Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Assalammualaikum wr,wb.
Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah melimpahkan ilmu dan hikmah kepada kita
semua, sehingga kita dapat menjalankan tugas-tugas dengan baik. Semoga ALLAH berkenan
senatiasa menambahkan ilmu dan iman kita, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan
Sistem INDRA KHUSUS mengenai skenario GATAL.
Pada laporan hasil diskusi kami ini membahas tentang modul GATAL. Setelah selesai
mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang penyebab,
patofisiologi, tanda-tanda / gejala, cara diagnosis, penatalaksanaan / terapi, komplikasi serta
epidemiologi dan cara pencegahan penyakit-penyakit yang menyebabkan gatal. Problem base
learning merupakan salah satu metode yang digunakan untuk melatih mahasiswa mampu
berpikir kritis apabila diberikan suatu kasus atau masalah.
Terima kasih kepada dr. Yusnam Syarief, PAK selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dan memberikan arahan kepada kelompok Enam (6) sehingga berjalan dengan baik
kegiatan diskusi ini. Kami menyadari bahwa laporan kami belum sampai titik kesempurnaan,
karena kesempurnaan hanya milik Allah. Kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun
untuk perbaikan laporan kami kedepannya. Terimakasih kepada dosen-dosen yang telah banyak
membantu kami sehingga laporan ini dapat tersusun.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta ,
November 2013
Penyusun
Kelompok 6
Skenario
Mahasiswa AB, 18 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan gatal-gatal dan timbul bercak
kemerahan disertai sisik pada sebagian besar badan dan sering gatal pada daerah tertentu, bila
keadaan umum tidak stabil, dan stress. Disamping itu dalam keluargapun kadang-kadang ada
yang menderita gatal. Sering tidak mengikuti kuliah seiring dengan bertambah beratnya gatal.
Dirasakan terutama bila cuaca dingin dan panas sekali. Sering menarik diri dalam pergaulan.
Kata sulit
Kata/ kalimat Kunci
Mahasiswa AB 18 tahun
Gatal-gatal timbul bercak kemerahan disertai sisik pada sebagian besar badan
Pertanyaan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
stress?
7. Jelaskan adakah hubungan riwayat keluarga dengan keluhan yang diderita!
8. Jelaskan langkah-langkah alur diagnosis gatal pada kulit dan upaya pencegahan!
9. Diagnostik banding
A. Psoriasis vulgaris
B. Pitiriasis rossea
C. Dermatitis alergi
Pembahasan
1. Jelaskan anatomi kulit!
SISTEM KULIT (SISTEM INTEGUMEN)
2
Penerima rangsang
Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang berhubungan dengan
sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan getaran.Kulit sebagai alat perasa
dirasakan melalui ujung-ujung saraf sensasi.
3.
melalui respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Tubuh yang sehat memiliki
suhu tetap kira-kira 98,6 derajat Farenheit atau sekitar 36,5 derajat Celcius. Ketika terjadi
perubahan pada suhu luar, darah dan kelenjar keringat kulit mengadakan penyesuaian
seperlunya dalam fungsinya masing-masing.Pengatur panas adalah salah satu fungsi kulit
3
sebagai organ antara tubuh dan lingkungan. Panas akan hilang dengan penguapan
keringat.
4.
Pengeluaran (ekskresi)
Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar-kelenjar keringat
yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan membawa garam, yodium dan zat
kimia lainnya.Air yang dikeluarkan melalui kulit tidak saja disalurkan melalui keringat
tetapi juga melalui penguapan air transepidermis sebagai pembentukan keringat yang
tidak disadari.
5.
Penyimpanan.
Kulit dapat menyimpan lemak di dalam kelenjar lemak.
6.
Penyerapan terbatas
Kulit dapat menyerap zat-zat tertentu, terutama zat-zat yang larut dalam lemak
dapat diserap ke dalam kulit.Hormon yang terdapat pada krim muka dapat masuk melalui
kulit dan mempengaruhi lapisan kulit pada tingkatan yang sangat tipis.Penyerapan terjadi
melalui muara kandung rambut dan masuk ke dalam saluran kelenjar palit (sebacea),
merembes melalui dinding pembuluh darah ke dalam peredaran darah kemudian ke
berbagai organ tubuh lainnya.
7.
Penunjang penampilan
Fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu keadaan kulit yang tampak halus,
sebagai penyambung lapisan tanduk dengan lapisan berbutir.Lapisan bening terdiri dari
protoplasma sel-sel jernih yang kecil-kecil, tipis dan bersifat translusen sehingga dapat
dilewati sinar (tembus cahaya).Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan dan
telapak kaki. Proses keratinisasi bermula dari lapisan bening.
c.
Tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk kumparan yang mengandung butirbutir di dalam protoplasmanya, berbutir kasar dan berinti mengkerut.Lapisan ini tampak
paling jelas pada kulit telapak tangan dan telapak kaki.
d.
(silinder) dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel torak
ini bergerigi dan bersatu dengan lamina basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu
struktur halus yang membatasi epidermis dengan dermis.Pengaruh lamina basalis cukup
besar terhadap pengaturan metabolisme demo-epidermal dan fungsi-fungsi vital kulit.Di
dalam lapisan ini sel-sel epidermisbertambah banyak melalui mitosis dan sel-sel tadi
bergeser ke lapisan-lapisan lebih atas, akhirnya menjadi sel tanduk.Di dalam lapisan
benih terdapat pula sel-sel bening (clear cells, melanoblas atau melanosit) pembuat
pigmen melanin kulit.
Tipe-Tipe Sel Epidermis
1.
Keratinocytes
Subtansi terbanyak dari sel-sel epidermis, karena keratinocytes selalu mengelupas
pada permukaaan epidermis, maka harus selalu digunakan. Pergantian dilakukan oleh
aktivitas mitosis dari lapisan basal (di malam hari). Selama perjalanannya ke luar
(menuju permukaan. Keratinocyes berdeferensiasi menjadi keratin filamen dalam
6
sitoplasma. Proses dari basal sampai korneum selama 20-30 hari. Karena proses
cytomorhose dari keratinocytes yang bergerak dari basal ke korneum, lima lapisan dapat
diidentifikasi. Yaitu basal, spimosum, granulosum, losidum dan kornium.
2.
Melanocytes
Didapat dari ujung saraf, memproduksi pigment melanin yang memberikan warna
coklat pada kulit. Bentuknya silindris, bulat dan panjang. Mengandung tirosinase yang
dihasilkan oleh REG, kemudian tirosinase tersebut diolah oleh Aparatus Golgi menjadi
oval granules (melanosomes). Ketika asam amino tirosin berpindah ke dalam
melanosomes, melanosomes berubah menjadi melanin. Enzim tirosinase yang diaktifkan
oleh sinar ultra violet.. Kemudian melanin meninggalkan badan melanicytes dan menuju
ke sitoplasma dari sel-sel dalam lapisan stratum spinosum. Dan pada akhirnya pigmen
melanin didegradasi oleh keratinocytes.
3.
Merkel Cells
Banyak terdapat pada daerah kulit yang sedikit rambut (fingertips, oral mucosa,
daerah dasar folikel rambut). Menyebar di lapisan stratum basal yang banyak
mengandung keratinocytes.
4.
Langerhans Cells
Disebut juga dendritic cells karena sering bekerja di daerah lapisan stratum
spinosum. Merupakan sel yang mengandung antibodi. Banyaknya 2% 4 % dari
keseluruhan sel epidermis. Selain itu, juga banyak terdapat di bagian dermis pada lubang
mulut, esophagus, dan vagina. Fungsi dari langerhans cells adalah untuk responisasi
terhadap imun karena mempunyai antibodi.
2.
DERMIS ( Korium)
Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan
tangan dan telapak kaki.Susunan dasar kulit jangat dibentuk oleh serat-serat, matriks
interfibrilar yang menyerupai selai dan sel-sel.
Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam kulit jangat, memungkinkan
membedakan berbagai rangsangan dari luar. Masing-masing saraf perasa memiliki fungsi
tertentu, seperti saraf dengan fungsi mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas, dan
dingin. Saraf perasa juga memungkinkan segera bereaksi terhadap hal-hal yang dapat
merugikan diri kita. Jika kita mendadak menjadi sangat takut atau sangat tegang, otot
penegak rambut yang menempel di kandung rambut, akan mengerut dan menjadikan bulu
roma atau bulu kuduk berdiri. Kelenjar palit yan menempel di kandung rambut
memproduksi minyak untuk melumasi permukaan kulit dan batang rambut.Sekresi
minyaknya dikeluarkan melalui muara kandung rambut.Kelenjar keringat menghasilkan
cairan keringat yang dikeluarkan ke permukaan kulit melalui pori-pori kulit.
Pada dasarnya dermis terdiri atas sekumpulan serat-serat elastis yang dapat
membuat kulit berkerut akan kembali ke bentuk semula dan serat protein ini yang disebut
kolagen. Serat-serat kolagen ini disebut juga jaringan penunjang, karena fungsinya dalam
membentuk jaringan-jaringan kulit yang menjaga kekeringan dan kelenturan kulit.
Berkurangnya protein akan menyebabkan kulit menjadi kurang elastis dan mudah
mengendur hingga timbul kerutan. Faktor lain yang menyebabkan kulit berkerut yaitu
faktor usia atau kekurangan gizi. Perlu diperhatikan bahwa luka yang terjadi di kulit
jangat dapat menimbulkan cacat permanen, hal ini disebabkan kulit jangat tidak memiliki
kemampuan memperbaiki diri sendiri seperti yang dimiliki kulit ari.
Di dalam lapisan kulit jangat terdapat dua macam kelenjar yaitu :
a. Kelenjar keringat (Sudorifera)
Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar) dan duet yaitu
saluran semacam pipa yang bermuara pada permukaan kulit membentuk pori-pori
keringat.Semua bagian tubuh dilengkapi dengan kelenjar keringat dan lebih banyak
terdapat dipermukaan telapak tangan, telapak kaki, kening dan di bawah ketiak.Kelenjar
keringat mengatur suhu badan dan membantu membuang sisa-sisa pencernaan dari
tubuh.Kegiatannya terutama dirangsang oleh panas, latihan jasmani, emosi dan obat-obat
tertentu.
