Вы находитесь на странице: 1из 10

LAPORAN PENDAHULUAN

Nama Mahasiswa : Faqih N. Umam


Ruangan
NIM
: 125070209111027
Program
Kelompok
:3

: IGD
: PSIK B

A. Pengertian Trauma Kepala (Cedera Kepala)


Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai kulit kepala, tulang tengkorak atau
otak yang terjadi akibat injuri baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan
disertai atau tanpa disertai perdarahan yang mengakibatkan gangguan fungsi otak.

(Price, 2005).
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau

deselerasi

terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak. (Pierce Grace,
2006)
B. Epidemiologi
Cedera kepala sangat sering dijumpai. Sekitar satu juta pasien setiap tahunnya datang
ke departemen kecelakaan dan kegawatdaruratan di Inggris dengan cedera kepala dan
sekitar 5000 pasien meninggal setiap tahunnya setelah mengalami cedera kepala. (Pierce
Grace, 2006)
C. Klasifikikasi Cedera Kepala
Menurut (Mutaqqin, 2008) Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan
mekanisme, keparahan, dan morfologi cedera.

Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter


1. Trauma tumpul : kecepatan tinggi (tabrakan otomobil)
2. Trauma tembus (luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya)
Keparahan cedera
1. Ringan : Skala koma g lasgow (Glasgow Coma Scale, GCS) 14-15
2. Sedang : GCS 9-13
3. Berat
: GCS 3-8
Morfologi
Fraktur tengkorak
Kranium : linear/stelatum; depresi/non depresi; terbuka/tertutuP
Basis
:dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal dengan/tanpa kelumpuhan
nervus VII
2. Lesi intrakranial
Fokal
: epidural, subdural, intraserebral
Difus
: konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus.
D. Jenis-Jenis Cedera Kepala
1. Luka pada kulit kepala
Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah, sehingga setiap luka dapat menyebabkan
perdarahan hebat. Luka kulit kepala yang berdarah tidak mempengaruhi aliran darah ke
otak.
Luka kulit kepala juga merupakan tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat
menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi, atau avulsi. Suntikan prokain melalui subkutan
membuat luka mudah dibersihkan dan diobati.

Daerah luka diirigasi untuk

mengeluarkan benda asing dan meminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi


ditutup.

2. Fraktur tulang tengkorak


Kekuatan signifikan yang mengenai kepala dapat menyebabkan farktur tulang
tengkorak. Keadaan ini

terjadi bila

bagian-bagian tulang tengkorak (tulang-tulang

pembentuk kepala) patah.


Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh
trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak
biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak
diklasifikasikan terbuka atau tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak, bila fraktur
tertutup keadaan dura tidak rusak. (Pierce Grace, 2006 & Price, 2005)
Menurut (Alton Thygerson,2011) Tanda-tanda fraktur tulang tengkorak :

Nyeri di titik cedera


Deformitas tulang kepala
Drainase cairan jernih atau berdarah dari telinga atau hidung
Memar dibawah mata atau di belakang telinga yang tampak beberapa jam

setelah cedera
Perubahan pupil (tidak sama, tidak bereaksi terhadap cahaya)
Perdarahan hebat pada kulit kepala (luka kulit kepala dapat memaparkan

jaringan otak atau tulang kepala.


Luka tembus seperti akibat peluru atau benda yang menusuk

Klasifikasi fraktur tengkorak :

Fraktur kubah cranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur, dan karena
alasan ini diagnosis yang akurat

tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan

dengan sinar-X.
Fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal
atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga sering menimbulkan hemoragi
dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat dibawah konjungtiva. Suatu
area

ekimosis atau memar mungkin terlihat diatas mastoid (tanda battle).

Fraktur dasar tengkorak di curigai ketika CSS keluar dari telinga (otorea cairan
Serebrospinal)

dan

hidung

(rinorea

serebrospinal).

Keluarnya

cairan

serebrospinal merupakan masalah serius karean dapat menyebabkan infeksi


seperti meningitis, jika organisme masuk kedalam isi kranial melalui hidung,

telinga atau sinus melalui robekan pada dura.


Laserasi atau kontusio otak ditunjukkan

oleh

cairan

spinal

berdarah.

(Mutaqqin, 2008)
3. Cedera otak
Menurut (Mutaqqin, 2008) Otak dapat terguncang oleh pukulan pada kepala.
Dapat terjadi gangguan temporer

aktivitas otak yang dikenal sebagai gegar otak .

