Masyarakat, Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional,
Penyimpanan Barang-Barang Berharga, Pemberian Jasa-Jasa Lainnya
Peranan bank sangatlah penting bagi perkonomian Indonesia serta bank juga
mempunyai peranan dalam hal stabilitas keuangan, pengendalian inflasi, sistem
pembayaran, serta otoritas moneter.

BAB I
Pendahuluan

Seperti diketahui banyak orang, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang
kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Selain itu
bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat
yang membutuhkannya. Juga dikenal sebagai tempat untuk menukar uang,

memindah uang atau menerima segala macam bentuk pembayaran dan setoran
seperti pembayaran listrik, telepon, air, pajak, uang kuliah dan pembayaran lainnya.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan meyalurkannya pada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan kehiduapan rakyat banyak,
seperti yang tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10
Nopember 1998.
Berbicara mengenai Bank pastilah tidak terlepas dari masalah keuangan. Aktivitas
perbankan yang pertama adalah menghimpun dana dari masyarakat luas yang
dikenal dengan istilah di dunia perbankan adalah kegiatan (Funding). Pengertian
menghimpun dana maksudnya adalah mengumpulkan atau mencari dana dengan
cara membeli dari masyarakat luas.
Pembelian dana dari masyarakat ini diakukan oleh Bank dengan cara memasang
berbagai strategi agar masyarakat mau menanamkan dananya dalam bentuk
simpanan. Jenis simpanan yang dipilih oleh masyarakat adalah seperti giro,
tabungan, deposito berjangka dan sertifikat deposito. Oleh karena itu pihak
perbankan harus memberikan berbagai rangsangan dan kepercayaan sehingga
masyarakat berniat untuk menanamkan dananya.
Besarnya bunga kredit sangat dipengaruhi oleh besarnya bunga simpanan. Semakin
besar atau mahal bunga simpanan, maka semakin besar pula bunga pinjamanan
dan demikian pula sebaliknya. Disamping bunnga simpanan, pengaruh besar
kecilnya bunga pinjaman juga dipengaruhi oleh keuntungan yang diambil, biaya
operasi yang dikeluarkan, cadangan resiko kredit macet, pajak serta pengaruh
lainnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa kegiatan menghimpun dana (Funding) dan
menyalurkan uang (Lending) ini merupakan kegiatan utama perbankan
Dalam pertumbuhan ekonomi sebenarnya, sejauhmana peranan bank dalam
membantu usaha para nasabah yang memerlukan dana, baik dana Investasi
maupun dana untuk modal kerja diharapkan adanya peningkatan pembangunan di
berbagai sektor.
Bagi pemerintah sendiri dengan menyebarnya pemberian kredit akan menambah
penerimaan pajak dari keuntungan dari para nasabah dan bank dan adanya
kesempatan kerja jika kredit digunakan sebagai pembangunan usaha baru atau
perluasan usaha sehingga dapat menyedot tenaga kerja baru.
Meningkatnya jumlah barang dan jasa jelaslah bahwa sebagian besar kredit yang
disalurkan akan dapat meningkatkan jumlah barang yang beredar di masyarakat.
Akan menambah deviasa negara terutama untuk produk-produk yang sebelumnya
diimpor dan apabila sudah dapat diproduksi di dalam negeri dengan fasilitas kredit,
yang jelas akan menghemat devisa negara.

Yang menjadikan permasalahan saat ini adalah apakah seluruh bank-bank swasta
yang ada di Indonesia dapat dikatakan sehat dan para nasabah untuk mendapatkan
dana dapat memenuhi syarat-syarat yang berlaku di dunia perbankan.
Bank-bank swasta di Indonesia tidaklah seluruhnya dapat dikatakan sehat. Adanya
ijin pendirian bank umum, biasanya akan diberikan sesuai dengan persyaratan yang
berlaku. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 1998, persyaratan
pendirian sebuah bank adalah :

Susunan organisasi dan kepengurusan.

Permodalan.

Kepemilikan.

Keahlian di bidang perbankan.

Kebijakan rencana kerja.

Setelah sebuah bank terbentuk apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat
sehingga Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat
memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut harus dijalankan
bahkan dihentikan kegiatan operasinya.