Ada dua jenis kelenjar keringat yaitu :
1)
Kelenjar keringat ekrin
8
Kelenjar keringat ini mensekresi cairan jernih, yaitu keringat yang mengandung
95-97 persen air dan mengandung beberapa mineral, seperti garam, sodium klorida,
granula minyak, glusida dan sampingan dari metabolism seluler. Kelenjar keringat ini
terdapat di seluruh kulit, mulai dari telapak tangan dan telapak kaki sampai ke kulit
kepala. Jumlahnya di seluruh badan sekitar dua juta dan menghasilkan 14 liter keringat
dalam waktu 24 jam pada orang dewasa. Bentuk kelenjar keringat ekrin langsing,
bergulung-gulung dan salurannya bermuara langsung pada permukaan kulit yang tidak
ada rambutnya.
2)
Kelenjar keringat apokrin
Hanya terdapat di daerah ketiak, puting susu, pusar, daerah kelamin dan daerah
sekitar dubur (anogenital) menghasilkan cairan yang agak kental, berwarna keputihputihan serta berbau khas pada setiap orang. Sel kelenjar ini mudah rusak dan sifatnya
alkali sehingga dapat menimbulkan bau.Muaranya berdekatan dengan muara kelenjar
sebasea pada saluran folikel rambut.Kelenjar keringat apokrin jumlahnya tidak terlalu
banyak dan hanya sedikit cairan yang disekresikan dari kelenjar ini. Kelenjar apokrin
mulai aktif setelah usia akil baligh dan aktivitas kelenjar ini dipengaruhi oleh hormon.
b. Kelenjar palit (Sebacea)
Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan dengan kandung
rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang bermuara ke dalam kandung rambut
(folikel). Folikel rambut mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit dan menjaga
kelunakan rambut.Kelenjar palit membentuk sebum atau urap kulit.Terkecuali pada
telapak tangan dan telapak kaki, kelenjar palit terdapat di semua bagian tubuh terutama
pada bagian muka.
Pada umumnya, satu batang rambut hanya mempunyai satu kelenjar palit atau
kelenjar sebasea yang bermuara pada saluran folikel rambut.Pada kulit kepala,
kelenjarpalit atau kelenjar sebasea menghasilkan minyak untuk melumasi rambut dan
kulit kepala.Pada kebotakan orang dewasa, ditemukan bahwa kelenjar palit atau kelenjar
sebaseamembesar sedangkan folikel rambut mengecil. Pada kulit badan termasuk pada
bagian wajah, jika produksi minyak dari kelenjar palit atau kelenjar sebasea berlebihan,
maka kulit akan lebih berminyak sehingga memudahkan timbulnya jerawat.
3
HIPODERMIS / SUBCUTIS.
Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe,
saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit.Cabang-cabang dari pembuluhpembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat.Jaringan ikat bawah kulit berfungsi
sebagai bantalan atau penyangga benturan bagi organ-organ tubuh bagian dalam,
membentuk kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan.
Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh,
paling tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata. Jika usia menjadi
tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah kulit juga menurun. Bagian tubuh yang
sebelumnya berisi banyak lemak, lemaknya berkurang sehingga kulit akan mengendur
serta makin kehilangan kontur.
D.
1.
Derivat Kulit
Rambut
Rambut merupakan struktur berkeratin panjang yang berasal dari invaginasi epitel
epidermis.Rambut ditemukan diseluruh tubuh kecuali pada telapak tangan, telapak kaki,
bibir, glans penis, klitoris dan labia minora.Pertumbuhan rambut pada daerah-daerah
tubuh seperti kulit kepala, muka, dan pubis sangat dipengaruhi tidak saja oleh hormon
kelamin-terutama androgen-tetapi juga oleh hormon adrenal dan hormon tiroid.Setiap
rambut berkembang dari sebuah invaginasi epidermal, yaitu folikel rambut yang selama
masa pertumbuhannya mempunyai pelebaran pada ujung disebut bulbus rambut.Pada
dasar bulbus rambut dapat dilihat papila dermis.Papila dermis mengandung jalinan
kapiler yang vital bagi kelangsungan hidup folikel rambut. Rambut terdapat di seluruh
kulit kecuali telapak tangan kaki dan bagian dorsal dari falang distal jari tangan, kaki,
penis, labia minora dan bibir.
Terdapat 2 jenis rambut :
a. Rambut terminal ( dapat panjang dan pendek)
b. Rambut velus ( pendek, halus dan lembut).
Fungsi rambut
1.
Melindungi kulit dari pengaruh buruk, seperti alis mata melindungi mata dari
keringat agar tidak mengalir ke mata, bulu hidung (vibrissae) untuk menyaring udara.
2.
Pengatur suhu
3.
Pendorong penguapan keringat
4.
Indera peraba yang sensitive.
Terdapat 2 fase :
10
1.
kepela. Berlangsung sampai dengan usia 6 tahun. 90 % dari 100.000 folikel rambut kulit
kepala normal mengalami fase pertumbuhan pada satu saat.
2.
Fase Istirahat ( Telogen)
Berlangsung 4 bulan, rambut mengalami kerontokan 50 100 lembar rambut
rontok dalam tiap harinya. Gerak merinding jika terjadi trauma , stress, disebut
Piloereksi. Warna rambut ditentukan oleh jumlah melanin . Pertumbuhan rambut pada
daerah tertentu dikontrol oleh hormon seks( rambut wajah, janggut, kumis, dada,
punggung, di kontrol oleh H. Androgen. Kuantitas dan kualitas distribusi ranbut
ditentukan oleh kondisis Endokrin. Hirsutisme ( pertumbuhan rambut yang berlebihan
pada S. Cushing (wanita)
2.
Kuku
Kuku tersusun atas protein yang mengeras disebut keratin.Fungsinya sebagai
pelindung ujung jari tangan dan jari kaki.Lempeng kuku (LK) berbentuk empat persegi
panjang, keras, cembung ke arah lateral dan dorsal, transparan, terletak di dorsalo paling
distal.LK terbentuk dari bahan tanduk yang tumbuh ke arah dorsal untuk waktu yang
tidak terbatas. Kecepatan tumbuh kuku jari tangan: lebih kurang 0,1 mm/ hari, kuku jari
kaki 1/3-1/2 kecepatan kuku jari tangan. Tebal kuku tangan bervariasi 0,5 mm- 0,75mm,
dan pada kaki dapat mencapai 1,0 mm. Lapisan Kuku terdiri dari tiga lapisan horizontal
yang masing-masing adalah:
1.
Lapisan dorsal tipis yang dibentuk oleh matriks bagian proksimal (1/3 bagian).
2.
Lapisan intermediet yang dibentuk oleh matriks bagian distal (2/3 bagian).
3.
Lapisan ventral yang dibentuk oleh lapisan tanduk dasar kuku dan hiponikium yang
mengandung keratin lunak.
Lunula atau bulan sabit terletak di proksimal LK. Lunula merupakan ujung akhir
matriks kuku. Warna putih lunula disebabkan epitel yang lebih tebal dari epitel kasar
kuku dan kurang melekatnya epitel dibawahnya sehingga transmisi warna pembuluh drah
kurang dipancarkan. Daerah di bawah LK disebut hiponikium. Alur kuku dan lipat kuku
merupakan batas dan pelindung kuku. Lipat kuku proksimal merupakan perluasan
epidermis, bersama kuku yang melindungi matriks kuku. Produk akhirnya adalah kutikel.
Pada matriks kuku terdapat sel melanosit
Bagian-bagian kuku :
11
1)
2)
Lempeng kuku (nail plate) : merupakan bagian tengah kuku yang dikelilingi
dinding kuku.
7)
Lunula : merupakan bagian lempeng kuku berwarna putih dekat akar kuku
berbentuk bulan sabit, sering tertutup oleh kulit.
8)
Eponikium : merupakan dinding kuku bagian proksimal, kulit arinya menutupi
bagian permukaan lempeng kuku.
9)
Hiponikium : merupakan dasar kuku, kulit ari di bawah kuku yang bebas (free
edge) menebal.
12
13
Walaupun kulit tebal mempunyai epidermis yang tebal, tetapi keseluruhan kulit tebal
belum tentu lebih tebal dari kulit tipis.
KULIT TEBAL
Kulit tebal ini terdapat pada vola manus dan planta pedis yang tidak memiliki folikel
rambut. Pada permukaan kulit tampak garis yang menonjol dinamakan crista cutis yang
dipisahkan oleh alur alur dinamakan sulcus cutis.
Pada mulanya cutis tadi mengikuti tonjolan corium di bawahnya tetapi kemudian dari
epidermis sendiri terjadi tonjolan ke bawah sehingga terbentuklah papilla corii yang dipisahkan
oleh tonjolan epidermis. Pada tonjolan epidermis antara dua papilla corii akan berjalan ductus
excretorius glandula sudorifera untuk menembus epidermis
14
Epidermis
Dalam epidermis terdapat dua sistem :
1. Sistem malpighi, bagian epidermis yang sel selnya akan mengalami keratinisasi.
2. Sistem pigmentasi, yang berasal dari crista neuralis dan akan memberikan melanosit untuk
sintesa melanin.
Disamping sel sel yang termasuk dua sistem tersebut terdapat sel lain, yaitu sel
Langerhans
dan
sel
Markel
yang
belum
jelas
fungsinya.
Struktur
histologis
15
1. Stratum basale
Lapisan ini disebut pula sebagai stratum pigmentosum atau strarum germinativum karena
paling banyak tampak adanya mitosis sel sel. Sel sel lapisan ini berbatasan dengan jaringan
pengikat corium dan berbentuk silindris atau kuboid. Di dalam sitoplasmanya terdapat butir
butir pigmen.
2. Stratum spinosum
Lapisan ini bersama dengan stratum basale disebut pula stratum malpighi atau stratum
germinativum karena sel selnya menunjukkan adanya mitosis sel. Sel sel dari stratum basale
akan mendorong sel sel di atasnya dan berubah menjadi polihedral. Sratum spinosum ini terdiri
atas beberapa lapisan sel sel yang berbentuk polihedral dan pada pemeriksaan dengan
mikroskop cahaya pada tepi sel menunjukkan tonjolan tonjolan seperti duri duri. Semula
tonjolan tonjolan tersebut disangka sebagai jembatan interseluler dengan di dalamnya terdapat
tonofibril yang menghubungkan dari sel yang satu ke sel yang lain.
