Вы находитесь на странице: 1из 14

MAKALAH

TREND LGBT DALAM PANDANGAN


MASYARAKAT INDONESIA

DI SUSUN OLEH :
DWI YULIA ZEN

NIM

107115033

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


SEKOLAH TINGGI IMU KESEHATAN
AL IRSYAD AL ISLAMIYAH
CILACAP 2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan dan berkat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Trend LGBT dalam Pandangan Masyarakat
Indonesia ini dengan baik. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah
kewarganegaraan. Makalah ini menjelaskan dan membahas lebih dalam mengenai kasus
Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) dengan bahasa yang lebih mudah untuk di
cerna dan di pahami.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh
dari buku panduan yang berkaitan dengan Ilmu Sosial dan Kebudayaan Dasar, skripsi yang
membahas tentang LGBT, serta infomasi dari media massa yang berhubungan dengan kasus
LGBT yang popular sekarang ini.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai trend LGBT yang marak di
perdebatkan saat ini. Akhir kata, mungkin dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan. Kritik dan saran tentunya sangat kami harapkan demi perbaikan dan
kesempurnaan. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.
Penulis

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Zaman sekarang ini sangat marak sekali kaum homo seksual yang terjadi yang terjadi
di dalam masyarakat, baik masyarakat Indonesia maupun masyarakat di luar Indonesia.
Mereka pada saat ini sudah tidak malu-malu dan sembunyi-sembunyi untuk melakukan
hubungan mereka, bahkan mereka sedang berusaha agar sesama jenis maupun transjender ini
dilegalkan di seluruh dunia, karena mereka beranggapan bahwa hubungan yang merek
jalankan adalah merupakan bagian dari hak asasi manusia juga. Di negara Indonesia sendiri
para kaum homo seksual telah mencoba untuk membuat legal atau diakuinya hubungan
mereka oleh pemerintah, karena mereka menganggap hal tersebut sebagai hal asasi manusia.
Selain itu di Indonesia marak pula kasus yang diberi nama LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual,
dan Transgender). Kasus ini sama dengan kasus homo seksual, yang mana mereka samasama
memperjuangkan diakuinya keberadaan mereka di masyarakat.
Tentu saja hal tersebut tidak mungkin dapat berjalan dengan mudah, karena hal
tersebut tidak tidak benar dan mayoritas penduduk Indonesia beragama muslim tentunya
melarang hal tersebut, karena hal tersebut telah dilarang di dalam kitab suci umat Islam yaitu
Al-Quran. Selain itu tentunya agama-agama lain selain Islam di Indonesia tentunya juga
melarang hal tersebut, karena pada umumnya berbagaim agama akan mengajarkan hal-hal
yang baik untuk umatnya.
Secara keseluruhan bangsa Indonesia sendiri telah melarang hal tersebut yang
tercermin dalam hukum adat dan UU tentang perkawinan di Indonesia yang telah diatur
dalam pasal 1 nomor 1 tahun 1974 yang berbunyi: perkawinan ialah ikatan lahir batin antara
seseorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di dunia sendiri homo seksual telah ada semenjak beribu tahun yang lalu dan
menjadi perbincangan, saat mereka ingin melegalkan hubungan mereka di mata hukum. Saat
ini banyak terjadi kasus mengenai homo seksual tersebut, namun di kemas dalam nama
LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender). Oleh karena itu, dalam makalah ini akan
membahas mengenai kasus LGBT yang terjadi Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


a. Dalam perspektif masyarakat Indonesia apakah LGBT dibenarkan?
b. Apakah pilihan menjadi LGBT merupakan bagian dari kebutuhan manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial?
c. Apakah mungkin LGBT tersebut dapat dilegalkan di Indonesia?
1.3 Tujuan
a.
b.
c.
d.

Untuk mengetahui kasus LGBT yang terjadi Indonesia.


Untuk mengetahui apakah LGBT tersebut merupakan kebutuhan dari manusia
sebagai makhluk individu maupun manusia sebagai makhluk sosial.
Untuk mengetahui kasus LGBT dalam pandangan masyarakat dan hukum di
Indonesia.