Sebagian besar gegar otak bersifat ringan, dan orang akan sembuh sempurna, tetapi
prosesnya memerlukan waktu. Gegar otak tidak disertai perdarahan dibawah tulang
tengkorak atau pembengkakan jaringan otak.
Pertimbangan paling penting pada cedera kepala manapun adalah apakah otak
telah atau tidak mengalami cedera.

Kejadian cedera minor dapat menyebabkan

kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai
derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel cerebral membutuhkan suplai darah terus

menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati
dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja, dan
kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
Cedera otak serius bisa terjadi dengan atau tanpa fraktur tengkorak, setelah
pukulan atau cedera pada kepala yang menimbulkan kontusio, laserasi dan hemoragi
otak.
Komosio
Komosio

serebral setelah cedera kepala adalah hilangnya fungsi neurologik

sementara tanpa

kerusakan struktur. Komosio umumnya meliputi

sebuah

periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama beberapa detik
sampai beberapa menit.
Kontusio
Kontusio serebral merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami
memar, dan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode
tidak sadarkan diri. Gejala akan muncul dan lebih khas, pasien terbaring
kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan
pucat, sering terjadi defekasi dan berkemih tanpa disadari. Tekanan darah dan
suhu sub normal dan gambaran sama dengan syok.
Cedera otak dibagi menjadi 2 yaitu :

Cedera Otak Primer

merupakan kerusakan yang terjadi pada otak segera

setelah trauma.
Cedera Otak Sekunder merupakan kerusakan yang berkembang kemudian
sebagai komplikasi .(Pierce Grace, 2006)

Tanda-tanda cedera otak :

Ekspresi wajah benar-benar bingung (pandangan kosong)


Lambat dalam menjawab pertanyaan
Tidak sadar ada dimana atau lupa hari apa
Bicara meracau
Berjalan sempoyongan, tidak mampu berjalan lurus
Menangis tanpa alasan yang jelas
Tidak mampu menyebutkan nama bulan dengan urutan terbalik
Tidak memberikan respon.
Mengeluh nyeri kepala, pusing dan mual dalam beberapa menit atau jam setelah
cedera
(Alton, 2011)

E. Patofisiologi
1. Pukulan langsung
Dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup injury) atau pada sisi yang
berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam tengkorak dan mengenai dinding
yang berlawanan (countercoup injury)
2. Rotasi/deselerasi
Fleksi, ekstensi, atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak yang menyerang
titik-titik tulang dalam tengkorak (misalnya pada sayap dari tulang sfenoid). Rotasi yang
hebat juga menyebabkan trauma robekan di dalam substansi putih otak dan batang
otak, menyebabkan cedera aksonal dan bintik-bintik perdarahan intraserebral.
3. Tabrakan

Otak seringkali terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat (terutama pada anakanak dengan tengkorak yang elastis)
4. Peluru
Cenderung menyebabkan hilangnya jaringan seiring dengan trauma. Pembengkakan
otak merupakan masalah akibat disrupsi tengkorak yang secara otomatis menekan otak.

Derajat cedera otak primer secara langsung berhubungan dengan jumlah kekuatan yang

mengenai kepala.
Kerusakan sekunder terjadi akibat : komplikasi sistem pernafasan (hifoksia, hiperkarbia,
obstruksi jalan nafas), syok hipovolemik (cedera kepala tidak menyebabkan syok
hipovolemik),

perdarahan

intrakranial,

edema

serebral,

epilepsi,

infeksi,

dan

hidrosefalus. (Pierce Grace, 2006)


Cedera kepala terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan
otak, laserasi cedera robekan, hemoragi, akibatnya akan terjadi kemampuan autoregulasi
cerebral yang kurang atau tidak ada pada area cedera, dan konsekuensinya meliputi
hiperemia. Peningkatan / kenaikan salah satu otak akan menyebabkan jaringan otak tidak
dapat membesar karena tidak ada aliran cairan otak dan sirkulasi pada otak, sehingga lesi
yang terjadi menggeser dan mendorong jaringan otak. Bila tekanan terus menerus
meningkat akibatnya tekanan pada ruang kranium terus menerus meningkat.
Aliran darah dalam otak menurun dan terjadilah perfusi yang tidak adekuat, sehingga
terjadi masalah perubahan perfusi serebral. Perfusi yang tidak adekuat dapat menimbulkan
tingkatan yang gawat, yang berdampak adanya vasodilatasi dan edema otak. Edema akan
terus bertambah menekan / mendesak terhadap jaringan saraf, sehingga terjadi peningkatan
tekanan intra kranial.(Price, 2005).
Edema jaringan otak akan mengakibatkan peningkatan TIK yang akan menyebabkan
herniasi dan penekanan pada batang otak. Dampak dari cedera kepala:

Pola pernafasan
Trauma serebral ditandai dengan peningkatan TIK, yang menyebabkan hipoksia jaringan
dan kesadaran menurun. Dan biasanya menimbulkan hipoventilasi alveolar karena
nafas dangkal, sehingga menyebabkan kerusakan pertukaran gas (gagal nafas) dan
atau resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang akan menyebabkan laju mortalitas
tinggi pada klien cedera kepala. Cedera serebral juga menyebabkan herniasi hemisfer
serebral sehingga terjadi pernafasan chyne stoke, selain itu herniasi juga menyebabkan

kompresi otak tengah dan hipoventilasi neurogenik central. (Price , 2005 )


Mobilitas Fisik
Akibat trauma dari cedera otak berat dapat mempengaruhi gerakan tubuh, sebagai
akibat dari kerusakan pada area motorik otak. Selain itu juga dapat menyebabkan
kontrol volunter terhadap gerakan terganggu dalam memenuhi perawatan diri dalam
kehidupan sehari-hari dan terjadi gangguan tonus otot dan penampilan postur abnormal,

sehingga menyebabkan masalah kerusakan mobilitas fisik. (Price, 2005)


Keseimbangan Cairan
Trauma kepala yang berat akan mempunyai masalah untuk mempertahankan status
hidrasi hidrat yang seimbang, sehingga respon terhadap status berkurang dalam
keadaan stress psikologis makin banyak hormon anti diuretik dan main banyak
aldosteron diproduksi sehingga mengakibatkan retensi cairan dan natrium pada trauma

yang menyebabkan fraktur tengkorak akan terjadi kerusakan pada kelenjar hipofisis /
hipotalamus dan peningkatan TIK. Pada keadaan ini terjadi disfungsi dan penyimpanan

ADH sehingga terjadi penurunan jumlah air dan menimbulkan dehidrasi. (Price, 2005).
Aktifitas Menelan
Adanya trauma menyebabkan gangguan area motorik dan sensorik dari hemisfer
cerebral akan merusak kemampuan untuk mendeteksi adanya makanan pada sisi mulut
yang dipengaruhi dan untuk memanipulasinya dengan gerakan pipi. Selain reflek
menelan dan batang otak mungkin hiperaktif / menurun sampai hilang sama sekali.

(Price, 2005)
Kemampuan Komunikasi
Pada pasien dengan trauma cerebral disertai gangguan komunikasi, disfungsi ini paling
sering menyebabkan kecacatan pada penderita cedera kepala, kerusakan ini
diakibatkan dari kombinasi efek-efek disorganisasi dan kekacauan proses bahasa dan
gangguan. Bila ada pasien yang telah mengalami trauma pada area hemisfer cerebral
dominan dapat menunjukkan kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa
dalam beberapa hal bahkan mungkin semua bentuk bahasa sehingga dapat

menyebabkan gangguan komunikasi verbal. (Price, 2005).


Gastrointestinal
Setelah trauma kepala perlukaan dan perdarahan pada lambung jarang ditemukan,
tetapi setelah 3 hari pasca trauma terdapat respon yang bias dan merangsang aktifitas
hipotalamus dan stimulasi fagus yang dapat menyebabkan hiperkardium. Hipotalamus
merangsang anterior hipofisis untuk mengeluarkan kartikosteroid dalam menangani
cedera cerebral. Hiperkardium terjadi peningkatan pengeluaran katekolamin dalam
menangani stress yang mempengaruhi produksi asam lambung. (Price, 2005)

F. PATHWAYS
Trauma kepala
Ekstra kranial

Gangguan suplai
darah

han
hemato

Jaringan otak rusak


(kontusio, laserasi)

Resiko
infeksi
Nyeri

Perdara

Intra kranial

Terputusnya kontinuitas
jaringan tulang

Terputusnya kontinuitas
jaringan kulit, otot dan
vaskuler

Tulang kranial

Perubahan
autoregulasi
Oedema serebral

Iskemia
Hipoksia

Perubahan
perfusi
jaringan

kejang
-

Perubahan sirkulasi
CSS

Gangg. Fungsi otak

Gangg. Neurologis
fokal
-

Bersi
han jln
nafas
Obstr
uksi jln.
Nafas
Dispn
ea

Peningkatan TIK

Girus medialis lobus


temporalis tergeser

Mual-muntah
Papilodema
Pandangan kabur
Penurunan fungsi
pendengaran
Defisit neurologis
Nyeri kepala

