Вы находитесь на странице: 1из 19

MAKALAH

EVALUASI KURIKULUM
Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Pengembangan Kurikulum Vokasional
Dosen Pengampu : Dr. Wagiran, M.Pd

Disusun Oleh:
MARKO AYAKI LUMBANTOBING
15722251006

PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


PROGRAM PASCARSARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pengembangan kurikulum, evaluasi merupakan salah satu
komponen penting dan tahap yang harus ditempuh oleh guru untuk
mengetahui keefektifan kurikulum. Evaluasi menjadi bagian integral dari
kurikulum. Evaluasi menjadi bagian dari sistem manajemen, yaitu
perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Kurikulum
juga dirancang dari tahap perencanaan, organisasi kemudian pelaksanaan dan
akhirnya monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka kita tidak akan bisa
mengetahui bagaimana kondisi kurikulum tersebut dalam rancangan,
pelaksanaan serta hasilnya. Tapi, dengan adanya evaluasi, kita dapat
menjadikan hasil yang diperoleh sebagai balikan (feed-back) dalam
memperbaiki dan menyempurnakan kurikulum. Hasil-hasil kurikulum dapat
digunakan oleh para pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para
pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijaksanaan
pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang
digunakan.
Selama ini model kurikulum yang berlaku adalah model kurikulum
yang bersifat akademik. Kurikulum yang demikian kurang mampu
meningkatkan kemampuan peserta didik secara optimal. Hal ini terbukti dari
rendahnya kualitas pendidikan kita dibandingkan dengan negara lain. Selain
itu, implementasi kurikulum akademik tidak mampu memberikan nilai etika,
moral, dan nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan. Maka dengan adanya
evaluasi diharapkan dapat memperbaiki aspek-aspek tersebut sehingga model
kurikulum yang diterapkan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka kami
akan mengkaji mengenai pengertian evaluasi kurikulum, peranan evaluasi
kurikulum dan model-model evaluasi kurikulum.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan evaluasi dan kurikulum?
2. Bagaimana implementasi dan evaluasi kurikulum?
3. Apa peranan evaluasi kurikulum?

4. Apa yang dimaksud ujian sebagai evaluasi sosial?


5. Apa prinsip-prinsip dalam evaluasi kurikulum?
6. Bagaimana perbandingan model-model evaluasi kurikulum?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian evaluasi dan kurikulum
2. Untuk mengetahui implementasi dan evaluasi kurikulum
3. Untuk mengetahui peranan evaluasi kurikulum
4. Untuk mengetahui maksud ujian sebagai evaluasi social
5. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam evaluasi kurikulum
6. Untuk mengetahui perbandingan model-model evaluasi kurikulum
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Evaluasi dan Kurikulum
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan
kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan
keputusan dalam kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, evaluasi
merupakan salah satu komponen penting dan tahap yang harus ditempuh oleh
guru untuk mengetahui keefektifan kurikulum. Hasil yang diperoleh dapat
dijadikan

balikan

(feed-back)

bagi

guru

dalam

memperbaiki

dan

menyempurnakan kurikulum.
Adapun pemahaman tentang evaluasi kurikulum dapat berbeda-beda
sesuai dengan pengertian kurikulum yang beragam menurut para pakar
kurikulum.
Hamid Hasan (2009:41) mengartikan evaluasi sebagai
usaha sistematis mengumpulkan informasi mengenai suatu
kurikulum untuk digunakan sebagai pertimbangan mengenai
nilai dan arti dari kurikulum dalam suatu konteks tertentu.
Menurut

Tyler

(dalam

Muhammad

Zaini,

2009:

143)

menyatakan bahwa evaluasi adalah proses untuk mengetahui


apakah tujuan pendidikan sudah tercapai atau terealisasikan.
Sedangkan pengertian evaluasi menurut Rutman and Mowbray (1983)
ialah penggunaan metode ilmiah untuk menilai implementasi dan outcomes
suatu program yang berguna untuk proses membuat keputusan. Chelimsky

(1989) mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode penelitian yang


sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektivitas suatu
program. Menurut Sukmadinata (2009:173), Evaluasi merupakan kegiatan
yang luas, kompleks dan terus menerus untuk mengetahui proses dan hasil
pelaksanaan sistem pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi juga meliputi rentangan yang cukup luas, mulai dari yang bersifat
sangat informal sampai dengan yang sangat formal.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai
rancangan, implementasi dan efektivitas suatu program. Evaluasi adalah
suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari
sesuatu. Evaluasi dalam pendidikan dapat diartikan sebagai
suatu proses dalam usaha untuk mengumpulkan informasi
yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
membuat keputusan akan perlu tidaknya memperbaiki sistem
pembelajaran

sesuai

dengan

tujuan

yang

ditetapkan

(Muhammad Zaini, 2009:142).