3. Stratum granulosum
Lapisan ini terdiri atas 2-4 sel yang tebalnya di atas stratum spinosum. Bentuk sel seperti
belah ketupat yang memanjang sejajar permukaan. Sel yang terdalam berbentuk seperti sel pada
strarum spinosum hanya didalamnya mengandung butir butir. Butir butir yang terdapat
sitoplasma lebih terwarna dengan hematoxylin (butir butir keratohialin) yang dapat dikelirukan
dengan pigmen. Adanya butir butir keratohyalin semula diduga berhubungan dengan proses
keratinisasi, tetapi tidak selalu dijumpai dalam proses tersebut, misalnya pada kuku. Makin ke
arah permukaan butir butir keratin makin bertambah disertai inti sel pecah atau larut sama
sekali, sehingga sel sel pada stratum granulosum sudah dalam keadaan mati.
4. Stratum lucidum
Tampak sebagai garis bergelombang yang jernih antara stratum granulosum dan stratum
corneum. Terdiri atas beberapa lapisan sel yang telah gepeng tersusun sangat padat. Bagian yang
jernih ini mengandung zat eleidin yang diduga merupakan hasil dari keratohialin.
5. Stratum Corneum
Pada vola manus dan planta pedis, lapisan ini sangat tebal yang terdiri atas banyak sekali
lapisan sel sel gepeng yang telah mengalami kornifikasi atau keratinisasi. Hubungan antara sel
16
sebagai duri duri pada stratum spinosum sudah tidak tampak lagi. Pada permukaan, lapisan
tersebut akan mengelupas (desquamatio) kadang kadang disebut sebagai stratum disjunctivum
Dermis
Terdiri atas 2 lapisan yang tidak begitu jelas batasnya, yaitu :
1. Stratum papilare
Merupakan lapisan tipis jaringan pengikat di bawah epidermis yang membentuk
papilla corii. Jaringan tersebut terdiri atas sel sel yang terdapat pada jaringan pengikat
longgar dengan serabut kolagen halus.
2. Stratum reticulare
Lapisan ini terdiri atas jaringan pengikat yang mengandung serabut serabut
kolagen kasar yang jalannya simpang siur tetapi selalu sejajar dengan permukaan. Di
dalamnya selain terdapat sel sel jaringan pengikat terdapat pula sel khromatofor yang di
dalamnya mangandung butir butir pigmen. Di bawah stratum reticulare terdapat
17
subcutis yang mengandung glandula sudorifera yang akan bermuara pada epidermis.
KULIT TIPIS
Menutupi seluruh bagian tubuh kecuali vola manus dan planta pedis yang merupakan
kulit tebal.Epidermisnya tipis,sedangkan ketebalan kulitnya tergantung dari daerah di tubuh.
Pada dasarnya memiliki susunan yang sama dengan kulit tebal,hanya terdapat beberapa
perbedaan
granular
endoplasmic
reticulum.Mitokhondria
dan
kompleks
Golgi
sangat
jarang.Tonofilamen yang terhimpun dalam berkas sebagai tonofibril didalam sel daerah basal
masih tidak begitu pada susunannya.
Di dalam stratum spinosum lapisan teratas, terdapat butir-butir yang di sekresikan dan
nembentuk lapisan yang menyelubungi membran sel yang dikenal sebagai butir-butir selubung
membran atau keratinosum dan mengandung enzim fosfatase asam di duga terlibat dalam
pengelupasan stratum corneum.
Sel-sel yang menyusun stratum granulosum berbeda dalam selain dalam bentuknya juga
karena didalam sitoplasmanya terdapat butir-butir sebesar 1-5 mikron di antara berkas
tonofilamen,yang
sesuai
dengan
butir-butir
keratohialin
dalam
sediaan
dasar.
Sel-sel dalam stratum lucidium tampak lebih panjang,inti dan organelanya sudah hilang, dan
keratohialin sudah tidak tampak lagi. Sel-sel epidermis yang terdorong ke atas akan kehilangan
bentuk tonjolan tetapi tetap memiliki desmosom.
Sistem pigmentasi atau melanosit
Warna kulit sebagai hasil dari 3 komponen :
a. Kuning disebabkan karena karoten
b. Biru kemerah-merahan karena oksihemoglobin
c. Coklat sampai hitam karena melanin.
19
glandula
axillaris,
glandula
circumanale,
glandula
mammae
dan
glandula
areolaris
Montogomery.
Glandula Sebacea
Kelenjar ini bermuara pada leher folikel rambut dan sekret yang dihasilkan berlemak
(sebum), yang berguna untuk meminyaki rambut dan permukaan kulit. Glandula ini bersifat
holokrin. Glandula sebacea biasanya disertai dengan folikel rambut kecuali pada palpebra, papila
mammae, labia minora hanya terdapat glandula sebacea tanpa folikel rambut.
21
Kuku
Kuku adalah lempeng sel epitel berkeratin pada permukaan dorsal setiap falangs distal.
Sebenarnya invaginasi yang terjadi pada kuku tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada
rambut, selanjutnya invaginasi tersebut membelah dan terjadilah sulcus matricis unguis, dan
kemudian sel-sel di daerah ini akan mengadakan proliferasi dan dibagian atas akan menjadi
substansi kuku sebagai keratin keras. Epitel yang terdapat di bawah lempeng kuku disebut nail
bed. Bagian proksimal kuku yang tersembunyi dalam alur kuku adalah akar kuku(radix unguis).
22
Lempeng kuku yang sesuai dengan stratum korneum kulit, terletak di atas dasar
epidermis yang disebut dasar kuku. Pada dasar kuku ini hanya terdapat stratum basale dan
stratum spinosum. Stratum ujung kuku yang melipat di atas pangkal kuku disebut sponychium,
sedangkan di bawah ujung bebas kuku terdapat penebalan stratum corneum membentuk
hyponychium.
Macammacam Keratin
Di dalam kulit serta apendiksnya terdapat dua macam keratin, yaitu keratin lunak dan
keratin keras. Keratin lunak selain terdapat pada folikel rambut juga terdapat di permukaan kulit.
Keratin lunak dapat diikuti terjadinya pada epidermis yang dimulai dari stratum granulosum
dengan butir-butir kerato hyalinnya, kemudian sel-sel menjadi jernih pada stratum lucidum dan
selanjutnya menjadi stratum korneum yang dapat dilepaskan. Sedangkan keratin keras terdapat
pada cuticula, cortex rambut dan kuku. Keratin keras dapat diikuti terjadinya mulai dari sel-sel
epidermis yang mengalami perubahan sedikit demi sedikit dan akhirnya berubah menjadi keratin
keras yang lebih homogen. Keratin keras juga lebih padat dan tidak dilepaskan, serta tidak begitu
reaktif dan mengandung lebih banyak sulfur.
Regenerasi Kulit
Dalam regenerasi ini ada 3 lapisan yang diperhitungkan, yaitu epidermis, dermis dan
subcutis. Regenerasi kulit dipengaruhi juga oleh faktor usia, dimana semakin muda, semakin
bagus regenerasinya.
23
24
25
26
pada penyakit ini. Peranan setiap kelainan tersebut dalam mempengaruhi pembentukan plak
psoriatik belum dapat dimengerti secara jelas.
6. Mengapa gatal bertambah berat saat cuaca dingin dan panas, dan keadaannya tidak stabil dan stress?
Ada hubungannya, karena salah satu etiologi penyakit yang disebabkan oleh gatal yaitu
adanya faktor genetik . Contohnya pada psoriasis vulgaris penyakit ini biasanya diturunkan
secara autosomal dominan yang menyebabkan adanya peningkatan 4 kali lipat HLA-B13, B17,
Bw57, dan Cw6.
8. Jelaskan langkah-langkah alur diagnosis gatal pada kulit dan upaya pencegahan!
Anamnesa
Beberapa hal penting yang perlu ditanyakan adalah:
1.
2.
3.
Onset: kapan mulai muncul kelainan kulit, lokasi, jumlah dan rupa
f)
5.
6.
7.
Pemeriksaan fisik
a. Teknik pemeriksaan yang digunakan pada pemeriksaan kulit adalah Inspeksi dan Palpasi
b. Pemeriksaan dilakukan dari kepala sampai kaki
c. Inspeksi :
Melihat keadaan umum kulit secara menyeluruh
Melihat penipisan rambut
Melihat keadaan umum efloresensi : bentuk, ukuran, warna, penampilan (basah,
kering)
Melihat efloresensi khusus, menggunakan lup : jenis efloresensi, ada tidaknya
Lampu Wood menghasilkan sinar ultraviolet 360 nm, (atau sinar hitam) yang
dapat digunakan untuk membantu evaluasi penyakit-penyakit kulit dan rambut
tertentu. Dengan lampu Wood, pigmen fluoresen dan perbedaan warna pigmentasi
melanin yang subtle bisa divisualisasi;
Kulit dan rambut yang akan diperiksa harus dalam keadaan sealamiah mungkin.
Obat topikal, bahan kosmetik, lemak, eksudat harus dibersihkanterlebih dahulu
30
Gambar 2 : Fluoresensi merah muda koral pada eritrasma di alat kelamin laki-laki3
Gambar 3: Vitiligo sebelum disinar lampu Wood (kiri) dan setelah disinar lampu Wood
(kanan)4
31
Diaskopi
Diaskopi terdiri dari penekanan pada lesi dengan menggunakan sebuah lensa datar
transparan atau objek lain (seperti slide kaca atau sekeping plastik yang tidak
berwarna, jernih, dan kaku).5Alat ini mengkompresi darah dari pembuluh darah
kecil, supaya warna lain pada lesi dapat dievaluasi. 3 Diaskopi membantu pemeriksa
menilai seberapa banyak darah intravaskular sebuah lesi yang merah atau ungu.