BAB II
Pembahasan

Pengertian bank
Bank adalah sebuah tempat di mana uang disimpan dan dipinjamkan. Menurut
Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10
November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidur rakyat banyak. Dari pengertian di
atas dapat dijelaskan secara lebih luas lagi bahwa bank merupakan perusahaan
yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan
dalam bidang keuangan.
Fungsi utama dari bank adalah menyediakan jasa menyangkut penyimpanan nilai
dan perluasan kredit. Evolusi bank berawal dari awal tulisan, dan berlanjut sampai
sekarang di mana bank sebagai institusi keuangan yang menyediakan jasa
keuangan. Sekarang ini bank adalah institusi yang memegang lisensi bank. Lisensi

bank diberikan oleh otoriter supervisi keuangan dan memberikan hak untuk
melakukan jasa perbankan dasar, seperti menerima tabungan dan memberikan
pinjaman.
Kata bank berasal dari bahasa Italia banca atau uang. Biasanya bank menghasilkan
untung dari biaya transaksi atas jasa yang diberikan dan bunga dari pinjaman.
Situs lain mengatakan, Masyarakat pada umumnya telah mengetahui bahwa bank
itu adalah tempat menabung, menyimpan uang ataupun meminjam uang bagi
masyarakat yang membutuhkan. Berikut akan disampaikan dua definisi bank,
sebagai berikut:
a) Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, tentang Perbankan menyatakan:
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
b) Menurut Prof. G.M. Verryn Stuart mendefinisikan: Bank adalah suatu badan yang
bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat pembayarannya
sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dariorang lain maupun dengan jalan
memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral.
c) Somary berpendapat bahwa bank adalah suatu badan yang berfungsi sebagai
pengambil dan pemberi kredit, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bank merupakan tempat
penyimpanan uang, pemberi atau penyalur kredit dan juga perantara dalam lalu
lintas pembayaran.

Peranan Perbankan dalam Perkonomian


Para ahli perbankan di negara-negara maju mendefinisikan bank umum sebagai
institusi keuangan yang berorientasi laba. Untuk memperoleh laba tersebut bank
umum melaksanakan fungsi intermediasi. Karena diizikan mengumpulkan dana
dalam bentuk deposito, bank umum disebut juga sebagai lembaga keuangan
depositori. Berdasarkan kemampuannya menciptakan uang (giral), bank umum
dapat juga disebut sebagai bank umum pencipta uang giral.
Pengertian bank umum menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 :
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.

Fungsi-fungsi bank umum yang diuraikan di bawah ini menujukkan betapa


pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian modern, yaitu :
1.

Penciptaan uang

Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat
mekanisme pemindahbukuan (kliring). Kemampuan bank umum menciptakan uang
giral menyebabkan possisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter.
Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan
cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral.
2.

Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran

Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung
kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa
yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme
pembayaran.
Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoransetoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas
pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem
pembayaran elektronik.

3.

Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat

Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di
Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito,
tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan dengan
lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang berhasil dihimpun
akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya melalui
penyaluran kredit.

4.

Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional

Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar
transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal.
Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu muncul
karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing-masing
negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan
memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank
umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat
ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.

5.

Penyimpanan Barang-Barang Berharga

Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang
ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang
berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak
yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit box).
Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa
pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat berharga.
6.

Pemberian Jasa-Jasa Lainnya

Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank umum juga semakin banyak
dan luas. Saat ini kita sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon
seluler, mengirim uang melalui atm, membayar gaji pegawai dengan menggunakan
jasa-jasa bank.
Jasa-jasa ini amat memudahkan dan memberikan rasa aman dan nyaman kepada
pihak yang menggunakannya.

PERAN BANK INDONESIA DALAM STABILITAS KEUANGAN


Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank
Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem
keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam
menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan
banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak
dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap
stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar
yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah
satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem
keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal.
Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi
stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah
yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih
merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.
Pertanyaannya, bagaimana peranan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas
sistem keuangan? Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama
dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup
kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara
lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia
dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang.

Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap
berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang
terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula
sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia
telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga
keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga
perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi.
Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang
dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat
menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk
mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan
perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui
kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum
(law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negaranegara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang
kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan
untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong
kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor
perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur
Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada
salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko
potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran.
Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion
risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia
mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam
sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan
menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama
sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan
keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem
pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk
mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat
mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan.
Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor
kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang
berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat
mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi
kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya

akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah


yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan
melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR
merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola
krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai
LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini
hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi
memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR
dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun
masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan
fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral
hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat
harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.