Sedangkan pengertian kurikulum adalah sebagai berikut:
a. Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (19) UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
b. Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk
mendapatkan

keluaran

(outcomes)

yang

diharapkan

dari

suatu

pembelajaran.
c. Menurut Hilda Taba (dalam Muhammad Zaini, 2009: 6), kurikulum
adalah rencana pembelajaran yang berkaitan dengan
proses dan pengembangan individu anak didik. Kurikulum
merupakan seperangkat rencana yang menjadi pedoman
dan pegangan dalam proses pembelajaran.

Dengan demikian, pengertian evaluasi kurikulum adalah penerapan


prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliabel untuk
membuat keputusan tentang kurikulum yang sedang berjalan atau telah
dijalankan. Atau, evaluasi kurikulum adalah suatu tindakan pengendalian,
penjaminan dan penetapan mutu kurikulum, berdasarkan pertimbangan dan
kriteria tertentu, sebagai bentuk akuntabilitas pengembang kurikulum dalam
rangka menentukan keefektifan kurikulum.
Pada dasarnya, evaluasi dan kurikulum merupakan dua
disiplin yang memiliki hubungan sebab akibat. Hubungan
antara

evaluasi

prosesnya

dan

secara

kurikulum

evalusioner.

bersifat

organis,

Menurut

Tyler

dan

(dalam

Muhammad Zaini, 2009:144) berpendapat bahwa evaluasi


kurikulum

pada

dasarnya

adalah

suatu

proses

untuk

mengecek keberlakuan kurikulum yang harus diterapkan


dalam empat tahap. Tahap pertama adalah evaluasi terhadap
tujuan pembelajaran, tahap kedua adalah evaluasi terhadap
pelaksanaan

kurikulum

atau

proses

pembelajaran

yang

meliputi metode, media, dan evaluasi pembelajaran, tahap


ketiga adalah evaluasi terhadap efektivitas baik efektivitas
terhadap waktu, tenaga, dan biaya, serta tahap keempat
adalah evaluasi terhadap hasil yang telah dicapai.
B. Implementasi dan Evaluasi Kurikulum
Dalam kurikulum, terdapat
Perbedaan

penekanan

dalam

perbedaan
kurikulum

penekanan.
tersebut

mengakibatkan perbedaan dalam pola rancangan dan dalam


pengembangannya.
1. Konsep kurikulum yang menekankan isi memberikan
perhatian besar pada analisis pengetahuan baru yang
ada,

sangat

mengutamakan

peranan

desiminasi,

meskipun seandainya kurikulum itu kurang baik, mereka


dapat memaksanya melalui jalur birokrasi.
2. Konsep situasi menuntut penilaian secara rinci tentang
lingkungan

belajar,

sangat

mementingkan

penyiapan

unsur-unsur yang terkait.


3. Konsep organisasi memberi perhatian besar pada struktur
belajar. Perbedaan-perbedaan dalam rancangan tersebut
mempengaruhi
selanjutnya,

langkah-langkah
strategi

mengutamakan latihan guru.


Pengembangan kurikulum

implementasi

penyebarannya
yang

sangat

menekankan

isi,

membutuhkan waktu mempersiapkan situasi belajar dan


menyatukannya dengan tujuan pembelajaran yang cukup
lama. Kurikulum yang menekankan situasi, waktu untuk
mempersiapkannya hampir sama dengan kurikulum yang
menekankan isi.
Perbedaan konsep dan strategi pengembangan dan
penyebaran kurikulum, juga menimbulkan perbedaan dalam
rancangan evaluasi.
1. Model evaluasi yang bersifat komparatif menekankan
pada tujuan atau obyektif yang sangat sesuai bagi
kurikulum yang bersifat rasional dan menekankan isi atau
materi (content based curriculum).
2. Pendekatan yang bersifat bebas atau lepas dari tujuan
(goal free) lebih memungkinkan untuk mengevaluasi
kurikulum yang
based curriculum).
3. Pendekatan yang