Jika lesi terutama terdiri dari kongesti vaskular, diakopi akan memucat. Tekanan
yang lebih kuat pada kapiler akan mendorong sel darah merah ke dalam pembuluh
darah di sekitarnya yang mempunyai tekanan yang lebih rendah. Jika pada diaskopi
gagal terjadi pucat, atau pucat tidak sempurna, hal ini bermakna banyak sel darah
merah mengalami ekstravasasi atau jaringan pembuluh yang berisi darah tersebut
abnormal, sehingga tidak memungkinkan sel lewat dengan sempurna. Sarkoma
Kaposi mencakup baik pembuluh darah neoplastik aberan maupun eritrosit yang
ekstravasasi, sehingga tidak memucat.5 Pada nodul granulomatous, tampak
gambaran warna kecoklatan yang trasnlusen, dikenal sebagai nodul apple jelly
(contohnya pada lupus vulgaris).3
32
Dermoskopi
Dermoskop, juga dikenal sebagai mikroskop epiluminesens adalah lensa tangan
dengan built-in lighting dan magnifikasi 10x hingga 30x ; dermoskop membantu
inspeksi terhadap lapisan kulit epidermis yang lebih dalam dan dalam lagi secara
non-invasif. Dermoskopi sangat berguna untuk lesi pigmentasi bagi membedakan
corak pertumbuhan yang jinak atau ganas.1
33
Gambar 6, 7 : Dermoskop7
Dermoskopi digital terutama bermanfaat dalam memonitor lesi kulit pigmentasi
karena gambaran atau imej yang diperiksa disimpan secara elektronik dan bisa
34
didapatkan kembali dan diperiksa di kemudian hari agar bisa dibandingkan secara
kuantitatif dan kualitatif serta untuk mendeteksi perubahan lesi seiring dengan
waktu. Dermoskopi digital menggunakan program analisis imej komputer
(computer image analysis program) yang bisa:1
menyediakan pengukuran yang objektif terhadap perubahan
penyimpanan, pengambilan, dan transmisi imej yang cepat kepada spesialis
untuk diskusi lanjutan (teledermatology)
ekstraksi gambaran morfologi untuk analisis numerikal.
Namun yang demikian, dermoskopi dan dermoskopi digital memerlukan pelatihan
yang khusus.1
35
2.
Leukemia kutis: Leukemia kutis terjadi pada 25-30% bayi dengan leukemia
kongenital dan lebih sering terkait dengan leukemia myeloid akut berbanding
leukemia limfoblastik akut. Lesi seperti-urtikaria-pigmentosa telah dilaporkan
pada leukemia limfoblastik akut.10
3.
36
4.
5.
Lymphoma: Pada beberapa kasus jarang, Darier's sign telah dilaporkan terdapat
pada cutaneous large T-cell lymphomadan padanon-Hodgkin's lymphoma.10
Signifikan
Darier's sign merupakan patognomonik dari mastositosis kutaneus walaupun
beberapa pasien mungkin mengalami rasa gatal atau urtika yang sedikit atau sama sekali
tidak ada walaupun kulit tersebut menunjukkan populasi padat sel mast, terutama pada
pasien dengan riwayat yang lama dengan kelainan tersebut. Walaubagaimanapun,
Dariers sign tidak 100% spesifik untuk mastositosis sejak pertama kali ia
dideskripsikan, meskipun jarang, pada xanthogranuloma juvenil dan leukemia
limfoblastik akut.10
Auspitz sign
Auspitz Sign, atau Auspitz Symptom (dinamai dariHeinrich Auspitz, 1835-1886),
merupakan perdarahan pin-point dan lambat yang terjadi setelah sisik psoriasis
diangkat. Auspitz Sign terjadi karena dibawah lesi psoriasis, kapiler-kapiler di bawah
epidermis adalah sangat banyak dan berlingkar-lingkar, dan berada sangat dekat dengan
permukaan kulit, sehingga pengangkatan skuama tersebut pada dasarnya akan menarik
bagian atas kapiler-kapiler tersebut, yang akhirnya menyebabkan perdarahan.11Auspitz
sign juga dapat ditemukan pada kelainan skuama yang lain seperti pada Darier's
diseasedan keratosis aktinik.
Auspitz Sign bisa digunakan sebagai sarana diagnostik untuk psoriasis, dengan
peringatan bahwa beberapa penyakit lain juga menghasilkan
Auspitz Sign.
Cara untuk melakukan tes ini adalah dengan mengerok skuama dengan perlahan
menggunakan object glass hingga skuama habis. Hasilnya positif apabila terdapat
bintik-bintik perdarahan sebagai akibat dari papilomatosis.
Nikolskiy sign
Nikolsky sign dinamai dari dermatologis Russia Piotr Vasiliyevich Nikolskiy
yang mendeskripsikannya pada tahun 1894.13Nikolskiy sign yang positif menunjukkan
pembelahan intraepidermal dan membedakan lepuh intraepidermal dari lepuh
subepidermal.13 Tanda ini merupakan patognomonik dari pemfigus dan staphylococcal
scalded skin syndrome.13Nikolsky sign juga bisa dielisitasi pada ichthyosis bullosa of
Siemens (yang jarang terjadi), di mana ia dinamakan sebagai `mauserung
phenomenon'.13
Tanda ini dielisitasi dengan memberikan tekanan lateral dengan menggunakan ibu
jari atau fingerpad pada kulit pada tonjolan tulang (bony prominence). Hal ini akan
menyebabkan tekanan penggeseran yang akan memisahkan lapisan atas epidermis dari
lapisan bawah epidermis.13 Penghapus (rubber eraser) atau sebarang objek tumpul yang
bisa mencengkeram kulit dengan utuh juga bisa digunakan. Nikolsky sign juga bisa
dielisitasi pada mukosa oral dengan menggunakan penghapus atau swab kapas.
Penyebab tersering:
pemfigus. Bila tanda ini menjadi negatif pada pasien yang menerima terapi
imunosupresif, hal ini memnunjukkan berakhirnya fase akut dari penyakit tersebut. 13
Namun demikian, kemunculan kembali saat pengobatan menunjukkan terjadinya flareup.13 Pasien ini akan memerlukan peningkatan dosis imunosupresan atau pemberian
obat baru.
38
lepuh
yang
angular
terkait
dengan
penyakit
akantolitik
intraepidermal seperti pemfigus, sedangkan pembentukan lesi lepuh yang bulat terkait
dengan penyakit akantolitik subepidermal seperti pemfigus bulosa. 14Asboe-Hansen sign
juga bisa ditemukan pada erupsi obat bulosa.14 Tanda ini sama sekali berbeda dari
Nikolsky Sign.
39
40
Sebuah aplikator sekali pakai yang berisi semua antigen tersebut dengan larutan
gliserin sebagai kontrol, misalnya seperti Multi-test CMI buatan Merieux Institute
sekarang banyak dipakai. Kit ini mengandung 7 jenis antigen (Candida albicans,
toksoid tetanus, toksoid difteri, streptokinase, old tuberculine, trikofiton, dan proteus)
serta kontrol gliserin secara bersamaan sekaligus dapat diuji.15
Persiapan
Pastikan bahwa kondisi antigen yang digunakan dalam keadaan layak pakai,
perhatikan cara penyimpanan dan tanggal kadaluarsanya Harus diingat bahwa
kortikosteroid dan obat imunosupresan dapat menekan reaksi ini sehingga memberi
hasil negatif palsu. Setelah itu lakukan anamnesis tentang apakah pernah berkontak
sebelumnya dengan antigen yang akan digunakan.
Melakukan uji
Kalau memungkinkan gunakan aplikator seperti di atas sehingga dapat digunakan
banyak antigen sekaligus. Hati-hati sewaktu melepas penutup antigen, harus dengan
posisi menghadap ke atas sehingga antigen tidak tumpah. Kalau tidak ada aplikator
seperti itu dapat digunakan antigen yang mudah didapat (tetanus, tuberculin, dan
sebagainya). Dengan menggunakan alat suntik tuberkulin, pastikan bahwa sejumlah 0,1
ml antigen masuk secara intrakutan hingga berbentuk gelembung dan tidak subkutan.
Beri tanda dengan lingkaran masing-masing lokasi antigen.
Hasil pemeriksaan
Hasil uji dibaca setelah 24-48 jam. 15 Bila setelah 24 jam hasil tes tetap negatif
maka cukup aman untuk memberikan dosis antigen yang lebih kuat. Indurasi yang
terjadi harus diraba dengan jari dan ditandai ujungnya, diukur dalam mm dengan
diameter melintang (a) dan memanjang (b). Untuk setiap reaksi gunakan formula
(a+b):2. Suatu reaksi disebut positif bilamana (a+b):2=2 mm atau lebih.15
Efek samping
41
Dapat terjadi suatu reaksi kemerahan yang persisten selama 3-10 hari tanpa
meninggalkan sikatriks. Pada orang yang sangat sensitif dapat timbul vesikel dan
ulserasi pada lebih dari satu lokasi antigen.
Interpretasi
Uji kulit ini saja tidak cukup untuk menyimpulkan status imunologik selular
seseorang karena untuk dapat disimpulkan hasil uji harus disesuaikan dengan anamnesis
dan keadaan klinik. Untuk menilai suatu uji kulit, seperti juga prosedur diagnostik yang
lain, sangat tergantung pada pemeriksanya. Bila disimpulkan bahwa kemungkinan
terdapat gangguan pada sistem imunitas selular, maka dapat dipertimbangkan pemberian
imunoterapi. Tetapi untuk memulai terapi sebaiknya pemeriksaan dilanjutkan dengan
pemeriksaan secara in vivo.
1. Prick Test (Uji tusuk)
Uji tusuk dapat dilakukan dalam waktu singkat dan lebih sesuai untuk anak.