1.4 Manfaat
Manfaat yang bisa diperoleh dari makalah ini yaitu agar bisa mengetahui kebutuhan
dan hak-hak serta kewajiban apa saja yang harus diketahui oleh masyarakat sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial, serta agar mengetahui kasus LGBT dalam pandangan
masyarakat dan hukum Indonesia.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Manusia Sebagai Makhluk Individu


Setiap manusia lahir ke dunia dengan membawa potensi masing-masing yang dapat di
kembangkan melalui proses belajar maupun pendidikan. Oleh karena itu manusia lahir
sebagai makhluk individu, memiliki perbedaan yang khas dengan dengan manusia lain, hal
ini sesuai dengan Pendapat Allport mengatakan bahwa individu berasal dari kata individe
yang berarti tak dapat dibagi-bagi, maksudnya bahwa manusia merupakan satu kesatuan jiwa
dan raga yang tak dapat dipisah satu sama lain. Seorang manusia dikatakan sebagai suatu
individu apabila adanya keterpaduan antara jiwa dan raganya. Kegiatan fisik yang dilakukan
manusia merupakan kegiatan manifestasi dari kegiatan psikisnya. Contohnya : seseorang
melakukan kegiatan menulis merupakan perintah dari jiwa/psikisnya untuk menyuruh fisik
(dalam hal ini tangannya) untuk menulis sesuatu dengan pulpen pada kertas. Tanpa adanya
keterpaduan dari kedua aspek tersebut maka manusia tidak dapat melakukan sesuatu secara
sempurna.
Pada saat seorang anak lahir ke dunia ini, sampai usia kanak-kanak awal (sampai
umur 5 tahun) ia mulai mengenal siapa dirinya. Melalui proses sosialisasi yang dimulai dari
lingkungan keluarganya ia mulia mengenal aku. Proses ini terus tumbuh dan berkembang
sampai seorang terbentuk keperibadiannya secara untuh (Sapriya, 2006).
Individu berasal dari kata in dan divided. Dalam Bahasa Inggris in salah satunya
mengandung pengertian tidak, sedangkan dengan divided artinya terbagi. Jadi individu
artinya tidak terbagi, atau suatu kesatuan yang tidak dapat dibagibagi melainkan sebagai
kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia perorangan sehingga sering digunakan sebagai
sebutan orang-seorang atau manusia perorangan. Individu merupakan kesatuan aspek
jasmani dan rohani. Dengan kemampuan rohaninya individu dapat berhubungan dan berfikir
serta dengan pikirannya itu mengendalikan dan memimpin sesanggupan akali dan
kesanggupan budi untuk mengatasi segala masalah dan kenyataan yang dialaminya (effendi
2006).
Pada dasarnya, setiap individu memiliki ciri-ciri dan karakteristik yang berbeda.
Perbedaan-perbedaan tersebut semakin terlihat sejalan dengan perkembangan individu. Kata
perbedaan dalam istilah perbedaan individual menurut Landgren ( 1980:578) merupakan
suatu variasi yan terjadi, baik pada aspek fisik maupun psikologis (Sumantri, 2007).
Individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi
melainkan sebagai suatu keseluruhan yang terbatas yaitu sebagai manusia perorangan (Abu,
2003).

2.2 Manusia Sebagai Makhluk Sosial


Sosial berarti berkenaan dengan masyarakat.Sosial sering dikaitkan dengansosiologi
yang mana socius berarti teman dan logos berarti ilmu.Jadi sosiologi adalah ilmu
pengetahuan tentang pertemanan.Dan secara lebih luas diartikan sebagai ilmu pengetahuan
yang mempelajari interaksi antara manusia didalam masyarakat.
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat,
yang diberikan akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam
hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan
manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakkan
dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu
bermasyarakat dalam kehidupannya.
Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena beberapa alasan, yaitu:
a. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b. Perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain.
c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah
Menurut (Hartomo et al ,1997) faktor-faktor yang mendorong manusia hidup
bersama :
1. Adanya dorongan seksual yaitu dorongan manusia untuk mengembangkan keturunan
atau jenisnya.
2. Adanya kenyataan bahwa manusia itu adalah seibu tidak bisa atau sebegai makhluk
lemah. Karena itu mendesak atau mencari kekuatan bersama yang terdapat dalam
perserikatan dengan orang lain sehingga mereka berlindung bersama sama dan mengejar
kebutuhan hidup sehari hari.
3. Adanya kesamaan keturunan, kesamaan teritorial, kesamaan nasib, kesamaan
keyakinan/cita cita serta kesamaan kebudayaan.