menekankan pada situasi (situation


bersifat

eklektif

lebih

cocok

jika

diterapkan dalam kurikulum yang menekankan organisasi


(Muhammad Zaini, 2009: 147-148).
C. Peranan Evaluasi Kurikulum
Dilihat dari berbagai konsep kurikulum, evaluasi memiliki kedudukan
yang sangat penting dan strategis. Jika seseorang ingin memahami dan

mengembangkan kurikulum, maka ia wajib mempelajari tentang evaluasi


karena evaluasi merupakan konsep yang melekat pada kurikulum.
Kurikulum penting untuk dievaluasi dan dikembangkan
secara baik dan berkelanjutan yang memacu para pelaksana
kurikulum di sekolah yang siap pakai, aktif, dan kreatif serta
mampu

menyesuaikan

diri

dengan

situasi

dan

kondisi

lembaga pendidikan yang ada di dalamnya. Untuk mencapai


hal tersebut, diperlukan suatu sistem kurikulum yang efektif
dan efisien pada setiap program kegiatan pendidikan.
Peranan evaluasi kurikulum khususnya dalam penentuan kebijaksanaan
pendidikan itu berkenaan dengan tiga hal, yaitu:
1. Evaluasi sebagai moral judgment (penilaian)
Konsep utama dalam evaluasi adalah masalah nilai. Hasil dari suatu
evaluasi berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tindakan berikutnya.
2. Evaluasi dan penentuan keputusan
Pengambil keputusan dalam pelaksanaan pendidikan atau kurikulum itu
sangatlah banyak, misalnya: guru, siswa, orang tua, kepala sekolah, para
pengembang kurikulum dan sebagainya. Pada prinsipnya tiap individu di
atas membuat keputusan sesuai posisinya. Besar kecilnya peranan
keputusan yang diambil itu sesuai dengan lingkup tanggungjawabnya,
serta lingkup masalah yang dihadapinya. Misalnya siswa mengambil
keputusan sesuai dengan kepentingannya, apabila seorang
siswa mendapat nilai kurang baik, maka keputusan yang
diambil adalah meningkatkan kualitas belajarnya. Beberapa
hasil evaluasi akan menjadi pertimbangan bagi pengambil keputusan
(dalam Muhammad Zaini, 2009: 146).
3. Evaluasi dan konsensus nilai
Dalam berbagai situasi pendidikan serta kegiatan pelaksanaan evaluasi
kurikulum, sejumlah nilai-nilai dibawakan oleh orang-orang yang ikut
terlibat dalam kegiatan penilaian atau evaluasi. Para partisipan dalam
evaluasi pendidikan dapat terdiri dari: orang tua, siswa, guru, pengembang
kurikulum, administrator, dan sebagainya. Sehingga kesatuan penilaian
diantara mereka (partisipan dalam evaluasi pendidikan) hanya dapat

dicapai melalui suatu konsensus. Secara historis konsensus nilai dalam


evaluasi kurikulum berasal dari tradisi tes mental serta eksperimen.
Konsensus tersebut berupa kerangka kerja penelitian yang
dipusatkan