Tempat uji kulit yang paling baik adalah pada daerah volar lengan bawah dengan jarak
sedikitnya 2 sentimeter dari lipat siku dan pergelangan tangan. Setetes ekstrak alergen
dalam gliserin (50% gliserol) diletakkan pada permukaan kulit. Lapisan superfisial kulit
ditusuk dan dicungkil ke atas memakai lanset atau jarum yang dimodifikasi, atau
dengan menggunakan jarum khusus untuk uji tusuk. Ekstrak alergen yang digunakan
1.000-10.000 kali lebih pekat daripada yang digunakan untuk uji intradermal. Dengan
menggunakan sekitar 5 ml ekstrak pada kulit, diharapkan risiko terjadinya reaksi
anafilaksis akan sangat rendah. Uji tusuk mempunyai spesifitas lebih tinggi
dibandingkan dengan uji intradermal, tetapi sensitivitasnya lebih rendah pada
konsentrasi dan potensi yang lebih rendah. Kontrol Untuk kontrol positif digunakan
0,01% histamin pada uji intradermal dan 1% pada uji tusuk. Kontrol negatif dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan reaksi dermografisme akibat trauma jarum. Untuk
kontrol negatif digunakan pelarut gliserin. Antihistamin dapat mengurangi reaktivitas
kulit. Oleh karena itu, obat yang mengandung antihistamin harus dihentikan paling
sedikit 3 hari sebelum uji kulit. Pengobatan kortikosteroid sistemik mempunyai
pengaruh yang lebih kecil, cukup dihentikan 1 hari sebelum uji kulit dilakukan. Obat
42
golongan agonis juga mempunyai pengaruh, akan tetapi karena pengaruhnya sangat
kecil maka dapat diabaikan. Usia pasien juga mempengaruhi reaktivitas kulit walaupun
pada usia yang sama dapat saja terjadi reaksi berbeda. Makin muda usia biasanya
mempunyai reaktivitas yang lebih rendah. Uji kulit terhadap alergen yang paling baik
adalah dilakukan setelah usia 3 tahun. Reaksi terhadap histamin dibaca setelah 10 menit
dan terhadap alergen dibaca setelah 15 menit. Reaksi dikatakan positif bila terdapat rasa
gatal dan eritema yang dikonfirmasi dengan adanya indurasi yang khas yang dapat
dilihat dan diraba. Diameter terbesar (D) dan diameter terkecil (d) diukur dan reaksi
dinyatakan ukuran (D+d):2. Pengukuran dapat dilakukan dengan melingkari indurasi
dengan pena dan ditempel pada suatu kertas kemudian diukur diameternya. Kertas dapat
disimpan untuk dokumentasi. Dengan teknik dan interpretasi yang benar, alergen
dengan kualitas yang baik maka uji ini mempunyai spesifitas dan sensitivitas yang
tinggi disamping mudah, cepat, murah, aman dan tidak menyakitkan. Uji gores kulit
(SPT) disarankan sebagai metode utama untuk diagnosis alergi yang dimediasi IgE
dalam sebagian besar penyakit alergi. Memiliki keuntungan relatif sensitivitas dan
spesifisitas, hasil cepat, fleksibilitas, biaya rendah, baik tolerabilitas, dan demonstrasi
yang jelas kepada pasien alergi mereka. Namun akurasinya tergantung pelaksana,
pengamatan dan interpretasi variabilitas.
2. Injeksi intradermal
Sejumlah 0,02 ml ekstrak alergen dalam 1 ml semprit tuberkulin disuntikkan
secara superfisial pada kulit sehingga timbul 3 mm gelembung. Dimulai dengan
konsentrasi terendah yang menimbulkan reaksi, kemudian ditingkatkan berangsur
masing-masing dengan konsentrasi 10 kali lipat sampai menimbulkan indurasi 5-15
mm.3 Uji intradermal ini seringkali digunakan untuk titrasi alergen pada kulit.Tes alergi
pengujian injeksi intradermal tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin untuk
aeroallergens dan makanan, tetapi mungkin untuk mendeteksi racun dan diagnosis
alergi obat. Ini membawa resiko lebih besar anafilaksis dan harus dilakukan dengan
tenaga medis yang berkopeten melalui pelatihan spesialis.
3. Uji Gores (Scratch Test)
43
Uji gores kulit (SPT)adalah prosedur yang membawa resiko yang relatif rendah,
namun reaksi alergi sistemik telah dilaporkan. Karena test adalah perkutan, langkahlangkah pengendalian infeksi sangat penting.
Uji gores kulit harus dilakukan oleh yang terlatih dan berpengalaman staf medis
dan paramedis, di pusat-pusat dengan fasilitas yang sesuai untuk mengobati reaksi
alergi sistemik (anafilaksis).
Praktisi medis yang bertanggung jawab harus memesan panel tes untuk setiap
pasien secara individual, dengan mempertimbangkan karakteristik pasien, sejarah
dan temuan pemeriksaan, dan alergi eksposur termasuk faktor-faktor lokal.
Praktisi
medis
yang
bertanggung
jawab
harus
mengamati
reaksi
dan
Hasil tes harus dicatat dan dikomunikasikan dalam standar yang jelas dan bentuk
yang dapat dipahami oleh praktisi lain.
namun harus dikerjakan di RS dengan pengawasan, serta siap antisipasi jika terjadi reaksi
alergi kembali terlebih lagi bila timbul reaksi yang berat seperti misalnya reaksi anafilaksis.
Karena itu hendaknya dikerjakan oleh tenaga yang memiliki kompetensi, dan fasilitas
resusitasi lengkap sudah dipersiapkan sebelum dilakukan tes, serta dilengkapi dengan
informed consent.The European Network for Drug Allergy (ENDA) dari the European
Academy of Allergy and Clinical Immunology (EAACI) merekomendasi TP sebagai alternatif
upayapendekatan diagnosis dari alergi obat sebagaipenunjang anamnesis dan pemeriksaan
fisik.
Sebelum melakukan TP, evaluasi resiko dan manfaat harus dilaksanakan terlebih dahulu.
Adapun indikasi untuk melakukan TP adalah :
a. Untuk membedakan adanya kemungkinan reaksi yang terjadi bukan suatu reaksi
b.
c.
terhadap aspirin.
d. Untuk mengkonfirmasi obat penyebab timbulnya reaksi atau standar baku.
Kontraindikasi TP adalah pada wanita hamil, pada penderita yang diprediksi kondisinya
akan menjadi lebih buruk dengan TP obat tersebut (infeksi akut, asma tak terkontrol, penderita
dengan penyakit jantung, hati dan ginjal). 4 Demikian juga pada penderita; sindroma vaskulitis,
dermatitis exfoliative, sindroma Stevens-Johnson, Toxic EpidermalNecrolysis (TEN), SLE,
Pemphigus Vulgaris, dan Bullous Pemphigoid. Pengecualian dapat dilakukan jika obat dicurigai
sangat penting bagi pasien, misalnya pada neurosifilis dan terapi penisilin.
Pelaksanaan TP ini dilakukan dengan tahapan meliputi cara pemberian obat, uji agen,
dosis dari persiapan tes, interval waktu pemberian obat, interval waktu antara reaksi dengan TP,
persiapan untuk prosedur provokasi, pelaksanaan tes, dan penilaian terhadap hasil tes.
Pemberian obat dilakukan dengan berbagai cara, oral, parenteral (iv,im,sc), topical
(nasal), bronchial, konjungtiva, kutaneus, dsb. Namun, dalam hal ini oral menjadi pilihan utama
karena penyerapan lebih lambat sehingga reaksi yang tidak diinginkan dapat diobati lebih awal
dibandingkan dengan TP pada pemberian secara parenteral.
Dosis dari persiapan tes dan interval waktu pemberian obat tergantung dari berbagai
variable, termasuk jenis obat itu sendiri, tingkat keparahan dari reaksi hipersensitivitas obat saat
45
pemeriksaan, cara pemberian, perkiraan waktu antara aplikasi dan reaksi, kondisi kesehatan dari
pasien, dan co-medication mereka. Umumnya tes harus mulai dengan dosis rendah, kemudian
ditingkatkan sedikit-demi sedikit dan segera dihentikan ketika gejala objektif pertama terjadi.
Jika tidak ada gejala muncul, yang dosis tunggal maksimum obat yang spesifik harus dicapai,
dan pemberian dosis harian sangat diperlukan. Dalam kasus reaksi langsung sebelumnya (yakni
terjadi kurang dari 1 jam setelah pemberian obat) dosis awal harus diantara 1:10.000 dan 1:10
dari dosis terapi, tergantung pada beratnya reaksi. 3 Interval waktu antara dosis minimal 30 menit,
namun banyak obat dan situasi tertentu memerlukan interval waktu yang lebih lama. Dalam
kasus reaksi non-langsung sebelumnya (yakni terjadi lebih dari 1 jam setelah pemberian obat
terakhir) dosis awal tidak boleh melebihi 1:100 dari dosis terapi. Tergantung pada obat dan
ambang respon pasien, TP dapat diselesaikan dalam waktu beberapa jam, hari atau, kadangkadang minggu.
Persiapan untuk prosedur tes provokasi terdiri dari pertimbangan etis, perlindungan untuk
TP, dokumentasi, dan aspek praktis. Tes provokasi harus dilakukan dengan metode placebo
terkontrol, single blind, dan dalam situasi tertentu dimana aspek psikologis mungkin berlaku,
bisa juga dengan double blind.
Rekomendasi yang harus diberikan sebelum melakukan TP adalah sebagai berikut.
1.
2.
Menyediakan alternatif yang aman pada pasien dengan alergi dan membuktikan
toleransi.
Pasien dengan alergi penisilin yang diklaim memiliki risiko meningkat sekitar
sepuluh kali lipat memiliki reaksi alergi terhadap obat antimikroba selain penisilin
3.
46
Pasien dengan riwayat alergi terhadap penisilin dan tes kulit positif mempunyai
peningkatan resiko tiga kali lebih tinggi jika suatu sefalosporin diberikan, oleh
karena itu TP dalam kondisi yang terkendali setelah melakukan tes kulit, penting
dilakukan sebelum rating sefalosporin mengganggu.
4.
Tes provokasi dikatakan positif jika hasilnya menunjukkan gejala yang sebenarnya. Jika
reaksi sebenarnya diwujudkan dengan gejala yang subjektif dan pada pengujian ulang
menunjukkan hal yang sama, gejala yang tidak diverifikasi, maka tes berulang dengan plasebo
harus dilakukan. Jika dengan placebo hasilnya negatif, maka pengulangan dengan dosis obat
sebelumnya sangat direkomendasikan.
Nilai prediktif TP terutama tergantung pada jenis / mekanisme reaksi dan obat yang
terlibat. Seorang dokter dalam melakukan TP untuk reaksi hipersensitivitas obat harus
mengetahui literatur tertentu dan kebutuhan pengalaman yang cukup dalam membedakan banyak
alasan untuk hasil tes false-negatif dan false-positif. Alasan ini adalah banyak tetapi dapat
dievaluasi dan dihindari di sebagian besar kasus.
47
Tes ini tidak khas karena penyakit yang segolongan juga memberi hasil yang
positif.
Tes ini baru memberi hasil positif setelah 5-8 minggu orang tersebut terinfeksi.
Jika hasilnya positif, hanya berarti sedang atau pernah menderita L.G.V.16
3.
4.
5.
6.
9. Diagnostik banding
A. Psoriasis vulgaris
Psoriasis vulgaris
Definisi
Psoriasis merupakan sebuah penyakit autoimun kronik residif yang muncul pada kulit.
Penyakit ini tergolong dalam dermatosis eritroskuamosa dan bersifat kronik dan residif. Penyakit
ini menimbulkan warna kemerahan, plak bersisik muncul di kulit, disertai oleh fenomena tetesan
lilin, tanda Auspitz, dan Kobner. Psoriasis ini juga disebut dengan psoriasis vulgaris.