2.3 Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)


HAM adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM
berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika

Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik
Indonesia, seperti pada pasa; 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1 dan pasal 31
ayat 1.
Dalam kaitannya dengan itu, maka HAM yang kita kenal sekarang adalah sesuatu
yang sangat berbeda dengan yang hak-hak yang sebelumnya termuat, misal, dalam Deklarasi
Kemerdekaan Amerika atau Deklarasi Perancis. HAM yang dirujuk sekarang adalah
seperangkat hak yang dikembangkan oleh PBB sejak berakhirnya perang dunia II yang tidak
mengenal berbagai batasan-batasan kenegaraan. Sebagai konsekuensinya, negara-negara
tidak bisa berkelit untuk tidak melindungi HAM yang bukan warga negaranya. Dengan kata
lain, selama menyangkut persoalan HAM setiap negara, tanpa kecuali, pada tataran tertentu
memiliki tanggung jawab, utamanya terkait pemenuhan HAM pribadi-pribadi yang ada di
dalam jurisdiksinya, termasuk orang asing sekalipun. Oleh karenanya, pada tataran tertentu,
akan menjadi sangat salah untuk mengidentikan atau menyamakan antara HAM dengan hakhak yang dimiliki warga negara. HAM dimiliki oleh siapa saja, sepanjang ia bisa disebut
sebagai manusia.
Alasan di atas pula yang menyebabkan HAM bagian integral dari kajian
dalam disiplin ilmu hukum internasional. Oleh karenannya bukan sesuatu yang kontroversial
bila komunitas internasional memiliki kepedulian serius dan nyata terhadap isu HAM di
tingkat domestik. Malahan, peran komunitas internasional sangat pokok dalam perlindungan
HAM karena sifat dan watak HAM itu sendiri yang merupakan mekanisme pertahanan dan
perlindungan individu terhadap kekuasaan negara yang sangat rentan untuk disalahgunakan,
sebagaimana telah sering dibuktikan sejarah umat manusia sendiri. Contoh pelanggaran
HAM:
a. Penindasan dan membatasi hak rakyat dan oposisi dengan sewenang-wenang.
b. Hukum (aturan dan/atau UU) diperlakukan tidak adil dan tidak manusiawi.
c. Manipulatif dan membuat aturan pemilu sesuai dengan penguasa dan partai tiran/otoriter.

BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Sejarah Perkembangan LGBT di Indonesia


