Вы находитесь на странице: 1из 67

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Maloklusi
Maloklusi adalah penyimpangan letak gigi dan atau malrelasi lengkung
geligi (rahang) di luar rentang kewajaran yang dapat diterima. Maloklusi juga bisa
merupakan variasi biologi sebagaimana variasi biologi yang terjadi pada bagian
tubuh yang lain, tetapi karena variasi letak gigi mudah diamati dan mengganggu
estetik sehingga menarik perhatian dan memunculkan keinginan untuk melakukan
perawatan (Rahardjo, 2011).
2.1.1 Etiologi Maloklusi
Kadang-kadang suatu maloklusi sukar ditentukan secara tepat etiologinya
karena adanya berbagai faktor (multifaktor) yang mempengaruhi proses tumbuh
kembang. Secara garis besar, etiologi atau penyebab suatu maloklusi dapat
digolongkan dalam faktor herediter (genetik) dan faktor lokal (Rahardjo, 2011).
1. Faktor Herediter
Menurut Rahardjo (2011), pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalam
dua hal, yaitu:
a. disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi
berupa gigi berdesakan atau maloklusi berupa diastema multipel meskipun
yang terakhir ini jarang dijumpai.
b. disproporsi ukuran, posisi, dan bentuk rahang atas dan rahang bawah yang
menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis.
Beberapa hal yang terjadi akibat faktor herediter menurut Rahardjo (2011),
yaitu:
a. Kelainan Gigi
Beberapa kelainan gigi yang dipengaruhi faktor herediter ialah kekurangan
jumlah gigi (hipodonsia), kelebihan jumlah gigi (hiperdonsia), misalnya adanya
mesiodens, bentuk gigi yang khas misalnya karabeli pada molar, kaninus yang
impaksi di palatal, transposisi gigi misalnya kaninus yang terletak di antara
premolar pertama dan kedua.
b. Kekurangan Jumlah Gigi

Kelainan jumlah gigi dapat berupa tidak ada pembentukan gigi atau
agenesis gigi. Sebagai panduan dapat dikatakan apabila gigi sulung agenesis maka
gigi permanennya juga agenesis, tetapi meskipun gigi sulung ada bisa saja gigi
permanennya agenesis.
c. Kelebihan Jumlah Gigi
Umumnya, yang paling sering ditemukan adalah gigi kelebihan yang
terletak di garis median rahang atas yang biasa disebut mesiodens. Adanya gigigeligi kelebihan dapat menghalangi terjadinya oklusi normal.
d. Disharmoni Dentomaksiler
Disharmoni dentomaksiler ialah suatu keadaan disproporsi antara besar gigi
dan rahang dalam hal ini lengkung geligi. Menurut Anggraini (1975) etiologi
disharmoni dentomaksiler adalah faktor herediter. Karena tidak adanya harmoni
antara besar gigi dan lengkung gigi maka keadaan klinis yang dapat dilihat adalah
adanya lengkung geligi dengan diastema yang menyeluruh pada lengkung geligi
bila gigi-geligi kecil dan lengkung geligi normal, meskipun hal ini jarang
dijumpai.
Keadaan yang sering dijumpai adalah gigi-geligi yang besar pada lengkung
geligi yang normal atau gigi yang normal pada lengkung geligi yang kecil
sehingga menyebabkan letak gigi berdesakan. Disharmoni dentomaksiler
mempunyai tanda-tanda klinis yang khas. Gambaran maloklusi seperti ini bisa
terjadi di rahang atas maupun di rahang bawah.
2. Faktor Lokal
Menurut Rahardjo (2011), beberapa faktor lokal yang dapat menyebabkan
maloklusi yakni:
a. Gigi Sulung Tanggal Prematur
Gigi sulung yang tanggal prematur dapat berdampak pada susunan gigi
permanen. Semakin muda umur pasien pada saat terjadi tanggal prematur gigi
sulung, semakin besar akibatnya pada gigi permanen.
b. Persistensi Gigi Sulung
Persistensi gigi sulung atau disebut juga over retained decicuous teeth
berarti gigi sulung yang sudah melewati waktu nya tanggal tetapi tidak tanggal.
Perlu diingat bahwa waktu tanggal gigi sulung sangat bervariasi. Keadaan yang
jelas menunjukkan persistensi gigi sulung adalah apabila gigi permanen pengganti

telah erupsi tetapi gigi sulungnya tidak tanggal. Bila diduga terjadi persistensi gigi
sulung tetapi gigi sulungnya tidak ada di rongga mulut, perlu diketahui anamnesis
pasien, dengan melakukan wawancara medis kepada orang tua pasien apakah
dahulu pernah terdapat gigi yang bertumpuk di regio tersebut.
c. Trauma
Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi permanen.
Bila terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk dapat
terjadi gangguan pembentukan enamel, sedangkan bila mahkota gigi permanen
telah terbentuk dapat terjadi dilaserasi, yaitu akar gigi yang mengalami distorsi
bentuk (biasanya bengkok). Gigi yang mengalami dilaserasi biasanya tidak dapat
mencapai oklusi yang normal bahkan kalau parah tidak dapat dirawat ortodontik
dan tidak ada pilihan lain kecuali dicabut.
d. Pengaruh Jaringan Lunak
Tekanan dari otot, bibir, pipi, dan lidah memberi pengaruh yang besar
terhadap letak gigi, Meskipun tekanan dari otot-otot ini jauh lebih kecil daripada
tekanan otot pengunyahan tetapi berlangsung lebih lama. Menurut penelitian,
tekanan yang berlangsung selama 6 jam dapat mengubah letak gigi. Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa bibir, pipi, dan lidah yang menempel terus pada
gigi hamper selama 24 jam dapat sangat mempengaruhi letak gigi.
e. Kebiasaan Buruk
Suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi cukup
tinggi dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi. Kebiasaan
mengisap jari atau benda lain dalam waktu yang berkepanjangan dapat
menyebabkan maloklusi. Faktor yang paling berpengaruh adalah durasi atau lama
kebiasaan berlangsung. Beberapa kebiasan buruk yang dapat menyebabkan
maloklusi, yaitu :
Kebiasaan mengisap jari pada fase geligi sulung tidak mempunyai
dampak pada gigi permanen bila kebiasaan tersebut telah berhenti
sebelum gigi permanen erupsi. Bila kebiasaan ini terus berlanjut
sampai gigi permanen erupsi akan terdapat maloklusi dengan tandatanda berupa insisivus atas proklinasi dan terdapat diastema, gigitan
terbuka, lengkung atas sempit, serta retroklinasi insisivus bawah.

Maloklusi yang terjadi ditentukan oleh jari mana yang diisap dan

bagaimana pasien meletakkan jarinya pada waktu mengisap.


Kebiasaan mengisap bibir bawah dapat menyebabkan proklinasi
insisivus atas disertai jarak gigit yang bertambah dan retroklinasi

insisivus bawah.
Kebiasaan mendorong lidah, sebetulnya bukan merupakan kebiasaan
tetapi lebih berupa adaptasi terhadap adanya gigitan terbuka
misalnya karena mengisap jari. Dorongan lidah pada saat menelan
tidak lebih besar daripada yang tidak mendorongkan lidahnya
sehingga kurang tepat untuk mengatakan bahwa gigitan terbuka

anterior terjadi karena adanya dorongan lidah pada saat menelan.


Kebiasaan menggigit kuku juga dapat menyebabkan maloklusi tetapi

biasanya dampaknya hanya pada satu gigi


f. Faktor Iatrogenik
Pengertian kata iatrogenik adalah berasal dari suatu tindakan professional.
Perawatan ortodontik mempunyai kemungkinan terjadinya kelainan iatrogenik.
Misalnya, pada saat menggerakkan kaninus ke distal dengan piranti lepasan, tetapi
karena kesalahan desain atau dapat juga saat menempatkan pegas tidak benar
sehingga yang terjadi gerakan gigi ke distal dan palatal.

2.1.2 Klasifikasi Maloklusi


Angel membuat klasifikasi maloklusi dilihat dari potongan sagital.
Klasifikasinya adalah:
a. Kelas I yaitu maloklusi dengan molar pertama permanen di bawah setengah
lebar tonjol lebih mesial terhadap molar pertama permanen atas dengan
relasi lengkung giginya disebut netroklusi. Kelainan yang biasa menyertai
dapat berupa gigi berdesakan, proklinasi, gigitan terbuka anterior dan lainlain (Rahardjo, 2011).

b. Kelas II yaitu lengkung bawah minimal setengah lebar tonjol lebih


posterior dari relasi yang normal terhadap lengkung gigi atas dilihat pada
relasi molar. Relasi seperti ini disebut distoklusi. Maloklusi kelas II dibagi
menjadi dua divisi menurut inklinasi insisivus atas yaitu:
- Divisi 1 : insisivus atas proklinasi atau meskipun insisivus atas inklinasinya
normal tetapi terdapat jarak gigit dan tumpang gigit yang bertambah.
- Divisi 2 : insisivus sentral atas retroklinasi. Kadang-kadang insisivus lateral
proklinasi, miring ke mesial atau rotasi mesiodistal. Jarak gigit biasanya
dalam batas normal tetapi kadang-kadang sedikit bertambah.tumpang gigit
bertambah. Dapat juga keempat gigi insisivus retroklinasi dan kaninus
terletak dibukal (Rahardjo, 2011).

c. Kelas III yaitu lengkung bawah setidak-tidaknya satu lebar tonjol lebih ke
mesial daripada lengkung gigi atas bila dilihat dari relasi molar pertama
permanen. Relasi lengkung geligi semacam ini biasa disebut juga
mesioklusi. Relasi anterior menunjukkan adanya gigitan terbalik (Rahardjo,
2011).
- Tipe 1: Gigi Insisif memiliki hubungan edge to edge
- Tipe 2: Gigi insisif rahang bawah crowded dan inklinasinya agak ke

- Tipe 3: Lengkung gigi rahang atas kurang berkembang, letak insisif rahang
bawah normal, insisif rahang atas crossbite (Rahardjo, 2011).

Kelemahan klasifikasi Angel yaitu hanya memendang dari potongan sagital


padahal maloklusi juga bisa terjadi dari jurusan transversal berupa gigitan silang
posterior, baik yang dental maupun skeletal. Kelainan dalam jurusan vertikal bisa
berupa gigitan terbuka anterior ataupun posterior, dental maupun skeletal
(Rahardjo, 2011).
2.1.3 Dampak Maloklusi
Maloklusi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada pengunyahan,
bicara serta estetik. Gangguan pengunyahan yang terjadi yaitu dapat berupa rasa
tidak nyaman saat mengunyah, terjadinya rasa nyeri pada TMJ dan juga
mengakibatkan nyeri kepala dan leher. Pada gigi yang berjejal dapat
mengakibatkan kesulitan dalam pembersihan. Tanggalnya gigi-gigi akan
mempengaruhi pola pengunyahan misalnya pengunyahan pada satu sisi, dan
pengunyahan pada satu sisi ini juga dapat mengakibatkan rasa sakit pada TMJ
(Susanto, 2010).
Maloklusi dapat mempengaruhi kejelasan bicara seseorang. Apabila ciri
maloklusinya berupa disto oklusi akan terjadi hambatan mengucapkan huruf p dan
b. Apabila ciri maloklusinya berupa mesio oklusi akan terjadi hambatan
mengucapkan huruf s, z, t, dan n. Menurut Bruggeman anomali dental yang
mengakibatkan gangguan bicara adalah:
1. Ruang antar gigi (spaces) yaitu terjadi kelainan bunyi saat
mengucapkan semua huruf terutama s, sh, z, zh kecuali huruf n dan y.

10

2. Lebar lengkung yaitu terjadi kelainan saat mengucapkan huruf s, z, th.


3. Open bite yaitu terjadi kelainan bunyi saat mengucapkan huruf s, sh, z,
zh, th, dan kadang-kadang pada huruf t dan d.
4. Derajat protrusi yaitu terjadi kelainan bunyi saat mengucapkan huruf s,
sh,z, zh.
5. Pada gigi yang rotasi kelainan bunyi yang terjadi sama dengan kelainan
pada ruang antar gigi (Susanto, 2010).
2.2 Prosedur Penegakan Diagnosis Ortodontik
Diagnosis bidang ortodontik dapat didefinisikan sebagai interpretasi data
klinis untuk menetapkan ada tidaknya maloklusi. Diagnosis ortodontik hendaknya
bersifat komprehensif dan tidak terfokus pada satu aspek saja. Adapun tahapan
penegakan diagnosis ortodontik, antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

2.2.1

Pengumpulan dan Analisis Data


Analisis Umum
Analisis Lokal
Analisis Fungsional
Analisis Model
Analisis Sefalometri
Diagnosis dan Klasifikasi Maloklusi (Rahardjo, 2011).

Pengumpulan dan Analisa Data


Dalam Ilmu ortodontik, secara garis besar data atau informasi bisa

didapatkan melalui:
a. Melakukan tanya jawab langsung dengan pasien atau orang tua pasien
b. Pemeriksaan klinis pada pasien dan secara tidak langsung dari evaluasi
rekam diagnostik misalnya model studi dan foto rontgen (Rahardjo,
2011).
Menurut Hauston dkk. (1992), tujuan pemeriksaan pasien adalah untuk
merekam informasi yang berkaitan dengan keadaan maloklusi sebagai dasar untuk
menentukan penyebabnya. Moyers (1988) menyatakan bahwa diagnosis
ortodontik adalah perkiraan yang sistematik, bersifat sementara, akurat dan

11

ditujukan pada 2 hal yakni kelasifikasi (penentuan problema klinis) dan


perencanaan tindakan berikutnya (perawatan).
Diagnosis didahului oleh pemeriksaan awal. Bila pasien mempunyai
maloklusi maka perlu dikumpulkan data yang lebih banyak. Data dapat berupa
riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan langsung intraoral, model cetakan geligi
atas dan bawah (model studi), foto rontgen lokal maupun panoramik dan
sefalometri serta foto wajah (Rahardjo, 2011).
A. Rekam Ortodontik
Model studi yang baik memberikan informasi tentang susunan gigi dan
prosesus alveolaris. Beda model sudi untuk ortodontik dibanding bidang ilmu lain
yakni cetakan diperluas semaksimal mungkin dan model dipangkas dengan basis
simetri sehingga mudah untuk melihat keadaan asimetri lengkung geligi maupun
letak gigi. Guna model studi yakni memeriksa anatomi gigi, lengkung geligi,
kurva oklusi, menentukan relasi gigi atas dan bawah, dan lain-lain (Rahardjo,
2011).

Gambar 1. Model studi dari gips


B. Foto Rontgen
Foto rontgen lokal ataupun panoramik harus ada pada perawatan ortodontik
terutama pada pasien dengan fase geligi pergantian. Tujuan utama foto rontgen
adalah untuk melihat benih gigi. Selain itu foto rontgen juga berfungsi untuk
melihat adanya impaksi, kelebihan gigi dan perkembangan benih gigi. Foto
panoramik memiliki 2 keunggulan dibandingkan foto lokal/periapikal yakni
paparan radiasi lebih kecil dan luasnya daerah cakupan untuk melihat gigi yang

12

impaksi dan gigi kelebihan yang letaknya sangat menyimpang dari normalnya,
adanya kelainan patologis dan kondili mandibula (Rahardjo, 2011).

Gambar 2. Foto rontgen panoramik


C. Foto Wajah
Kamera hendaknya dalam posisi potrait. Beberapa posisi pasien yang perlu
difoto adalah frotal, miring (45) dan profil. Semua foto tsb, pasien harus dalam
keadaan natural head position. Foto wajah selain bertujuan untuk identifikasi
pasien, memberikan informasi tentang relasi dan proporsi kraniofasial sebelum
perawatan, proporsi wajah dan adanya asimetri wajah (Rahardjo, 2011).

