Вы находитесь на странице: 1из 11

Otitis Media Supuratifa Akut pada Anak dan Penatalaksanaannya

Vennaya Masyeba
102013423 / F7
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510
Vennaya@gmail.com
Abstrak
Otitis media akut (OMA) sering terjadi pada anak-anak usia dibawah 5 tahun yang biasanya
didahului oleh infeksi pernapasan atas, seperti batuk dan pilek. Hal ini juga dipengaruhi oleh
struktur anatomi tuba Eustachius anak-anak yang lebih pendek, lebar, dan letaknya agak
horizontal dibandingkan dengan dewasa. Beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya
OMA antara lain faktor pejamu, dan faktor sosiodemografi. OMA dapat menyebabkan
komplikasi seperti mastoiditis, meningitis otogenik, dan abses otak. Dasar dalam pengobatan
otitis media terdiri dua yaitu terapi farmakologi seperti antibiotika, obat tetes hidung, dan
analgetika, sedangkan terapi bedah pula berupa miringotomi.
Kata kunci: otitis media akut, stadium supurasi, terapi
Abstract
Acute otitis media (AOM) often occur in children under 5 years of age are usually preceded
by upper respiratory infections, such as coughs and colds. It is also influenced by structures,
tuba Eustachian children who are shorter, the width, and is somewhat horizontally compared
to adults. Some of the factors that play a role in the occurrence of OMA, among other factors,
host and socio-demography. OMA can cause complications such as meningitis, mastoiditis,
brain abscesses and autogenic. Basis in the treatment of otitis media consists of two i.e.
pharmacological therapy such as antibiotics, nasal drops, and analgesics, whereas surgical
therapy is also a form of myringotomy.
Keywords: Acute otitis media, suppurative stage, therapy
Skenario
Seorang anak laki-laki usia 2 tahun demam sejak 3 hari lalu, tidak mau makan, sejak tadi
malam menangis sambil memegang kuping kanannya. Diketahui hidung mengeluarkan ingus
encer.
Anamnesis
Anamnesis pada scenario ini dilakukan secara allo anamnesis dengan menanyakan identitas
pasien secara lengkap, riwayat penyakit sekarang, penyakit dahulu atau penyakit sebelumnya
jika ada, riwayat imunisasi, jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum
ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi, serta keluhan
penyakit yang dialami yaitu seputar;

Gangguan pendengaran/pekak (tuli)


1

Bila ada keluhan gangguan pendengaran, perlu ditanyakan apakah keluhan tersebut
pada satu atau kedua telinga, timbul tiba-tiba atau bertambah berat secara bertahap dan

sudah berapa lama diderita.


Adakah riwayat trauma kepala, telinga tertampar, trauma akustik, terpajan bising,
pemakaian obat ototoksik sebelumnya atau pernah menderita penyakit infeksi virus

seperti influenza berat dan meningitis


Suara berdenging/berdengung (tinitus) dapat berupa berdengung atau berdenging,
yang dirasakan di kepala atau di telinga, pada satu sisi atau kedua telinga.
-

Nyeri di dalam telinga (otalgia): perlu ditanyakan apakah pada telinga kiri atau
kanan dan sudah berapa lama. Nyeri alih ke telinga (referred pain) dapat berasal
dari rasa nyeri di gigi molar atas, sendi mulut, dasar mulut, tonsil atau tulang
servikal karena telinga dipersarafi oleh saraf sensoris yang berasal dari organorgan tersebut.

Sekret yang keluar dari liang telinga (otore): apakah keluar dari satu atau kedua
telinga, disertai rasa nyeri atau tidak dan sudah berapa lama. Sekret yang sedikit
biasanya berasal dari infeksi telinga luar dan sekret yang banyak dan bersifat
mukoid umumnya berasal dari telinga tengah. Bila berbau busuk menandakan
adanya kolesteatom. Bila bercampur darah harus dicurigai adanya infeksi akut
yang berat atau tumor. Bila cairan yang keluar seperti air jernih, harus waspada

adanya cairan likuor serebrospinal.1


Riwayat penyakit keluarga.1
- Menanyakan apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
yang dialami oleh pasien?
Riwayat penyakit dahulu.
- Menanyakan apakah pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya?
-

Cari tahu riwayat penyakit dahulu dari kondisi medis apapun yang signifikant.
Menanyakan apakah pasien pernah mengalami trauma pada telinga, apakah pernah

kemasukan benda asing, apakah pasien pernah berenang.