Sinyo (2014) menjelaskan kaum homoseksual mulai bermunculan di kota-kota besar
pada zaman Hindia Belanda. Di Indonesia terdapat komunitas kecil LGBT walaupun pada
saat zaman Hindia Belanda tersebut belum muncul sebagai pergerakan sosial. Pada sekitar
tahun 1968 istilah wadam (wanita adam) digunakan sebagai pengganti kata banci atau
bencong yang dianggap bercitra negatif. Sehingga didirikan organisasi wadam yang pertama,
dibantu serta difasilitasi oleh gubernur DKI Jakarta, Bapak Ali Sadikin. Organisasi wadam
tersebut bernama Himpunan Wadam Djakarta (HIWAD).
Pada tahun 1980 karena Adam merupakan nama nabi bagi umat islam maka sebagian
besar tokoh Islam keberatan mengenai singkatan dari Wadam sehingga nama Wadam diganti
menjadi waria (wanita-pria). Organisasi terbuka yang menaungi kaum gay pertama berdiri di
Indonesia tanggal 1 Maret 1982, sehingga merupakan hari yang bersejarah bagi kaum LGBT
Indonesia. Organisasi tersebut bernama Lambda. Lambda memiliki sekretariat di Solo.
Cabang-cabang Lamda kemudian berdiri dikota besar lainnya seperti Yogyakarta, Surabaya,
dan Jakarta. Mereka menerbitkan buletin dengan nama G: Gaya Hidup Ceria pada tahun
1982-1984. Pada tahun 1985 berdiri juga komunitas gay di Yogyakarta mendirikan organisasi
gay. Organisasi tersebut bernama Persaudaraan Gay Yogyakarta (PGY). Tahun 1988 PGY
berubah nama menjadi Indonesian Gay Society (IGS). Tanggal 1 Agustus 1987 berdiri
kembali komunitas gay di Indonesia, yaitu berdirinya Kelompok Kerja Lesbian dan Gaya
Nusantara (KKLGN) yang kemudian disingkat menjadi GAYa Nusantara (GN). GN didirikan
di Pasuruan, Surabaya sebagai penerus Lambda Indonesia. GN menerbitkan majalah GAYa
Nusantara. Tahun 90-an muncul organisasi gay dihampir semua kota besar di Indonesia
seperti Pekanbaru, Bandung, Jakarta, Denpasar, dan Malang (Sinyo, 2014).
Pada akhir tahun 1993 diadakan pertemuan pertama antar komunitas LGBT di
Indonesia. Pertemuan tersebut diselenggarakan di Kaliurang, Yogyakarta dan diberi nama
Kongres Lesbian dan Gay Indonesia I atau yang dikenal sebagai KLG I. Jumlah peserta yang
hadir kurang lebih 40-an dari seluruh Indonesia yang mewakili daerahnya masing-masing.
GAYa Nusantara mendapat mandat untuk mengatur dan memantau perkembangan Jaringan
Lesbian dan Gay Indonesia (JLGI). KLG II dilakukan pada bulan Desember 1995 di
Lembang, Jawa Barat. Peserta yang hadir melebihi dari KLG I dan datang dari berbagai
daerah di Indonesia. Tanggal 22 Juli 1996, salah satu partai politik di Indonesia yaitu Partai
Rakyat Demokratik (PRD), mencatat diri sebagai partai pertama di Indonesia yang
mengakomodasi hak-hak kaum homoseksual dan transeksual dalam manifestonya. Kemudian
KLG III diselenggarakan di Denpasar, Bali pada bulan november 1997. KLG III merupakan

pertama kalinya para wartawan diperbolehkan meliput kongres diluar sidang-sidang. Hasil
kongres ini adalah peninjauan kembali efektivitas kongres sehingga untuk sementara akan
diadakan rapat kerja nasional sebagai gantinya (Sinyo, 2014) Untuk pertama kalinya Gay
Pride dirayakan secara terbuka di kota Surabaya pada bulan Juni tahun 1999. Acara tersebut
merupakan kerja sama antara GN dan Persatuan Waria kota Surabaya (PERWAKOS). Pada
tahun ini juga Rakernas yang rencananya akan diselenggarakan di Solo batal dilaksanakan
karena mendapat ancaman dari Front Pembela Islam Surakarta (FPIS). Tanggal 7 November
1999 pasangan gay Dr. Mamoto Gultom (41) dan Hendry M. Sahertian (30) melakukan
pertunangan dan dilanjutkan dengan mendirikan Yayasan Pelangi Kasih Nusantara
(YPKN).Yayasan ini bergerak dalam bidang pencegahan dan penyuluhan tentang penyakit
HIV/AIDS dikalangan komunitas gay di Indonesia (Sinyo, 2014).
3.2 Perspektif Masyarakan Indonesia Tentang LGBT
Homoseksualitas merupakan sebuah rasa ketertarikan secara perasaan dalam bentuk
kasih sayang, hubungan emosional baik secara erotis atau tidak, di mana ia bisa muncul
secara menonjol, ekspresif maupun secara ekslusif yang ditujukan terhadap orang-orang
berjenis kelamin sama. Kata homoseksual berasal dari 2 kata, yaitu homo dan seksual
yang berarti mengacu pada hubungan kelamin, hubungan seksual mengacu pada kata yang
sama (Hatib, 2007). Terjadinya orientasi seks homoseksual, heteroseksual, ataupun biseksual
tersebut dipengaruhi oleh lingkungan, khususnya lingkungan masa kecilnya bersama kedua
orang tua (Kartono, 1989).
Fenomena LGBT di masyarakat modern saat ini mulai berubah dari hal tabu menjadi
hal yang tidak tabu. Kaum gay membuat komunitas-komunitas sendiri, ada yang tertutup dan
ada pula yang terang-terangan. Bahkan di Bandung sendiri, di tempat-tempat tertentu banyak
dijumpai pasangan gay yang tidak segan lagi menunjukkan identitas diri mereka sebagai gay
dengan berperilaku mesra, seperti berpegangan tangan, saling membelai dan lain sebagainya.
Di beberapa negara bahkan membuat UU yang melegalkan pernikahan sesama jenis
ini, di antaranya Belanda, Belgia, Swedia, dan Portugal. Hal ini menunjukkan betapa
fenomonena LGBT bukan merupakan hal tabu saat ini. Pandangan masyarakat heteroseksual
terhadap kaum homoseksual saat ini sudah mulai terbuka. Batas toleransi masyarakat
heteroseksual semakin meluas. Mereka melihat kaum homoseksual sebagai seseorang yang
mempunyai kesamaan di masyarakat. Namun jika kembali lagi pada agama, perilaku LGBT
ini tidak bisa dibenarkan. Adapun faktor penyebab tejadinya homoseksualitas atau LGBT bisa
bermacammacam, seperti karena kekurangan hormon lelaki selama masa pertumbuhan,