Gambar 3. Foto Wajah dari depan dan samping


D. Foto Intraoral
Foto intraoral mencakup regio samping kanan, kiri, anterior, oklusal atas
dan bawah. Syarat foto intraoral yang baik adalah objek tidak kabur, warna jelas
sesuai kondisi pasien, pencahayaan baik dan merata, tidak nampak adanya cheek
retractor, tidak terlihat adanya saliva dan adanya gelembung, gigi terlihat bersih
dari plak dan kalkulus (Rahardjo, 2011).

13

Gambar 4. Foto intraoral


E. Foto Sefalometri
Foto ini berguna untuk memberikan gambaran relasi dental dan skeletal, dan
juga untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai hasil perawatan. Selain
itu, foto ini juga untuk mengetahui beberapa keadaan yakni evaluasi hubungan
dentomaksila terhadap kranium, klasifikasi pola fasial, memantau relasi
dentoskeletal, dan lain-lain. Foto sefalometri posteroanterior hanya dibuat apabila
terdapat asimetri wajah (Rahardjo, 2011).

Gambar 5. Foto sefalometri


2.2.2

Analisis Umum
a. Keadaan sosial
Keadaan ini sukar diperoleh disebabkan orang tua pasien kadangkadang enggan menjawab kondisi emosional anaknya. Pertanyaan dapat

14

diganti misalkan menanyakan bagaimana prestasi di sekolah.prestasi


disekolah dapat menggambarkan kemampuan pasien untuk ikut berperan
dalam perawatan ortodontik. Pasien dengan kemampuan terbatas mungkin
lebih baik memakai peranti cekat yang tidak membutuhkan partisipasi
pasien daripada memakai peranti lepasan untuk kasus yang sama.
b. Riwayat kesehatan pasien dan keluarga
Maloklusi

merupakan

penyimpangan

dari

proses

pertumbuhkembangan yang normal. Meskipun demikian diperlukan


pemeriksaan medis yang teliti untuk mengetahui status kesehatan pasien
secara umum. Beberapa pertanyaan yang diperlukan dapat diajukan kepada
pasien/orang tua pasien , antara lain sebagai berikut
1. Apakah pernah mendapat trauma didaerah muka dan kepala dan
apakah sampai memerlukan tindakan operatif
2. Apakah mempunyai masalah dengan jantung dan demam rhemtodi .
hal ini perlu diketahui sebagai pertimbangan apabila pasien
memerlukan pemasangan cincin/ gelang/ band pada piranti vcekat atau
pelepasan cincin perlu diberipengobatan untuk pencegahan adanya
endokarditisnbakterial subakut
3. Apakah pasien menderita diabetes. Diabetes terkontrol merupakan
kontraindikasi

perawatan

ortodontik,

tetapi

memerlukan

pengawaassan yang sekaama karena pada penderita diabetes


kerusakan jaringan periodontal lebih mudah terjadi dengan adanya
kekuatan dari peranti ortodontik
4. Adanya tonsil ataupun tonsil yang pernah diambil dapat merupakan
petunjuk kemungkinan adanya gangguan pernapasan
5. Perawatan ortodontik padda penderita epilepsi perlu ditunda dahulu
sampai keadaan ini dapat diatasi. Demikian pula dengan pasien
kelainan darah bila pasien membutuhkan pencabutan gigi untuk
perawatan ortodonti
c. Berat Badan dan Tinggi Badan
Berat Badan dan Tinggi Badan : dapat mengeahui apakah
pertumbuhkembangan pasien normal sesuai dengan umur dan jenis

15

kelaminnya.

Data

ini

diperoleh

dengan pengukuran sendiri atau

memintanya kepada dokter yang merawt anak tersebut


d. Ras
pemeriksaan ini untuk mengetahui ciri-ciri fisik pasien karena
setiap ras mempunyai ciri-ciri fisik tertentu.
e. Bentuk Skelet
Seseorang yang langsing dengan sedikit jaringan otot atau lemak
digolongkan sebagai ektomorfik. Seseorang yang berotot digolongkan
sebagai mesomorfik dan orang yang pendek dengan otot yang kurang
berkembang akan tetapi mempunyai lapisan lemak yang disebut
endomprfik. Anak dengan bentuk skelet ektomorfik mencapai kematangan
lebih lambat daripada anak dengan tipe skelet endomorfik maupun
mesomorfik.
f. Penyakit Anak
Penyakit anak mampu mengganggu pertumbuhkembangan normal
seorang anak. Penyakit dengan panas badan yang tinggi dapat
menyebabkan jadwal waktu pertumbuhkembangan gigi pada masa bayi
dan anak-anak. Penyakit sistemik lebih berpengaruh pada kualitas gigi
daripada kuantitas pertumbuhkembangan gigi.
g. Alergi
Peranti ortodontik mengandung bahan-bahan yang mungkin
menyebabkan alergi, misalnya pada pasien yang menggunakan peranti
cekat ada kemungkinan alergi terhadap nikel (Ne) yang banyak dipakai
pada bahan-bahan peranti cekat, sehingga perlu diketahui oleh operator
dengan jalan menanyakan pada pasien atau orang tua pasien
h. Kelainan Endokrin
Kelainan Endokrin yang terjadi pralahir dapat mewujudkan pada
hipoplasia gigi. Kelainan endokrin pascalahir dapat menyebabkan
percepatan atau hambatan pertumbuhan muka, memengaruhi derajat
pematangan tulang, penutupan sutura, resorpsi akar gigi sulung dan erupsi
gigi permanen.

16

i. Tonsil
Tonsil dalam keadaan radang, dorsum lidah dapat menekan tonsil
tersebut. Untuk menghindari keadaan ini mandibula secara refleks
diturunkan, gigi tidak kontak sehingga terdapat ruangan yang lebih luas
untuk lidah dan biasanya terjadi pendorongan lidah kedepan saat menelan.
Tonsil yang besar apalagi dalam keadaan bengkak dapat dapat
mempengaruhi posisi lidah.
j. Kelainan saluran napas
Seseorang yang bernafas melalui mulut dapat berpengaruh
terhadap pertumbuhan kraniofasial dan letak gigi. Pasien yang bernafas
pada mulut akan mengalami kesukaran pada saat dilakukan pencetakan
untuk membuat model studi maupun model kerja. Selain itu pasien yang
bernafas melalui mulut akan mempunyai palatum yang dalam, maksila
yang sempit sehingga kadang-kadang didapatkan gigitan silang posterior.
2.2.3

Analisis Lokal
Analisis lokal terdiri atas analisis ekstraoral dan analisis intraoral, untuk

mengetahui lebih terperinci keadaan yang menunjang penentuan diagnosis.


Analisis ekstraoral meliputi bentuk kepala, simetri wajah, tipe wajah, tipe profil,
bibir, fungsi bicara, kebiasaan jelek sedangkan analisis intraoral meliputi lidah,
palatum, kebersihan mulut, karies dan gigi yang ada (Rahardjo, 2011).
Pemeriksaan Ekstraoral
1. Bentuk Kepala
Bentuk kepala perlu dipelajari karena bentuk kepala ada
hubungannya dengan bentuk muka, palatum maupun bentuk lengkung
geligi. Bentuk kepala ada 3, yaitu: dolikosefalik (panjang dan sempit),
mesosefalik (bentuk rata-rata) dan brakisefalik (lebar dan pendek).
Bentuk kepala yang dolikosefalik juga akan membentuk muka yang
sempit, panjang dan protrusif. Sehingga lengkung maksila dan palatum
yang sempit, panjang dan dalam. Sebaliknya kepala yang brakisefalik
membentuk muka yang lebih besar, kurang protrusif dan ini disebut muka

17

yang euriprosop/lebar sehingga lengkung maksila dan palatum yang lebar,


pendek dan lebih dangkal (Rahardjo, 2011).
Untuk menentukan tipe kepala sebaiknya tidak hanya mengandalkan
pengamatan tetapi melakukan pengukuran untuk menetapkan indeks sefalik,
yang bisa dihitung dengan rumus:
Lebar kepala x 100
Indeks Sefalik = __________________
Panjang Kepala
Indeks untuk kepala yang dolikosefalik adalah < 0,75 sedangkan yang
brakisefalik > 0,80; mesosefalik merupakan tipe kepala dengan indeks
sefalik antara 0,76 - 0,79.

Gambar 3.1. Kepala yang brakisefalik (I nlow dan Hans, 1996)

Gambar 3.2. Kepala yang dolikosel'alik (I inlow dan Hans, 1996)


2. Simetri Wajah
Wajah pasien dilihat dari depan untuk memeriksa proporsi lebar
mata, hidung dan mulut, juga untuk melihat apakah wajah simetri atau
asimetri dan proporsi ukuran vertikal. Pada dasarnya muka manusia tidak
simetri

secara

bilateral

akan

tetapi

tidak

mencolok

sehingga

menimbulkan kesan simetri. Keadaan ini bisa dilihat bila foto muka

18

dibelah pada garis median kemudian tiap titik di sisi kanan diproyeksikan
ke kiri demikian juga untuk belahan kiri diproyeksikan ke kanan akan
didapatkan foto dua individu yang berlainan dengan foto aslinya. Dengan
melihat muka pasien dari depan bila terdapat asimetri dengan mudah
akan dapat dikenali adanya asimetri rahang terhadap muka secara
keseluruhan. Muka yang tidak simetri dapat merupakan variasi biologis,
keadaan patologis alun pun kelainan kongenital (Rahardjo, 2011).

Gambar 3.3 Wajah yang asimetris


3. Tipe Wajah
Kompleks muka berhubungan dengan basis kranium, oleh karena itu
pertumbuhan basis kranium pada lahap awal menentukan pola dimensi,
sudut dan topografi muka. Kepala yang dolikosefalik membentuk muka
yang sempit, panjang dan protrusif yang disebut muka sempit/leptoprosop;
sebaliknya kepala yang brakisefalik menentukan muka yang lebih datar,
kurang protrusif disebut muka yang lebar/euriprosop. Di antara kedua tipe
tersebut terdapat muka yang sedang/mesoprosop (Rahardjo, 2011).
Indeks wajah dapat dihitung dengan minus:
lebar wajah x 100
Indeks wajah =
panjang wajah

19

Gambar 3.4. Tipe muka A. leptoprosop H mesoprosop C. eunprosop


(Enlow dan Hans. 1996)
4. Tipe Profil
Pemeriksaan profil dapat membedakan secara klinis pasien dengan
keadaan yang parah dari mereka yang mempunyai muka baik alau cukup
baik. Pemeriksaan ini vital bagi mereka yang ingin merawat pasien Inikan
hanya

untuk

ortodontis.

Kecembungan

atau

kecekungan

muka

menunjukkan disproporsi rahang. Hal ini dapat diketahui dengan


mendudukkan pasien dalam keadaan natural headposition (NHP) baik
waktu duduk legak atau pun berdiri tegak, pandangan mata ditujukan ke
pada titik yang jauh. Kemudian ditarik 2 garis: dari pangkal hidung ke
dasar bibir atas dan dari dasar bibir atas ke dagu. Pada keadaan muka
lurus/straight face kedua garis ini membentuk garis lurus, pada muka
cembung/convexface garis pertama lurus garis kedua membentuk sudut
karena dagu terletak lebih posterior. Pada muka cekungIconcave face letak
dagu lebih ke anterior (Rahardjo, 2011).
Tipe profil dibagi dalam 3 (ipc: cekung, lurus dan cembung. Profil
yang cembung mengarah kc maloklusi kelas II yang dapat disebabkan
rahang atas yang lebih anterior atau mandibula yang lebih posterior. Muka
yang cekung mengarah ke maloklusi kelas III yang dapat disebabkan
rahang atas lebih posterior atau rahang bawah lebih anterior.

20

Gambar 3.6. Tipe profil A. cekung, B. lurus dan (cembung


5. Bibir
Pada ilmu ortodonti jaringan lunak yang berpengaruh adalah pipi,
bibir dan lidah. Bentuk dan aktivitas jaringan tersebut memainkan peranan
yang penting dalam menentukan bentuk lengkung geligi. Letak
keseimbangan gigi sebagian ditentukan oleh keseimbangan antara pipi,
bibir dan lidah. Kekuatan yang mengenai gigi sebagian ditentukan oleh
letak jaringan dan sebagian oleh aktivitas jaringan ini. Letak bibir dan pipi
lebih berpengaruh daripada kekuatan yang bersifat sementara yang
dihasilkan oleh kekuatan otot. Ukuran dan relasi rahang berpengaruh
terhadap ukuran dan bentuk lengkung geligi, sedangkan kekuatan oklusal
memainkan peranan dalam menentukan letak gigi secara individual
Bila hubungan rahang dan morfologi jaringan lunak normal,
lengkung bawah dalam keseimbangan dengan jaringan lunak serta gigi
atas dalam hubungan oklusal yang baik dengan gigi bawah, keadaan ini
akan

menghasilkan

keseimbangan.

Bila

terdapat

ketidaksesuaian

hubungan rahang letak keseimbangan pada gigi atas dapat berbeda dengan
gigi bawah, misalnya bila rahang atas relatif sempit maka terdapat gigitan
silang posterior bilateral. Bila rahang atas dilebarkan terlalu banyak maka
keadaan ini tidak stabil dan akan terjadi relaps bila perawatan dengan
memakai peranti telah selesai. Bila terdapat gigitan silang posterior
unilateral karena ada displacement mandibula pada saat mandibula

21

menutup, hanya diperlukan ekspansi transversal posterior maka akan


didapatkan hasil yang stabil bila terdapat hubungan antartonjol yang baik.
Bila bibir cukup panjang untuk dapat mencapai kontak bibir atas
tanpa kontraksi otot pada saat mandibula dalam keadaan istirahat disebut
bibir yang kompeten. Pasien dengan bibir yang potensial untuk dapat
berkontak dengan mudah akan tetapi bibirnya membuka (tidak berkontak)
dinamakan bibir yang potensial kompeten (Rahardjo, 2011).

Gambar 3.8. A. Bibir kompeten B. bibir tidak kompeten


Gigi dapat menjadi protrusif bila terdapat dua keadaan di bawah
ini: (1) bibir yang ke anterior (2) bibir tidak berkontak antara 3^4 mm
pada saat istirahat, yang biasa dinamai bibir yang tidak kompeten. Dengan
kata lain insisivi yang sangat protrusil' menyebabkan bibir ke anterior dan
tidak berkontak pada saat istirahat sehingga pasien harus menegangkan
bibirnya agar dapat terjadi kontak bibir atas dan bawah, menutupi insisivi
yang protrusif (Rahardjo, 2011).
6. Fungsi Bicara
Pertumbuhan fungsi mulut menuju fungsi yang normal secara umum
berkembang dari anterior ke posterior. Pada saat lahir bibir relatif sudah
berkembang matang dan dapat menghasilkan isapan yang kuat sedangkan
struktur di posterior belum matang. Dalam perkembangan selanjutnya
aktivitas yang lebih banyak dan lebih kompleks terjadi pada bagian
posterior lidah dan juga pada struktur faring. Prinsip ini juga berlaku pada
fungsi bicara. Awalnya suara yang dihasilkan adalah suara bilabial,
misalnya p, b. Kemudian konsonan ujung lidah seperti t, d, menyusul
suara sibilan (s, z) yang mengharuskan penempatan lidah dekat tetapi

22

tidak menyentuh palatum dan yang terakhir adalah suara r yang


membutuhkan penempatan bagian posterior lidah yang tepat, yang
kadang-kadang tidak tercapai pada usia 4-5 tahun (Rahardjo, 2011).
7. Kebiasaan Jelek
Tidak semua kebiasaan jelek dapat menyebabkan maloklusi. Ada
tiga syarat yang harus ada pada suatu kebiasaan jelek agar dapat
menghasilkan suatu maloklusi yaitu: lamanya kebiasaan berlangsung,
frekuensi yang cukup serta intensitas melakukan kebiasan tersebut.
Maloklusi yang terjadi tergantung pada kebiasaan jelek tersebut, misalnya
kebiasaan jelek menghisap ibu jari akan menghasilkan maloklusi yang
berbeda dengan kebiasaan mengisap bibir bawah. Beberapa macam
kebiasaan jelek, misalnya: mengisap jari atau ibu jari, mengisap bibir atau
menggigit bibir, menggigit kuku.