Riwayat Psikososial.
- Menanyakan kepada pasien apakah penyakitnya menganggu/sangat menggangu/
-

tidak menggangu aktivitas sehari-hari pasien.


Menanyakan apakah pasien masih suka minum susu dari botol atau sambil

tiduran.
Menanyakan kondisi ekonomi pasien dan keluarga. Karena biasanya OMA lebih

sering terjadi pada keluarga yang miskin


Riwayat pengobatan/obat.1
2

Apakah pasien pernah melakukan pengobatan terhadap penyakit yang


dideritanya?

Pemeriksaan Fisik
Menilai keadaan umum pasien: baik/buruk, yang perlu diperiksa dan dicatat adalah tandatanda vital kesadaran pasien, keadaan umum, tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
pasien. Biasanya pasien dengan OMA akan menunjukan suhu yang tinggi biasanya 390C
dan nadi yang juga meningkat. Pada kasus ditemukan suhu tubuh pasien 39 0C dan anak
tampak sakit sedang
Inspeksi menggunakan Otoskop
Daun telinga: mula-mula dilihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun
telinga (retro aurikuler) apakah terdapat tanda peradangan atau sikatriks bekas operasi.
Dengan menarik daun telinga ke atas dan ke belakang, liang telinga menjadi lebih lurus dan
akan mempermudah untuk melihat keadaan liang telinga dan membran timpani.
Membran timpani: Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit ke depan dan kepala
lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan
membrana timpani. Pemeriksaaan membrana timpani dilakukan dengan memakai otoskop
supaya dapat terlihat dengan lebih jelas. Otoskop dipegang dengan tangan kanan untuk
memeriksa telinga kanan pasien dan dengan tangan kiri bila memriksa telinga kiri. Supaya
posisi otoskop ini stabil maka jari kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan
pada pipi pasien. Pada bayi/anak kecil akan terlihat berwarna merah muda.

Gambar 1. Gambaran membrane timpani dalam keadaan normal.


Source: http://img.medscapestatic.com/pi/meds/ckb/67/41667.jpg

Pemeriksaan Penunjang2
Uji penala Rinne
Uji Rinne dilakukan dengan menggetarkan garpu tala 512 Hz dengan jari atau
mengetukkannya pada siku dan lutut pemeriksa. Kaki garpu tala tersebut diletakkan pada
lubang mastoid telinga yang diperiksa selama 2-3 detik. Pasien menentukan di tempat mana
yang terdengar lebih keras. Jika bunyi terdengar lebih keras bila garpu tala diletakkan di
depan liang telinga berarti telinga yang diperiksa normal atau menderita tuli sensorineural.
Keadaan seperti ini disebut Rinne positif. Bila bunyi yang terdengar lebih keras di tulang
mastoid, maka telinga yang diperiksa menderita tuli konduktif dan biasanya lebih dari 20 dB.
Hal ini disebut Rinne negatif.
Uji penala Weber
Uji Weber dilakukan dengan meletakkan kaki penala yang telah digetarkan pada garis tengah
wajah atau kepala. Ditanyakan pada telinga mana yang terdengar lebih keras. Pada keadaan
normal pasien mendengar suara di tengah atau tidak dapat membedakan telinga mana yang
mendengar lebih keras. Bila pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sehat) berarti
telinga yang sakit menderita tuli sensineural. Bila pasien mendengar lebih keras pada telinga
yang sakit (lateralisasi ke telinga yang sakit) berarti telinga yang sakit menderita tuli
konduktif.
Timpanometri
Pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai kondisi telinga tengah. Gambaran timpanometri
yang abnormal (adanya cairan atau tekanan negatif di telinga tengah) merupakan petunjuk
adanya gangguan pendengaran konduktif.
Working Diagnosis
Berdasarkan skenario, pasien 2 tahun laki-laki dengan riwayat demam sejak 3 hari lalu, tidak
mau makan, hidung mengeluarkan sekret serous, serta tadi malam mendadak menangis serta
memegang kuping kanan. Anak tampak sakit sedang dengan suhu 39 0C. Pada pemeriksaan
telinga kanan: membran timpani tampak menonjol, hiperemis, refleks cahaya negatif, telinga
kiri utuh seperti mutiara, refleks cahaya positif. Dengan hasil pemeriksaan tersebut, maka

disimpulkan bahwa anak tersebut menderita otitis media akut et causa bakterialis stadium
supuratif.2
Differential Diagnosis
Disamping diagnosis yang ada, tidak menutup kemungkinan bahwa anak tersebut menderita:

Otitis Media Akut Stadium Hiperemis


Seluruh membran timpani tampak hiperemis serta sedikit edema. Sekret yang telah
terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.