Resiko kurangnya
volume cairan
Herniasi unkus

Tonsil cerebrum
tergeser

Messenfalon tertekan

Gangg.
kesadaran

Resiko injuri

immobilitasi
cemas

Gangg. Persepsi
sensori

Resiko tidak
efektif an. Nafas

Kompresi medula oblongata


Resiko gangg.
Integritas kulilt

Kurangnya
perawatan diri

G. Gambaran klinis
Riwayat trauma langsung pada kepala atau deselerasi
Pasien harus dinilai penuh untk trauma lainnya
Tingkat kesadaran ditentukan dengan GCS
Ketidaksimetrisan pupil atau reflex cahaya yang abnormal menunjukkan perdarahan

intracranial
Sakit kepala, mual, muntah, frekuensi nadi yang menurun, dan peningkatan tekanan
darah menunjukkan edema serebral.(Pierce Grace, 2006)

H. Pemeriksan penunjang
Rontgen tengkorak : AP, lateral, dan posisi Towne
CT scan/MRI : menunjukkan kontusio, hematoma, hidrosefalus, edema serebral. (Pierce
Grace, 2006)
I.

GambaranHasil CT Scan

J. Penatalaksanaan secara khusus


Menurut (Mutaqqin, 2008) penatalaksanaan pada cedera kepala secara khusus adalah:
Cedera kepala ringan
Pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke rumah tanpa perlu
dilakukan CT-Scan bila memenuhi kriteria berikut :
-

Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental dan gaya berjalan)

dalam batas normal


Foto servikal jelas normal
Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien selama 24 jam
pertama, dengan instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat darurat jika
timbul gejala perburukan.

Kriteria perawatan di rumah sakit :


Adanya darah intrakranialatau fraktur yang tampak pada CT-Scan
Konfusi, agitasi, atau kesadaranm menurun
Adanya tanda atau gejala neurologis fokal
Intoksikasi obat atau alcohol
Adanya penyakit medis komorbid yang nyata
Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati pasien di rumah

Cedera kepala sedang


Pasien yang menderita konkusi otak (komosio otak) dengan skala koma Glasgow 15
(sadar penuh,, orientasi baik dan mengikuti perintah) dan CT-Scan normal, tidak perlu
dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan untuk observasi dirumah, meskipun terdapat nyeri
kepala, mual, muntah, pusing atau amnesia. Risiko timbulnya lesi intrakranial lanjut
yang bermakna pada pasien dengan cedera kepala sedang adalah minimal.
Cedera kepala berat
Setelah penilaian awal dan stabilisasi tanda vital, keputusan segera pada pasien ini
adalah apakah terdapat indikasi intervensi bedah saraf segera (hematoma intrakranial
yang besar). Jika ada indikasi, harus segera dikonsulkan ke badah saraf untuk tindakan
operasi. Penatalaksanaan cedera kepala berat seyogyanya dilakukan di unit rawat
intensif. Walaupun sedikit sekali yang dapat dilakukan untuk kerusakan primer akibat
cedera tetapi setidaknya dapat mengurangi kerusakan otak sekunder akibat hipoksia,
hipotensi atau tekanan intrakranial yang meningkat
Penilaian ulang jalan nafas dan ventilasi
Monitor tekanan darah
Pemasangan alat monitor tekanan intrakranial pada psien dengan skor GCS

<8, bila memungkinkan


Penatalaksanaan cairan
Nutrisi
Temperatur badan
Anti kejang
Steroid profilaksis thrombosis vena dalam
Profilaksis ulkus peptikum
Antibiotik

CT-Scan lanjutan

K. Komplikasi
1. Kebocoran cairan serebrospinal
2. Fistel karotis-kavernosus
3. Diabetes insipidus
4. Kejang paskatrauma (Mutaqqin, 2008)
L. Prognosis
Prognosis setelah cedera kepala sering mendapatkan perhatian besar, terutama pada
pasien dengan cedera kepala berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai
prognostik yang besar. Skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau tetap
dalam kondisi vegetattif, sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan
meninggal atau vegetatif hanya 5-10%. Sindrom pascakonkusi berhubungan dengan
sindroma kronis nyeri kepala, keletihan, iritabilitas, dan perubahan kepribadian yang
berkembang pada banyak pasien setelah cedera kepala.
Derajat kesadaran saat tiba di rumah sakit

