Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN TEORI
2.1
Konsep Fraktur
2.1.1 Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya continuitas tulang
atau tulang rawan, umumnya di karenakan rudapaksa. Fraktur
umumnya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak disekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak
lengkap (Price &Wilson, 2009).
Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa
atau disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan
saraf dan pembuluh darah). Fraktur disebut terbuka apabila terdapat
hubungan langsung antara tulang dengan udara luar. Kondisi ini secara
umum disebabkan oleh trauma langsung pada paha. (Helmi, 2012)
2.1.2 Etiologi (Helmi, 2012)
1) Cedera Traumatik
Cedera Traumatik pada tulang disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
2.1.3
Nyeri
Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai otot merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2) Krepitasi
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang dinamakan krepitus Yang teraba antara fragmen satu dan fragmen
lainnya akibat gesekan (uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan
jaringan lunak yang lebih berat).
3) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
Terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti
fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah
cidera.
4) Pemendekan tulang (pada fraktur panjang)
Yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama
lain sampai 2,5 cm sampai 5 cm (1 inchi sampai 2 inchi).
Biasanya,
klien
ini
mengami
trauma
multipel
yang
menyertainya.
Pada kondisi fraktur baik terbuka maupun tertutup akan mengenai
serabut syaraf yang dapat menimbulkan respon gagguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu juga dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler
yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu.
Secara klinis, fraktur femur terbuka sering menyebabkan kerusakan
neurovaskuler yang menimbulkan manifestasi peningkatan resiko syok, baik
syok hipovolemik karena kehilngan darah (pada siap patah satu tulang
femur, diprediksi hilangnya darah 500 cc dari sistem vaskuler) maupun syok
neorogenik karena nyeri yang sangat hebat akibat kompresi atau kerusakan
saraf yang berjalan dibawah tulang femur.
Respon terhadap pembengkakan yang hebat adalah sidrom
compartement. Sindrom compartement adalah suatu keadaan otot, pembuluh
10
2.1.5
Pemeriksaan Penunjang
1) Foto rontgen
a) Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
b) Mengetahui tempat atau tipe fraktur biasanya diambil sebelum dan
sesudah serta selama proses penyembuhan secara peiodik
(bertahap).
2) Artelogram : suatu pemeriksaan diagnostic yang menggunakan kontras
dengan tujuan untuk melihat obstruksi pada pembuluh darah
3) Hitung darah lengkap, HT mungkin terjadi (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
organ multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah kompensasi normal
setelah fraktur.
4) Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah pencitraan
menggunakan sinar rontgen (X-ray). Hal yang harus dibaca pada X-ray:
a) Bayangan jaringan lunak.
b) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periousteum atau
biomekanik atau juga rotasi
11
12
1) Pengobatan non-operatif
Dilakukan traksi skeletal, yang sering metode perkin dan metode blance
skeletal traction, pada anak dibawah 3 tahun digunakan traksi kulit
bryant, sedangkan pada anak usia 3-13 tahun dengan traksi russel.
a) Metode perkin. Pasien tidur terlentang. Satu jari di bawah tuberositas
tibia dibor dengan stainman pin, lalu ditarik dengan tali. Paha
ditopang dengan 3-4 bantal. Tarikan dipertahankan sampai 12
minggu lebih sampai terbentuk kalus yang cukup kuat. Sementara itu
tungkai bawah dapat dilatih untuk gerakan ekstensi dan fleksi.
b) Metode balance skeletal traction. Pasien tidur terlentang. Satu jari
dibawah tuberositas tibia dibor steinman pin. Paha ditopang dengan
thomas splint, sedang tungkai bawah ditopang oleh perarson
attachment. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu atau lebih
sampai tulangnya membentuk kalus yang cukup. Kadang-kadang
13
14
bagian distal melalui guide tube. Keuntungan cara ini tidak menimbulkan
bekas sayatan lebar dan perdarahan terbatas.
Klasifikasi Nyeri
1) Nyeri akut
Nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit atau intervensi
bedah , dan memiliki awitan yang cepat dengan intesnsitas yang bervariasi
(ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu yang singkat . Untuk
tujuan intervensi berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan .
Fungsi nyeri akut ialah member peringatan akan suatu cedera atau penyakit
yang akan datang. Nyeri akut dapat berhenti dengan sendirinya (selflimiting) dan akhirnya menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah
keadaan pulih pada area yang terjadi kerusakan .