Gambar 3.9. Ilustrasi jari yang diisap menekan insisif atas ke labial dan
insisif bawah ke lingual

Kebiasaan mengisap yang dilakukan pada masa geligi sulung


hanya akan menimbulkan efek yang sedikit atau tidak akan menimbulkan
maloklusi. Bila kebiasaan ini diteruskan sampai gigi permanen erupsi
maka dapat berakibat protrusi, diastema, insisivi bawah yang linguoversi,
gigitan terbuka anterior, lengkung atas yang sempit. Keadaan ini dapat
terjadi karena adanya tekanan langsung dari jari dan perubahan pola bibir
dan pipi pada saat istirahat (Rahardjo, 2011).
Gigitan terbuka anterior yang disebabkan mengisap jari didapat dari

23

kombinasi adanya halangan pertumbuhan normal insisivi ke arah vertikal


dan erupsi berlebihan gigi posterior. Bila jari diletakkan di antara insisivi
bawah dan atas maka mandbula harus diturunkan untuk mengakomodasi
adanya jari. Jari ini menghalangi pertumbuhan insisivi ke vertikal dan
pada saat yang sama rahang atas dan bawah terbuka menyebabkan
perubahan relasi vertikal gigi posterior atas dan bawah sehingga gigi
posterior bererupsi melebihi yang semestinya. Karena kondisi geometri
rahang, 1 mm pertambahan tinggi vertikal gigi posterior menyebabkan
pembukaan 2 mm di anterior (Rahardjo, 2011).
Adanya gigitan terbuka anterior atau insisivi atas yang protrusi
(yang biasa didapat pada kebiasaan mengisap jari) akin menyukarkan
untuk mendapat anterior seal, yang dimaksudkan untuk mencegah
keluarnya makanan maupun cairan dari mulut, pada saat menelan. Untuk
mendapatkan anterior seal secara normal biasanya dilakukan dengan
mengatupkan bibir dan menempatkan lidah di palatal insisivi atas
merupakan upaya yang tepat. Dengan kata lain menempatkan lidah ke
depan merupakan upaya adaptif fisiologis bila terdapat gigitan terbuka
anterior sehingga pada orang dengan gigitan terbuka biasanya juga
mempunyai kebiasaan menelan dengan mendorong lidah ke depan.
Dari teori keseimbangan, tekanan lidah yang ringan tetapi
berlangsung lama pada gigi dapat menyebabkan adanya perubahan letak
gigi dan menghasilkan efek yang nyata. Dorongan lidah yang hanya
sebentar tidak akan menghasilkan perubahan pada letak gigi. Tekanan
lidah pada penelanan yang tidak benar hanya berlangsung kira-kira I detik.
Penelanan secara ini hanya terjadi kurang lebih 800 kali pada saat
seseorang terjaga dan hanya sedikit pada waktu tidur sehingga sehari
hanya kurang dari 1000 kali.
Tekanan selama seribu detik (kurang lebih 17 menit) tidak cukup
untuk memengaruhi keseimbangan. Sebaliknya pasien yang meletakkan
lidahnya ke depan sehingga memberikan tekanan yang terus-menerus pada
gigi, meskipun tekanan yang terjadi kecil tetapi berlangsung lama, dapat

24

menyebabkan perubahan letak gigi baik jurusan vertikal maupun


horisontal. Yang lebih menentukan adalah posisi kebiasaan lidah, apakah
di depan ataukah normal. Pada pasien yang posisi lidahnya normal pada
saat istirahat, pendorongan lidah ke depan pada saat menelan tidak banyak
pengaruhnya terhadap letak gigi (Rahardjo, 2011).
Pemeriksaan Intraoral
Pemeriksaan intraoral dimaksudkan untuk mengetahui keadaan
jaringan keras dan lunak. Pemeriksaan meliputi gigi dengan adanya karies,
begitu pula dengan jaringan periodontal yang merupakan pemeriksaan
penting sebelum dimulainya perawatan ortodontik, terutama kelainan
mukogingiva. Pemeriksaan mukosa mulut meliputi mukosa pipi, palatum,
lidah dan dasar mulut. Bila ada kelainan dicatat dan apabila perlu
dilakukan rujukan kepada yang lebih berkompeten untuk dilakukan
tindakan yang diperlukan.
Pada perawatan ortodontik komprehensif maupun penunjang
keadaan jaringan periodontal hendaknya harus terus mendapatkan
perhatian. Kelainan periodontal tahap awal maupun lanjut tidak
merupakan kontraindikasi perawatan ortodontik,yang penting adalah
kondisi jaringan periodontal harus tetap diperhatikan selama
perawatan ortodontik (Rahardjo, 2011).
Kondisi periodontal yang tidak normal yang biasa didapatkan pada
pasien ortodontik dapat digolongkan dalam dua golongan besar, yaitu 1)
kelainan mukogingiva terutama kurangnya attached gingiva dan 2) lesi
radang pada gingiva dan periodonsium (Rahardjo, 2011).
1. Lidah
Pemeriksaan lidah meliputi ukuran, bentuk dan lungsi. Ukuran dan
bentuk diperiksa secara subjektif. Lidah yang besar bersifat individual;
lidah yang besar untuk mulut seseorang belum tentu merupakan lidah yang
besar untuk orang lain. Tanda klinis untuk lidah yang terlalu besar

25

(makroglosi) terhadap lengkung geligi adalah adanya scalloping (yang


merupakan cetakan sisi lingual gigi pada lidah) pada tepi luar lidah. Jarang
di jumpai lidah yang kecil (Rahardjo, 2011).
Letak lidah menyesuaikan dengan bentuk rongga mulut. Pada bayi
lidah terletak di antara bantalan gusi dan berkontak dengan bibir dan pipi.
Penelanan terjadi dengan letak lidah tetap seperti ini. Pada saat gigi-gigi
bererupsi terjadi perubahan fungsi mulut, diperlukan pengunyahan dan
fungsi lidah berubah secara bertahap dari pola bayi ke pola yang lebih
dewasa. Hal ini berakhir ketika gigi sulung telah mencapai oklusi. Akan
tetapi pada sebagian kecil manusia keadaan ini tidak berubah yang akan
dapat memengaruhi posisi insisivi (Rahardjo, 2011).

Menurut teori keseimbangan suatu objek yang dikenai kekuatan

yang tidak seimbang akan bergerak dari posisi semula. Suatu objek yang
dikenai beberapa kekuatan tetapi tidak bergerak dapat diartikan kekuatan
yang mengenai objek tersebut dalam keadaan seimbang. Gigi dapat
dianggap dalam keadaan seimbang karena gigi tidak bergerak meskipun
terdapat beberapa kekuatan yang mengenai gigi. Bahkan ketika gigi
bergerak, gigi akan bergerak sangat lambat sehingga dapat dianggap setiap
waktu terjadi keseimbangan statik. Keseimbangan dapat terjadi meskipun
gigi mendapat tekanan dari oklusal atau pun dari lateral. Kekuatan kunyah
yang besar tetapi berlangsung singkat akan ditahan oleh ligamen
periodontal beserta cairan yang ada di dalamnya yang berfungsi sebagai
shock absorber sehingga gigi tetap di tempatnya sedangkan tulang alveol
bisa berubah bentuk Bila kekuatan ini berlangsungbeberapa detik akan
menimbulkan rasa sakit sehingga secara refleks rahang akan membuka dan
kekuatan berkurang bahkan sampai hilang. Kekuatan yang besar tetapi
berlangsung singkat ini dalam jangka panjang tidak mempunyai pengaruh
pada perubahan letak gigi. Bila jaringan periodontal tetap baik kekuatan
kunyah jarang menyebabkan perubahan letak gigi (Rahardjo, 2011).
Lidah yang besar (makroglosi) atau pun adanya tumor dapat
mengubah keseimbangan letak gigi sehingga gigi terdorong ke arah

26

labial/bukal. Demikian juga meskipun lidah normal akan tetapi tekanan


dari pipi dan bibir dihilangkan maka gigi-gigi juga akan terdorong ke
labial/ bukal.
Asal tekanan
Kontak gigi
pada
saat:
mengunyah
menelan

Besaran

Lama berlangsung

kekuatan
sangat
ringan
kuat

sangat singkat
sangat singkat

sedang
ringan
sangat

singkat
sangat singkat
lama

Tekanan lidah,
menelan
bibir dan
pipi:
berbicara
istirahat
Tekanan dari
kebiasaan
luar:
kekuatan

ringan
sedang
sedang

bervariasi
bervariasi

ringan
bervaria

lama
Lama

Tekanan
ortodontik
serat PDL
intrinsik:
serat gingiva

si
Tabel 3.1. Besaran dan lamanya kekuatan yang mengenai gigi pada
saat berfungsi (Proffit dkk., 2007)
2.

Palatum
Pada bentuk kepala dolikosefalik akan didapatkan bentuk

palatum yang sempit, panjang dan dalam. Demikian juga bentuk


lengkung geligi rahang atas. Pada bentuk kepala brakisefalik akan
didapatkan bentuk palatum yang lebar, pendek dan dangkal. Palatum
merupakan proyeksi konfigurasi fosa kranial anterior, sedangkan
konfigurasi basis apikal gigi rahang atas ditentukan oleh perimeter
palatum. Bentuk palatum ini dapat memengaruhi retensi peranti
lepasan. Pada palatum yang relatif tinggi akan memberikan retensi
dan penjangkaran yang lebih baik. Perlu diperhatikan kadang-kadang
terdapat torus palatinus yang dapat mengurangi kenyamanan pasien

27

bila pasien memakai peranti lepasan (Rahardjo, 2011).


3. Kebersihan Mulut
Kebersihan mulut yang terjaga baik merupakan indikator
perhatian pasien terhadap giginya serta dapat diharapkan adanya kerja
sama yang baik dengan pasien. Perawatan ortodontik tidak boleh
dimulai bila kebersihan mulut pasien tidak baik. Hal ini disebabkan
(1) bila kebersihan mulut jelek, dengan pemakaian peranti maka akan
memperparah keadaan kebersihan mulut (2) belum tentu ada
kerjasama yang baik dengan pasien.
Perawatan ortodontik dapat dimulai apabila kebersihan mulut
sudah mencapai standar. Dianjurkan untuk menunda perawatan
dengan menggunakan peranti sampai pasien dapat memelihara
kebersihan mulut sampai kurang lebih 3 bulan.
4.

Karies
Pemeriksaan gigi dengan karies perlu dilakukan karena gigi

yang karies merupakan penyebab utama malokiusi lokal. Karies


merupakan penyebab terjadinya tanggal prematur gigi sulung
sehingga terjadi pergeseran gigi permanen, erupsi gigi permanen yang
lambat, dan lain-lain (Rahardjo, 2011).
5.

Fase Geligi
Pasien yang datang untuk perawatan ortodontik biasanya

dalam fase geligi pergantian atau permanen dan jarang pada fase
geligi sulung. Fase geligi sulung ditandai dengan adanya gigi sulung
di rongga mulut (kurang lebih sampai dengan umur 6 tahun). Fase
geligi pergantian ditandai dengan adanya gigi sulung dan gigi
permanen dalam rongga mulut (kurang lebih antara umur 6-11 tahun),
merupakan proses pergantian dari fase geligi sulung ke fase geligi
permanen. Ada juga yang menyebut sebagai fase geligi bercampur
oleh karena adanya campuran gigi sulung dan gigi permanen dalam
rongga mulut. Fase geligi disebut fase geligi permanen bila semua
gigi dalam rongga mulut adalah gigi permanen (Rahardjo, 2011).

28

6.

Gigi yang Ada


Perlu diperiksa gigi yang ada dan dicatat keadaannya. Pada

fase geligi pergantian, gigi permanen yang tidak ada dalam rongga
mulut perlu dilihat pada rontgenogram. Begitu juga adanya gigi
kelebihan dan kelainan lain. Gigi dengan karies maupun tumpatan
yang lebar hendaknya diperiksa juga prognosisnya dalam jangka
panjang. Hal ini akan memengaruhi pemilihan gigi apabila diperlukan
pencabutan dalam perawatan ortodontik. Pada anak- anak sering
didapatkan dekalsifikasi permukaan yang luas yang disebabkan oleh
plak terutama pada sisi lingual molar pertama bawah. Prognosis
jangka panjang untuk gigi seperti ini biasanya kurang baik
(Rahardjo, 2011).
Hipoplasia enamel yang terdapat pada gigi hendaknya juga
dicatat. Keadaan ini dapat disebabkan karena penyakit sistemik yang
berlangsung lama, atau pun gangguan pertumbuhan misalnya
amelogenesis imperfekta. Pada premolar bawah kadang-kadang
didapatkan premolar kedua yang hipoplastik dan keadaan ini disebut
gigi Turner yang disebabkan oleh gangguan pada pembentukan
mahkota premolar atau adanya infeksi periapikal akut pada gigi
sulungnya (Rahardjo, 2011).
2.2.4

Analisis Fungsional
A. Path of Closure
Posisi istirahat merupakan posisi normal mandibula dalam hubungannya

dengan kerangka muka bagian atas. Otot yang bekerja pada mandibula dalam
keadaan relasksi dan kondili mandibula pada posisi retrusi pada fosa glenoidalis.
Posisi istirahat ditentukan oleh panjang anatomis otot yang bekerja pada
mandibula (Rahardjo, 2011).
Beberapa pasien punya kebiasaan menempatkan mandibulanya lebih ke
bawa dan lebih ke depan dari posisi istirahat. Keadaan ini sering dijumpai bila ada
hubungan insisivi yang kurang baik. Beberapa pasten dengan relasi insisivi kelas
II divisi I biasanya menempatkan mandibula ke depan untuk mencapai estetik. Hal

29

ini sering tidak disadari dan merupakan suatu refleks mekanisme adaptasi untuk
mendapat lip seal karena adanya jarak gigit yang bertambah (Rahardjo, 2011).
Path of closure adalah arah gerakan mandibula dari posisi istirahat ke
oklusi sentrik. Idealnya path of closure dari posisi istirahat ke posisi oklusi
maksimum berupa gerakan engsel sederhana melewati freeway space yang
besarnya 2-3 mm, arahnya ke atas dan ke depan. Freeway space = interocclusal
clearance adalah jarak antarklusal pada saat mandibula dalam posisi istirahat
(Rahardjo, 2011).
Menurut Rahardjo (2011), ada 2 macam perkecualian path of closure
yang bisa dilihat yaitu deviasi mandibula dan displacement mandibula.
-

Path of closure yang berawal dari posisi kebiasaan mandibula akan tetapi
ketika gigi mencapai oklusi maksimum mandibula dalam posisi relasi sentrik.
Ini disebut deviasi mandibula.
Perlu dibedakan antara deviasi mandibula dengan displacement
mandibula karena perawatannya berbeda. Deviasi biasanya tidak
menyebabkan rasa sakit, keausan pada gigi atau rusaknya jaringan
periodontal,

displacement

mandibulapada

jangka

panjang

dapat

menyebabkan terjadinya ketiga hal tersebut di atas. Beberapa buku


menyebut mandibular displacement sebagai mandibular shift (Rahardjo,
2011).