karena mendapat pengalaman homoseksual yang menyenangkan pada masa remaja atau
sesudahnya, karena memandang perilaku heteroseksual sebagai sesuatu yang menakutkan
atau tidak menyenangkan, ataupun karena besar ditengah keluarga dimana ibu lebih dominan
daripada sang ayah atau bahkan tidak ada (Moertihko, 2001).
Lalu apakah perilaku LGBT itu sebuah penyakit ataukah suatu perilaku yang tidak
sesuai di dalam masyarakat? Bisa dikatakan bahwa LGBT itu adalah sebuah penyakit dimana
mereka melampiaskan kebutuhan seksualnya tetapi tidak pada hal yang sewajarnya, mereka
melakukanya tidak pada lawan jenis tetapi sesama jenis. Biasanya perilaku itu muncul karena
lingkunganya lah yang sudah membentuk main set/pikiran mereka untuk melakukan tindakan
penyimpangan itu, mungkin pada suatu daerah hal itu dianggap biasa saja tetapi pada
masyarakat umumnya hal itu adalah suatu yang tabu untuk dilakukan, apalagi menurut agama
perbuatan itu sangat dilarang dan melanggar ajaran-ajaran agama (Moertihko, 2001).
Fenomena LGBT di Indonesia tidak bisa diterima bahkan ditolak karena budaya kita
dibatasi oleh konstitusi-konstitusi HAM yang berlaku di Indonesia. HAM tanpa batas itu
sekuler tetapi Indonesia bukanlah negara Liberal yang menganut paham kebebasan melainkan
menganut paham yang lebih didasari oleh agama dan budaya masyarakat yang telah ada sejak
dulu. Apalagi jika mereka melakukan pernikahan sesama jenis dan menginginkan pengakuan
masyarakat atas pernikahan itu selayaknya pernikahan yang dilakukan masyarakat pada
umumnya, di Indonesia sendiri belum mempunyai peraturan ataupun kaedah mengenai
pernikahan sesama jenis tersebut.
Gereja Katolik, misalnya tetap mempertahankan doktrinnya yang menolak praktik
homoseksual. Tahun 1975, Vatikan mengeluarkan keputusan bertajuk The Vatican
Declaration on Sexual Ethics. Isinya, antara lain menegaskan: It (Scripture) does attest to
the fact that homosexual acts are intrinsically disordered and can in no case be approved
of. Dalam Pidatonya pada malam Tahun Baru 2006, Paus Benediktus XVI juga menegaskan
kembali tentang terkutuknya perilaku homoseksual. Dalam Islam, soal homoseksual ini sudah
jelas hukumnya. Meskipun sudah sejak dulu ada orang-orang yang orientasi seksualnya
homoseks, ajaran Islam tetap tidak berubah, dan tidak mengikuti hawa nafsu kaum homo atau
pendukungnya (Akbar, 2000).
Tidak ada ulama atau dosen agama yang berani menghalalkan tindakan homoseksual,
seperti yang dilakukan oleh Prof. Siti Musdah Mulia dari UIN Jakarta tersebut. Nabi
Muhammad saw bersabda, Siapa saja yang menemukan pria pelaku homoseks, maka
bunuhlah pelakunya tersebut. (HR Abu Dawud, at-Tirmizi, an-Nasai, Ibnu Majah, alHakim, dan al-Baihaki). Imam Syafii berpendapat, bahwa pelaku homoseksual harus dirajam