pada

tujuan-tujuan

khusus,

pengukuran

prestasi belajar yang bersifat behavioral, analisis statistik


dari prestasi test dan post tes. Ada dua kriteria dalam
penilaian kurikulum. Pertama, kriteria berdasarkan tujuan
yang telah tentukan atau sering disebut kriteria patokan.
Kedua, kriteria berdasarkan norma-norma atau standar
yang dicapai sebagai mana adanya (dalam Muhammad Zaini,
2009: 146).
D. Ujian Sebagai Evaluasi Sosial
Ujian memberikan dasar evaluasi dan penilaian terhadap perkembangan
belajar. Dengan evaluasi dapat diperoleh informasi yang akurat tentang
penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar siswa. Berdasarkan
informasi itu, sehingga dapat dibuat keputusan tentang kurikulum itu sendiri,
pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan yang perlu dilakukan.
Sejak diperkenalkannya sistem ujian atau tes untuk umum di Amerika
Serikat dan negara-negara lain, pengukuran yang berbentuk umum (publik)
tersebut merupakan salah satu model evaluasi dalam pendidikan. Menguji
adalah mengevaluasi kemampuan individu. Dengan adanya ujian-ujian
tersebut, maka jenis-jenis kemampuan tertentu dipandang menunjukkan
status lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan skolastik ( bakat dan
minat) umpamanya sering dipandang memiliki status lebih tinggi daripada
penguasaan kemampuan yang lainnya.
Keberhasilan dalam ujian pengetahuan dan kemampuan skolastik
selama bertahun-tahun ditentukan oleh kemampuan yang mengingat faktafakta. Kecenderungan ini bukan saja didasari oleh teori psikologi lama, yang
memandang bahwa otak yang lebih baik mampu menguasai fakta lebih
banyak, tetapi juga oleh keadaan masyarakat dimana buku-buku sumber
(teks) pengetahuan secara relative tidak berubah selama dua abad. Westmister

shoter catechism umpamanya digunakan sebagai buku teks disekolah-sekolah


di Scotlandia abad 17 sampai 19. Karena adanya berbagai kemajuan dalam
masyarakat, maka dalam perkembnagan selanjutnya jenis kemampuan
mempunyai nilai yang lebih tinggi.
Ujian bukan saja menunjukkan nilai pengetahuan atau kemampuan
secara sosial, tetapi juga telah merupakan peraturan dari sekolah. Dalam dua
dekade pertama dari abad 20 sejumlah ahli psikologi dikumpulkan dalam satu
komisi untuk menyusun tes kecerdasan. Hasilnya digunakan untuk
menyeleksi setiap anak-anak yang akan masuk sekolah menengah yang tidak
mampu membayar uang sekolah. Kemudian tes tersebut juga digunakan
sebagai alat bagi penentuan kenaikan kelas serta sebagai saringan masuk.
Pelaksanaan ujian-ujian tersebut sejalan dengan anggapan masyarakat pada
waktu itu, bahwa hanya sebagian dari penduduk yang mempunyai
kemampuan untuk menguasai pengetahuan pada suatu jenis sekolah atau pada
jenjang sekolah tertentu. Sistem ujian yang mempunyai nilai historis ini
digunakan untuk mengontrol efisiensi dan efektifitas pelaksanaan sekolah.
Apakah sistem ini dipandang baik atau jelek bergantung pada pandangan
yang menggunakannya.
Sistem ujian yang dilaksanakan di atas, lebih banyak digunkakan untuk
mengukur atau menguji kemampuan individu (siswa). Untuk menilai
gambaran sekolah secara keseluruhan, yaitu menilai tentang keadaan murid,
guru, kurikulum, pembiayaan sekolah, fasilitas sekolah, keseragaman
sekolah, penyusunan rancangan dan pemeliharaan sekolah diperlukan sistem
pengumpulan data serta penilaian yang lain. Kalau untuk mengukur
kemampuan siswa digunakan siswa digunakan istilah examination atau
assessment maka untuk penilaian keseluruhan situasi sekolah atau kurikulum
lebih tepat digunakan istilah evaluation.
Pelaksanaan penilaian kurikulum dapat dilihat juga pada konteks mikro
yaitu tingkat pembelajaran, di mana seorang guru akan menilai kurikulum
pada aspek tujuan yang aktual, organisasi materi dan cara penyampaian
materi, metode yang dikembangkan serta media yang dipakai dalam
membantu kelancaran belajar siswa, sistem penilaian pembelajaran itu

