Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
: IGD
: PSIK B
(Price, 2005).
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
deselerasi
terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak. (Pierce Grace,
2006)
B. Epidemiologi
Cedera kepala sangat sering dijumpai. Sekitar satu juta pasien setiap tahunnya datang
ke departemen kecelakaan dan kegawatdaruratan di Inggris dengan cedera kepala dan
sekitar 5000 pasien meninggal setiap tahunnya setelah mengalami cedera kepala. (Pierce
Grace, 2006)
C. Klasifikikasi Cedera Kepala
Menurut (Mutaqqin, 2008) Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan
mekanisme, keparahan, dan morfologi cedera.
terjadi bila
setelah cedera
Perubahan pupil (tidak sama, tidak bereaksi terhadap cahaya)
Perdarahan hebat pada kulit kepala (luka kulit kepala dapat memaparkan
Fraktur kubah cranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur, dan karena
alasan ini diagnosis yang akurat
dengan sinar-X.
Fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal
atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga sering menimbulkan hemoragi
dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat dibawah konjungtiva. Suatu
area
Fraktur dasar tengkorak di curigai ketika CSS keluar dari telinga (otorea cairan
Serebrospinal)
dan
hidung
(rinorea
serebrospinal).
Keluarnya
cairan
oleh
cairan
spinal
berdarah.
(Mutaqqin, 2008)
3. Cedera otak
Menurut (Mutaqqin, 2008) Otak dapat terguncang oleh pukulan pada kepala.
Dapat terjadi gangguan temporer
Sebagian besar gegar otak bersifat ringan, dan orang akan sembuh sempurna, tetapi
prosesnya memerlukan waktu. Gegar otak tidak disertai perdarahan dibawah tulang
tengkorak atau pembengkakan jaringan otak.
Pertimbangan paling penting pada cedera kepala manapun adalah apakah otak
telah atau tidak mengalami cedera.
kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai
derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel cerebral membutuhkan suplai darah terus
menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati
dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja, dan
kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
Cedera otak serius bisa terjadi dengan atau tanpa fraktur tengkorak, setelah
pukulan atau cedera pada kepala yang menimbulkan kontusio, laserasi dan hemoragi
otak.
Komosio
Komosio
sementara tanpa
sebuah
periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama beberapa detik
sampai beberapa menit.
Kontusio
Kontusio serebral merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami
memar, dan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode
tidak sadarkan diri. Gejala akan muncul dan lebih khas, pasien terbaring
kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan
pucat, sering terjadi defekasi dan berkemih tanpa disadari. Tekanan darah dan
suhu sub normal dan gambaran sama dengan syok.
Cedera otak dibagi menjadi 2 yaitu :
setelah trauma.
Cedera Otak Sekunder merupakan kerusakan yang berkembang kemudian
sebagai komplikasi .(Pierce Grace, 2006)
E. Patofisiologi
1. Pukulan langsung
Dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup injury) atau pada sisi yang
berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam tengkorak dan mengenai dinding
yang berlawanan (countercoup injury)
2. Rotasi/deselerasi
Fleksi, ekstensi, atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak yang menyerang
titik-titik tulang dalam tengkorak (misalnya pada sayap dari tulang sfenoid). Rotasi yang
hebat juga menyebabkan trauma robekan di dalam substansi putih otak dan batang
otak, menyebabkan cedera aksonal dan bintik-bintik perdarahan intraserebral.
3. Tabrakan
Otak seringkali terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat (terutama pada anakanak dengan tengkorak yang elastis)
4. Peluru
Cenderung menyebabkan hilangnya jaringan seiring dengan trauma. Pembengkakan
otak merupakan masalah akibat disrupsi tengkorak yang secara otomatis menekan otak.
Derajat cedera otak primer secara langsung berhubungan dengan jumlah kekuatan yang
mengenai kepala.
Kerusakan sekunder terjadi akibat : komplikasi sistem pernafasan (hifoksia, hiperkarbia,
obstruksi jalan nafas), syok hipovolemik (cedera kepala tidak menyebabkan syok
hipovolemik),
perdarahan
intrakranial,
edema
serebral,
epilepsi,
infeksi,
dan
Pola pernafasan
Trauma serebral ditandai dengan peningkatan TIK, yang menyebabkan hipoksia jaringan
dan kesadaran menurun. Dan biasanya menimbulkan hipoventilasi alveolar karena
nafas dangkal, sehingga menyebabkan kerusakan pertukaran gas (gagal nafas) dan
atau resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang akan menyebabkan laju mortalitas
tinggi pada klien cedera kepala. Cedera serebral juga menyebabkan herniasi hemisfer
serebral sehingga terjadi pernafasan chyne stoke, selain itu herniasi juga menyebabkan
yang menyebabkan fraktur tengkorak akan terjadi kerusakan pada kelenjar hipofisis /
hipotalamus dan peningkatan TIK. Pada keadaan ini terjadi disfungsi dan penyimpanan
ADH sehingga terjadi penurunan jumlah air dan menimbulkan dehidrasi. (Price, 2005).
Aktifitas Menelan
Adanya trauma menyebabkan gangguan area motorik dan sensorik dari hemisfer
cerebral akan merusak kemampuan untuk mendeteksi adanya makanan pada sisi mulut
yang dipengaruhi dan untuk memanipulasinya dengan gerakan pipi. Selain reflek
menelan dan batang otak mungkin hiperaktif / menurun sampai hilang sama sekali.