B. Deviasi Mandibula
Keadaan ini berhubungan dengn posisi kebiasaan mandibula.
Bila mandibula dalam posisi kebiasaan, maka jarak antaroklusal akan
bertambah sedangkan kondili letaknya maju di dalam fosa glenoidales.
Arah path of closure adalah ke atas dan ke belakang akan tetapi bila gigi
telah mencapai oklusi mandibula terletak dalam relasi sentrik (kondili
dalam keadaan posisi normal pada fosa glenoidalis) (Rahardjo, 2011).
C. Displacement Mandibula

30

Displacement
transversal.
mandibula

Kontak
untuk

dapat

terjadi

prematur

dapat

mendapatkan

dalam

jurusan

menyebabkan

hubungan

antartonjol

sagital

dan

displacement
gigi

yang

maksimum. Dalam jangka panjang displacement dapat terjadi selama


pertumbuhan geligi. Pada beberapa keadaan displacement terjadi pada
fase geligi sulung, kemudian pada saat gigi permanen erupsi gigi tersebut
akan diarahkan oleh kekuatan otot ke letak yang memperparah terjadinya
displacement. Displacement dapat juga terjadi pada usia lanjut karena gigi
yang maju dan tidak terkontrol yang disebabkan hilangnya gigi posterior
akibat pencabutan (Rahardjo, 2011).
Displacement dalam jurusan transversal sering berhubungan
dnegan adanya gigitan silang posterior. Bila lengkung geligi atas dan
bawah sama lebarnya, suatu displacement mandibula ke transversal
diperlukan untuk mencapai posisi oklusi maksimum. Bila hal tersebut
terjadi maka akan didapatkan relasi gigitan silang gigi posterior pada satu
sisi. Displacement ke transversal tidak berhubungan dnegan bertambahnya
jarak antaroklusal atau adanya over closure. Pada beberapa kasus akan
terjadi rasa sakit pada otot dan akan hilang bilamana displacement
dikoreksi (Rahardjo, 2011).
Adanya gigitan silang unilateral gigi posterior yang disertai adanya
garis median atas dan bawah yang tidak segaris akan menimbulkan dugaan
adanya displacement ke transversal. Keadaan ini perlu diperiksa secara
seksama

dengan

memperhatikan

pasien

pada

saat

menutupkan

mandibulanya dari posisi istirahat ke oklusi. Keadaan yang perlu


diperhatikan adalah letak garis median baik pada saat posisi istirahat
maupun pada saat oklusi (Rahardjo, 2011).
Bila dapat gigitan silang unilateral pada keadaan ini, perlu
dilakukan ekspansi regio posterior rahang atas ke arah transversal. Tidak
semua gigitan silang unilateral berhubungan dengan adanya displacement.
Kadang-kadang didapatkan asimentri rahang atas dan bawah. Bila tidak

31

ada displacement tetapi terdapat gigitan silang unilateral maka perlu


dipertimbangkan apakah perlu dirawat atau tidak (Rahardjo, 2011).

Gambar. Relasi gigi molar dalam arah transversal


A. posisi istirahat

B. Relasi sentrik

C. Oklusi sentrik

Displacement ke arah sagital dapat terjadi karena adanya kontak


prematur pada daerah insisivi. Pada keadaan ini biasanya didapatkan over
closure mandibula. Pada kasusu kelas III ringan terdapat gigitan edge to
edge pada insisivi, mandibula bergeser ke anterior untuk mendapatkan
oklusi di daerah bukal (Rahardjo, 2011).
Untuk mendiagnosis kasus semacam ini dapat dilakukan sebagai
berikut. Setiap pasien dengan gigitan silang anterior yang ringan dengan
tumpang gigitan yang positif perlu diperiksa apakah pasien dapat dengan
mudah menutup mandibula sehingga menghasilkan hubungan insisivi yang
edge to edge. Bila hal ini terjadi biasanya pasien pada waktu menutupkan
mandibula akan menggeser mandibula ke anterior sehingga terjadilah
gigitan silang anterior. Kasus semacam ini hendaknya dikoreksi secara
ortodontik sedini mungkin. Bila tidak dikoreksi dapat menyebabkan
terjadinya rasa sakit pada otot dan kerusakan jaringan periodontal
(Rahardjo, 2011).
Displacement ke posterior dapat pula terjadi. Perlu diperhatikan
perbedaan displacement mandibula ke posterior yang sering terjadi pada
relasi insisivi kelas II dengan displacement ke posterior pada pasien dengan
gigi yang masih lengkap. Displacement ke posterior lebih sering terjadi pada
pasien yang kehilangan gigi posterior (Rahardjo, 2011).

32

D. Sendi Temporomandibula
Iindikator penting tentang fungsi sendi temporomandibula adalah
lebar pembukaan maksimal, yang pada keadaan normal berkisar 35 40
mm, 7 mm gerakan ke lateral dan 6 mm ke depan. Palpasi pada otot
pengunyahnya dan sendi temporomandibula merupakan bagian pemeriksaan
rutin

dan

perlu

dicatat

tanda-tanda

adanya

maslah

pada

sendi

temporomandibula, misalnya adanya rasa sakit pada sendi, suara dan


keterbatasan pembukaan (Rahardjo, 2011).
Pada pemeriksaan pasien yang membutuhkan perawatan ortodontik,
adanya pergeseran mandibula baik ke lateral maupun sagital pada saat
menutup mandibula perlu mendapat perhatian yang saksama. Oleh karena
articular eminence kurang berkembang pada anak-anak maka sukar untuk
mendapatkan relasi sentrik sedangkan pada orang dewasa lebih mudah
(Rahardjo, 2011).
Rasa sakit dan disfungsi sendi temporomandibula jarang
didapatkan pada anak-anak tetapi kadang-kadang, pada pasien dewasa,
merupakan motivator untuk mendapatkan perawatan ortodontik. Hubungan
oklusi

geligi

dengan

simtom

sendi

temporomandibula

merupakan

kontroversi yang besar sehingga perlu ditelaah secara objektif. Perawatan


ortodontik kadang-kadang dapat menghilangkan problema pada pasien
dengan gangguan pada sendi temporomandibula. Pasien perlu diberi
pengertian tentang apa yang mungkin terjadi pada simtomnya semasa dan
sesudah perawatan ortodontik (Rahardjo, 2011).
Pasien dengan simtom gangguan sendi temporomandibula dapat
dibagi menjadi 2 golongan besar: yang pertama adalah pasien dengan
kondisi patologis pada sendinya termasuk displacement dan kerusakan
pada diskus intraartikular, yang kedua adalah pasien dengan gejala primer
pada otot oleh karena spasme dan kelelahan otot yang menentukan
kedudukan rahang dan kepala. (Rahardjo, 2011).
2.2.5 Analisa Model

33

Model studi adalah rekam ortodontik yang paling sering digunakan untuk
menganalisis suatu kasus dan memberikan banyak informasi, pembuatannya
informasi mudah dan murah. Keadaan yang dapat dilihat pada model menurut
Rahardjo (2011) adalah sebagai berikut:
1. Bentuk Lengkung Geligi
Model dilihat dari oklusai kemudian diamati bentuk lengkung geligi. Bentuk
lekung geligi yang normal adalah berbentuk parabola; ada beberapa bentuk lekung
geligi yang tidak normal misalnya lebar, menyempit di daerah anterior dan lainlain.
Bentuk lengkung geligi ini berhubungan dengan bentuk kepala misalnya
pasien dengan bentuk kepala brakisefalik cenderung mempunyai bentuk geligi
yang Iebar.
2. Diskrepansi pada Model
Diskrepansi pada model adalah perbedaan antaratempat yang tersedia
(available space) dengan lempat yang dibutuhkan (required space). Diskrepansi
pada model merupakan bagian dari diskrepansi total yang terdiri atas: diskrepansi
model, diskrepansi sefalometrik, kedalaman kurva Spee dan pergeseran molar ke
mesial. Diskrepansi pada model digunakan untuk menentukan macam perawalan
pasien tersebut, apakah termasuk perawatan pencabutan gigi permanen atau tanpa
pencabutan gigi permanen.
Untuk mengetahui diskrepansi pada model perlu diketahui tempat yang
tersedia dan tempat yang dibutuhkan. Pengertian tempat yang tersedia available
space adalah tempat di sebelah mesial molar pertama permanen kiri sampai mesial
molar pertama permanen kanan yang akan ditempati gigi-gigi permanen (premolar
kedua kiri sampai premolar kedua kanan) dalam kedudukan/letak yang benar.
Ada berbagai cara untuk mengukur tempat yang tersedia. Salah satu cara
untuk mengukur tempat yang tersedia di rahang atas adalah dengan membuat
lengkungan dari kawat tembaga (brass wire) mulai dari mesial molar pertama
permanen kiri melewati fisura gigi-gigi di depannya terus melewati insisal insisivi
yang letaknya benar terus melewati fisura gigi-gigi posterior sampai mesial molar

34

pertama permanen sisi kanan. Kawat ini kemudian diluruskan dan diukur
panjangnya. Panjang kawat ini merupakan tempat yang tersedia. Untuk rahang
bawah lengkung kawat tidak melewati fisura gigi posterior tetapi lewat tonjol
bukal gigi posterior rahang bawah.

Gambar. Pengukuran tempat yang tersedia dengan brass wire (Rahardjo, 2011)
Cara lain untuk mengukur tempat yang tersedia adalah dengan membagi
lengkung geligi dalam beberapa segmen, biasanya dari mesial molar pertama
permanen kiri sampai dengan mesial kaninus kiri, dari mesial kaninus kiri sampai
mesial insisivi sentral kiri, dari mesial insisivi sentral kanan sampai distal kaninus
kanan, dari distal kaninus kanan sampai mesial molar pertama permanen kanan.
Masing-masing segmen diukur dengan kaliper kemudian dijumlahkan.

Gambar. Pengukuran tempat yang tersedia secara segmental


Tempat yang dibutuhkan adalah jumlah lebar mesiodistal gigi-gigi
permanen di sebelah mesial molar pertama permanen kiri sampai molar pertama
permanen kanan (premolar kedua kiri sampai premolar kedua kanan). Untuk
mendapatkan tempat yang dibutuhkan juga terdapat beberapa cara. Untuk
mendapatkan tempat yang dibutuhkan pada pasien dengan fase geligi permanen,
dilakukan pengukuran lebar mesiodistal premolar kedua kanan sampai premolar

35

kedua kiri pada model studi, kemudian dijumlahkan.


Pengukuran lebar mesiodistal gigi juga dapat dipakai untuk menilai apakah
lebar gigi normal atau terdapat makrodonti atau mikrodonti. Jumlah lebar keempat
insisivi atas permanen antara 28 mm sampai dengan 36 mm dianggap normal.
Bisa saja jumlahnya ndrmal tetapi ukuran masing-masing gigi tidak normal,
misalnya insisivi sehtral ukurannya melebihi normal sedangkan insisivi lateral
ukurannya lebih kecil dari pada normal. Oleh karena itu, perlu diukur lebar
mesiodistal masing-masing gigi.

Gambar. Pengukuran tempat yang dibutuhkan


Bila pasien dalam fase geligi pergantian maka ada beberapa cara untuk
mengukur. Pertama adalah mengukur pada model untuk gigi-gigi yang telah
erupsi, sedangkan untuk gigi-gigi yang belum erupsi (benih gigi) diukur pada foto
rontgen. Cara ini mempunyai kelemahan karena gambaran pada fotorontgen
biasanya mengalami distorsi, bisa bertambah panjang atau bertambah pendek.
Untuk mengatasi keadaan ini dapat dilakukan perhitungan agar didapat ukuran
benih gigi yang tepat. Rumus untuk menghitung lebar benih gigi adalah:
ukuran gigi sulung pada model
ukuran benih gigi sesungguhnya
=
ukuran gigi sulung pada foto
ukuran benih gigi pada foto

Cara lain untuk mengetahui lebar benih gigi adalah dengan menghitung
memakai rumus tertentu. Untuk menggunakan rumus ini diukur lebar
mesiodistal masing-masing insisivi bawah terus dijumlah, kemudian angka ini
dimasukkan ke dalam rumus, hasil perhitungan menunjukkan jumlah lebar
mesiodistal kaninus, premolar pertama dan premolar kedua pada satu sisi. Tempat
yang dibutuhkan bisa diperoleh dari jumlah lebar insisivi (atas atau bawah)

36

ditambah dua kali lebar mesiodistal kaninus permanen dan premolar yang didapat
dari rumus. Suatu rumus biasanya sesuai untuk ras tertemu sehingga perlu
diketahui ras pasien. Beberapa peneliti telah membuat tabel prediksi lebar
mesiodistal kaninus dan premolar berdasarkari suatu rumus sehingga lebih
memudahkan operator yang ingin menggunakan tabel ini.
Sitepu (1983) dalam tesisnya menemukan rumus untuk memprediksi lebar
mesiodistal kaninus permanen, premolar pertama dan kedua pada satu sisi (Y)
berdasar jumlah lebar mesiodistal insisivi bawah (X) sebagai berikut :
Y rahang atas = 0,484263X +11,7181
Y rahang bawah = 0,46003 7X + 10,9117
Rumus ini sesuai untuk ras Deutero-malayu karena sampel pada penelitian
ini (215 anak) adalah ras Deutero-malayu. Derajat kepercayaan rumus ini
mencapai 99%. Dengan mengukur berbagai lebar mesiodistal insisivi bawah dan
memasukkan angka ini ke dalam rumus tersebut dapat disusun tabei Tabel 5.1
adalah prediksi menurut Sitepu dan Tabel 5.2 adalah prediksi rnenurut Moyers
sebagai pembanding.
Cara lain untuk mendapatkan tempat yang dibutuhkan adalah dengan
menggunakan perkiraan dari tabel proporsional. Ada korelasi yang cukup baik
antara ukuran insisivi bawah yang telah erupsi dengan ukuran benih kaninus dan
premolar pertama dan kedua. Moyers (1988) telah membuat tabel untuk anakanak orang kulit putih Amerika. Ukuran lebar insisivi bawah mempunyai korelasi
yang lebih baik dengan kaninus dan premolar atas daripada bila digunakan ukuran
insisivi atas. Hal ini disebabkan banyaknya variasi ukuran insisivi atas terutama
insisivi lateral. Keuntungan cara ini ialah tidak memerlukan foto rontgen dan
dapat digunakan untuk rahang atas maupun bawah.
Tanaka dan Johnston menemukan cara untuk menentukan ukuran kaninus
dan premolar berdasarkan ukuran insisivi bawah. Cara ini mempunyai ketepatan
yang baik dan biasnya kecil, tidak membutuhkan foto rontgen maupun tabel bila
cara ini sudah dihafal sehingga mudah digunakan. Rumus prediksi Tanaka dan
Johnston (1974):
- Setengah jumlah lebar insisivi rahang bawah + 10,5 mm = perkiraan jumlah

37

lebar kaninus dan premolar rahang bawah (satu kuadran)


- Setengah jumlah lebar insisivi rahang bawah + 11,0 mm = perkiraan jumlah
lebar kaninus dan premolar rahang atas (satu kuadran)
Kedua cara ini didapat dari pemeriksaan anak-anak kulit putih Eropa Utara
sehingga kurang sesuai bila digunakan untuk anak-anak dari ras lain. Untuk itu
pengukuran langsung pada foto akan memberikan hasil lebih baik. Sebagai
tambahan apabila pada foto tampak kelainan ukuran gigi maka rumus di
atasjangan digunakan (Rahardjo, 2011).
a.

Analisis Ukuran Gigi


Untuk mendapat oklusi yang baik diperlukan ukuran gigi yang proporsional.