sendiri. Maka pada konteks ini betul-betul bahwa evaluasi kurikulum


memang harus dilaksanakan. Di mana ujung akhir dapat dijadikan bahan atau
masukan dalam menentukan kenaikan kelas pada siswa.
Pada dasarnya evaluasi kurikulum dapat dipandang dari konteks mikro
dan makro serta fungsinya. Dari sudut pandang makro berarti evaluasi
kurikulum ditujukan pada program kurikulum secara keseluruhan dalam
suatu institusi atau kelembagaan. Di mana prosesnya akan terukur dari setiap
penyelenggaraaan program kurikulum untuk setiap mata pelajaran yang
dikembangkan dalam pembelajaran. Sedangkan dalam konteks mikro berarti
evaluasi kurikulum ditujukan pada upaya perbaikan pembelajaran pada
tingkat kelas, di mana hasilnya dapat berupa kualitas pembelajaran dan
kualitas output atau keluaran hasil pembelajaran berupa keterampilan dan
kecapakan siswa.
E. Prinsip-prinsip Evaluasi Kurikulum
Adapun prinsip-prinsip evaluasi kurikulum adalah:
1) Tujuan tertentu, artinya setiap program evaluasi kurikulum terarah dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan secara jelas dan spesifik serta
tujuan tersebut harus mengarahkan pada proses pelaksanaan evaluasi
kurikulum.
2) Bersifat objektif, artinya evaluasi kurikulum berorientasi pada realita
dilapangan, bersumber dari data yang nyata dan akurat, dan diperoleh dari
intrumen yang handal.
3) Bersifat komprehensif, artinya evaluasi kurikulum mencakup seluruh
aspek yang terdapat dalam ruang lingkup kurikulum. seluruh aspek
kurikulum harus mendapatkan perhatian dan pertimbangan secara seksama
sebelum dilakukan pengambilan keputusan.
4) Kooperatif dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan. Tanggung jawab
berhasilnya suatu pelaksanaan dan keberhasilan evaluasi kurikulum adalah
tanggung jawab seluruh pihak yang terlibat dalam proses pendidikan yang
didalamnya bukan hanya murid dan guru beserta unsur-unsur sekolah
melainkan orang tua dan masyarakat ikut bertanggung jawab.

5) Efisien, dalam penggunaan waktu, biaya, tenaga, dan perlatan yang


menjadi unsur penunjang. Hasil evaluasi kurikulum diupayakan agar lebih
tinggi atau paling tidak seimbang secara materi yang digunakan.
6) Berkesinambungan. Karena evaluasi kurikulum adalah untuk perbaikan
sistem pendidikan disekolah yang tidak hanya memiliki hubungan ke
dalam melainkan adanya tuntutan dari luar sekolah sekolah, sehingga
peran guru sangatlah diperlukan karena guru adalah yang paling
mengetahui pelaksanaan, permasalahan, dan keberhasilan kurikulum.
F. Model-Model Evaluasi Kurikulum
Menurut Zainal Arifin (2009), terdapat sepuluh model
evalusi kurikulum:
1 Model Tyler (Tyler Model)
Model ini dibangun atas dua dasar pemikiran :
Pertama, evaluasi ditujukan pada tingkah laku peserta
didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku
awal peserta didik sebelum melaksanakan kurikulum dan
sesudah melaksanakan kurikum (hasil). Dasar pemikiran
ini menunjukkan bahwa seorang evaluator kurikulum
harus dapat menentukan perubahan tingkah laku apa
yang terjadi setelah peserta didik mengikuti pengalaman
belajar tertentu, dan menegaskan bahwa perubahan yang
terjadi merupakan perubahan yang disebabkan oleh
kegiatan kurikulum.
Penggunaan model

Tyler

memerlukan

informasi

perubahan tingkah laku terutama pada saat sebelum dan


sesudah terjadinya pelaksanaan kurikulum atau istilah lain
tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test), karena hal itu
model ini juga disebut model black box.
Ada tiga langkah pokok yang harus dilakukan oleh
pengembang kurikulum :
a Menentukan tujuan kurikulum yang akan dievaluasi

b Menentukan situasi dimana peserta didik memperoleh


kesempatan untuk menunjukkan tingkah laku yang
berhubungan dengan tujuan
c Menentukan alat evaluasi yang akan digunakan untuk
mengukur tingkah laku peserta didik.
2 Model yang Berorientasi pada

Tujuan

(Goal

Oriented Evaluation Model)


Model evaluasi ini menggunakan tujuan tujuan
tersebut sebagai kriteria menentukan keberhasilan. Model
ini

dianggap

lebih

praktis

untuk

mendesain

dan

mengembangkan suatu kurikulum karena menentukan


hasil yang diinginkan dengan rumusan yang dapat diukur.
Kelebihan model ini terletak pada hubungan antara
tujuan, kegiatan dan menekankan pada peserta didik
sebagai aspek penting dalam kurikulum. Kekurangannya
adalah

memungkinkan

terjadinya

proses

evaluasi

melebihi konsekuensi yang tidak diharapkan.