Otitis Media Akut Stadium Perforasi


Anak yang tadinya gelisah sudah menjadi lebih tenang, suhu badan turun. Nanah
keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar akibat membran timpani yang

rupture.
Infeksi et causa Rhinovirus
Rhinovirus yang sering menyerang anak-anak bermanifestasi sebagai demam, kering
pada rongga hidung atau adanya iritasi, serta diikuti dengan sakit tenggorokan. Jika
hal ini tidak teratasi maka dapat menimbulkan komplikasi berupa otitis media.3

Working Diagnosis: Otitis Media Supuratifa Akut


Otitis media supuratif akut (OMSA) adalah infeksi akut telinga tengah dalam waktu yang
singkat. Otitis media (OM) ini merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai di seluruh
dunia dengan angka kejadian yang bervariasi pada tiap-tiap negara. Bakteri yang sering
dijumpai pada OMSA dapat diidentifikasi dengan jelas dari banyak penelitian yang telah
dilakukan. Streptokokus pneumoni, Hemofilus influenza dan Moraksela kataralis merupakan
mikroorganisme utama.4
Etiologi
Otitis media akut biasa disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri yang paling sering
ditemukan adalah Streptococcus pneumaniae, diikuti oleh Haemophilus influenza, Moraxella
catarrhalis, Streptococcus grup A, dan Staphylococcus aureus. Virus terdeteksi pada sekret
pernafasan pada 40-90% anak dengan OMA, dan terdeteksi pada 20-48% cairan telinga
tengah anak dengan OMA. Virus yang sering sebagai penyebab OMA adalah respiratory
syncytial virus. Selain itu bisa disebabkan virus parainfluenza (tipe 1,2, dan 3), influenza A
dan B, rinovirus, adenovirus, enterovirus, dan koronavirus. Penyebab yang jarang yaitu
5

sitomegalovirus dan herpes simpleks. Infeksi bisa disebabkan oleh virus sendiri atau
kombinasi dengan bakteri lain5

Epidemiologi
Sekitar 70% anak di Amerika pernah mengalami serangan OMA sebelum usia 2 tahun.
Menurut studi didapatkan angka kejadian efusi pada telinga tengah 48% pada usia 6 bulan,
79% pada usia 79%, dan 91% pada usia 2 tahun. Insidens OMA lebih tinggi pada anak lakilaki. Penduduk asli Amerika dan Inuits memiliki tingkat yang sangat tinggi infeksi telinga
akut dan kronis, sedangkan Afrika Amerika memiliki tingkat yang lebih rendah dibandingkan
kulit putih yang tinggal dalam komunitas yang sama.3
Studi OMA di negara berkembang sangat jarang dan di Indonesia sendiri belum ada data baku
yang melaporkan prevalensi kejadian OMA. Berdasarkan survey tahun 1994-1996, prevalensi
penyakit telinga tengah populasi segala umur di Indonesia adalah 3,9%.6
Patofisiologi
OMA terjadi didahului oleh infeksi nasofaring, orofaring, atau sinusitis yang menjalar ke
telinga bagian tengah melalui tuba Eustachius. Telinga tengah umumnya memiliki kondisi
yang steril walau terdapat mikroba di nasofaring serta laring. Secara fisiologis, terdapat
mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah. Mekanisme tersebut
diperankan oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim, dan sistem imun yang baik. Infeksi
yang terjadi dapat berlangsung jika terdapatnya bakteri pada telinga tengah serta sistem imun
yang sedang menurun.
Terdapat beberapa faktor selain turunnya sistem imun tubuh, yaitu tersumbatnya tuba
Eustachius akibat bakteri yang masuk sehingga sekret mukosa tuba menjadi lebih banyak dan
mengoklusi tuba. Hal tersbut akan mengganggu fungsi tuba, yakni mengalirkan udara ke
telinga tengah. Pencegahan invasi kuman terganggu sehingga bakteri dapat menginvasi serta
timbul infeksi.
Antibodi G2 (IgG2) dan immunoglobulin G4 (IgG4) bertanggung jawab untuk kekebalan
terhadap antigen polisakarida; kekurangan dalam pembentukan antibodi ini selalu
menyebabkan otitis media. Banyak pasien dengan Down syndrome menunjukkan penurunan
6