Epidemiologi
Psoriasis ditemukan di seluruh dunia, tetapi catatan prevalensi di daerah yang berbeda
bervariasi kurang dari 1% hingga mencapai 3% dari populasi.Insiden pada orang kulit putih lebih
banyak dibandingkan dengan orang yang kulit berwarna. Di Amerika Serikat, psoriasis dijumpai
sebanyak 2% dari populasi, dengan rata-rata 150.000 kasus baru pertahun. Psoriasis jarang
ditemukan di Afrika Barat dan Amerika Utara.
Insiden psoriasis pada pria agak lebih banyak dari pada wanita, psoriasis dapat terjadi
pada semua usia, tetapi umumnya pada orang dewasa muda. Onset penyakit ini umumnya kurang
pada usia yang sangat muda dan orang tua. Dua kelompok usia yang terbanyak adalah pada usia
antara 20 30 tahun dan yang lebih sedikit pada usia antara 50 60 tahun. Psoriasis lebih
banyak dijumpai pada daerah dingin dan lebih banyak terjadi pada musim hujan
Di Indonesia sendiri prevalensi penderita psoriasis mencapai 1-3 persen (bahkan bisa
lebih) dari populasi penduduk Indonesia. Jika penduduk Indonesia saat ini berkisar 200 juta,
berarti ada sekitar 2-6 juta penduduk yang menderita psopriasis yang hanya sebagian kecil saja
sudah terdiagnosis dan tertangani secara medis.
Etiologi
Penyebab psoriasis hingga saat ini tidak diketahui, terdapat predisposisi genetik tetapi
secara pasti cara diturunkan tidak diketahui.Psoriasis tampaknya merupakan suatu penyakit
keturunan dan diduga berhubungan dengan sistem imun dan respon peradangan. Diketahui faktor
49
utama yang menunjang penyebab psoriasis adalah hiperplasia sel epidermis.Beberapa faktor
yang diduga berperanan antara lain:
1)
Faktor imun
Peranan mekanisme imun dibuktikan dengan tingginya jumlah sel T yang teraktivasi
dalam epidermis dan dermis, adanya makrofag, dan dengan terbukti efektifnya terapi
imunosupresif dan imunomodulator pada psoriasis.
Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari ketiga jenis sel, yakni
limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan
stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan limfosit T
pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik
dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit
T CD8. Sel Langerhans juga berperan pada imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya
proliferasi epidermis diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun
endogen oleh sel Langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over time) lebih
cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari. Nickoloff (1998)
berkesimpulan bahwapsoriasis merupakan penyakit autoimun. Lebih 90%kasus dapat
mengalami remisi setelah diobati dengan imunosupresif.
2)
Faktor Genetik
Faktor genetik juga terkait dengan kejadian psoriasis. Alasan utama yang mendukung hal
ini adalah penelitian yang menunjukkan peningkatan insiden psoriasis pada keluarga
penderita psoriasis, peningkatan insiden psoriasis yang terjadi pada anak dengan satu atau
kedua orangtua yang terkena, tingginya angka psoriasis pada kembar monozigot, dan
kemungkinan letak lokus pada beberapa kromosom. Faktor genetik sangat berperan, dimana
bila orang tuanya tidak menderita psoriasis, resiko untuk mendapat psoriasis 12%,
sedangkan jika salah seorang orang tuanya menderita psoriasis resikonya mencapai 34-39 %.
Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik ialah bahwa psoriasis berkaitan dengan
HLA.Berdasarkan penyakit dikenal dua tipe: Psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat
familial dan berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6 sedangkan psoriasis tipe
II dengan awitan lambat bersifat nonfamilial dan berhubungan dengan HLA-B27 dan Cw2
dan Psoriasis Pustulosa berkorelasi dengan HLA-B27. Psoriasis merupakan kelainan
multifaktorial dimana faktor genetik dan lingkungan memegang peranan penting
50
3)
Faktor pencetus
Beberapa faktor pencetus terjadinya awitan psoriasis antara lain:
-
Stress: pada sebagian penderita faktor stres dapat menjadi faktor pencetus.Penyakit ini
sendiri dapat menyebabkan gangguan psikologis pada penderita, sehingga menimbulkan
satu lingkaran setan, dan hal ini memperberat penyakit. Sering pengobatan psoriasis
tidak akan berhasil apabila faktor stres psikologis ini belum dapat dihilangkan.
Cuaca yang panas dan sinar matahari dilaporkan memiliki efek yang menguntungkan,
sementara cuaca dingin memiliki efek yang berlawanan.
Faktor endokrin: Puncak insiden psoriasis pada waktu pubertas dan menopause. Pada
waktu kehamilan umumnya membaik, sedangkan pada masa pasca partus memburuk.
Patofisiologi
Patofisiologi psoriasis tetap tidak diketahui tetapi beberapa penulis percaya bahwa
penyakit ini merupakan autoimun murni dan sel T mediated. Beberapa penemuan mendukung
autoimun ini seperti histokompatibiliti kompleks mayor (MHC) antigen, akumulasi sel T
terutama memori, serta adanya lapisan anti korneum dan anti keratinosit antibodi
nukleus.Beragam data yang diperoleh akhir-akhir ini pada penyelidikan psoriasis menekankan
bahwa terdapat aktivitas infiltrasi sel-sel CD4 pada lesi-lesi kulit.Lesi psoriasis lama umumnya
penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan
sedikit sebukan limfositik dalam epidermis.
Pada kulit dengan psoriasis, siklus sel epidermal terjadi lebih cepat.Perubahan morfologik
dan kerusakan sel epidermis akan menimbulkan akumulasi sel monositdan limfosit pada puncak
papil dermis dan di dalam stratum basalis sehingga menyebabkanpembesaran dan pemanjangan
papil dermis. Sel epidermodermal bertambah luas, lipatan dilapisan bawah stratum spinosum
bertambah banyak.
51
Proses ini menyebabkan pertumbuhan kulit lebih cepat dan masa pertukaran kulit menjadi
lebihpendek dari normal, dari 28 hari menjadi 3-4 hari. Stratum granulosum tidak terbentuk dan
didalam stratum korneum terjadi parakeratosis.
Pembelahan sel pada stratum basale terjadi setiap 1.5 hari, dan migrasi keratinosit ke
stratum corneum terjadi kira-kira dalam 4 hari.Karena sel-sel mencapai permukaan dengan
sangat cepat, sel-sel tersebut tidak berdiferensiasi dan berkembang dengan sempurna.Stratum
corneum tidak terkeratinisasi secara sempurna dan sel-sel epidermal berkembang dan menumpuk
dengan abnormal dan menjadi berskuama. Epidermis pada lesi psoriasis tiga hingga lima kali
lebih tebal dari normal. Pembuluh darah dalam stratum papilare dermis terdilatasi dan sel-sel
inflamasi, seperti neutrofil, menginfiltrasi epidermis.Pada psoriasis terjadi peningkatan mitosis
sel epidermis sehingga terjadi hiperplasia, juga terjadi penebalan dan pelebaran kapiler sehingga
tampak lesi eritematous. Pendarahan terjadi akibat dari rupture kapiler ketika skuama dikerok.
Bentuk Klinis Psoriasis
Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis, yaitu:
1) Psoriasis Vulgaris
Hampir 80 % penderita psoriasis adalah tipe Psoriasis Plak yang secara ilmiah disebut juga
Psoriasis Vulgaris.
2) Psoriasis Gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan diseminata,
umumnya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian atas atau sehabis influenza
atau morbili, stres, luka pada kulit, penggunaan obat tertentu (antimalaria dan beta bloker).
3) Psoriasis Inversa (Psoriasis Fleksural)
Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada darerah fleksor.
52
4) Psoriasis Eksudativa
Bentuk tersebut sangat jarang, kelainannya eksudativa seperti dermatitis akut.
5) Psoriasis Seboroik (seboriasis)
Gambaran klinis merupakan gabungan antara psoriasis dan dermatitis seboroik, skuama
yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak lunak.Lesi juga terdapat pada
tempat seboroik.
6) Psoriasis Pustulosa
Ada dua pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap sebagai penyakit
tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis.Terdapat dua bentuk psoriasis pustulosa,
bentuk lokalisata dan generalisata.Bentuk lokalisata contohnya psoriasis pustulosa palmplantar (Barber) yang menyerang telapak tangan dan kaki serta ujung jari.Sedangkan bentuk
generalisata, contohnya psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch) jika pustula
timbul pada lesi psoriasis dan juga kulit di luar lesi, dan disertai gejala sistemik berupa panas
/ rasa terbakar.Dapat terjadi komplikasi pneumonia, hepatitis, dan kegagalan jantung,
sehingga berakibat fatal.
7) Artritis Psoriatik
Poliartritis dan menyerang sendi-sendi kecil, terutama interfalang distal.
8) Psoriasis Eritroderma
Psoriasis Eritroderma dapat disebabkan oleh pengobatan topikal terlalu kuat atau oleh
penyakitnya sendiri yang meluas, dapat juga ditimbulkan oleh infeksi, hipokalsemia, obat
antimalaria, tar dan penghentian kortikosterid, baik topikal maupun sistemik. Lesi yang khas
untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama tebal universal.
Diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Kulit
Dari autoanamnesis pasien Psoriasis Vulgaris mengeluh adanya bercak kemerahan yang
menonjol pada kulit dengan pinggiran merah, tertutup dengan sisik keperakan, dengan ukuran
yang bervariasi, makin melebar, bisa pecah dan menimbulkan nyeri, bisa juga timbul gatalgatal.Pada stadium penyembuhannya sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya
terdapat di pingir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika (mica-like
scale), serta transparan. Plak eritematous yang tebal menandakan adanya hiperkeratosis,
parakeratosis, akantosis, pelebaran pembuluh darah dan inflamasi. Besar kelainan bervariasi dari
53
milier, lentikular, numular, sampai plakat, dan berkonfluensi, dengan gambaran yang beraneka
ragam, dapat arsinar, sirsinar, polisiklis atau geografis.Tempat predileksi pada ekstremitas bagian
ekstensor terutama (siku, lutut, lumbosakral), daerah intertigo (lipat paha, perineum, aksila),
skalp, perbatasan skalp dengan muka, telapak kaki dan tangan, tungkai atas dan bawah,
umbilikus, serta kuku.