3 Model Pengukuran (R.Thorndike dan R.L.Ebel)
Model ini sangat menitikberatkan pada
kegiatan
pengukuran. Dalam pengembangan kurikulum, model ini
telah

diterapkan

perbedaan

untuk

individual

mengungkap

maupun

perbedaan

kelompok

dalam

hal

kemampuan, minat dan sikap. Objek evaluasi dalam


model

ini adalah tingkah laku peserta didik, yang

mencakup hasil belajar (kognitif), pembawaan, sikap,


minat, bakat dan juga aspek aspek kepribadian peserta
didik. Instrument yang digunakan pada umumnya adalah
tes tertulis (paper and pencil test) dalam bentuk tes
objektif, yang cenderung dibakukan. Model ini sangat
memperhatikan

difficulty

index

dan

index

of

discrimination serta penggunaan pendekatan penilaian


acuan norma.
4 Model Kesesuaian (Ralph W.Tyler, John B.Carrol, Lee
J.Cronbach)
Model ini

memandang

evaluasi

sebagai

suatu

kegiatan untuk melihat kesesuaian antar tujuan dengan


hasil belajar yang telah dicapai. Objek evaluasi adalah
tingkah laku peserta didik, yaitu perubahan tingkah laku
yang diinginkan pada akhir kegiatan pendidikan. Teknik
evaluasinya

meliputi

tes

dan

non-tes.

Model

ini

memerlukan informasi perubahan tingkah laku sebelum


dan setelah pembelajaran sehingga dengan model ini
guru perlu melakukan pre and post-tes.
Langkah langkah yang harus ditempuh yaitu :
a Merumuskan tujuan tingkah laku
b Menentukan situasi dimana peserta didik

dapat

memperlihatkan tingkah laku yang akan dievaluasi


c Menyusun alat evaluasi
d Menggunakan hasil evaluasi.
5 Model Evaluasi Sitem Pendidikan (Educational
System Evaluation Model)
Model ini menekankan
keseluruhan

dan

merupakan

sistem

sabagai

penggabungan

suatu
dari

beberapa model, seperti model countenance dari Stake;


model CIPP (Context, Input, Process, Product) dan CDPP
yaitu (context, design, process, product) dari Stufflebeam;
model Scriven yang meliputi instrumental evaluation and
consequential evaluation; model Provus yang meliputi
design, operation program, interim products, dan terminal
products; model EPIC (Evaluation innovative curriculum);
model CEMREL (central Midwestern regional educational
laboratory) dari Howard Rusell dan Louis Smith; dan
model Atkinson.

Model stake menitikberatkan evaluasi pada dua hal


pokok, yaitu description yang terdiri dari dua aspek yaitu
intens (goals) dan observation (effect) dan judgement
yang terdiri dari standart dan judgement, dimana setiap
hal tersebut terdiri atas tiga dimensi yaitu antecedent
(context), transaction (process), dan outcomes (output).
Model CIPP berorientasi pada suatu keputusan.
Tujuannya

adalah

untuk

membantu

pengembang

kurikulum dalam membuat keputusan.


Terdapat 4 jenis evalusi menurut model ini yaitu :
a Context evaluation to serve planning decision, yaitu
konteks

evaluasi

untuk

membantu

administrator

merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan, dan


merumuskan tujuan program.
b Input evaluation, structuring decision. Kegiatan evaluasi
bertujuan

untuk

membantu

mengatur

keputusan,

mennetukan sumbersumber, alternative apa yang


akan diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai
kebutuhan,

dan

bagaimana

prosedur

kerja

untuk

mencapainya.
c Proses evaluation, to serve implementing decision.
Kegiatan

evaluasi

ini

bertujuan

melaksanakan keputusan.
d Product evaluation, to
Kegiatan

evaluasi

ini

untuk

serve

recycling

bertujuan

untuk

membantu
decision.
membantu

keputusan selanjutnya.
Model ini menuntut agar hasil evaluasi digunakan
sebagai masukan untuk
rangka

penyempurnaan

keseluruhan.