(Price, 2005)
Kemampuan Komunikasi
Pada pasien dengan trauma cerebral disertai gangguan komunikasi, disfungsi ini paling
sering menyebabkan kecacatan pada penderita cedera kepala, kerusakan ini
diakibatkan dari kombinasi efek-efek disorganisasi dan kekacauan proses bahasa dan
gangguan. Bila ada pasien yang telah mengalami trauma pada area hemisfer cerebral
dominan dapat menunjukkan kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa
dalam beberapa hal bahkan mungkin semua bentuk bahasa sehingga dapat
F. PATHWAYS
Trauma kepala
Ekstra kranial
Gangguan suplai
darah
han
hemato
Resiko
infeksi
Nyeri
Perdara
Intra kranial
Terputusnya kontinuitas
jaringan tulang
Terputusnya kontinuitas
jaringan kulit, otot dan
vaskuler
Tulang kranial
Perubahan
autoregulasi
Oedema serebral
Iskemia
Hipoksia
Perubahan
perfusi
jaringan
kejang
-
Perubahan sirkulasi
CSS
Gangg. Neurologis
fokal
-
Bersi
han jln
nafas
Obstr
uksi jln.
Nafas
Dispn
ea
Peningkatan TIK
Mual-muntah
Papilodema
Pandangan kabur
Penurunan fungsi
pendengaran
Defisit neurologis
Nyeri kepala
Resiko kurangnya
volume cairan
Herniasi unkus
Tonsil cerebrum
tergeser
Messenfalon tertekan
Gangg.
kesadaran
Resiko injuri
immobilitasi
cemas
Gangg. Persepsi
sensori
Resiko tidak
efektif an. Nafas
Kurangnya
perawatan diri
G. Gambaran klinis
Riwayat trauma langsung pada kepala atau deselerasi
Pasien harus dinilai penuh untk trauma lainnya
Tingkat kesadaran ditentukan dengan GCS
Ketidaksimetrisan pupil atau reflex cahaya yang abnormal menunjukkan perdarahan
intracranial
Sakit kepala, mual, muntah, frekuensi nadi yang menurun, dan peningkatan tekanan
darah menunjukkan edema serebral.(Pierce Grace, 2006)
H. Pemeriksan penunjang
Rontgen tengkorak : AP, lateral, dan posisi Towne
CT scan/MRI : menunjukkan kontusio, hematoma, hidrosefalus, edema serebral. (Pierce
Grace, 2006)
I.
GambaranHasil CT Scan
Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental dan gaya berjalan)
CT-Scan lanjutan
K. Komplikasi
1. Kebocoran cairan serebrospinal
2. Fistel karotis-kavernosus
3. Diabetes insipidus
4. Kejang paskatrauma (Mutaqqin, 2008)
L. Prognosis
Prognosis setelah cedera kepala sering mendapatkan perhatian besar, terutama pada
pasien dengan cedera kepala berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai
prognostik yang besar. Skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau tetap
dalam kondisi vegetattif, sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan
meninggal atau vegetatif hanya 5-10%. Sindrom pascakonkusi berhubungan dengan
sindroma kronis nyeri kepala, keletihan, iritabilitas, dan perubahan kepribadian yang
berkembang pada banyak pasien setelah cedera kepala.
Derajat kesadaran saat tiba di rumah sakit
Mortalitas
1%
5%
40%
M. Perawatan
Luka kulit kepala :
Tempelkan kasa steril atau bersih dan beri tekanan langsung untuk mengontrol
perdarahan
Pertahankan kepala dan bahu korban agak tinggi untuk membantu mengontrol
pasang guedel bila dapat ditolelir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas, maka
pasien harus di intubasi.
2. Menilai pernafasan. Tentukan apakah pasien bernafas spontan atau tidak. Jika tidak, beri
oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien bernafas spontan, selidiki dan atasi cedera
dada berat seperti pneumotoraks, pneumotorak tensif, hemopneumotoraks. Pasang
oksimeter nadi (jika tersedia) dengan tujuan menjaga saturasi oksigen maksimum 95%.
Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan terancam atau memperoleh oksigen yang
adekuat (PaO > 95) mmHg dan PaCO <40 mmHg serta saturasi O >95%) atau muntah
maka pasien harus diintubasi serta di ventilasi oleh ahli anestesi
3. Menilai Sirkulasi. Otak yang rusak tidak mentolelir hipotensi. Hentikan semua perdarahan
dengan menekan arterinya. Perhatikan secara khusus adanya cedera intraabdomen atau
dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, pasang alat pemantau
dan EKG bila tersedia. Pasang
pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glukosa, dan analisis gas darah arteri.
Berikan larutan koloid, sedangkan larutan kristaloid (dekstrosa dektrosa dalam salin)
menimbulkan eksaserbasi edema otak pascacedera kepala. Keadaan hipotensi, hipoksia,
hiperkapnia memperburuk cedera kepala.
4. Obat Kejang. Kejang konvulsi dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati. Mulamula berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulangi sampai 3x bila
masih kejang. Bila tidak berhasil dapat diberkan fenitoin 15mg/kgBB diberikan intravena
perlahan-lahan dengan kecepatan tidak melebihi 50mg/menit
5. Menilai Tingkat Keparahan
a. Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)
Skor skala koma Glasgow 15 (sadar penuh, atentif, dan orientatif)
Tidak ada kehilangan kesadaran
Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang
Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
Pasien dapat menderita abrasi , laserasi, atau hematoma kulit kepala
Tidak adanya criteria cedera sedang-berat
b. Cedera kepala sedang (kelompok resiko sedang)
Skor skala koma Glasgow 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)
Konkusi
Amnesia pasca trauma
Muntah
rabun,
4= spontan
3= dengan perintah
2= dengan rangsangan nyeri
1= tidka ada reaksi
6= mengikuti perintah
5= melokalisir nyeri
4= menghindari nyeri
3= fleksi abnormal
2= ekstensi abnormal