GCS saat tiba


15
8-12
<8

Mortalitas
1%
5%
40%

M. Perawatan
Luka kulit kepala :
Tempelkan kasa steril atau bersih dan beri tekanan langsung untuk mengontrol

perdarahan
Pertahankan kepala dan bahu korban agak tinggi untuk membantu mengontrol

perdarahan jika tidak ada kecurigaan terjadi cedera spinal


Cari pertolongan medis
Fraktur tulang tengkorak :
Pantau pernafasan dan berikan perawtan jika diperlukan
Kontrol setiap perdarahan dengan menggunakan kasa steril atau bersih dan
berikan tekanan disekitar pinggir luka, jangan langsung pada luka
Stabilkan kepala dan leher untuk mencegah gerakan.
Cari pertolongan medis
Cedera otak :
Pantau pernafasan dan berikan perawatan jika diperlukan
Stabilkan kepala dan leher untuk mencegah gerakan
Kontrol setiap perdarahan kulit kepala dengan kasa steril atau bersih dan
tekanan langsung. Jika anda curiga terjadii fraktur tulang tengkorak, berikan

tekanan disekitar pinggir luka, jangan langsungpada luka


Jika korban muntah, miringkan korban agar jalan nafasnya bersih (clear) ,

gerakkan kepala, leher, dan tubuh secara bersamaan


Cari pertolongan medis.

N. Pedoman Resusitasi dan Penilaian Awal


Menurut(Mutaqqin, 2008) pedoman resusitasi dan penilaian awal pada cedera kepala
adalah sebagai berikut:
1. Menilai jalan nafas. Bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu,
pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang kolar servikal,

pasang guedel bila dapat ditolelir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas, maka
pasien harus di intubasi.
2. Menilai pernafasan. Tentukan apakah pasien bernafas spontan atau tidak. Jika tidak, beri
oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien bernafas spontan, selidiki dan atasi cedera
dada berat seperti pneumotoraks, pneumotorak tensif, hemopneumotoraks. Pasang
oksimeter nadi (jika tersedia) dengan tujuan menjaga saturasi oksigen maksimum 95%.
Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan terancam atau memperoleh oksigen yang
adekuat (PaO > 95) mmHg dan PaCO <40 mmHg serta saturasi O >95%) atau muntah
maka pasien harus diintubasi serta di ventilasi oleh ahli anestesi
3. Menilai Sirkulasi. Otak yang rusak tidak mentolelir hipotensi. Hentikan semua perdarahan
dengan menekan arterinya. Perhatikan secara khusus adanya cedera intraabdomen atau
dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, pasang alat pemantau
dan EKG bila tersedia. Pasang

jalur intravena yang besar, ambil darah vena untuk

pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glukosa, dan analisis gas darah arteri.
Berikan larutan koloid, sedangkan larutan kristaloid (dekstrosa dektrosa dalam salin)
menimbulkan eksaserbasi edema otak pascacedera kepala. Keadaan hipotensi, hipoksia,
hiperkapnia memperburuk cedera kepala.
4. Obat Kejang. Kejang konvulsi dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati. Mulamula berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulangi sampai 3x bila
masih kejang. Bila tidak berhasil dapat diberkan fenitoin 15mg/kgBB diberikan intravena
perlahan-lahan dengan kecepatan tidak melebihi 50mg/menit
5. Menilai Tingkat Keparahan
a. Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)
Skor skala koma Glasgow 15 (sadar penuh, atentif, dan orientatif)
Tidak ada kehilangan kesadaran
Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang
Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
Pasien dapat menderita abrasi , laserasi, atau hematoma kulit kepala
Tidak adanya criteria cedera sedang-berat
b. Cedera kepala sedang (kelompok resiko sedang)
Skor skala koma Glasgow 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)
Konkusi
Amnesia pasca trauma
Muntah

Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda battle, mata

rabun,

hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebrospinal)


Kejang
c. Cedera kepala berat (kelompok risiko berat)
Skor skala koma Glasgow 3-8 (koma)
Penurunan derajat kesadaran secara progresif
Tanda neurologis fokal
Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium

Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale, GCS)


Buka mata (E)

Respon motorik (M)

Respon verbal (V)

4= spontan
3= dengan perintah
2= dengan rangsangan nyeri
1= tidka ada reaksi

6= mengikuti perintah
5= melokalisir nyeri
4= menghindari nyeri
3= fleksi abnormal
2= ekstensi abnormal

5= orientasi baik dan sesuai


4= disorientasi tempat &
Waktu
3= bicara kacau
2= mengerang

1= tidak ada gerakan

1= tidak ada suara

Вам также может понравиться