Pendekatan

membuat keputusan dalam


sistem

kurikulum

secara

yang

digunakan

adalah

penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan


(PAP).

6 Model Alkin (Marvin Alkin, 1969)


Menurut Alkin, evaluasi adalah suatu proses untuk
meyakinkan

keputusan,

mengumpulkan

informasi,

memilih informasi yang tepat, dan menganalisis informasi


sehingga dapat disusun laporan bagi pembuat keputusan
dalam memilih beberapa alternatif.
Menurut Alkin, terdapat lima jenis evaluasi :
a Sistem assessment, yaitu untuk memberikan informasi
tentang keadaan atau posisi dari suatu sistem.
b Program planning, yaitu untuk membantu pemilihan
program

tertentu

yang

mungkin

memenuhi kebutuhan program.


c Program implementation, yaitu

akan

untuk

berhasil

menyiapkan

informasi apakah suatu program sudah diperkenalkan


kepada kelompok tertentu yang tepat sebagaimana
yang direncanakan.
d Program improvement, yaitu memberikan informasi
tentang bagaimana suatu program dapat berfungsi,
bekerja atau berjalan.
e Program certification,

yaitu

memberikan

informasi

tentang nilai atau manfaat suatu program.


7 Model Brinkerhof
Robert O. Brinkerhoff (1987) mengemukakan ada tiga
jenis evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan
elemen elemen yang sama, yaitu :
a Fixed vs Emergent Evaluation Design
Desain evaluasi fixed (tetap) harus direncanakan
dan

disusun

secara

sistematik-terstruktur

sebelum

program dilaksanakan. Meskipun demikian, desain fixed


dapat

juga

disesuaikan

dengan

kebutuhan

yang

sewaktu-waktu dapat berubah. Desain evaluasi ini


dikembangkan berdssarkan tujuan program, kemudian
disusun pertanyaan-pertanyaan untuk mengumpulkan

berbagai informasi yang diperoleh dari sumber-sumber


tertentu.
Kegiatan-kegiatan evaluasi yang dilakukan dalam
desain tetap ini, anatara lain menyusun pertanyaanpertanyaan, menyusun dan menyiapkan instrument,
menganalisis hasil evaluasi, dan melaporkan hasil
evaluasi

secara

formal

kepada

pihak-pihak

yang

berkepentingan. Teknik pengumpulan data antara lain


tes,

observasi,

wawancara,

kuesioner,

dan

skala

penilaian. Data yang dikumpulkan biasanya bersifat


kuantitaif.
Dalam desain evaluasi emergent, tujuan evaluasi
adalah untuk beradaptasi dengan situasi yang sedang
berlangsung dan berkembang, seperti menampung
pendapat audiensi, masalah-masalah dan kegiatan
program.

Teknik

pengumpulan

data

dapat

menggunakan observasi, studi kasus, dan laporan tim


pendukung. Seorang evaluator dapat mengabaikan
penggunaan teknik pengukuran karena informasi yang
dibutuhkan lebih bersifat kualitatif-naturalistik.
b Formative vs Summative Evluation (Michael
Scriven, 1967)
Untuk dapat memahami kedua jenis evaluasi ini
dapat dilihat dari fungsinya. Evaluasi formatif berfungsi
untuk memperbaiki kurikulum, sedangkan evaluasi
sumatif berfungsi untuk melihat kemanfaatan kurikulum
secara menyeluruh.
c Desain
eksperimental

dan

eksperimental vs natural inquiri


Desain
eksperimental
banyak

desain

quasi

menggunakan

pendekatan kuantitatif, random sampling, memberikan


perlakuan, dan mengukur dampak. Tujuannya adalah

untuk menilai manfaat hasil percobaan dari suatu


kurikulum. Dalam praktiknya, desain evaluasi ini agak
sulit dilakukan karena pada umumnya proses kurikulum
sudah atau sedang terjadi.
Dalam desain evaluasi natural-inquiri, evaluator
banyak

menghabiskan

waktu

untuk

melakukan

pengamatan dana wawancara dengan orang-orang


yang terlibat.
8 Model Illuminatif (Malcom Parlett dan Hamilton)
Model ini lebih menekankan pada evaluasi kualitatifterbuka (open-ended). Kegiatan evaluasi dihubungkan
dengan learning milieu, yaitu lingkungan sekolah sebagai
lingkungan material dan psiko-sosial, di mana guru dan
peserta didik dapat berinteraksi. Tujuan evaluasi ini untuk
menganalisis

