Вы находитесь на странице: 1из 6

Bentuk dan jenis rangkiang/lumbung padi ada empat macam yaitu:

Keempat jenis Rangkiang itu ialah:

1. Si tinjau lauik (si tinjau taut), yaitu tempat menyimpan padi yang akan
digunakan untuk membeli barang atau keperluan rumah tangga yang tidak
dapat dibikin sendiri. Tipenya lebih langsing dan yang lain, berdiri di atas empat
tiang. Letaknya di tengah di antara rangkiang yang lain.

Rangkiang Si tinjau lauik

2. Si bayau-bayau, yaitu tempat menyimpan padi yang akan digunakan untuk


makan sehari-hari. Tipenya gemuk dan berdiri di atas enam tiangnya. Letaknya
di sebelah kanan.

Rangkiang Si bayau-bayau

3. Si tangguang lapa (si tanggung lapar), yaitu tempat menyimpan padi


cadangan yang akan digunakan pada musim paceklik. Tipenya bersegi dan
berdiri di atas empat tiangnya.

Rangkiang Si tangguang lapa

4. Rangkiang Kaciak (rangkiang kecil), yaitu tempat menyimpan padi abuan yang
akan digunakan untuk benih dan biaya mengerjakan sawah pada musim
berikutnya. Atapnya tidak bergonjong dan bangunannya lebih kecil dan rendah.
Ada kalanya bentuknya bundar.

Rangkiang Kaciak
- See more at: http://batubusuak.blogspot.co.id/2012/09/macam-macamrangkiang-di-minangkabau.html#sthash.xnioW4Pu.dpuf

Rumah Adat Minangkabau itu ada 2 macam, yaitu:

1.Yang menganut sistem adat Bodi Caniago (mempunyai lantai rumah yang
Rata)

1. sistem adat Koto Piliang( mempunyai ciri: kedua ujung rumah lantainya
ditinggikan) ba anjungan.

Sistem adat ini merupakan gagasan adat yang digariskan oleh Datuk
Ketumanggungan. Ciri yang menonjol dari adat Koto Piliang adalah otokrasi atau
kepemimpinan menurut garis keturunan yang dalam istilah adat disebut sebagai
"menetes dari langit, bertangga naik, berjenjang turun" Sistem adat ini banyak
dianut oleh suku Minang di daerah Tanah Datar dan sekitarnya. Ciri-ciri rumah
gadangnya adalah berlantai dengan ketinggian bertingkat-tingkat.

2.sistem adat Bodi Caniago (mempunyai lantai rumah yang Rata)

Sistem adat ini merupakan gagasan adat yang digariskan oleh Datuk Perpatih
Nan Sebatang. Sistem adatnya merupakan antitesis terhadap sistem adat Koto
Piliang dengan menganut paham demokrasi yang dalam istilah adat disebut
sebagai "yang membersit dari bumi, duduk sama rendah, berdiri sama tinggi".
Sistem adat ini banyak dianut oleh suku Minang di daerah Lima Puluh Kota.
Cirinya tampak pada lantai rumah gadang yang rata.

Rumah Gadang berfungsi sebagai tempat tinggal dan tempat acara adat. Ukuran
ruang tergantung dari banyaknya penghuni di rumah itu. Namun, jumlah
ruangan biasanya ganjil, seperti lima ruang, tujuh, sembilan atau lebih. Sebagai
tempat tinggal, rumah gadang mempunyai bilik-bilik dibagian belakang yang
didiami oleh wanita yang sudah bekeluarga, ibu-ibu, nenek-nenek dan anakanak.

Fungsi rumah gadang yang juga penting adalah sebagai iringan adat, seperti
menetapkan adat atau tempat melaksanakan acara seremonial adat seperti
kematian, kelahiran, perkawinan, mengadakan acara kebesaran adat, tempat
mufakat dan lain-lain. Perbandingan ruang tempat tidur dengan ruang umum
adalah sepertiga untuk tempat tidur dan dua pertiga untuk kepentingan umum.
Pemberian ini memberi makna bahwa kepentingan umum lebih diutamakan
daripada kepentingan pribadi.

Bahan Bangunan dan Perkembangan Bahan : Dalam membangun Rumah Krong


Bade dibutuhkan beberapa bahan bangunan. Pertama, kayu digunakan untuk
membuat tiang penyangga rumah. selanjutnya papan kayu yang digunakan
untuk membuat dinding dan lantai rumah. Bambu atau yang biasa disebut trieng
digunakan untuk membuat alas lantai dan temor atau yang biasa disebut enau
digunakan sebagai bahan cadangan untuk membuat dinding dan lantai selain
bambu selain itu, ada tali Pengikat atau yang biasa disebut dengan taloe meuikat digunakan untuk mengikat bahan-bahan bangunan. Tali pengikat ini terbuat
dari bahan rotan, tali ijuk, atau kulit pohon waru selanjutnya daun rumbia atau
yang biasa disebut dengan oen meuria yang digunakan sebagai bahan dasar
untuk membuat atap rumah serta daun enau digunakan sebagai bahan
cadangan untuk membuat atap, apabila daun rumbia tidak ada dan pelepah
rumbia atau biasa disebut dengan peuleupeuk meuria adalah bahan dasar untuk
membuat dinding rumah dan juga lemari.
Makna dan Filosofi : Makna dan filosofi yang terdapat pada rumah Krong Bade ini
merupakan sebuah identitas dari masyarakat Aceh. Penggunaan bahan material
bangunan yang diambil dari alam mempunyai makna bahwa masyarakat Aceh
mempunyai kehidupan yang dekat dengan alam. Masyarakat Aceh bahkan tidak
menggunakan paku dalam membuat rumah Krong Bade. Mereka menggunakan
tali untuk mengikat satu bahan bangunan dengan bahan bangunan yang lain.
Ukiran-ukiran pada rumah Krong Bade pun mempunyai makna tersendiri bagi
masyarakat Aceh. Hal ini berhubungan dengan status sosial seseorang dalam
masyarakat Aceh. Banyaknya ukiran pada rumah Krong Bade yang dimiliki
seseorang menentukan kemampuan ekonomi dari orang tersebut.

Вам также может понравиться