Bila gigi-gigi atas besar sedangkan gigi-gigi bawah kecil tidak mungkin untuk
mendapatkan oklusi yang ideal. Meskipun pada kebanyakan orang proporsi
giginya sangat sesuai tetapi kurang lebih 5% tidak mencapai proporsi ini karena
adanya variasi ukuran gigi secara individual. Keadaan ini biasa disebut tooth size
discrepancy. Insisivi lateral atas merupakan gigi yang paling banyak mengalami
anomali, meskipun gigi-gigi lain juga mempunyai banyak variasi ukuran.
Tooth size analysis atau lebih sering disebut analisis Bolton (sesuai dengan
yang menemukan) dilakukan dengan mengukur lebar mesiodistal setiap gigi
permanen. Ukuran ini kemudian dibandingkan dengan tabel standar jumlah lebar
gigi anterior atas maupun anterior bawah (dari kaninus ke kaninus) dan juga
jumlah lebar mesiodistal semua gigi atas dan bawah (molar pertama ke molar
pertama) tidak termasuk molar kedua dan ketiga. Bila pengukuran menggunakan
sarana digital maka komputer dengan cepat dapat menentukan tooth size analysis.
Pemeriksaan cepat untuk mengetahui perbedaan gigi anterior dapat dilakukan
dengan membandingkan ukuran insisivi lateral atas dan bawah (Rahardjo, 2011).
Bila insisivi lateral atas lebih besar maka hampir dapat dipastikan akan
didapatkan

perbedaan.

Untuk

rahang

bawah

dapat

dilakukan

dengan

membandingkan ukuran premolar kedua atas dan bawah yang ukurannya kurang
lebih sama. Bila perbedaan ukuran gigi ini kurang dari 1,5 mm jarang
berpengaruh secara signifikan, tetapi kalau melebihi 1,5 mm akan menimbulkan

38

masalah pada perawatan ortodontik dan sebaliknya hal ini dimasukkan dalam
pertimbangan perawatan ortodontik (Rahardjo, 2011).
b.

Kurva Spee
Lengkung yang menghubungkan insisal insisivi dengan bidang oklusal molar

terakhir pada rahang bawah. Pada keadaan normal kedalamannya tidak melebihi
1,5 mm. Pada kurva Spee yang positif (bentuk kurvanya jelas dan dalam) biasanya
didapatkan gigi insisivi yang supra posisi atau gigi posterior yang infra posisi atau
gabungan kedua keadaan tadi.

Gambar. Kurva Spee


Kurva Spee adalah kurva dengan pusat pada suatu titik di tulang lakrimal
(Lakrimal) dengan radius pada orang dewasa 65-70 mm. Kurva ini berkontak di
empat lokasi yaitu permukaan anterior kondili, daerah kontak distooklusal molar
ketiga, daerah kontak mesiooklusal molar pertama dan tepi insisisal. Mungkin
karena sampel yang dipakai berbeda dengan peneliti (Hitchcock, Dale) mencoba
mengukur sesuai dengan yang dilakukan oleh Spee, tetapi tidak memperoleh hasil
yang sama dengan Spee (Rahardjo, 2011).
c.

Diastema
Ruang antara dua gigi yang berdekatan, gingiva di antara gigi-gigi kelihatan.

39

Adanya diastema pada fase geligi pergantian masih merupakan keadaan normal,
tetapi adanya diastema pada fase geligi permanen perlu diperiksa lebih lanjut
untuk mengetahui apakah keadaan tersebut suatu keadaan yang tidak normal.

Keterangan : Diastema Multiple


d.

Simetri Gigi-gigi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui simetri gigi senama dalam jurusan sagital

maupun transversal dengan cara membandingkan letak gigi permanen senama kiri
dan kanan. Berbagai alat bisa digunakan untuk keperluan pemeriksaan ini,
misalnya suatu transparent ruled grid atau simetroskop yang dapat dibuat sendiri.
Letakkan model studi pada dasamya kemudian simetroskop diletakkan pada
bidang oklusal gigi mulai dari yang paling anterior, bagian simetroskop
menyentuh gigi yang paling labial, garis tengah simetroskop garis berimpit
dengan median model. Kemudian geser simetroskop ke distal sambil mengamati
apakah gigi yang senama terletak pada jarak yang sama baik dalam jurusan sagital
maupun transversal (Rahardjo, 2011).
Sebagai acuan, molar yang lebih distal dianggap lebih stabil karena belum
terjadi pergeseran, atau pun seandainya telah terjadi pergeseran ke jurusan sagital
pergeseran tersebut tidak sebanyak pada molar yang terletak lebih mesial. Dengan
demikian dapat diketahui penyebab adanya perubahan relasi molar pada satu sisi.
Perubahan relasi molar dapat terjadi karena adanya tanggal prematur molar sulung
(Rahardjo, 2011).

40

e.

Gigi yang Terletak Salah


Pemeriksaan dilakukan pada gigi secara individu. Menurut Angle (1907)

dengan diketahuinya kelainan letak gigi secara individu dapat direncanakan


perawatan untuk meletakkan gigi tersebut pada letaknya yang benar. Penyebutan
letak gigi yang digunakan di antaranya adalah sebagai berikut.
Versi

: mahkota gigi miring ke arah tertentu tetapi akar gigi


tidak(misalnya mesioversi, distoversi, labioversi, linguoversi).

Infra oklusi

: gigi yang tidak mencapai garis oklusal dibandingkan dengan


gigi lain dalam lengkung geligi.

Supra oklusi

: gigi yang melebihi garis oklusal dibandingkan dengan gigi lain


dalam lengkung geligi.

Rotasi

: gigi

berputar

pada

sumbu

panjang

gigi,

bisa

tempat,

misalnya

sentris

ataueksentris.
Transposisi

: dua

gigi

yang

bertukar

kaninus

menempatitempat insisivi lateral dan insisivi lateral menempati


tempatkaninus.
Ektostema

: gigi

yang

terletak

di

luar

lengkung

geligi

(misalnya

kaninusatas).
Cara penyebutan lain seperti yang dianjurkan Lischer untuk gigi secara
individual adalah sebagai berikut. (Lischer dikutip dari Salman, 1974)
Mesioversi

mesial terhadap posisi normal gigi

Distoversi

distal terhadap posisi normal gigi

Linguoversi

lingual terhadap posisi normal gigi

Labioversi

labial terhadap posisi normal gigi

Infravesi

inferior terhadap garis oklusi

Supravesi

superior terhadap garis oklusi

Aksiversi

inklinasi aksial yang salah (tipped)

Torsiersi

berputar menurut sumbu panjang gigi

Transbersi

perubahan urutan posisi gigi (Rahardjo, 2011).

Kelainan letak gigi dapat juga merupakan kelainan sekelompok gigi.

41

Protrusi

kelainan kelompok gigi anterior atas yang sudut inklinasinya


terhadap garis maksila > 1100 untuk rahang bawah sudutnya >
900 terhadap garis mandibula.

Retrusi

kelainan kelompok gigi anterior atas yang sudut inklinasinya


terhadap garis maksila < 1100 untuk rahang bawah < 900

Berdesakan

gigi yang tumpang tindih

Diastema

terdapat ruangan diantara dua gigi yang berdekatan

Keterangan : A. gigi berdesakan, B. protrusi, C. retrusi


f.

Pergeseran Garis Median (Lengkung Geligi Terhadap Median Muka)


Pada palatum terdapat beberapa struktur anatomi yang penting untuk

menentukan garis media di palatum. Titik pertemuan rugae palatine kedua kiri dan
kanan dianggap paling stabil untuk dipakai sebagai acuan di anterior sedangkan di
posterior yang dipakai adalah titik pada rafe palatine. Bila dua titik ini
dihubungkan didapat garis median rahang atas. Pada keadaan normal garis ini
melewati titik kontak insisivi sentral atas. Penentuan garis median rahang bawah
lebih sukar. Cara menentukan adalah dengan membuat titik pada perlekatan
frenulum labial dan lingual. Titik ini biasanya melewati titik kontak insisivi
sentral bawah. Pada keadaan normal garis median muka / rahang dan garis media
lengkung geligi terletak pada satu garis (berimpit) Pada keadaan tidak normal
karena sesuatu sebab maka garis median muka dipakai sebagai acuan (Rahardjo,
2011).
Cara melihat pergeseran garis median adalah dengan melihat apakah garis
median muka melewati titik kontak insisivi sentral masing masing rahang. Bila

42

titik kontak terletak pada garis median berarti tidak terdapat pergeseran akan
tetapi bila titik kontak terletak di sebelah kiri atau kanan garis median muka maka
terdapat pergeseran ke kiri atau ke kanan (Rahardjo, 2011).

Keterangan : pergeseran garis median rahang bawah ke kiri


g.

Relasi Gigi Posterior


Yang dimaksud dengan relasi gigi adalah hubungan gigi atas dan bawah dalam

keadaan oklusi. Gigi yang diperiksa adalah molar pertama permanen dan kainus
permanen. Pemeriksaan dalam jurusan sagital, transversal dan vertikal (Rahardjo,
2011).
h.

Relasi Jurusan Sagital


Kemungkinan relasi molar yang dapat terjadi adalah netroklusi, distoklusi.

mesioklusi, gigitan tonjol dan tidak ada relasi. Netroklusi: tonjol mesiobukal
molar pertama permanen atas terletak pada lekukan bukal molar pertama
permanen bawah.
Distoklusi

: tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas terletak di


antara tonjol mesiobukal molar pertama permanen bawah dan
premolar kedua atau tonjol distobukal molar pertama
permanen atas terletak pada lekukan bukal molar pertama
permanen bawah.

Mesioklusi

: tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas terletak pada


tonjol distal molar pertama permanen bawah.

Gigitan tonjol : tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas beroklusi

43

dengan tonjol mesiobukal molar pertama permanen bawah.


Tidak ada relasi : bila salah satu molar pertama permanen tidak ada misalnya
oleh karena telah dicabut, atau bila kaninus permanen belum
erupsi.
Untuk relasi kaninus meskipun kaninus permanen baru tumbuh
sebagian telah dapat ditetapkan relasinya dengan melihat relasi sumbu
kaninus tersebut.

Gambar Relasi molar pertama permanen jurusan sagitat A netroklusi B distoklusi


C mesioklusi D gigitan tonjol

Gambar Relasi molar pertama permanen A. netroklusi, B. distoklusi, C.


Mesioklusi, D. gigitan tonjol, E. tidak ada relasi, karena molar
bawah mutilasi
i. Relasi Jurusan Transversal
Pada keadaan normal relasi transversal gigi posterior adalah gigitan

44

fisura luar rahang atas, oleh karena rahang atas lebih lebar daripada rahang
bawah. Apabila rahang atas terlalu sempit atau terlalu lebar dapat
menyebabkan terjadinya perubahan relasi gigi posterior dalam jurusan
transversal. Perubahan yang dapat terjadi adalah: gigitan tonjol, gigitan fisura
dalam atas dan gigitan silang total luar rahang atas (Rahardjo, 2011).
Keadaan klinis relasi gigi posterior dalam jurusan transversal apabila
rahang bawah terlalu sempit atau terlalu lebar dapat sama dengan yang di atas
akan tetapi penyebutannya lain.

Gambar gigitan fisura luar rahang atas, B. gigitan silang total luar rahang atas, C.
gigitan fisura dalam rahang atas, D. gigitan silang total dalam
rahang atas
j.

Relasi Dalam Jurusan Vertikal

Kelainan dalam jurusan vertikal dapat berupa gigitan terbuka yang berarti tidak
ada kontak antara gigi atas dan bawah pada saat oklusi (Rahardjo, 2011).
k.

Relasi Gigi Anterior

Gambar Jarak gigit dan tumpang gigit normal


Yang dimaksud dengan gigi anterior adalah insisivi sentral dan lateral. Relasi

45

gigi anterior diperiksa dalam jurusan sagital dan vertikal. Relasi yang normal
dalam jurusan sagital adalah adanya jarak gigit / overjet. Ada beberapa pengertian
tentang jarak gigit misalnya menurut Proffit dkk., (2007) jarak gigit adalah
horizontal overlap of the incisors. Pada keadaan normal gigi insisivi akan
berkontak, insisivi atas di depan insisivi bawah dengan jarak selebar ketebalan
tepi insisal insisivi atas, kurang lebih 2-3 mm dianggap normal. Bila insisivi
bawah lebih anterior daripada atas disebut jarak gigit terbalikatau kadang-kadang
ada yang menyebut gigitan silang anterior atau gigitan terbalik (Rahardjo, 2011).
Untuk mendapatkan pengukuran yang sama maka di klinik digunakan
pengertian jarak gigit adalah jarak horizontal antara insisal insisivi atas dengan
bidang labial insisivi bawah. Jarak gigit pada gigitan silang anterior diberi tanda
negatif, misalnya-3 mm. Pada relasi gigitan edge to edge jarak gigitnya 0 mm.

Gambar Gigitan terbalik, B. Edge to edge


Pada jurusan vertikal dikenai adanya tumpang gigit/over bite yang merupakan
vertical overlap of the incisors. Di klinik tumpang gigit diukur dari jarak vertikal
insisal insisivi atas dengan insisal insisivi bawah, yang normal ukurannya 2 mm.
Tumpang gigit yang bertambah menunjukkan adanya gigitan dalam. Pada gigitan
terbuka tidak ada overlap dalam jurusan vertikal, tumpang gigit ditulis dengan
tanda negatif, misalnya -5 mm. Pada relasi edge to edge tumpang gigitnya 0 mm.

46

Gambar Gigitan dalam, B. Edge to edge, C. Gigitan terbuka


Pada kasus gigitan silang anterior perlu diperhatikan besarnya freeway
space dan tumpang gigit. Bila freeway spacelebih kecil daripada tumpang gigit
dan bila pasien dirawat dengan menggunakan piranti lepasan, pada peranti
ortodontik lepasan perlu diberi penambahan peninggian gigit posterior untuk
membebaskan gigi anterior atas terhadap halangan gigi anterior bawah (Rahardjo,
2011).
2.2.6 Analisis Sefalometri

Kegunaan radiografi sefalometri

Sefalometri merupakan salah satu pilar dalam diagnosis ortodontik dan dalam
penentuan rencana perawatan. Adapun kegunaan sefalometri dalam bidang
ortodonti yaitu:
a. Studi pertumbuhan kraniofasial. Sefalogram telah membantu menyediakan
informasi tentang beragam pola pertumbuhan, gambaran struktur
kraniofasial yang baik, memprediksi pertumbuhan, dan memprediksi
kemungkinan dampak dari rencana perawatan ortodontik.
b. Diagnosis kelainan kraniofasial. Sefalogram digunakan
mengidentifikasi,

menentukan

gambaran

dan

melihat

dalam
kelainan

dentokraniofasial. Permasalahan utama dalam hal ini adalah perbedaan


antara malrelasi skeletal dan dental.
c. Rencana Perawatan. Sefalogram digunakan untuk mendiagnosis dan
memprediksi morfologi kraniofasial serta kemungkinan pertumbuhan di
masa yang akan datang. Hal tersebut dilakukan dengan menyusun rencana
perawatan yang baik dan benar.

47

d. Evaluasi Pasca Perawatan. Sefalogram yang diperoleh dari awal hingga

akhir perawatan dapat digunakan dokter gigi spesialis ortodonti untuk


mengevaluasi dan menilai perkembangan perawatan yang dilakukan serta
dapat digunakan sebagai pedoman perubahan perawatan yang ingin
dilakukan.
e. Studi kemungkinan relaps. Sefalometri membantu untuk mengidentifikasi
penyebab relapse nya perawatan ortodonti dan stabilitas dari maloklusi
yang telah dirawat.
Untuk memudahkan penapakan hendaknya dilakukan pada ruangan yang
tidak terlalu terang, sefalogram diletakkan pada tracing box dengan iluminasi
baik, kertas penapakan asetat yang bagus yang terfiksasi dengan pita adhesif
transparan serta menggunakan pensil yang keras (Rahardjo, 2011).
Pertama kali perlu diketahui titik-titik penting dua titik dihubungkan jadi
garis garis yang berpotongan jadi sudut. Pembacaan biasanya pada besar sudut
untuk menentukan apakah struktur anatomi normal atau menyimpang (Rahardjo,
2011).