Peranan Bank Indonesia dalam Pengendalian Inflasi


Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia (BI), pada salah satu pasalnya disebutkan bahwa BI adalah lembaga
negara yang independen.
Maksud kalimat tersebut adalah Independen diartikan sebagai lembaga negara
yang bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lainnya. Selanjutnya,
dalam Pasal 9 dinyatakan bahwa pihak lain dilarang melakukan segala bentuk
campur tangan terhadap pelaksanaan tugas BI, dan demikian pula BI wajib menolak
atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka
melaksanakan tugasnya. Independensi tersebut ditandai dengan diberikannya
kewenangan penuh pada BI dalam menetapkan target-target yang akan dicapai
(goal independence) dan kebebasan dalam menggunakan berbagai piranti moneter
(instrument independence) dalam mencapai target tersebut. Selanjutnya, dalam
Pasal 10 ditegaskan bahwa BI memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan
moneter melalui penetapan sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju
inflasi. Demikian pula, untuk lebih meningkatkan efektivitas pengendalian moneter
serta kapasitasnya sebagai lender of the last resort, dalam Pasal 11 dinyatakan
bahwa pemberian kredit oleh BI kepada bank dibatasi.
Jangka waktu kredit kepada bank maksimal 90 hari dan penggunaannya hanya
untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek. Selain itu, kredit tersebut
harus dijamin dengan surat berharga yang bernilai tinggi dan mudah dicairkan yang
nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterima oleh bank.
Tujuan dan tugas BI saat ini sesuai dengan undang-undang baru tersebut adalah
tujuan BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai

tujuan tersebut BI mempunyai 3 tugas utama, yaitu menetapkan dan melaksanakan


kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta
mengatur dan mengawasi bank. Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter tersebut, BI berwenang menetapkan sasaran-sasaran moneter
dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkan. Perlu dikemukakan
bahwa tugas pokok BI berubah sejak diterapkannya undang-undang tersebut, yaitu
dari multiple objective (mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan
kerja, dan memelihara kestabilan nilai rupiah) menjadi single objective (mencapai
dan memelihara kestabilan nilai rupiah). Dengan demikian tingkat keberhasilan BI
akan lebih mudah diukur dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah adalah kestabilan nilai rupiah
tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar yang terjadi. Tingkat inflasi tercermin
dari naiknya harga barang-barang secara umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi
inflasi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu tekanan inflasi yang berasal dari sisi
permintaan dan dari sisi penawaran. Dalam hal ini, BI hanya memiliki kemampuan
untuk mempengaruhi tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan, sedangkan
tekanan inflasi dari sisi penawaran (bencana alam, musim kemarau, distribusi tidak
lancar, dll) sepenuhnya berada diluar pengendalian BI. Oleh karena itu, untuk dapat
mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil, diperlukan adanya
kerjasama dan komitmen dari seluruh pelaku ekonomi, baik pemerintah maupun
swasta. Tanpa dukungan dan komitmen tersebut niscaya tingkat inflasi yang sangat
tinggi selama ini akan sulit dikendalikan. Selanjutnya nilai tukar rupiah sepenuhnya
ditetapkan oleh kekuatan permintaan dan panawaran yang terjadi di pasar. Apa
yang dapat dilakukan oleh BI adalah menjaga agar nilai rupiah tidak terlalu
berfluktuasi secara tajam.
BI mengontrol tingkat inflasi dengan cara Seperti dikemukakan diatas bahwa kontrol
BI atas inflasi sangat terbatas, karena inflasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Oleh
karena itu, BI selalu melakukan assessment terhadap perkembangan perekonomian,
khususnya terhadap kemungkinan tekanan inflasi. Selanjutnya respon kebijakan
moneter didasarkan kepada hasil assessment tersebut. Perlu disampaikan pula
bahwa pengendalian inflasi tidak bisa dilakukan hanya melalui kebijakan moneter,
melainkan juga kebijakan ekonomi makro lainnya seperti kebijakan fiskal dan
kebijakan di sektor riil. Untuk itulah koordinasi dan kerjasama antar lembaga lintas
sektoral sangatlah penting dalam menangani masalah inflasi ini.
Kebijakan moneter BI kedepan yang lebih memfokuskan pada sasaran tunggal
inflasi dilakukan dengan cara Sasaran akhir kebijakan moneter BI di masa depan
pada dasarnya lebih diarahkan untuk menjaga inflasi. Pemilihan inflasi sebagai
sasaran akhir ini sejalan pula dengan kecenderungan perkembangan terakhir bankbank sentral di dunia, dimana banyak bank sentral yang beralih untuk lebih
memfokuskan diri pada upaya pengendalian inflasi. Alasan yang mendasari
perubahan tersebut adalah, pertama, bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa
dalam jangka panjang kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi tingkat