Pada
psoriasis
terdapat
fenomena
tetesan
lilin,
Auspitz
dan
Kobner
(isomorfik).2Fenomena Tetesan Lilin dimana bila lesi yang berbentuk skuama dikerok maka
skuama akan berubah warna menjadi putih yang disebabkan oleh karena perubahan indeks bias.
Auspitz Sign ialah bila skuama yang berlapis-lapis dikerok akan timbul bintik-bintik pendarahan
yang disebabkan papilomatosis yaitu papilla dermis yang memanjang
tetapi
bila kerokan
tersebut diteruskan maka akan tampak pendarahan yang merata. Fenomena Kobner ialah bila
kulit penderita psoriasis terkena trauma misalnya garukan maka akan muncul kelainan yang
sama dengan kelainan psoriasis umumnya akan muncul setelah 3 minggu.
Fenomena tetesan lilin dan Auspitz merupakan gambaran khas pada lesi psoriasis dan
merupakan nilai diagnostik, kecuali pada psoriasis inverse (psoriasis pustular) dan digunakan
untuk membandingkan psoriasis dengan penyakit kulit yang mempunyai morfologi yang sama,
sedangkan Kobner tidak khas, karena didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken planus,
liken nitidus, veruka plana juvenilis, pitiriasis rubra pilaris, dan penyakit Darier.Fenomena
Kobner didapatkan insiden yang bervariasi antara 38-76 % pada pasien psoriasis.Dua puluh lima
sampai lima puluh persen penderita psoriasis yang lama juga dapat menyebabkan kelainan pada
kuku, berupa pitting nail atau nail pit pada lempeng kuku berupa lekukan-lekukan miliar.
Perubahan pada kuku terdiri dari onikolosis (terlepasnya seluruh atau sebagian kuku dari
matriksnya), hiperkeratosis subungual (bagian distalnya terangkat karena terdapat lapisan tanduk
di bawahnya), oil spots subungual, dan koilonikia (spooning of nail plate).
54
Antara 10-30 % pasien psoriasis berhubungan dengan atritis disebut Psoriasis Artritis
yang menyebabkan radang pada sendi.Umumnya bersifat poliartikular, tempat predileksinya
pada sendi interfalangs distal, terbanyak terdapat pada usia 30-50 tahun. Sendi membesar,
kemudian terjadi ankilosis dan lesi kistik subkorteks.
Pemeriksaan Histopatologi
Meningkatnya ketebalan epidermis, adanya nukleus di atas stratum basale, dan keratin yang tebal
berhubungan dengan turn over epidermis yang meningkat.Karena epidermis terus membelah,
lapisan ini tidak berdiferensiasi dengan sempurna menjadi terkeratinisasi.Sel-sel ini mudah
terlepas dan menampakkan pembuluh darah di bawahnya.Hal ini secara klinis dikenal sebagai
Auspitz sign.Plak psoriasis dapat diumpamakan sebagai tembok batu bata yang terburu-buru
dibangun, tinggi tetapi mudah diancurkan.Sel-sel polimorfonuklear yang bermigrasi ke
epidermis membentuk pustule steril dalam pustural psoriasis (paling sering didapatkan pada
telapak tangan dan telapak kaki). Pembuluh darah yang berdilatasi memberikan gambaran
eritema yang intens pada psoriasis
Psoriasis memberikan gambaran histopatologi, yaitu perpanjangan (akantosis) reteridges
dengan bentuk clubike, perpanjangan papila dermis, lapisan sel granuler menghilang,
parakeratosis, mikro abses munro (kumpulan netrofil leukosit polimorfonuklear yang
menyerupai pustul spongiform kecil) dalam stratum korneum, penebalan suprapapiler epidermis
(menyebabkan tanda Auspitz), dilatasi kapiler papila dermis dan pembuluh darah berkelok-kelok,
infiltrat inflamasi limfohistiositik ringan sampai sedang dalam papila dermis atas.
Laboratorium
55
Tidak ada kelainan laboratorium yang spesifik pada penderita psoriasis tanpa terkecuali
pada psoriasis pustular general serta eritroderma psoriasis dan pada plak serta psoriasis gutata.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan bertujuan menganalisis penyebab psoriasis, seperti
pemeriksaan darah rutin, kimia darah, gula darah, kolesterol, dan asam urat.
Bila penyakit tersebar luas, pada 50 % pasien dijumpai peningkatan asam urat, dimana
hal ini berhubungan dengan luasnya lesi dan aktifnya penyakit. Hal ini meningkatkan resiko
terjadinya Artritis Gout.Laju endapan eritrosit dapat meningkat terutama terjadi pada fase
aktif.Dapat juga ditemukan peningkatan metabolit asam nukleat pada ekskresi urin.Pada
psoriasis berat, psoriasis pustular general dan eritroderma keseimbangan nitrogen terganggu
terutama penurunan serum albumin. Protein C reaktif, makroglobulin, level IgA serum dan
kompleks imun IgA meningkat, dimana sampai saat ini peranan pada psoriasis tidak diketahui.
Diagnosis Banding
1) Dermatofitosis (Tinea dan Onikomikosis)
Pada stadium penyembuhan psoriasis telah dijelaskan bahwa eritema dapat terjadi hanya
di pinggir, hingga menyerupai dermatofitosis.Perbedaannya adalah skuama umumnya pada
perifer lesi dengan gambaran khas adanya central healing, keluhan pada dermatofitosis gatal
sekali dan pada sediaan langsung ditemukan jamur.
2) Sifilis Psoriasiformis
Sifilis
pada
stadium
II
dapat
menyerupai
psoriasis
dan
disebut
sifilis
Terdapat banyak variasi pengobatan psoriasis, tergantung dari lokasi lesi, luasnya lesi, dan
beratnya penyakit, lamanya menderita penyakit dan usia penderita. Pada pengobatan awal
sebaiknya diberikan obat topikal, tetapi bila hasil tidak memuaskan baru dipertimbangkan
pengobatan sistemik, atau diberikan kombinasi dari keduanya.
1)
Pengobatan Topikal
Terapi dengan menggunakan pengobatan topikal merupakan pilihan untuk penderitapenderita dengan psoriasis plak yang terbatas atau menyerang kurang dari 20% luas
permukaan tubuh.Terapi topikal
Anthralin
Diberikan dalam bentuk salep dengan konsentrasi 0,05-0,1%, untuk pengobatan psoriasis
bentuk plakat yang kronis atau psoriasis gutata. Mempunyai efek antiinflamasi dan
menghambat proliferasi keratinosit. Efek sampingnya adalah bersifat iritasi dan mewarnai
kulit dan pakaian.
b)
Vitamin D3 (Calcipotriol)
Mempunyai efek antiinflamasi dan menghambat proliferasi keratinosit dengan
menghambat pembentukan IL-6.Dipakai untuk pengobatan psoriasis bentuk plakat, dan
dapat menimbulkan iritasi lokal.
c)
Preparat Tar
Preparat tar seperti liquor carbonis detergent 2-5% dalam salep dipakai untuk pengobatan
psoriasis yang kronis. Diduga mempunyai efek yang menghambat proliferasi keratinosit.
Efeknya akan meningkat bila dikombinasi dengan asam salisilat 2-5%. Dapat diberikan
dalam jangka lama tanpa iritasi.
d)
Kortikosteroid topikal
Biasanya dipakai yang mempunyai potensi sedang sampai kuat, untuk pengobatan lesi
psoriasis yang soliter.Mempunyai efek anti inflamasi dan anti mitosis.
2)
a)
Pengobatan Sistemik
Kortikosteroid
57
Hanya dipakai bila sudah terjadi eritroderma atau psoriasis pustulosa generalisata.Dosis
setara dengan 40-60 mg prednison per hari, dan kemudian diturunkan perlahan-lahan.
b)
Methotrexate
Mempunyai efek menghambat sintesis DNA dan bersifat anti inflamasi dengan menekan
kemotaktik terhadap sel netrofil. Diberikan untuk pengobatan psoriasis pustulosa
generalisata, eritrodermi psoriatik, dan artritis psoriatik. Dosis yang diberikan adalah 10-12
mg per minggu, atau 5 mg tiap 12 jam selama periode 36 jam dalam seminggu. Efek
samping dapat berupa gangguan fungsi hati, ginjal, sistem hemopoetik, ulkus peptikum, dan
lain-lain.
c)
Siklosporin
Sebagai salah satu obat imunosupresif yang mempunyai efek menghambat aktivasi dan
proliferasi sel T. Selain itu juga dapat menghambat pertumbuhan sel keratinosit.Dosis yang
dianjurkan adalah 2-5 mg/kg BB, namun memerlukan waktu yang cukup lama, dapat sampai
3-6 bulan.Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik.
d)
Retinoid
Merupakan derivat vitamin A, misalnya etretinat atau acitretin. Mempunyai efek
menghentikan diferensiasi dan proliferasi keratinosit dan bersifat anti inflamasi, dengan
menghambat fungsi netrofil. Dipakai untuk pengobatan psoriasis pustulosa generalisata
ataupun lokalisata, dan eritroderma psoriatik.
e)
DDS (diaminodifenilsulfon)
Hanya dipakai untuk pengobatan psoriasis pustulosa lokalisata dengan dosis 2 x100
mg/hari.
Efek
sampingnya
ialah:
anemia
hemolitik,
methemoglobinemia,
dan
agranulositosis.
3)
Fototerapi
Sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga dapat digunakan untuk
pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik adalah dengan penyinaran secara alamiah, tetapi
sayang tidak dapt diukur dan jika berlebihan maka akan memperparah psoriasis. Karena itu,
digunakan sinar ulraviolet artifisial, diantaranya sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar
tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan preparat ter
yang dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman.
58
PUVA efektif pada 85 % kasus, ketika psoriasis tidak berespon terhadap terapi yang
lain.Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka degan UVA akan terjadi efek sinergik.
Diberikan 0,6 mg/kgbb secara oral 2 jam sebelum penyinaran ultraviolet. Dilakukan 2x
seminggu, kesembuhan terjadi 2-4 kali pengobatan. Selanjutnya dilakukan pengobatan
rumatan (maintenance) tiap 2 bulan.Efek samping overdosis dari fototerapi berupa mual,
muntah, pusing dan sakit kepala. Adapun kanker kulit (karsinoma sel skuamos) yang
dianggap sebagai resiko PUVA masih kontroversial.