Gambar Titik titik sefalometri pada jaringan keras

Titik yang harus diketahui adalah:


1. S (sella)
2. N (nasion)

48

3. SNA (spina nasalis anterior)


4. SNP (spina nasalis posterior)
5. A (subspinale)
6. B (supramentale)
7. Go (gonion)
8. Me (menton)
Garis yang digunakan untuk menghubungkan dua titik tertentu:
1. S N
2. N A
3. N B
4. SNA SNP
5. Me garis singgung tepi bawah mandibula
Sudut SNA menyatakan letak maksila terhadap kranium. Rata-rata untuk
kaukasoid 82. Sudut SNB menyatakan letak mandibula terhadap kranium. Ratarata untuk kaukasoid 80. Sudut ANB menyatakan hubungan maksila terhadap
mandibula. Sudut ANB didapatkan dari selisih sudut SNA dan sudut SNB. Pada
keadaan normal, sudut ANB= 2 (kelas I), kelas II = 4 dan kelas III ANB
negatif (Rahardjo, 2011).
Sudut inklinasi insisiv yang lebih besar daripada normal berarti
gigi dalam keadaan protusi, sedangkan yang lebih kecil daripada
normal berarti retrusif. Berikut merupakan tabel sudut inklinasi yang
normal:

Kaukasoid
21 - SN

103

21 garis maksila

108

21 garis mandibula

90

2.3 Peranti Ortodonti Lepasan

49

Peranti ortodonti lepasan atau biasa disebut peranti lepasan adalah peranti
ortodonti yang dapat dipasang dan dilepas oleh pasien (Rahardjo, 2009).
2.3.1 Indikasi Peranti Ortodonti Lepasan
a. Pasien yg kooperatif, kebersihan mulut dan geligi dalam kondisi yang baik
b. Maloklusi dengan pola skelet kelas 1 atau yang tidak jauh menyimpang dari
kelas 1 disertai kelainan letak gigi, yaitu: terdapat jarak gigit yang besar
disebabkan kesalahan inklinasi gigi, gigitan terbalik disebabkan perubahan
inklinasi gigi, malposisi gigi tetapi akar gigi tersebut terletak pada tempat yang
benar, kelainan jurusan bukolingual (gigitan silang unilateral posterior) yang
disebabkan displacement mandibula
c. Pencabutan yang terencana hendaknya memberi kesempatan gigi untuk
bergerak tipping, dan hendaknya hanya menyisakan sedikit diastema atau
bahkan tidak menyisakan diastema sama sekali (Rahardjo, 2009).
2.3.2 Kontraindikasi Peranti Ortodonti Lepasan
a) Diskrepansi skeletal yang jelas dalam arah sagital maupun vertikal
b) Bila dibutuhkan penjangkaran antarmaksila
c) Adanya malposisi apeks, rotasi yang parah ataupun rotasi multipel
d) Bila diperlukan pergerakan gigi secara translasi (bodily)
e) Bila terdapat problema ruangan, misalnya adanya berdesakan yang parah
ataupun adanya diastema yang berlebihan (Rahardjo, 2009).
2.3.3

Keuntungan Peranti Ortodonti Lepasan


Beberapa keuntungan peranti lepasan menurut Rahardjo (2009) adalah

sebagai berikut :
1. Maloklusi yang memerlukan pergerakan gigi condong (tipping), bila dirawat
2.
3.

dengan menggunakan peranti lepasan hasilnya cukup baik.


Pengurangan tumpang gigit mudah dilakukan pada masa geligi pergantian.
Peranti lepasan dapat diberi peninggian gigit untuk menghilangkan halangan
dan displacement mandibula. Hal ini tidak mungkin dilakukan dengan peranti

4.

cekat.
Pengontrolan peranti lebih mudah dibanding dengan peranti cekat karena

5.

hanya beberapa gigi yang digerakan pada setiap saat.


Peranti lepasan dibuat di laboratorium, sedangkan insersi dan aktivasi
dilakukan di klinik, tidak memerlukan waktu yang terlalu lama. Ini berarti
operator dapat menangani pasien lebih banyak yang dirawat pada waktu itu.

50

6.
7.
8.

Relatif murah dan tidak memerlukan bahan yang banyak dan mahal.
Dapat dilepas oleh pasien untuk dibersihkan.
Apabila ada kerusakan atau menyebabkan rasa sakit, pasien dapat melepas
peranti untuk sementara.

2.3.4

Keterbatasan Peranti Ortodonti Lepasan


Beberapa keterbatasan peranti lepasan menurut Rahardjo (2009) adalah

sebagai berikut :
1. Dengan peranti lepasan, kekuatan hanya diberikan pada satu titik dimahkota,
dengan demikian gigi akan bergerak condong dengan sumbu putar (fulkrum)
pada gigi kurang lebih 1/3 akar. Bila gigi yang akan digerakkan sudah terletak
miring kearah pergerakan gigi, perawatan dengan peranti lepasan tidak
2.

memberi hasil yang baik.


Koreksi satu atau dua gigi insisiv atas yang rotasi dapat dilakukan dengan
peranti ini, tetapi untuk rotasi multipel tidak mudah untuk dilakukan. Hanya
beberapa gigi saja yang dapat digerakkan setiap tahap. Apabila banyak gigi
yang harus digerakkan menyebabkan perawatannya lama, terutama pada

3.

kasus yang kompleks.


Peranti lepasan rahang bawah tidak begitu dapat diterima oleh pasien oleh
karena lidah terdesak, selain adanya probelma retensi, pegas-pegas lingual
jarang dapat memuaskan kerna tempatnya sangat terbatas. Hanya perwatan
tertentu saja yang dapat dilakukan. Meskipun demikian, pada kasus-kasus
tertentu, perawatan dirahang bawah dapat dilakuakn hanya dengan

4.

pencabutan saja.
Pasien yang tidak kooperatif sering kali tidak memakai perantinya. Hal ini
akan memperlambat perawatan dan pergerakan gigi yang tidak terkontrol
dapat terjadi.

2.3.5

Komponen Peranti Ortodonti Lepasan

Komponen alat lepasan terdiri dari :

51

Gambar.Alat Ortodontik Lepasan :


A. Pelat Dasar /Baseplate
B. Komponen Retentif
C. Komponen Aktif
D. Komponen Pasif
E. Komponen Penjangkar

A. Plat Dasar / Baseplate


Merupakan rangka (frame work) dari alat ortodontik lepasan, umumnya
berupa plat akrilik, berfungsi untuk :
1. Mendukung komponen-komponen yang lain , seperti tempat penanaman
basis spring, klammer, busur labial dan lain-lain.
2. Meneruskan kekuatan yang dihasilkan oleh bagian aktif ke gigi
penjangkar.
3. Mencegah pergeseran gigi-gigi yang tidak akan digerakkan.
4. Melindungi spring-spring di daerah palatal.
5. Menahan dan meneruskan kekuatan gigitan

52

Plat akrilik dibuat setipis mungkin agar tidak menyita rongga mulut
sehingga bisa enak dipakai oleh pasien (comfortable), tetapi cukup tebal agar tetap
kuat jika dipakai di dalam mulut. Umumnya ketebalan plat setebal 1 malam model
(2mm). Disain dan konstrusi plat sangat mempengaruhi efisiensi alat serta
kenyamanan pemakaian oleh pasien sehingga pasien mau mengikuti instruksiinstruksi pemakaian sampai perawatam selesai.
Dengan demikian disamping plat yang terlalu tebal dan lebar menutupi
palatum, pemasangan pir-pir yang terlalu banyak secara bersamaan akan sangat
mengganggu kenyamanan pasien. Stabilitas alat di dalam mulut yang bebas dari
goncangan ketika mulut berfungsi (mengunyah, bicara) akan memberikan
kenyamanan pemakaian, mempertinggi akurasi / ketepatan tekanan spring,
memperbesar reaksi penjangkar di daerah rahang bagian depan . Untuk mencapai
stabilitas alat yang maksimal ada beberapa hal yang harus diperhatikan :
1. Lebar plat dibuat selebar mungkin tetapi disesuaikan dengan kebutuhan
karena plat yang terlalu lebar akan menggangu fungsi lidah dan
kenyamanan pemakaian.
2. Plat dasar secara keseluruhan harus dapat beradaptasi dengan mukosa
mulut, permukaan plat dapat menempel dengan baik tanpa menimbulkan
rasa menekan, tepi plat dapat beradaptasi dengan kontur permukaan
cervical di palatinal/lingual gigi-gigi masuk dengan

pas didaerah

interdental membentuk Verkeilung, tanpa ada celah tempat terselipnya sisa


makanan.
3. Plat di daerah gigi yang akan digerakkan harus dibebaskan sehingga tidak
tertahan setelah mendapat tekanan dari pir atau busur labial yang telah
diaktifkan.
Plat dasar di daerah gig-gigi yang akan digerakan dapat dibebaskan
sehingga pir-pir penggerak gigi tersebut tampak terbuka (gambar di atas), tetapi
dalam keadaan tertentu untuk menghindari terganggunya lidah, atau pada
pemasangan pir dibawah bite plane anterior plat masih tetap menutupi pir-pir
tersebut tapi tetap dalam keadaan bebas dalam box/ruangan di bawah plat. Bagian
kawat yang tertanam didalam plat (basis spring) ujungnya harus dibengkokkan

53

untuk retensi agar tidak mudah lepas, dan bagian retensi tersebut harus berada
dalam ketebalan platnya.
Ada beberapa hal khusus yang perlu di perhatikan :
1. Untuk plat rahang atas : Plat dibuat selebar mungkin, tepi distal sampai
mencapai daerah perbatasan palatum molle dan palatum durum, di bagian
tengah melengkung ke anterior sehingga cukup luas daerah palatinal yang
bebas agar tidak menggangu fungsi lidah sewaktu mengunyah dan bicara.
2. Untuk plat rahang bawah : Daerah di bagian lingual mandibula sempit
maka untuk memperkuat plat perlu di pertebal menjadi satu setengah
ketebalan malam (3mm), di daerah sulcus lingualis tempat perlekatan
frenulum linguale plat dipersempit agar tidak mengganggu gerakan lidah.
Di regio molar dibagian lingual biasanya terdapat daerah undercut yang
cukup dalam meluas sampai pangkal lidah, didaerah ini ujung kawat basis
klamer tidak boleh menempel tapi tegak lurus turun ke bawah, tepi plat
dibagian bawah dipertebal sehingga jika diperlukan pengurangan
ketebalan plat untuk mempermudah insersi tepi plat tidak menjadi terlalu
tipis dan kawat basis yang tertanam di dalam plat tidak terpotong.

B. Klamer / Clasp dan Modifikasinya


Klamer adalah suatu bengkokan kawat merupakan bagian/komponen retentif dari
alat ortodontik lepasan . Bagian retensi dari Alat Lepasan umumnya berupa
cangkolan/klamer /clasp dan kait / hook, berfungsi untuk :
a. Menjaga agar plat tetap melekat di dalam mulut.
b. Mempertahankan stabilitas alat pada saat mulut berfungsi.
c. Membantu fungsi gigi penjangkar/ anchorage, menghasilkan kekuatan
pertahanan yang berlawanan arah dengan kekuatan yang dihasilkan oleh
bagian aktif untuk menggerakkan gigi.
d. Klamer dapat diberi tambahan hook untuk tempat cantolan elastik. Klamer
dipasang pada gigi dapat memberikan tahanan yang cukup terhadap kekuatan

54

yang dikenakan terhadap gigi yang digerakkan. Dapat menahan gaya vertikal
yang dapat mengangkat plat lepas dari rahang dan menggangu stabilitas alat .

Pemilihan jenis , jumlah dan letak penempatan klamer pada gigi anchorage
tergantung kepada: jumlah spring yang dipasang, letak spring, serta bentuk dan
jumlah gigi penjangkarnya. Macam-macam klamer dan modifikasinya yang di
pakai sebagai komponen retentif pada alat ortodontik lepasan adalah :
1.
2.
3.
4.

Klamer C / Simple/Buccal Clasp.


Klamer Adams / Adams Clacp.
Klamer kepala panah / Arrow Head Clasp
Bentuk modifikasi (Kawat tunggal, Ring, Triangulair, Arrowhea, Pinball)

Gambar. Klamer C

Gambar Bentuk modifikasi klamer Adam

55

Gambar Klamer kepala panah

Gambar Modifikasi bentuk klamer

C. Pir-Pir Pembantu/ Auxilliary Springs


Pir-pir pembantu (auxilliary springs) adalah pir-pir ortodontik yang digunakan
untuk menggerakkan gigi-gigi yang akan dikoreksi baik secara individual atau
beberapa gigi secara bersama-sama. Macam-macam spring :
1.
2.
3.
4.

Pir Jari / Finger spring


Pir Simpel / Simple spring
Pir Lup / Loop spring / Buccal retractor spring
Pir Kontinyu / Continous spring

56

Gambar Lintasan pergerakan gigi


A. Posisi koil tepat pada garis bisectris, gigi bergerak kemesial pada lengkung
gigi.
B. Posisi koil berada di mesial garis bisectris gigi bergerak ke arah mesiolabial
C. Posisi koil berada di distal garis bisectris gigi bergerak ke arah
mesiopalatinal/lingual

Gambar Pir simpel yang dipatrikan pada mainwire dan Pir simpel dengan
modifikasi koil

57

Gambar Pir lup bukal / Buccal retractor spring dan Beberapa bentuk modifikasi
pir retraktor bukal

Gambar Pir kontinyu yang dipatrikan pada main wire dan Posisi pir kontinyu
pada palatinal gigi anterior
D. Busur Labial/
Labial Arch/Labial Bow
Sesuai dengan namanya busur labial merupakan kawat melengkung yang
menempel pada permukaan labial gigi-gigi.
Fungsi Busur labial :
a. Untuk meretraksi gigi-gigi depan ke arah lingual/palatianal.
b. Untuk mempertahankan lengkung gigi dari arah labial.

58

c. Untuk mempertinggi retensi dan stabilitas alat.


d. Untuk tempat pematrian pir-pir (auxilliary springs)

Gambar Busur labial a. Lengkung labial, b. U lup dan U loop Vertikal


Bagian-bagiannya :
a. Basis : merupakan bagian yang tertanam dalam plat akrilik.
b. Pundak :Merupakan kawat lanjutan dari basis keluar dari plat akrilik di
ujung Verkeilung melewati daerah interdental gigi.
c. Lup : berbentuk huruf U sehingga disebut U loop. Macam-macam U
loop :
1. Lup vertikal yaitu lup U dalam arah vertikal, berguna untuk
mengaktifkan busur labial dengan menyempitkan kaki lup ketika
meretraksi gigi-gigi ke palatinal/lingual.
2. Lup Horisontal : untuk menjaga ke dudukan busur labial dalam arah
vertikal dan dapat dipakai untuk mengintrusikan dan mengekstrusikan
gigi-gigi anterior.
3. Lup kombinasi vertikal dan horisontal: Lup kombinasi ini dimaksudkan
agar dapat digunakan untuk meretraksi dan mengintrusi atau
mengekstrusi gigi-gigi anterior.
4. Lup ganda (double Uloop) : Yaitu lup vertikal dengan dua belokan
berbentuk huruf U dimaksudkan untuk mem perbanyak tempat
pengaktipan sehungga retrusi gigi anterior dapat dilakukan lebih besar
lagi dari pada lup tunggal.