inflasi, kebijakan moneter tidak dapat mempengaruhi variabel riil, seperti


pertumbuhan output ataupun tingkat pengangguran. Kedua, pencapaian inflasi
rendah merupakan prasyarat bagi tercapainya sasaran makroekonomi lainnya,
seperti pertumbuhan pada tingkat kapasitas penuh (full employment) dan
penyediaan lapangan kerja yang seluas-luasnya. Ketiga, yang terpenting,
penetapan tingkat inflasi rendah sebagai tujuan akhir kebijakan moneter akan
menjadi nominal anchor berbagai kegiatan ekonomi.
Strategi yang digunakan oleh BI dalam mencapai sasaran inflasi yang rendah
adalah :
1. Mengkaji efektivitas instrumen moneter dan jalur transmisi kebijakan moneter.
2. Menentukan sasaran akhir kebijakan moneter.
3. Mengidentifikasi variabel yang menyebabkan tekanan-tekanan inflasi.
4. Memformulasikan respon kebijakan moneter.
Dapat ditambahkan bahwa laju inflasi yang diperoleh dari indeks harga konsumen
(IHK) sebagai sasaran akhir dan laju inflasi inti (core atau underlying inflation)
sebagai sasaran operasional.
Konsep inflasi inti (core inflation) dapat kita bagi menjadi dua yaitu Berdasarkan
pengertiannya, ada 2 konsep dalam pengertian inflasi inti. Pertama, inflasi inti
sebagai komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent
component) di dalam setiap pergerakan laju inflasi. Kedua, inflasi inti sebagai
kecenderungan perubahan harga-harga secara umum (generalized component).
Core inflation pada beberapa literatur disebut juga dengan underlying inflation.
Inflasi inti inilah yang dapat dipengaruhi atau dikendalikan oleh BI. Di dalam
operasionalnya, BI tidak menggunakan inflasi IHK sebagai acuan dalam mengambil
kebijakan moneter, namun menggunakan inflasi inti.
Penggunaan inflasi inti sebagai sasaran operasional dikarenakan inflasi inti dapat
memberikan signal yang tepat dalam memformulasikan kebijakan moneter. Sebagai
contoh, dalam hal terjadi gangguan permintaan (demand shock) yang
mengakibatkan inflasi tinggi, respon bank sentral akan mengetatkan uang beredar
sehingga tingkat inflasi dapat ditekan. Disamping itu, kebijakan tersebut dapat juga
untuk menyesuaikan kembali pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang sesuai
dengan kapasitas perekonomian. Sebaliknya, jika inflasi meningkat karena
terjadinya gangguan penurunan di sisi penawaran (supply side), misalnya kenaikan
harga makanan karena musim kering maka kebijakan uang ketat justru dapat
memperburuk tingkat harga dan pertumbuhan ekonomi. Respon yang dapat
dilakukan oleh bank sentral adalah kebijakan melonggarkan likuiditas perkonomian
justru diperlukan untuk menstimulir peningkatan penawaran.

Inflasi yang akan dipakai BI dalam menetapkan targetnya adalah BI menetapkan


IHK sebagai targetnya, seperti yang diterapkan di semua negara yang menganut
sistem target inflasi secara eksplisit. Ada beberapa alasan yang mendasari
dipilihnya IHK sebagai target bank sentral, baik dari sisi teoritis maupun dari segi
kepraktisannya. Kelebihan digunakannya IHK ini antara lain adalah merupakan alat
ukur yang paling tepat dalam mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat karena
IHK mengukur indeks biaya hidup konsumen. Seperti yang berlaku pada negaranegara lain institusi yang bertugas mengumpulkan data statistik selalu
memfokuskan sebagian besar sumber dayanya untuk menghasilkan data IHK yang
reliable dibandingkan indeks harga lainnya, sehingga hasil pengukuran IHK selalu
memiliki kualitas yang lebih baik dan selalu tersedia secara tepat waktu.
Tekanan terhadap angka inflasi dapat dibagi dua Dilihat dari asalnya, tekanan inflasi
dapat dibedakan atas domestic pressures (berasal dari dalam negeri) dan external
pressures (berasal dari luar negeri). Tekanan yang berasal dari dalam negeri dapat
diakibatkan oleh adanya gangguan dari sisi penawaran dan permintaan serta
kebijakan yang diambil oleh instansi lain di luar BI, misalnya kebijakan penghapusan
subsidi pemerintah, kenaikan pajak, dll. Gangguan dari sisi penawaran dapat timbul
apabila terjadi musim kering yang mengakibatkan gagal panen, terjadinya bencana
alam, gangguan distribusi tidak lancar dan adanya kerusuhan-kerusuhan sosial
yang berakibat terputusnya pasokan dari luar daerah. Gangguan dari sisi
permintaan dapat terjadi apabila otoritas moneter menerapkan kebijakan uang
longgar.