fungsi immunoglobulin (IgA), IgG2, atau IgG4, yang sebagian menjelaskan mereka
peningkatan risiko rhinitis kronis dan otitis media.
Ada 5 stadium OMA berdasarkan pada perubahan mukosa telinga tengah, yaitu:8
1.

Stadium Oklusi
Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membrane timpani akibat tekanan
negatif telinga tengah. Membran timpani kadang tampak normal atau berwarna suram.

2.

Stadium Hiperemis
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di sebagian atau seluruh
membran timpani, membrane timpani tampak hiperemis disertai edem.

3. Stadium Supurasi
Stadium ini ditandai edem yang hebat telinga tengah disertai hancurnya sel epitel
superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani sehingga membran
timpani tampak menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
4.

Stadium Perforasi
Pada stadium ini terjadi ruptur membran timpan sehingga nanah keluar dari telinga
tengah ke liang telinga.

5.

Stadium Resolusi
Pada stadium ini membran timpani berangsur normal, perforasi membran timpani
kembali menutup dan secret purulen tidak ada lagi. Bila daya tahan tubuh baik atau
virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan.

Manifestasi Klinis
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal yaitu penyakitnya muncul mendadak (akut);
Ditemukannya tanda efusi di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di
antara tanda berikut: menggembungnya gendang telinga, terbatas/tidak adanya gerakan
gendang telinga, adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga, cairan yang keluar dari
telinga; Adanya tanda / gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya
salah satu di antara tanda berikut: kemerahan pada gendang telinga, nyeri telinga yang
mengganggu tidur dan aktivitas normal.7 Pada anak anak umumnya keluhan berupa rasa
7

nyeri di telinga dan demam. Biasanya ada riwayat infeksi saluran pernafasan atas sebelumnya.
Pada bayi gejala khas adalah panas yang tinggi, anak gelisah dan sukar tidur, diare, kejangkejang dan sering memegang telinga yang sakit. Dengan otoskop dapat dilihat adanya
gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan
atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.

Gambar 2. Otitis media akut, tampak membran timpani eritem dan bulging disertai efusi.
Source: http://img.medscapestatic.com/pi/meds/ckb/68/41668.jpg
Penatalaksanaan
Standar terapi terkini pada OMSA mengharuskan pasien yang didiagnosis menderita suatu
infeksi telinga tengah akut harus mendapatkan terapi antimikroba selama 10-14 hari. Terapi
dimulai berdasarkan empiris dengan tujuan memberantas bakteri yang dijumpai pada OMSA
meskipun materi kultur dari telinga tengah tidak tersedia. Terapi standar permulaan suatu
OMSA adalah amoksisilin, 40mg/kgBB dalam 24 jam dibagi dalam 3 dosis, atau ampisilin
50- 100mg/kgBB dalam 24 jam dibagi dalam 4 dosis, minimal selama 10 hari. Pada individu
yang alergi terhadap penisilin, kombinasi eritromisin 40mg/kgBB dalam 24 jam dan
sulfisoksazol 120mg/kgBB dalam 24 jam dibagi dalam 4 dosis dapat digunakan dan sama
efektifnya dengan amoksisilin.1-3 Jika mikroorganisme penghasil betalaktamase diduga
sebagai penyebab, pemberian amoksisilin-klavulanat, 40mg/kgBB dalam 24 jam dibagi dalam
3 dosis atau sulfametoksazoltrimetoprim, 8mg/kgBB trimetoprim dan 40mg/kgBB
sulfametoksazol dalam 24 jam dapat digunakan dalam 2 dosis terbagi. Sefiksim, 8mg/kgBB
dalam satu dosis atau cefprozil 15mg/kgBB dalam 24 jam dalam 2 dosis terbagi juga dapat
digunakan.4
Miringotomi adalah terapi pembedahan kecil yang bertujuan untuk mendrainase secret dari
telinga tengah ke liang telinga luar. Prosedur ini merupakan prosedur terapi yaitu dengan
menghilangkan tekanan udara di telinga tengah, sehingga cairan yang didapat dari tindakan
8