Selain itu UVB juga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis tipe plak, gutata,
pustular dan eritroderma.Pada tipe plak dan gutata dikombinasikan dengan salep likuor
karbonis detergens (LCD) 5-7% yang dioleskan sehari 2x.sebelum disinar dicuci dahulu.
Dosis UVB pertama 12-23mJ menurut tipe kulit kemudian dinaikan secara bertahap 15%
dari dosis sebelumnya selama seminggu 3 kali. Target pengobatan ialah pengurangan 75%
skor PASI. Hasil baik yang di capai saat ini hamper 73% kasus, terutama tipe plak.
Dosis Fototerapi untuk psoriasis :
Initial dose increase sampai Goal dosage OR 95% clearing OR batas max (30)
maintenance ( doses clearing ):
1. Erytema diturunkan 25% - sampai hilang
2. New lesi <5% area tubuh dinaikkan 10% - sampai kembali 95% clear.
3. Flare ( lesi baru >5% area tubuh) tingkatkan frekuensi terapi.
Respon lesi Psoriasis terhadap terapi :
Tingkat
0
1
Presentase
0%
5-20%
Kriteria
Tidak ada perubahan
Perubahan minimal : skuama dan atau eritema
20-50%
berkurang
Perubahan tampak jelas : semua plak mulai
50-95%
95%
Kulit melepuh
Selain berbagai terapi yang disebutkan di atas, monitoring pasien untuk mengevaluasi
pengibatan dan monitoring efek samping obat sangat diperlukan. Selain itu konsultasi ke bagian
lain juga dapat dilakukan untuk mencari fokus infeksi yang diduga dapat mencetuskan psoriasis.
Prognosis
Psoriasis adalah penyakit seumur hidup. Sampai saat ini penyakit ini tidak dapat
disembuhkan, tetapi bermacam-macam terapi dapat menolong mengontrol gejala. Hampir semua
orang dengan psoriasis dapat hidup dengan normal dan tidak menyebabkan kematian. Beberapa
terapi yang paling efektif digunakan untuk mengobati psoriasis berat dapat menyebabkan
meningkatnya risiko morbiditas termasuk kanker kulit, lymphoma dan liver disease. Tetapi,
sebagian besar pengalaman pasien psoriasis yang memiliki lesi minor terlokalisir, terutama di
siku dan lutut dapat diobati dengan terapi topikal. Psoriasis dapat memburuk sepanjang waktu
tetapi tidak dapat diprediksi kapan muncul, meluas, ataupun menghilang. Penyakit psoriasis ini
bersifat residif sepanjang hidup penderita. Mengontrol keluhan dan gejala
secara tipikal
Gejala konstitusi pada umunya tidak terdapat, sebagian penderita mengeluh gatal ringan.
Pitriasis berarti skuama halus. Penyakit dimulai dengan lesi pertama (herald patch), umumnya
dibadan, solitary, berbentuk oval dan anular, diameternya kira-kira 3 cm. Ruam terdiri atas
eritema dan skuama halus dipinggir. Lamanya beberapa hari hingga beberapa minggu.
Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama , memberi gambaran yang khas,
sama dengan lesi pertama, memberi gambaran yang khas, sama dengan lesi pertama hanya lebih
kecil, susunannya sejajar dengan kosta, hingga meyerupai pohon cemara terbalik. Lesi tersebut
timbul serentak atau dalam beberapa hari. Tempat predileksi pada badan, lengan atas bagian
proksimal dan paha atas, sehingga seperti pakaian renang wanita jaman dahulu.
Kecuali bentuk yang lazim berupa eritroskuama, pitriasis rosea dapat juga berbentuk urtika,
vesikel, dan papul, yang lebih sering terdapat pada anak-anak.
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit ini sering disangka jamur oleh penderita, juga oleh dokter umum sering
mendiagnosis sebagai tinea korporis. Gambaran klinisnya memang mirip dengan tinea korporis
karena terdapat eritema dan skuama di pinggir dan bentuknya anular. Perbedaannya pada
pitriasis rosea gatalnya tidak begitu berat seperti pada tinea korporis, skuamanya halus
sedangkan pada tinea korporis kasar. Pada tinea sediaan KOH akan positif. Hendaknya dicari
pula lesi inisial yang adakalanya masih ada. Jika telah tidak ada dapat ditanyakan kepada
penderita tentang lesi inisial. Sering lesi inisial tesebut tidak seluruhnya eritomatosa lagi, tetapi
bentuknya masih tampak oval sedangkan ditengahnya terlihat hipopigmentasi.
PENGOBATAN
Pengobatan bersifat simtomatik, untuk gatalnya dapat diberikan sedative, sedangkan
sebagai obat topikal dapat diberikan bedak asam asalisilat yang dibubuhi mentol 1/2 - 1%.
PROGNOSIS
Prognosis baik karena penyakit sembuh spontan biasanya dalam waktu 3-8 minggu.
C. Dermatitis numularis
Dermatitis Numularis
Definisi
61
Dermatitis nummular atau yang biasa disebut akzem nummular atau akzem discoid
merupakan suatu peradangan berupa lesi berbentuk mata uang (coin) atau agak lonjong, berbatas
tegas dengan efloresensi atau lesi awal berupa papul disertai vesikel (papulo vesikel), biasanya
mudah pecah sehingga basah dan biasanya menyerang ekstremitas.
Epidemiologi
Dermatitis Numularis biasanya terjadi pada orang dewasa, lebih sering pada pria
dibandingkan wanita. Usia pun cakawitan antar dua jenis kelamin antara 55 dan 65 tahun. Pada
wanita usia puncak juga terjadi pada usia 15 sampai 25 tahun. Dermatitis numularis tidak biasa
ditemukan pada anak-anak. Bila ada timbulnya jarang pada usia sebelum satu tahun, umumnya
kejadian meningkat seiring dengan meningkatnya usia.
Etiologi
Penyebabnya pada saat ini belum diketahui. Kemungkinan suatu varian virus dermatitis
atopic dibantah, karena kadar IgE masih dalam batas normal. Diduga infeksi akut berperan
dalam dermatitis numularis dengan ditemukannya peningkatan koloni Staphylococcus dan
Micrococcus ditempat kelahiran walaupun secara klinis tidak ditemukan tanda infeksi.Timbulnya
dermatitis numularis apakah melalui mekanisme hipersensitifitas terhadap bakteri atau Karena
infeksi bakteri tersebut, belum diketahui dengan jelas. Eksaserbasi terjadi bila koloni bakteri
meningkat diatas 10juta kuman / cm2.
Dermatitis kontak mungkin ikut memegang peranan pada berbagai kasus dermatitis
numularis, misalnya alergi terhadap nikel, krom, kobal, demikian pula iritasi dengan wol dan
sabun. Trauma fisis dan kimiawi mungkin juga berperan, terutama bila terjadi ditangan, dapat
pula pada bekas cidera lama atau jaringan parut.
Patofisiologi
Patofisiologi dermatitis belum diketahui secara pasti, tetapi pada kulit penderita
dermatitis numularis cenderung kering, hidrasi stratum korneum, rendah. Penelitian
mengemukakan hipotesa bahwa pelepasan histamine dan mediator inflamasi lainya dari sel mast
yang kemudian berinteraksi dengan saraf-saraf C yang kemudian menimbulkan gatal. Pada
penderita dermatitis numularis, substansi P dan kalsitosin serat peptide meningkat pada daerah
lesi dibandingkan di daerah non lesi.Neuropeptide ini dapat menstimulasi pelepasan
sitokinlainnya sehingga memicu timbulnya inflamasi. Hal inimenunjukan bahwa neuropeptide
berpotensi pada mekanisme proses degranulasi sel mast.
62
Penelitian ini telah menunjukan bahwa adanya sel mast pada dermis dari pasien
dermatitis numularis menunjukan aktifitas enzyme chymase, mengakibatkan menurunnya
kemampuan enzim untuk menekan proses inflamasi.
Gejala Klinis
Keluhan pada pasien dermatitis numularis dapat berupa gatal yang sangat hebat sehingga
dapat mengganggu. Lesi akut berupa vesikel dan papul ovesikel ( 0,3-1,0 cm). kemudian
membsar dengan cara berkonfluensi atau meluas kesamping membentuk satu lesi karakteristik
seperti uang logam, eritematosa, sedikit edematosa dan berbatas tegas. Lambat laun vesikel
pecah dan terjadi eksudasi. Kemudian mongering menjadi krusta kekuningan. Ukuran lesi bisa
mencapai 5cm atau lebih, jumlah lesi dapat hanya satu, dapat pula banyak dan tersebar, bilateral
atau simetris dengan ukuran bervariasi dari miliar sampai nummular, bahkan plakat. Tempat
prediksi biasanya terdapat di tungkai bawah, badan, lengan termasuk punggung tangan.
Diagnosis Banding
Dermatitis kontak
Dermatitis atopic
Neurodermatitissirkumskripta
Dermakomikosis
Penatalaksanaan
Sedapat-dapatnya mencari penyebab atau factor yang memprovokasi. Bila kulit kering
diberi pelembab atau emolien. Secara topical lesi dapat diobati dengan obat antiinflamasi,
misalnya glukokortikoid, takrolimus, atau primeklolimus. Bila lesi mashi eksudatif, sebaiknya
dicompres dahulu. Kalau ditemukan infeksi bacterial diberikan antibiotic secara sistemik.
Kortikosteroid sistemik hanya diberikan pada kasus yang berat dan refraktor, dalam jangka
pendek. Pruritus dapat diobati dengan antihistamin misalnya Hidroksilin HCl.
Prognosis
Dari suatu pengamatan dari suatu penderita yang diikuti selama berbagai interval sampai
dua tahun, didapati bahwa 22% sembuh, 25% pernah sembuh untuk beberapa minggu sampai
tahun, 53% tidak pernah bebas dari lesi kecuali masih dalam pengobatan.
63
Daftar Pustaka
1. Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
2. Djuanda, Adhi. Dkk. 2002. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin ed. 5. Jakarta : FKUI.
3. Hammersen. Sobotta histology. Ed. 3 Jakarta : EGC.
4. Harahap, Marwali. 2008. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates.
5. L. Carlos, Junqueira. Histology dasar. Ed. 8 Jakarta : EGC.
6. Setiadi. 2007. Anatomi dan fisiologi manusia. Ed. 1- Yogyakarta : Graha ilmu.
64