pelaksanaan

sistem,

faktor-faktor

yang

memengaruhinya, kelebihan dan kekurangan sistem, dan


pengaruh sistem terhadap pengalaman belajar peserta
didik. Objek evaluasi model ini mencakup latar belakang
dan perkembangan sistem, proses pelaksanaan sistem,
hasil belajar peserta didik, kesukaran-kesukaran yang
dialami dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan,
termasuk

efek

samping

dari

sistem

itu

sendiri.

Berdasarkan tujuan dan pendekatan evaluasi dalam


model ini, maka ada tiga fase yang harus ditempuh, yaiti
observe, inquiry further dan seek to explain.
9 Model Responsif (Responsive Model)
Model ini menekankan pada pendekatan kualitatifnaturalistik. Langkah-langkah kegiatan evaluasi meliputi
observasi, merekam hasil wawancara, mengumpulkan
data, mengecek pengetahuan awal peserta didik dan
mengembangkan desain atu model.

Kelebihan model ini adalah peka terhadap berbagai


pandangan

dan

kemampuannya

mengakomodasi

pendapat yang ambisius serta tidak fokus, sedangkan


kekurangannya

yaitu

pembuat

keputusan

sulit

menentukan prioritas atau penyederhanaan informasi,


tidak mungkin menampung semua sudut pandangan dari
berbagai kelompok, membutuhkan waktu dan tenaga.
10 Model Studi Kasus
Karakteristik model ini yaitu :
a Terfokus pada kegiatan kurikulum disekolah, dikelas,
atau bahkan hanya kepada seorang kepala sekolah atau
guru
b Tidak mempersoalkan pemilihan sampel
c Hasil evaluasi hanya berlaku pada tempat evaluasi itu
dilakukan
d Tidak ada generalisasi hasil evaluasi
e Data yang dikumpulkan terutama data kualitatif
f Adanya realitas yang tidak sepihak.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pengembangan kurikulum, evaluasi merupakan salah satu
komponen penting dan tahap yang harus ditempuh untuk mengetahui
keefektifan

kurikulum.

Evaluasi

kurikulum

adalah

suatu

tindakan

pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu kurikulum, berdasarkan


pertimbangan dan kriteria tertentu, sebagai bentuk akuntabilitas pengembang
kurikulum dalam rangka menentukan keefektifan kurikulum.
Adanya

perbedaan

penekanan

dalam

kurikulum

mengakibatkan perbedaan dalam pola rancangan dan dalam

pengembangannya. Perbedaan-perbedaan dalam rancangan


tersebut

mempengaruhi

langkah-langkah

implementasi

selanjutnya.
Adapun peranan evaluasi kurikulum khususnya dalam penentuan
kebijaksanaan pendidikan itu berkenaan dengan tiga hal, yaitu: evaluasi
sebagai moral judgment, evaluasi dan penentuan keputusan, serta evaluasi
dan konpansus nilai.
Ujian memberikan dasar evaluasi dan penilaian terhadap perkembangan
belajar. Dengan evaluasi dapat diperoleh informasi yang akurat tentang
penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar siswa.
Menurut Zainal Arifin, terdapat sepuluh model evaluasi
kurikulum, yaitu: model Tyler, model yang berorientasi pada
tujuan, model pengukuran (R.Thorndike dan R.L.Ebel), model
Kesesuaian (Ralph W.Tyler, John B.Carrol, Lee J.Cronbach),
model

Evaluasi

Sitem

Pendidikan

(Educational

System

Evaluation Model), Model Alkin, model Brinkerhoff, model


Illuminatif, Model Responsif, dan model Studi Kasus.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Zaini, Muhammad. 2009. Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: TERAS.
http://www.slideshare.net/AhmadWahyudinRocknRoll/evaluasi-kurikulum9593798, diakses pada 11 November 2014 pukul 02.00
http://arahpembelajaranbiologi.blogspot.com/2010/09/peranan-evaluasikurikulum-dalam-ujian.html, diakses pada 11 November 2014 pukul 02.00

Вам также может понравиться