15
2) Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu . Nyeri kronik berlangsung lama , intensitas
yang bervariasi , dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan. Nyeri kronik
tida punya awitan yang di tetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk di
obati karena biasanya nyer ini tidak memberikan respon terhadap
2.2.3
16
0
9
10 Tidak
8
nyeri
Sangat nyeri
Gambar 2.2 Penilaian intensitas nyeri menggunakan skala
numerik(sulistyo, 2013).
b. Skala diskriptif
Skala diskriptif merupakan alat pengukuran tingkat
keparahan nyeri yang lebih obyektif, skala pendidkripsi
verbal (Verbal Discription Scale, VDS). Pendiskripsian ini
di rangking dari tidak terasa nyeri, Nyeri ringan,
Nyeri sedang, Nyeri berat sampai nyeri yang tidak
tertahankan(Perry&Potter, 2006).
c. Skala analog visual
17
kebebasan
penuh
untuk
mengidentifikasi
KETERANGAN :
Penilaian skala nyeri dari kiri ke kanan
i. Wajah Pertama (skala 0-1) : Sangat senang karena tidak
merasa sakit sama sekali (Tidak Nyeri)
ii. Wajah Kedua (skala 2-3) : Sakit hanya sedikit
(Nyeri Ringan)
iii. Wajah Ketiga (Skala 4-5) : sedikit lebih sakit
(Nyeri yang Mengganggu)
iv. Wajah Keempat (Skala 6-7) : Jauh Lebih sakit
(Nyeri yang
Menyusahkan)
18
(Nyeri Hebat)
vi. Wajah Keenam (skala 10) : sangat sakit luar biasa hingga
menangis (Nyeri Sangat Hebat)
2.3 Konsep Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
1. Anamnesa
Pengkajian
melalui kegiatan peengumpulan data atau perolehan data yang akurat dari
pasien guna mengetahui berbagai permasalahan yang ada (Hidayat , 2011).
1) Identitas
a) Umur : rata - rata pasien fraktur, adalah pasien usia remaja hingga
dewasa muda (>15tahun 35 tahun)
b) Pekerjaan : rata - rata pasien fraktur, adalah pasien dengan
pekerjaan di lapangan (seperti : pekerja bangunan), olahragawan
atau atlet.
c) Jenis kelamin : rata- rata pasien dengan fraktur adalah laki-laki,
kaena bergerak lebih aktif dan dinamis
2) Keluhan utama
Daerah cedera yang apabila di tekan atau di gerakan dapat
timbul rasa nyeri yang hebat yang mengakibatkan syok neurogenik
(Andarmoyo,2013)
3) Riwayat penyakit sekarang
19
ii.
20
iii.
iv.
suhu : Kaji Peningkatan suhu , bisa jadi akibat dari adanya infeksi
pada luka.
c) Kepala :
i.
perhatikan
Palpasi : perhatikan nyeri tekan saat kepala di raba, juga apakah ada
krepitasi pada tulang tengkorang
d) Mata :
i) Inspeksi : perhatikan kesimetrisan pupil, reflek pupil, kaji warna
dari konjugtiva , jika pucat maka ada indikasi adanya syok
hypovolumik, amati warna sclera, selain itu kaji adanya tanda
braile hematoem / battle sign
e) Mulut
21
Inspeksi
kaji
adanya
keluaran
cairan
dari
hidung,
kesimetrisannya.
ii.
g)
Palpasi : kaji adanya jejas/ luka pada hidung, adanya nyeri tekan
Telinga :
i.
h) Leher
i. Inspeksi : Kaji adanya jejas/luka di leher dan sektar bahu,
kesimetrisan tenggorokan,
ii.
i) Dada
i. Inspeksi : Kaji gerakan nafas, jejas/luka di dada
ii.
22
iii.
iv.
v.
j) Perut
i.
ii.
iii.
iv.
k) Punggung :
i.
ii.
j) Panggul
i.
23
ii.
k) Ekstremitas
i.
ii.
Nyeri akut
Kerusakan integritas kulit
Hambatan mobilitas fisik
Resiko Infeksi
Resiko syok (hipovolumic)
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Defisit pearawatan diri (NANDA, 2013)
2.3.3 Intervensi
Perencanaan merupakan
24
dan
bekerja
sama
dengan
tingkat
kesehatan
lain
(Hidayat,2011).
Berikut ini adalah Intervensi Keperawatan untuk Nyeri Akut berhubungan
dengan agen cedera fisik .
1. Tujuan : setelah dilakukan Tindakan keperawatan kurang lebih 3X24
Jam masalah nyeri akut dapat berkurang atau hilang.
2. Kriteria Hasil :
a) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab
nyeri,
mampu
nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri.
c) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
d) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
3. Intervensi
Terbagi menjadi Dua bagian penting yaitu :
Pain management :
a) Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif termasuk mengenai
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
c)
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
d) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri. Evaluasi pengelaman
nyeri masa lampau.
25
e)
Evaluasi
bersama
pasien
dan
tim kesehatan
lain
tentang
Implementasi
26