Peranan Bank Indonesia Dalam Sistem Pembayaran


Bank Indonesia sebagai bank sentral mempunyai peranan penting dalam sistem
pembayaran. Ada beberapa pihak yang terlibat di dalam sistem pembayaran yaitu
pihak yang menyelenggarakan sistem pembayaran, pihak yang mendukung sistem
pembayaran, pihak yang memberikan jasa dalam sistem pembayaran, dan pihak
yang mengatur serta mengawasi sistem pembayaran.
Peranan Bank Indonesia dalam sistem pembayaran sangat luas, karena sebagai
operator, regulator, dan sekaligus sebagai pengawas. Hubungan bank sentral
dengan sistem pembayaran setiap Negara memiliki kadar yang berbeda, ada yang
memiliki keterlibatan tinggi (Indonesia), dan ada yang sedikit (Hongkong).
Peranan bank sentral dalam sistem pembayaran dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1: Peran Bank Sentral Dalam Sistem Pembayaran
Negara

Keterlibatan

Hongkong

Sedikit

Hubungan Dengan Sistem Pembayaran


Memberi saran dalam regulasi

Perancis
Brunei
USA

Sedikit
Sedikit

Dilakukan oleh Brunei Association of Banks

Sebagian

Inggris

Pengawas dan Operator RTGS

Sebagian

Indonesia

Malaysia

Pengawas dan Operator

Sebagian

Belanda

Jepang

Pengawas

Ya

Ya
Ya

Saudi Arabia

Pengawas dan Operator

Operator, Regulator, dan Pengawas

Operator dan Pengawas


Kliring dan Transfer Elektro
Ya

Operator dan Pengawas

Sumber: Maxwell, et all. (1996). Chandavarkar (1996). BIS dalam Tri Subari SM,
dan Ascarya (2003).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Berdasarkan UU. No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, wewenang mengatur,
mengawasi, dan memberi atau mencabut izin berdirinya bank mutlak menjadi
wewenang Bank Indonesia. Luasnya cakupan tugas dan wewenang Bank Indonesia
menimbulkan kerentanan akan keefektifan khususnya tugas pengawasan.
Mengingat begitu banyaknya bank-bank umum dan Bank Prekreditan Rakyat yang
harus diawasi. Maraknya kasus perbankan seperti kasus Bank Century, City Bank,
dan pembobolan bank oleh orang dalam menunjukkan lemahnya system intern
bank itu sendiri dan pengawasan oleh Bank Indonesia.
Oleh sebab itu, timbul gagasan tugas pengawasan perbankan diserahkan ke
lembaga khusus. Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawas
sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang yang
pembentukannya dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Tetapi
sampai dengan akhir tahun 2010, lembaga yang rencananya akan diberi nama
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum terbentuk.
Tarik menarik kepentingan antara Bank Indonesia dengan pihak-pihak lain terus
terjadi, sehingga terbentuknya OJK berjalan dengan alot. Rencanana OJK tidak
hanya bertugas mengawasi sektor perbankan, tetapi juga jasa keuangan lainnya
seperti: asuransi, dana pensiun, bursa efek, bursa berjangka, dan badan
penyelenggara program jaminan sosial.