miringotomi dapat dikirim untuk kultur dan sensitivitas. Miringotomi dapat mempertahankan
pembersihan cairan telinga tengah, meminimalkan rekurensi episode OMSA dan
mengoptimalkan pendengaran selama masa perkembangan berbicara.4,8
Komplikasi
Komplikasi OMA sebelum ditemukan antibiotic sering menyebabkan abses otak dan
meningitis, namun sekarang jarang terjadi. Otitis media supurativa kronik dapat terjadi jika
menanganan yang kurang tepat, dan menyebabkan komplikasi berupa meningitis dan abses
otak.8
Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah:9

Imunisasi dengan vaksin pneumococcus polivalen dapat efektif pada anak yang lebih

dari 2 tahun.
Antibiotik profilaksis (dosis harian amoksilin, 20 mg/kg/ 24 jam, sulfonamid 50
mg/kg/24 jam) dapat efektif pada beberapa anak bila diberikan selama masa beberapa

bulan, biasanya selama musim dingin.


Pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak
Pencegahan yang paling potensial adalah mengganti gula alami dengan xylitol.
Penelitian menunjukkan permen karet, tablet dan sirup yang mengandung xylitol dapat
mengurangi terjadinya OMA sampai 25%.

Prognosis
Prognosis baik jika dilakukan pentalaksanaan yang tepat yaitu dengan pemberian antibiotic
yang adekuat dan pembersihan liang telinga dari secret sehingga dapat mencegah berburukan
perjalanan penyakit yang bisa menyebabkan anak kurang aktif dalam berbicara dan masa
perkembangannya.
Kesimpulan
Seorang anak laki-laki usia 2 tahun demam sejak 3 hari lalu, tidak mau makan, sejak tadi
malam menangis sambil memegang kuping kanannya dan diketahui memiliki riwayat ISPA
sebelumnya didiagnosa dengan Otitis Media Akut stadium supurasi pada telinga kanan.
Langkah selanjunya adalah dengan memberikan terapi yang tepat dan antibiotic yang adekuat
untuk membunuh kuman penyebab serta mencegah perburukan dan rekurens penyakit.
9

10

Daftar Pustaka
1. Bickley LS, Bates. Buku ajar pemeriksaan fisik dan kesehatan. Edisi 8. Jakarta: EGC;
2009.h.327-9, 81-3.
2. Soepardi et al, Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok kepala dan leher.
Dalam: Suwento R, Zizlavsky S, Hendramin H. Pemeriksaan timpanometri. Edisi
Keenam. Cetakan ke-IV, 2010; Jakarta:
Indonesia.h.35,66-7.
3. Waseem
M.
Otitis

media

Fakultas Kedokteran Universitas

differential

diagnosis.

Available

at:

http://emedicine.medscape.com/article/994656-differential. Diakses pada: 21 Maret


2016.
4. Aboet A. Terapi pada otitis media supuratif akut. Maj Kedokt Nusantara: 2006
September; 39(3): 356-8.
5. Munilson J, Edward Y, Yolazenia. Penatalaksanaan otitis media akut. Padang: Bagian
Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.h.2-4.
6. Umar S, Restuti RD, Suwento R, Priyono H, Mansyur M. Prevalensi dan faktor resiko
otitis media akut pada anak-anak di kotamadya Jakarta timur. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: 2013.
7. American Academy of Pediatrics and American Academy of Family Physicians.
Diagnosis and management of acute otitis media. Clinical practice guideline.
Pediatrics 2004;113(5):1451-1465.
8. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah. Dalam: Buku ajar ilmu
kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta:
FKUI;2007.p.65-9.
9. Richard E, Behrman, Robert M; editor. Ilmu kesehatan anak nelson. Volume 3.
Jakarta: EGC. 2006.h.2196-212.

11

Вам также может понравиться