59

5. Lup terbalik ( inverted loop): yaitu lup yang pengaktipannya merupakan


kebalikan yaitu dengan memperbesar/melebarkan kaki lup. Pembuatan
besur labial dengan lup terbalik ini dimaksudkan agar dapat menahan
permukaan labial gigi anterior lebih banyak tanpa perlu memindah
posisi pundak ke gigi lebih kedistalnya lagi.

Gambar Macam-macam U Loop dan posisi lengkung labial

d. Lengkung labial : Lanjutan dari lup U membelok membentuk sudut 90


dalam arah horisontal melengkung dan menempel pada permukaan labial
gigi anterior umumnya setinggi sepertiga panjang mahkota dari tepi insisal
gigi atau dapat juga bervariasi lebih ke servikal atau lebih ke insisal
tergantung dari gerakan gigi yang diinginkan:
- Untuk dapat menghasilkan gerakan gigi secara bodily letaknya lebih ke
arah servikal.

60

- Agar menghasilkan gerakan tiping/tilting letaknya lebih kearah insisal.

Macam-macam busur labial :


1. Busur labial tipe pendek (Short Labial Arch):
- Pundak busur labial tipe ini setelah keluar dari plat lewat di daerah
interdental antara gigi C dan P1 atau c dan m1 decidui, kemudian
membentuk U lup arah vertikal setinggi pertengahan antara vornic
cervical gigi, dilanjutkan dengan belokan 90 melengkung horisontal
mengikuti permukaan labial gigi-gigi anterior dari satu sisi ke sisi
sebelahnya kemudian dengan cara yang sama membentuk belokan 90
arah vertikal membentuk U lup dan pundak pada sisi sebelahnya.
- Berguna untuk meretraksi ke dua atau ke empat gigi insisivus yang
inklinasinya terlalu ke labial/protrusif.
- Diameter kawat yang dipakai bervariasi tergantung kegunaannya : 0,7
mm untuk tujuan aktif (retraksi) dan 0,8 mm - 0,9 mm untuk tujuan
2.

retentif (retainer) untuk mempertahankan hasil perawatan.


Busur labial tipe medium (Medium Labial Arch)
- Bentuknya sama dengan busur labial tipe pendek terdiri dari basis,
pundak, lup U dan lengkung labial tetapi letak pundak di daerah
interdental gigi P1 dan P2 atau antara gigi m1 dan m2 desidui.
- Lengkung labial menempel pada permukaan labial gigi anterior dari gigi
kaninus kanan sampai kaninus kiri sehingga dapat dipakai untuk
meretraksi ke enam gigi anterior.
- Diameter kawat yang biasa dipakai adalah 0,7mm/0,8 mm untuk

3.

pemakaian aktif dan 0,9 mm untuk pemakaian retentif (sebagai retainer).


Busur labial tipe panjang ( Long Labial Arch)
- Untuk busur labial tipe panjang ini letak pundak lebih ke distal lagi yaitu
anatara gigi P2 dan M1 dengan demikian lengkung labialnya bisa
menempel pada permukaan labial dari gigi P1 kanan sampai P1 kiri.
- Kegunaannya yaitu pada kasus-kasus tertentu seperti :
a) Meretraksi gigi dari kaninus kanan sampai kaninus kiri ke arah
palatinal
b) Meretraksi gigi dari premolar kanan sampai premolar kiri ke arah
palatinal

61

c) Mempertahankan kedudukan gigi dari premolar kanan sampai premolar


kiri setelah perawatan.
- Ukuran kawat yang biasa dipakai adalah : 0.8 untuk pemakaian aktif dan
0.9 mm untuk pemakaian retentif (sebagai retainer).
- Basis busur labial tipe panjang ini disamping dapat ditanam di dalam plat
akrilik seperti umumnya, tetapi dapat pula dilekatkan pada tube
horisontal yang dipatrikan pada bukal bar klamer Adams pada gigi M1.
E. Penjangkaran
Pergerakan sebuah gigi maupun sekelompok gigi secara ortodonti terjadi
akibat penerapan gaya yang disalurkan oleh komponen aktif, seperti pegas,
busur kawat, elastik, atau sekrup ekspansi.

Gambar macam-macam penjangkaran

Penjangkaran intra oral

62

Penjangkaran intra oral ada dua macam, yaitu penjangkaran intramaksiler


dan intermaksiler. Penjangkaran intramaksiler diperoleh dari lengkung rahang
yang sama. Penjangkaran jenis ini adalah yang sering dipilih dalam pemakaian
alat lepasan aktif. Penjangkaran intermaksiler menggunakan lengkung rahang
lawan untuk memperoleh penjangkaran. Penjangkaran jenis ini biasa digunakan
pada perawatan menggunakan alat fungsional dan alat cekat, tetapi sulit untuk
diterapkan pada pemakaian alat lepasan untuk pergerakkan aktif gigi karena
cenderung akan melepaskan alat.
Penjangkaran intramaksiler dapat diperoleh dari gigi-gigi yang dijadikan
sandaran cangkolan atau gigi-gigi yang tertahan pada tempatnya oleh busur labial,
pelat landasan yang beradaptasi baik dengan palatum dan dengan permukaan gigi
yang tidak digerakkan, serta interdigitasi antara gigi-gigi rahang atas dengan
rahang bawah. Penjangkaran intermaksiler dapat diperoleh pada penggunaan alat
lepasan yang dikombinasikan dengan alat cekat pada salah satu rahangnya.
Penjangkaran ekstra oral
Penjangkaran

ekstra

oral

dapat

digunakan

untuk

memperkuat

penjangkaran intra oral, namun bisa juga sebagai sumber utama penjangkaran,
misalnya untuk retraksi segmen bukal. Gaya ekstra oral bergantung pada
elastisitas dari elastik penghubung yang terdapat pada headgear. Penjangkaran
ekstra oral dapat diperoleh dengan menggunakan headgear, bisa berupa headcap
atau high pull headgear. Penghubung antara headgear dengan alat lepasan adalah
facebow atau J hooks.
F. Sekrup Ekspansi

fungsinya adalah untuk menngerakkan gigi, yaitu sekrup ekspansi atau


coffin spring, atau pir-pir penolong (auxilliary spring)

63

Gambar Sekrup ekspansi pada rahang atas dan rahang bawah

G. Retensi
Alat retensi lepasan merupakan alat yang digunakan setelah selesai
perawatan orthodonti aktif dan bertujuan untuk stabilisasi hasil perawatan yang
telah dicapai dengan alat aktif.

Macam-macam alat retensi:


1. Hawley Retainer
Adalah alat retensi yang terdiri dari komponen retentif dan basis karilik.
Pada komponen retentif terdiri dari cengkeram retensi dan busur labial.
Busur labial disini tidak berfungsi sebagai komponen aktif. Pada alat
retensi ini tidak terdpat pegasmaupun sekrup.
2. Alat retensi lepasan dengan Circumferential Wire / Wrap Around
Alat ini terdiridari sebuah kawat dengan ukuran 0,8-0,9 mm yang
menlusuri permukaan labial gigi molar pertama kiri sampai dengan molar
pertama kanan dengan vertikal loop di gigi premolar.
3. Alat retensi Vakum / Essix
Dibuat menyelubungi semua permukaan gigi (insisal/oklusal, labial/bukal,
palatal/lingual). Bahan plastik lembaran yang di pres dengan alat vakum.

2.3.6 Perbedaan Peranti Ortodonti Lepasan dan Peranti Cekat


2.3.6.1 Pemakaian alat Ortodontik Cekat

64

Alat orthodontik cekat adalah alat yang dipasang secara cekat dengan
pengeleman pada gigi pasien sehingga alat tidak bisa dilepas oleh pasien sampai
perawatan selesai. Alat ini mempunyai kemampuan perawatan yang sangat tinggi,
kemungkinan keberhasilan perawatan sangat besar dengan detil hasil perawatan
yang lebih baik. Alat ortodontik cekat ini biasanya dipilih sebagai alat untuk
merawat, apabila :

Kelaianan gigi pasien sudah cukup komplek dan sudah melibatkan rahang.
Pengaturan membutuhkan penggeseran banyak gigi dan mengubah hubungan
rahang.

Umur pasien diatas 12 tahun, gigi-gigi permanen sudah tumbuh semua


kecuali geraham paling belakang. Pasien sudah mampu menjaga kebersihan
mulutnya dengan penyikatan yang lebih teliti, menghindari makanan keras dan
lengket.

Pasien tidak masalah dengan penampilan yang menjadi lebih ramai karena
setiap gigi ditempeli alat dari logam (Ardhana, 2011).

2.3.6.2 Pemakaian alat Ortodontik Lepasan


Alat ortodontik lepasan adalah alat yang pemakaiannya bisa dipasang dan
dilepas oleh pasien. Alat ini mempunyai kemampuan perawatan yang lebih
sederhana dibanding dengan alat cekat. Alat ortodontik lepasan bisa dipilih
sebagai alat untuk merawat, apabila :

Kelainan gigi pasien tidak terlalu komplek hanya diakibatkan oleh letak
gigi yang menyimpang pada lengkung rahangnya sedangkan keadaan
rahangnya masih normal

Umur pasien diatas 6 tahun merupakan umur yang dianggap sudah cukup
mampu memasang, melepas alat dalam mulut, merawat, membersihkan alat
yang dipakai

Pasien menghendaki penampilan giginya tidak terlalu ramai, sewaktuwaktu bisa dilepas sendiri

Biaya perawatan yang tersedia tidak cukup untuk alat cekat (Ardhana,
2011).

65

2.3.7

Keuntungan dan Kerugian Alat Orthodonti Lepasan


1. Keuntungan dari alat lepasan adalah:
1. Dapat dilepas dan dipasang kembali oleh pasien
2. Pasien dapat menjaga oral hygiene selama perawatan ortodonti.
3. Alat lepasan dibuat di laboratorium, sehingga memerlukan waktu
kunjung yang lebih sedikit dari pasien
4. Karena membutuhkan waktu kunjung yang lebih sedikit, seorang
dokter gigi dapat mendapatkan pasien yang lebih banyak lagi.
5. Alat lepasan lebih murah daripada alat cekat.

2. Kerugian dari alat lepasan adalah:


1) Karena alatnya dapat dilepas, dibutuhkan kooperatif pasien yang
cukup dalam mebersihkan alat lepasan.
2) Hanya mampu memberikan pergerakan tipping.
3) Pada kasus yang memerlukan ekstraksi, akan sulit untuk menutup
ruang yang terbentuk dengan menggerakkan gigi posterior ke
depan.
4) Pasien harus memiliki skill yang cukup untuk membuka dan
memasang kembali alat tanpa merusaknya.
2.3.8 Instruksi Pasca Perawatan
1. kontrol berkala
a. untuk mengetahui perkembangan pergerakan gigi.
b. untuk mgetahui adanya kesalahan atau kerusakan dan pembersihan
pada pesawat.
c. Di berikan perawatan seperti topikal flour, fisur sealant, larutan
disklosing untuk mengetahui adanya plak.
2. Cara pemeliharaan gigi dan rongga mulut
3. Cara pmembersihkan pesawat untuk pesawat lepasan untuk mengurang
terkumpulnya plak.
4. Kumur kumur dengan larutan natrium florida

66

5. Atur diet, untuk menghindari makanan yang keras, lengket (Foster,1997).

2.4 Disharmoni Dentomaksiler (DDM)


Disharmoni dentomaksiler ialah suatu keadaan disproporsi antara besar gigi
dan rahang dalam hal ini lengkung geligi. Menurut Anggraini (1975) etiologi
disharmoni dentomaksiler adalah faktor herediter. Karena tidak adanya harmoni
antara besar gigi dan lengkung gigi maka keadaan klinis yang dapat dilihat adalah
adanya lengkung geligi dengan diastema yang menyeluruh pada lengkung geligi
bila gigi-geligi kecil dan lengkung geligi normal, meskipun hal ini jarang
dijumpai. Keadaan yang sering dijumpai adalah gigi-geligi yang besar pada
lengkung geligi yang normal atau gigi yang normal pada lengkung geligi yang
kecil sehingga menyebabkan letak gigi berdesakan. Meskipun pada disharmoni
dentomaksiler didapatkan gigi-geligi berdesakan tetapi tidak semua gigi yang
berdesakan

disebabkan

karena

disharmoni

dentomaksiler.

Disharmoni

dentomaksiler mempunyai tanda-tanda klinis yang khas. Gambaran maloklusi


seperti ini bisa terjadi di rahang atas maupun di rahang bawah.
DDM dibagi menjadi tiga tipe :
1. Tipe berdesakan merupakan keadaan yang sering dijumpai yaitu ukuran gigi
yang besar pada lengkung gigi yang normal, atau ukuran gigi normal pada
lengkung gigi yang kecil sehingga menyebabkan letak gigi berdesakan.
2. Diastema menyeluruh, tidak adanya harmoni antara besar gigi dengan
lengkung gigi yaitu ukuran gigi kecil dengan lengkung gigi normal atau ukuran
gigi normal dengan lengkung gigi yang besar.
3. Tipe transitoir, ketidakharmonisan erupsi gigi dengan pertumbuhan tulang,
yang menyebabkan gigi berdesakan. DDm tipe ini bisa terkoreksi seiring
bertambahnya usia karena pertumbuhan tulang rahang dan ukuran gigi tetap,
sehingga keterlambatan pertumbuhan, maka tidak dianjurkan melakukan
pencabutan karena dapat menyebabkan diastema. Untuk mendiagnosa DDM
tipe transitoir bisa dilakukan perbandingan antara gambaran normal gigi saat
itu dengan gambaran dari gigi pasien.

67

Perawatan pada kasus DDM adalah sangat sederhana bahkan dikatakan


apabila diagnosa dilakukan sejak dini oleh seorang dokter gigi dapat
merencanakan serial ektraksi pada penderita DDM. Dimana apabila ekstraksinya
dilakukan secara tepat maka tidak akan terjadi maloklusi pada rongga mulut.
Namun jika diagnosa dilakukan terlambat (umur 11-12 tahun) maka perawtan
DDM tidak hanya cukup dengan ekstraksi seri saja, terapinya perlu dilanjutkan
dengan penggunaan alat ortodonsi untuk mengoreksi gigi kaninus ke distal dan
meletakkan insisivus lateral kedalam lengkung yang benar.
2.5

Pencabutan Gigi Seri


Ekstraksi seri adalah prosedur pengambilan gigi desidui dan permanen

yangtelah ditentukan secara berurutan. Prosedur ini diindikasikan hanya ketika


struktur arkus dentalis tidak cukup ruang untuk mengakomodas gigi yang sedang
berkembangdan tidak dapat dicapainya ukuran dan proporsi yang normal antara
gigi dan rahang.
Indikasi utama serial ektraksi adalah pada maloklusi parah kelas I pada anak
periode gigi bercampur yang memiliki lengkung rahang yang tidak mencukupi
untuk gigi-giginya. Selain itu, indikasi dari pencabutan seri antara lain:
1. Adanya ddm
2. Pada fase gigi pergantian
3. Protusi bimaksila
4. Maloklusi kelas I, kelas II divisi I (Rahardjo, 2012).
Kontraindikasi dari pencabutan seri antara lain:
1. Maloklusi kelas I dengan kekurangan tempat yang kecil
2. Deep overbite / openbite

3. Maloklusi kelas II divisi II dan kelas III (Rahardjo, 2012).

2.6 Biomekanik Pergerakan Gigi


Syarat gigi dapat digerakkan antara lain harus ada tempat dimana gigi akan
digerakkan, harus ada kekuatan yang optimal dengan arah yang benar dalam

68

menggerakkan gigi dan jaringan periodonsium gigi harus baik. Syarat ini harus
diperhatikan supaya gigi-geligi dalam rahang dapat dirawat dengan baik pada
perawatan ortodonsia, karena tidak sedikit kasus-kasus maloklusi bertambah parah
setelah dirawat dengan piranti ortodonsi (Foster, 1997).
Konsep pergerakan gigi yakni kekuatan yang diberikan pada mahkota gigi
akan menyebabkan gigi akan berubah sedikit letaknya pada soket gigi. Kekuatan
yang diberikan itu dapat mengakibatkan daerah tarikan dan tekanan pada gigi.
Pada periode tertentu, soket gigi akan berubah dan gigi akan bergerak jauh dari
soket gigi (Foster, 1997).
Pergerakan Gigi Ortodontik tergantung dari (Foster, 1997). :
A. Kekuatan Ortodontik meliputi :
1. Jenis kekuatan
a. Kekuatan kontinyu.
Kekuatan terus menerus. Kekuatan yang kontinyu itu akan
berhenti pada periode tertentu. Misal pada ekspansi rahang menggunakan
coffin, kawat busur pada piranti ortodonsi cekat
b. Kekuatan intermittent.
Kekuatan yang berlangsung selama periode singkat. Kekuatan
yang intermittent biasanya pada piranti ortodonsia lepasan. Misalnya :
sekrup ekspansi Arah dan besaran kekuatan serta durasi kekuatan.
Pergerakan

tipping

dengan

akar

tunggal

dan

hialinisasi

minimum : 25-40 gram dengan pergerakan paling sedikit 1 mm / bulan.