Peranan Perbankan Sebagai Otoritas Moneter

Peran bank sentral dalam perekonomian suatu negara sangat penting. Bank sentral
adalah mitra utama pemerintah dalam menggerakkan berbagai kegiatan ekonomi
melalui kebijakan suku bunga dengan statusnya sebagai otoritas moneter. Sebagai
otoritas moneter, bank sentral memiliki tujuan, tugas, maupun wewenang yang
tidak dimiliki lembaga ekonomi lainnya.
Sebelum membahas mengenai beberapa hal terkait otoritas moneter yang dimiliki
oleh Bank Indonesia, maka perlu diketahui terlebih dahhulu mengenai definisi dari
kebijakan moneter dan otoritas moneter itu sendiri.
Dalam kamus hukum ekonomi yang disusun oleh A. F. Elly Erawaty dan J. S.
Badudu dikatakan bahwa kebijakan moneter (monetary policy) adalah tindakan
bank sentral selaku pemegang otoritas moneter dalam menjaga keseimbangan
moneter negara.
Sedangkan otoritas moneter adalah suatu entitas yang memiliki wewenang untuk
mengendalikan jumlah uang yang beredar pada suatu negara dan memiliki hak
untuk menetapkan suku bunga dan parameter lainnya yang menentukan biaya dan
persediaan uang. Umumnya otoritas moneter adalah bank sentral, meskipun
kadang kala lembaga eksekutif pemerintah mempunyai hak tertinggi untuk
menetapkan kebijakan moneter dengan cara mengendalikan bank sentral. Ada
berbagai jenis otoritas moneter lainnya, seperti dibentuknya satu bank sentral
untuk beberapa negara, terdapatnya suatu dewan yang mengkontrol jumlah uang
yang beredar terhadap mata uang lain, dan juga diperbolehkannya beberapa
entitas untuk mencetak uang kertas ataupun uang logam.
Agus Santoso dan Anton Purba mengatakan dalam tulisannya yang berjudul
Kedudukan Bank Indonesia dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(Amandemen Keempat) dan Usulan Komisi Konstitusi dalam Konsep Amandemen
Kelima UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa kewenangan otoritas
moneter yang dimiliki Bank Indonesia merupakan hasil dari sharing of executive
power kekuasaan Pemerintah di bidang ekonomi
Sharing of executive power ini dimaksudkan untuk menghindarkan Bank Indonesia
dari posisi yang dapat menimbulkan conflict of interest, yaitu antara agen program
Pemerintah dan pengelola kebijakan moneter.Kedua fungsi tersebut memang
tidak dapat dilakukan oleh satu lembaga, karena kedua fungsi tersebut memiliki
tujuan yang berbeda. Disatu sisi, Pemerintah memiliki tujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi berdasarkan kebijakan fiskal dan dilain pihak Bank Indonesia
memiliki tujuan untuk mendukung kestabilan ekonomi melalui kebijakan
moneternya.Dengan demikian, pembagian kekuasaan (sharing of executive power)
ini pada dasarnya dimaksudkan untuk mendukung terciptanya demokratisasi dalam
pengelolaan (ekonomi) Negara.
Dalam konsep sharing of executive power ini, maka Pemerintah memegang otoritas
fiskal (dan sektor riil), sedangkan Bank Indonesia sebagai lembaga Negara yang

memliki fungsi khusus, yaitu sebagai otoritas di bidang moneter, perbankan, dan
system pembayaran, dengan tujuan menkonstruksikan pertumbuhan ekonomi
nasional yang sehat yang tercermin dari terjaganya kestabilan rupiah. fungsi ini
diyakini tidak dapat berjalan dengan baik apabila tercampur dengan ragam fungsi
departemental pemerintahan yang sarat dengan tarik menarik kepentingan politik
dan seringkali berubah karena mengandung faktor subyektifitas yang tinggi.
Dengan demikian, maka dengan adanya sharing of executive power ini, kekuasaan
Pemerintah dalam kebijakan ekonomi tidak terkonsentrasi.Hal ini juga secara tegas
tercantum dalam Pasal 6 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
Tentang Keuangan Negara yang mengatur bahwa kekuasaan Presiden selaku Kepala
Pemerintahan tidak termasuk kewenangan di bidang moneter, yang meliputi
antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undangundang.
Namun, sebagai organ of state Bank Indonesia dalam beberapa hal harus tetap
berkoordinasi dengan Pemerintah.Dengan kata lain, hubungan ini dapat
digambarkan sebagai fungsi pengelolaan moneter yang tidak berada di bawah
pengelolaan kebijakan fiskal, tetapi yang terpisah, namun tetap bekerjasama
dengan pengelola fiskal untuk memperoleh manfaat yang semaksimal mungkin
dalam pembangunan ekonomi nasional.
1. Sebelum Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia (UU No.
23/1999 jo UU No. 3/2004)
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa pada masa awal kemerdekaan,
terdapat dua bank yang menjalankan fungsi sebagai bank sentral, yaitu Bank
Negara Indonesia (BNI) 1946 dengan De Javasche Bank milik Belanda. Secara
formal sendiri, Indonesia hanya mengakui Bank Negara Indonesia sebagai Bank
Sentral.
Bank Negara Indonesia pada masa itu memiliki fungsi sebagai bank komersial
(dalam hal-hal khusus) dan fungsi utama sebagai bank sentral.Sebagai bank sentral
Bank Negara Indonesia memiliki kewenangan sebagai otoritas moneter, tetapi tidak
murni sebagai otoritas moneter, karena masih melakukan tugas lain seperti
pemberian kredit kepada badan Pemerintah.
Sejak diundangkannya UU No.11/1953 tentang Bank Indonesia, maka fungsi bank
sentral beralih dari Bank Negara Indonesia kepada Bank Indonesia. Bank Indonesia
mempunyai tugas membantu Pemerintah dibidang moneter dan perbankan.
Berdasarkan tugas pokok bank sentral yang digariskan pada UU No.11/1953, maka
peran pokok Bank Sentral yang harus dijalankan oleh Bank Indonesia selain sebagai
otoritas moneter adalah mengembangkan sistem perbankan, mengawasi kegiatan
perbankan, penyaluran kredit bank dan merangkap sebagai bank komersil. Selain
itu karena pada masa itu Bank Indonesia menjadi bagian dari Pemerintah, maka