(dilempari batu sampai mati) tanpa membedakan apakah pelakunya masih bujangan atau
sudah menikah (Akbar, 2000).
3.3 Hukum Perkawinan Sesama Jenis di Indonesia
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan UU
Perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri.
Pasal 1
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa.
Selain itu, di dalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan dikatakan juga bahwa
perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya. Ini berarti selain negara hanya mengenal perkawinan antara wanita dan pria,
negara juga mengembalikan lagi hal tersebut kepada agama masing-masing.
Kemudian, dari sisi agama Islam, perkawinan antara sesama jenis secara tegas
dilarang. Hal ini dapat dilihat dalam Surah Al-Araaf (7): 80-84, yang artinya sebagai
berikut:
"Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata
kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) itu, yang belum
pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?" Sesungguhnya kamu
mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah
kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan:
"Usirlah mereka (Luth dan pengikutpengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka
adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia
dan pengikutpengikutnya (yang beriman) kecuali istrinya (istri Nabi Luth); dia termasuk
orangorang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu);
maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu."
Jadi, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan peraturan perundangundangan di
Indonesia perkawinan sesama jenis tidak dapat dilakukan karena menurut hukum,

perkawinan adalah antara seorang pria dan seorang wanita. Pada sisi lain, hukum agama
Islam secara tegas melarang perkawinan sesama jenis.

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
a. Kasus LGBT di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak tahun 1968, namun dengan nama
yang berbeda dan bersifat tertutup sehingga media tidak banyak meliput tentang
perkembangan LGBT di Indonesia.
b. LGBT bukan merupakan kebutuhan dari manusia sebagai makhluk individu dan sosial.
Sebagai makhluk individu manusia memerlukan makan, tempat tinggal dan hidup,
sedangkan sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan orang lain untuk berinteraksi
dalam kehidupannya.
c. Masyarakat menganggap LGBT merupakan hal yang tabu dan perilaku yang
menyimpang. Hal ini dikarenakan LGBT menyalahi aturan agama dan norma sosial yang
berlaku di massyarakat. Di Indonesia sudah terdapat Undang-Undang tentang
perkawinan No. 1 Tahun 1974 yaitu perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri. Selain itu Islam secara tegas melarang
perkawinan sesama jenis yang terdapat di Al-Quran
4.2 Saran
Sebaiknya pemerintah bertindak lebih tegas dan berani mengatakan bahwa LGBT
merupakan perilaku yang dilarang di Indonesia karena LGBT bukan merupakan HAM dan
telah menyalahi aturan dalam konteks agama dan norma yang berlaku di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Abu, Ahmadi. 2003. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta.


Akbar, Ali. 2000. Seksualitas ditinjau dari Hukum Islam. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Effendi, Ridwan. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana.
Hartomo. 1997. Seksualitas Ditinjau dari Hukum Islam. Jakarta: Ghalia Indonesia
17
Hatib, Abdul Kadir. 2007. Tangan Kuasa dalam Kelamin Telaah Homoseks, Pekerja
Seks dan Seks Bebas di Indonesia. Yogyakarta: Insist Press
Kartono, K. 1989. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung: Bandar
Maju.
Landgren .1980. Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender Youth. New York: GLSEN.
Moertihko. 2001. Transeksual dan Waria. Solo: Surya Murti Publishing.
Ramali, Ahmad. 2003. Memelihara Kesehatan dalam Hukum Islam. Jakarta: Balai
Pustaka.
Sapriya. 2006. Konsep Dasar IPS. Bandung: UI Press.
Sinyo. 2014. Anakku Bertanya Tentang LGBT. Jakarta: PT. Elex Media
Sumantri, Mulyani. 2007. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Universitas
Terbuka.
https://www.scribd.com/doc/305972250/Makalah-Lgbt di akses pada tanggal 19 Mei 2016
jam 11.25

Вам также может понравиться