Mempunyai nilai ambang kekuatan di atas nilai ambang kekuatan
dibawah nilai ambang harus terus menerus Kekuatan harus cukup kecil
supaya tidak terjadi hialinisasi dalam ligamen periodontal bodili :
distribusi tekanan merata, memungkinkan tidak terjadi hialinisasi
tipping : hialinisasi terjadi di alveolar crest, normal setelah 2-3 minggu
kekuatan besar : daerah hialinisasi besar, gigi bergerak menjadi gigi
goyang, hialinisasi berlanjut, tertundanya pergerakan gigi, kehilangan
penjangkaran

69

Kekuatan yang diberikan untuk : pergerakan tipping : 50-75 gm ,


pergerakan bodily : 100-150 gm, pergerakan rotasi : 50-75 gm,
pergerakan ekstrusi : 50-75 gm, pergerakan intrusi : 15-25 gm. Kekuatan
yang akan diberikan harus direncanakan dengan benar. Kekuatan yang
tidak benar dapat mengakibatkan reaksi-reaksi yang tidak diinginkan.
Perencanaan kekuatan harus memperhatikan gigi penjangkar dan kondisi
jaringan periodonsium
2. Arah dan besaran kekuatan
3. Durasi kekuatan
Durasi dari kekuatan adalah lamanya perawatan ortodonsia itu sendiri
B. Macam-macam Pergerakan Gigi
1. Pergerakan Tipping
Pergerakan tipping yaitu pergerakan gigi condong ke arah mesial,
distal, bukal, atau lingual. Dihasilkan oleh karena pergerakan gigi lewat
satu titik kontak antar pegas dengan gigi. Kekuatan yang diberikan
bekerja pada satu titik pada mahkota gigi sehingga gigi akan bergerak
miring / tipping dengan perputaran pada fulkrum pada pergerakan ini
apeks akan bergerak kearah berlawanan dengan arah pergerakan mahkota
Biasanya letak titik fulkrum berada 1/3 panjang akar dari apeks (30-40
%) Sehingga pada pergerakan ini yang dapat dikoreksi adalah kelainan
letak gigi versi, pergerakan tidak bisa diharapkan terlalu banyak
2. Pergerakan bodily
Pergerakan bodily Gigi digerakkan secara menyeluruh (bodily) Perlu
kekuatan tambahan untuk mengontrol posisi fulkrum.

3. Pergerakan rotasi
Pergerakan rotasi: Koreksi gigi rotasi (derotasi). Menggunakan
lebih dari satu macam kekuatan. Misalnya untuk rotasi gigi insisif RB

70

digunakan 2 kekuatan yaitu busur labial pada sisi labial dan pegas Z pada
sisi palatal. Alat lepasan digunakan bila rotasi sedikit. Rotasi banyak
dengan alat cekat atau kombinasi alat cekat & alat lepas.
4. Pergerakan Vertikal (terbagi menjadi 2 : gerakan intrusi dan ektrusi)
- Pergerakan intrusi.
Pergerakan intrusi merupakan pergerakan gigi menjauhi bidang
oklusal. Pergerakan intrusi membutuhkan kontrol kekuatan yang baik.
Pada gigi permanen yang belum tumbuh sempurna, kekuatan yang
diberikan terlalu ke oklusal akan menyebabkan pergerakan intrusi.
Contohnya adalah peninggian gigit anterior pada kasus gigitan dalam.
Insisif RB yang oklusi dg peninggian gigit tersebut (tidak tepat tegak
lurus) bergerak tiping dan intrusi. Gigi-gigi posterior menjadi tidak
kontak.Tujuan peninggian gigit anterior adalah mengurangi tumpang
gigit dengan merangsang pertumbuhan gigi2 posterior dg prosesus
alveolarisnya ke oklusal.
-

Pergerakan ekstrusi.
Pergerakan menggerakkan gigi-gigi kearah oklusal. Pergerakan
ini digunakan pada kasus-kasus gigitan terbuka. Digunakan busur labial
yang diletakkan lebih ke cervical supaya mendorong gigi-gigi ke
oklusal.
5. Pergerakan torque
Pergerakan torque yaitu pergerakan tipping pada apeks gigi (Foster,
1997).

Вам также может понравиться

  • Pembedahan Skoliosis Lengkap Buku Panduan bagi Para Pasien: Melihat Secara Mendalam dan Tak Memihak ke dalam Apa yang Diharapkan Sebelum dan Selama Pembedahan Skoliosis
    Pembedahan Skoliosis Lengkap Buku Panduan bagi Para Pasien: Melihat Secara Mendalam dan Tak Memihak ke dalam Apa yang Diharapkan Sebelum dan Selama Pembedahan Skoliosis
    От Everand
    Pembedahan Skoliosis Lengkap Buku Panduan bagi Para Pasien: Melihat Secara Mendalam dan Tak Memihak ke dalam Apa yang Diharapkan Sebelum dan Selama Pembedahan Skoliosis
    Рейтинг: 4 из 5 звезд
    4/5 (13)
  • BAB II Fix
    BAB II Fix
    Документ22 страницы
    BAB II Fix
    AnggunUlfaNurPratiwi
    Оценок пока нет
  • Panduan Esensial untuk Skoliosis dan Kesehatan Kehamilan
    Panduan Esensial untuk Skoliosis dan Kesehatan Kehamilan
    От Everand
    Panduan Esensial untuk Skoliosis dan Kesehatan Kehamilan
    Рейтинг: 4.5 из 5 звезд
    4.5/5 (4)
  • Makalah Individu Oral Biology 6
    Makalah Individu Oral Biology 6
    Документ15 страниц
    Makalah Individu Oral Biology 6
    thiewy
    Оценок пока нет
  • BAB II Fix
    BAB II Fix
    Документ24 страницы
    BAB II Fix
    AnggunUlfaNurPratiwi
    Оценок пока нет
  • Etiologi Maloklusi
    Etiologi Maloklusi
    Документ7 страниц
    Etiologi Maloklusi
    Kahfi Prasetyo
    Оценок пока нет
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Документ34 страницы
    Bab Iii
    Achmad Junaidi
    Оценок пока нет
  • Ajeng Saskia Putri 10617005 Tugas Skenario 1 Blok 17 PDF
    Ajeng Saskia Putri 10617005 Tugas Skenario 1 Blok 17 PDF
    Документ34 страницы
    Ajeng Saskia Putri 10617005 Tugas Skenario 1 Blok 17 PDF
    Kartika Chandra
    Оценок пока нет
  • Gigi Berdesakan
    Gigi Berdesakan
    Документ16 страниц
    Gigi Berdesakan
    Yogi S. Rosadi
    Оценок пока нет
  • Lap Tutorial Maloklusi
    Lap Tutorial Maloklusi
    Документ52 страницы
    Lap Tutorial Maloklusi
    Cusna S. Denfast
    Оценок пока нет
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Документ24 страницы
    Bab Ii
    RecardinaDaSilvaOliveira
    Оценок пока нет
  • Tugas Ortodonti PDF
    Tugas Ortodonti PDF
    Документ35 страниц
    Tugas Ortodonti PDF
    fitri ayu wulandari
    Оценок пока нет
  • Editsken 5 Indeks
    Editsken 5 Indeks
    Документ53 страницы
    Editsken 5 Indeks
    Roza Nafilah
    Оценок пока нет
  • Tugas Ortodonti
    Tugas Ortodonti
    Документ35 страниц
    Tugas Ortodonti
    Ahmad Muflih
    Оценок пока нет
  • RME (Rapid Maxila Ekspansion)
    RME (Rapid Maxila Ekspansion)
    Документ31 страница
    RME (Rapid Maxila Ekspansion)
    Achwan Ardianto
    Оценок пока нет
  • IMPAKSI
    IMPAKSI
    Документ10 страниц
    IMPAKSI
    Carla Pramudita Susanto
    Оценок пока нет
  • Maloklusi
    Maloklusi
    Документ17 страниц
    Maloklusi
    muga restunaesha
    Оценок пока нет
  • Kasus Penyakit Gigi Dan Mulut
    Kasus Penyakit Gigi Dan Mulut
    Документ83 страницы
    Kasus Penyakit Gigi Dan Mulut
    SofinaKusnadi
    100% (3)
  • Impaksi
    Impaksi
    Документ29 страниц
    Impaksi
    Achmad Noviar
    Оценок пока нет
  • Etiologi
    Etiologi
    Документ6 страниц
    Etiologi
    Roza Nafilah
    Оценок пока нет
  • Maloklusi Tipe 1
    Maloklusi Tipe 1
    Документ16 страниц
    Maloklusi Tipe 1
    M. Taufiqurrahman Suhardi
    Оценок пока нет
  • Kelainan Oklusi Pada Gigi Anak
    Kelainan Oklusi Pada Gigi Anak
    Документ24 страницы
    Kelainan Oklusi Pada Gigi Anak
    AlbertAriyanto
    Оценок пока нет
  • CS Maloklusi
    CS Maloklusi
    Документ9 страниц
    CS Maloklusi
    Elisa Astuty Miniarny
    Оценок пока нет
  • ETIOLOGI
    ETIOLOGI
    Документ6 страниц
    ETIOLOGI
    NiTa DöéMy HarDiana
    Оценок пока нет
  • Lapsus Od2
    Lapsus Od2
    Документ37 страниц
    Lapsus Od2
    fadhil mar'ie muhammad
    Оценок пока нет
  • Makala H
    Makala H
    Документ72 страницы
    Makala H
    Andhika Aji Nugroho
    Оценок пока нет
  • Penatalaksanaan Maloklusi
    Penatalaksanaan Maloklusi
    Документ18 страниц
    Penatalaksanaan Maloklusi
    Kartika Chandra
    Оценок пока нет
  • Sistem Stomatognathi
    Sistem Stomatognathi
    Документ18 страниц
    Sistem Stomatognathi
    Rizky Darmawan
    Оценок пока нет
  • Oklusi
    Oklusi
    Документ16 страниц
    Oklusi
    Dyah Wulan Ramadhani
    50% (2)
  • Koas Gigi
    Koas Gigi
    Документ83 страницы
    Koas Gigi
    Nita Damayanti
    100% (1)
  • Makalah SCL Orto Fix Print
    Makalah SCL Orto Fix Print
    Документ44 страницы
    Makalah SCL Orto Fix Print
    Rezety Rexy Larindy
    Оценок пока нет
  • Etiologi Maloklusi
    Etiologi Maloklusi
    Документ7 страниц
    Etiologi Maloklusi
    Nerva Anaa
    100% (5)
  • Tinjauan Pustaka Maloklusi
    Tinjauan Pustaka Maloklusi
    Документ7 страниц
    Tinjauan Pustaka Maloklusi
    Fani Eka Hidayati
    Оценок пока нет
  • Penyakit Gigi Dan Mulut
    Penyakit Gigi Dan Mulut
    Документ80 страниц
    Penyakit Gigi Dan Mulut
    dollfacewannabe
    100% (3)
  • Bab II - Tinjauan Pustaka
    Bab II - Tinjauan Pustaka
    Документ14 страниц
    Bab II - Tinjauan Pustaka
    Windhi Tutut Maulindha
    Оценок пока нет
  • Analisis Umum OD
    Analisis Umum OD
    Документ11 страниц
    Analisis Umum OD
    anrahmah
    Оценок пока нет
  • OD-Orto Indeks Maloklusi
    OD-Orto Indeks Maloklusi
    Документ40 страниц
    OD-Orto Indeks Maloklusi
    Hanny Honeyy
    100% (1)
  • LO2
    LO2
    Документ3 страницы
    LO2
    alifa
    Оценок пока нет
  • Makalah Gigi Maju
    Makalah Gigi Maju
    Документ19 страниц
    Makalah Gigi Maju
    Aini Dwi Handini
    Оценок пока нет
  • Etiologi Maloklusi
    Etiologi Maloklusi
    Документ3 страницы
    Etiologi Maloklusi
    dlopitaa
    Оценок пока нет
  • Makalah Orthodonti
    Makalah Orthodonti
    Документ62 страницы
    Makalah Orthodonti
    Rizki Amelia
    Оценок пока нет
  • Analisa Fungsional
    Analisa Fungsional
    Документ62 страницы
    Analisa Fungsional
    Rizki Amelia
    Оценок пока нет
  • LP Multiple Impaksi
    LP Multiple Impaksi
    Документ14 страниц
    LP Multiple Impaksi
    Idfy Dwi Prayogo
    Оценок пока нет
  • Etiopatogenesis Adalah Multifaktorial
    Etiopatogenesis Adalah Multifaktorial
    Документ5 страниц
    Etiopatogenesis Adalah Multifaktorial
    rizka indira
    Оценок пока нет
  • LP Impaksi (Cendana 2)
    LP Impaksi (Cendana 2)
    Документ11 страниц
    LP Impaksi (Cendana 2)
    Fitri Febri
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahuluan Impacted Teeth
    Laporan Pendahuluan Impacted Teeth
    Документ11 страниц
    Laporan Pendahuluan Impacted Teeth
    Arum Puspita Sari
    100% (1)
  • Penjelasan Rekam Medik Orto
    Penjelasan Rekam Medik Orto
    Документ43 страницы
    Penjelasan Rekam Medik Orto
    Brelian Elok Septyarini
    Оценок пока нет
  • BahanTutorial 1.2 Ds5
    BahanTutorial 1.2 Ds5
    Документ11 страниц
    BahanTutorial 1.2 Ds5
    rosa
    Оценок пока нет
  • Kelainan Oklusi Pada Gigi Anak
    Kelainan Oklusi Pada Gigi Anak
    Документ23 страницы
    Kelainan Oklusi Pada Gigi Anak
    Morika Latersia Sebayang
    100% (1)
  • Dewi Sartika 22010113140155 Bab 2
    Dewi Sartika 22010113140155 Bab 2
    Документ19 страниц
    Dewi Sartika 22010113140155 Bab 2
    Aisah
    Оценок пока нет
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Документ14 страниц
    Bab Ii
    Rezon Shanahan
    Оценок пока нет
  • Bab I, II, III, IV
    Bab I, II, III, IV
    Документ47 страниц
    Bab I, II, III, IV
    Febri Tok
    Оценок пока нет
  • Radiolog Impaksi
    Radiolog Impaksi
    Документ52 страницы
    Radiolog Impaksi
    Sankurnia Hariwijayadi
    Оценок пока нет