Bank Indonesia juga melaksankan peran sebagai agen pembangunan dengan


keharusan menyalurkan kredit (berbunga) murah kesektor pertanian, perkebunan,
usaha kecil dan koperasi. Dengan demikian Bank Indonesia sebagai bank sentral
berfungsi ganda yaitu sebagai bankers bank merangkap sebagai bank komersial.
Namun setelah diundangkannya UU No.13/1968 fungsi Bank Indonesia sebagai bank
komersial dicabut. Dengan demikian bank sentral menurut Undang-undang ini tidak
lagi berfungsi ganda (merangkap sebagai bank komersial), tetapi bank sentral
masih melaksanakan tugas/peran sebagai bankir sekaligus sebagai kasir
pemerintah (Pasal 34, 36, dan Pasal 38).
2. Sesudah Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia (UU No.
23/1999 jo UU No. 3/2004)
Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan rupiah. Dan
untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut:
(i) menetapkan dan melaksankan kebijakan moneter; (ii) mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran; (iii) mengatur dan mengawasi Bank.
Dalam menetapkan dan melaksankan kebijakan moneter, Bank Indonesia
berwenang menetapkan sasaran-sasaran moneter dan melakukan pengendalian
moneter dengan cara-cara yang ditetapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, Bank
Indonesia melaksankan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang
ditetapkan, mengelola cadangan devisa utnuk memenuhi kewajiban luar negeri,
memelihara keseimbangan neraca pembayaran dan dapat juga menerima pinjaman
luar negeri.
Awalnya, untuk mencapai sasaran-sasaran moneter, Bank Indonesia juga
mempunyai fungsi sebagai lender of the last resort dan melaksanakan pemberian
kredit program yang telah disetujui tetapi belum ditarik. Dalam melaksankan fungsi
ini, Bank Indonesia hanya membantu untuk mengatasi mismatch
(ketidakseimbangan) yang disebabkan oleh resiko kredit atau resiko pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah, resiko manajemen, dan resiko pasar. Namun setelah
diundangkannya UU No.23/1999, maka sesuai dengan status Bank Indonesia
sebagai otoritas moneter yang independen, maka pemberian kredit program tidak
lagi menjadi tugas Bank Indonesia.
Dalam rangka menetapkan dan melaksankan kebijakan moneter, Bank Indonesia
berwenang: (a) menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan
sasaran laju inflasi; (b) melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan
cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada: (i) operasi pasar terbuka di
pasar uang baik rupiah maupun valuta asing; (ii) penetapan diskonto; (iii)
penetapan cadangan wajib minimum; (iv) pengaturan kredit atau pembiayaan.
3. Peran Strategis Otoritas Jasa Keuangan

Peran strategis Otoritas Jasa Keuangan diatur dalam Pasal 34 UU No. 3/2004.
Dikatakan dalam ayat (1) bahwa Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh oleh
lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan
undang-undang. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa lembaga
pengawasan jasa keuangan yang akan dibentuk melakukan pengawasan terhadap
Bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi
asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan,
serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.
Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugsnya dan kedudukannya
berada di luar Pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakya (DPR). Dalam melakukan
tugasnya lembaga ini (supervisory board) melakukan koordinasi dan kerjasma
dengan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang akan diatur dalam Undangundang pembentukan lembaga pengawasan yang dimaksud.
Lembaga pengawasan ini dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan
pelaksanaan tugas pengawasan Bank dengan berkoordinasi dengan Bank Indonesia
dan meminta penjelasan dari Bank Indonesia keterangan dan data makro yang
diperlukan.
Dalam ayat Pasal 34 ayat (2) dikatakan bahwa Pembentukan lembaga pengawasan
tersebut akan dilaksanakan selambat-lambatnya pada 31 Desember 2010.
Sebelumnya, pada Pasal 34 ayat (2) UU No.23/1999, disebutkan bahwa
pembentukan lembaga pengawasan (Otoritas Jasa Keuangan) yang dimaksud akan
dilaksankan selambat-lambatnya pada 31 Desember 2002. Namun, karena waktu
yang diamanatkan telah terlampaui maka dengan UU No.3/2004 ditegaskan kembali
bahwa pengawasan terhadap bank akan dilaksanakan oleh lembaga pengawasan
sektor jasa keuangan yang independen yang akan dibentuk selambat-lambatnya
pada 31 Desember 2010.
Pengunduran batas waktu pembentukan lembaga tersebut, ditetapkan dengan
memperhatikan kesiapan sumber daya manusia dan infrastruktur lembaga tersebut
dalam menerima pengalihan pengawasan bank dari Bank Indonesia.
Pengalihan fungsi pengawasan bank dari Bank Indonesia kepada lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan dilakukan secara bertahap setelah dipenuhinya
syarat-syarat yang meliputi infrastruktur, anggaran, personalia, struktur organisasi,
sistem informasi, sistem dokumentsi, dan peraturan pelaksanaan berupa perangkat
hukum serta dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dengan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka fungsi Bank Indonesia
untuk melakukan pengawasan bank sebgaimana diatur dalam Pasal 8 huruf c jo
Pasal 24 jo Pasal 27 UU No.23/1999 diambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Namun demikian, selama Lembaga tersebut belum dibentuk maka tugas
pengaturan dan pengawasan Bank dilaksanakan oleh Bank Indonesia.

BAB III
Penutup
Kebijakan yang diambil pemerintah bila di telah secara jernih sebenarnya
merupakan upaya untuk menekan laju pertumbuhan ekonomi secara sengaja, sadar
dan dilakukan secara sistematis.
Kondisi kehadiran Dana Moneter Internasional dalam ikut membenahi ekonomi
Indonesia yang di kecam banyak pihak karena di nilai bonafide oleh pelaku ekonomi
Internasional sehingga mereka masih mau bertransaksi dengan Indonesia. Bila tidak
ada dukungan IMF, Indonesia bisa dikucilkan dalam perdagangan Internasional,
artinya ekonomi Indonesia akan kian terpuruk setelah tertimpa krisis moneter.
Kondisi makro ekonomi dunia yang sedang dilanda krisis apabila Indonesia ingin
menarik investasi asing lewat proses provitasi BUMN ataupun divestasi bank-bank
publik yang dilakukan oleh BPPN, maka Indonesia harus memberikan insentif lebih
bagi para calon investor tersebut. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah
dilakukan secara sadar, sehingga harus dipikirkan dampak jangka panjang dari
kebijakan tersebut dan jangan sampai Indonesia dijauhi oleh investor Internasional.
Disamping itu jika para pengusaha diberikan kesempatan untuk mendapatkan kredit
maka dia akan berupaya berproduksi untuk menghasilkan keuntungan guna
membayar utang dan membayar pajaknya. Upaya yang dilakukan pemerintah
adalah mendorong eksport nasional, terlebih lagi dalam kondisi dunia yang
mengalami resesi seperti ini.
Oleh sebab itu diperlukan kebijakan yang berbeda terutama untuk sektor-sektor
yang menjadi prioritas sebagai faktor pendorong pertumbuhan ekonomi.
Dan harapan kita semua agar pemerintah melalui bank-bank yang sehat dapat
memberikan dana kepada para nasabah yang membutuhkan sekaligus sebagai
penunjang pertumbuhan ekonomi di negara Indonesia yang kita cintai ini.

Daftar Pustaka
http://blog.stie-mce.ac.id/amirkusnanto/2011/07/19/peranan-bank-indonesia-dalamsistem-pembayaran/
http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Stabilitas+Sistem+Keuangan/Peran+Bank+In
donesia/Peran+BI/
http://putracenter.net/2009/09/23/definisi-fungsi-dan-peranan-bank-umum-dalamperekonomian/

http://banking.blog.gunadarma.ac.id/2010/02/19/pengertian-bank/
http://stasiunhukum.wordpress.com/2009/10/22/peran-bank-sentral-sebagaiotoritas-moneter/
http://putracenter.net/2009/01/15/peranan-bank-indonesia-dalam-pengendalianinflasi/

Вам также может понравиться