Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Maloklusi
Maloklusi adalah penyimpangan letak gigi dan atau malrelasi lengkung
geligi (rahang) di luar rentang kewajaran yang dapat diterima. Maloklusi juga bisa
merupakan variasi biologi sebagaimana variasi biologi yang terjadi pada bagian
tubuh yang lain, tetapi karena variasi letak gigi mudah diamati dan mengganggu
estetik sehingga menarik perhatian dan memunculkan keinginan untuk melakukan
perawatan (Rahardjo, 2011).
2.1.1 Etiologi Maloklusi
Kadang-kadang suatu maloklusi sukar ditentukan secara tepat etiologinya
karena adanya berbagai faktor (multifaktor) yang mempengaruhi proses tumbuh
kembang. Secara garis besar, etiologi atau penyebab suatu maloklusi dapat
digolongkan dalam faktor herediter (genetik) dan faktor lokal (Rahardjo, 2011).
1. Faktor Herediter
Menurut Rahardjo (2011), pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalam
dua hal, yaitu:
a. disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi
berupa gigi berdesakan atau maloklusi berupa diastema multipel meskipun
yang terakhir ini jarang dijumpai.
b. disproporsi ukuran, posisi, dan bentuk rahang atas dan rahang bawah yang
menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis.
Beberapa hal yang terjadi akibat faktor herediter menurut Rahardjo (2011),
yaitu:
a. Kelainan Gigi
Beberapa kelainan gigi yang dipengaruhi faktor herediter ialah kekurangan
jumlah gigi (hipodonsia), kelebihan jumlah gigi (hiperdonsia), misalnya adanya
mesiodens, bentuk gigi yang khas misalnya karabeli pada molar, kaninus yang
impaksi di palatal, transposisi gigi misalnya kaninus yang terletak di antara
premolar pertama dan kedua.
b. Kekurangan Jumlah Gigi
Kelainan jumlah gigi dapat berupa tidak ada pembentukan gigi atau
agenesis gigi. Sebagai panduan dapat dikatakan apabila gigi sulung agenesis maka
gigi permanennya juga agenesis, tetapi meskipun gigi sulung ada bisa saja gigi
permanennya agenesis.
c. Kelebihan Jumlah Gigi
Umumnya, yang paling sering ditemukan adalah gigi kelebihan yang
terletak di garis median rahang atas yang biasa disebut mesiodens. Adanya gigigeligi kelebihan dapat menghalangi terjadinya oklusi normal.
d. Disharmoni Dentomaksiler
Disharmoni dentomaksiler ialah suatu keadaan disproporsi antara besar gigi
dan rahang dalam hal ini lengkung geligi. Menurut Anggraini (1975) etiologi
disharmoni dentomaksiler adalah faktor herediter. Karena tidak adanya harmoni
antara besar gigi dan lengkung gigi maka keadaan klinis yang dapat dilihat adalah
adanya lengkung geligi dengan diastema yang menyeluruh pada lengkung geligi
bila gigi-geligi kecil dan lengkung geligi normal, meskipun hal ini jarang
dijumpai.
Keadaan yang sering dijumpai adalah gigi-geligi yang besar pada lengkung
geligi yang normal atau gigi yang normal pada lengkung geligi yang kecil
sehingga menyebabkan letak gigi berdesakan. Disharmoni dentomaksiler
mempunyai tanda-tanda klinis yang khas. Gambaran maloklusi seperti ini bisa
terjadi di rahang atas maupun di rahang bawah.
2. Faktor Lokal
Menurut Rahardjo (2011), beberapa faktor lokal yang dapat menyebabkan
maloklusi yakni:
a. Gigi Sulung Tanggal Prematur
Gigi sulung yang tanggal prematur dapat berdampak pada susunan gigi
permanen. Semakin muda umur pasien pada saat terjadi tanggal prematur gigi
sulung, semakin besar akibatnya pada gigi permanen.
b. Persistensi Gigi Sulung
Persistensi gigi sulung atau disebut juga over retained decicuous teeth
berarti gigi sulung yang sudah melewati waktu nya tanggal tetapi tidak tanggal.
Perlu diingat bahwa waktu tanggal gigi sulung sangat bervariasi. Keadaan yang
jelas menunjukkan persistensi gigi sulung adalah apabila gigi permanen pengganti
telah erupsi tetapi gigi sulungnya tidak tanggal. Bila diduga terjadi persistensi gigi
sulung tetapi gigi sulungnya tidak ada di rongga mulut, perlu diketahui anamnesis
pasien, dengan melakukan wawancara medis kepada orang tua pasien apakah
dahulu pernah terdapat gigi yang bertumpuk di regio tersebut.
c. Trauma
Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi permanen.
Bila terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk dapat
terjadi gangguan pembentukan enamel, sedangkan bila mahkota gigi permanen
telah terbentuk dapat terjadi dilaserasi, yaitu akar gigi yang mengalami distorsi
bentuk (biasanya bengkok). Gigi yang mengalami dilaserasi biasanya tidak dapat
mencapai oklusi yang normal bahkan kalau parah tidak dapat dirawat ortodontik
dan tidak ada pilihan lain kecuali dicabut.
d. Pengaruh Jaringan Lunak
Tekanan dari otot, bibir, pipi, dan lidah memberi pengaruh yang besar
terhadap letak gigi, Meskipun tekanan dari otot-otot ini jauh lebih kecil daripada
tekanan otot pengunyahan tetapi berlangsung lebih lama. Menurut penelitian,
tekanan yang berlangsung selama 6 jam dapat mengubah letak gigi. Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa bibir, pipi, dan lidah yang menempel terus pada
gigi hamper selama 24 jam dapat sangat mempengaruhi letak gigi.
e. Kebiasaan Buruk
Suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi cukup
tinggi dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi. Kebiasaan
mengisap jari atau benda lain dalam waktu yang berkepanjangan dapat
menyebabkan maloklusi. Faktor yang paling berpengaruh adalah durasi atau lama
kebiasaan berlangsung. Beberapa kebiasan buruk yang dapat menyebabkan
maloklusi, yaitu :
Kebiasaan mengisap jari pada fase geligi sulung tidak mempunyai
dampak pada gigi permanen bila kebiasaan tersebut telah berhenti
sebelum gigi permanen erupsi. Bila kebiasaan ini terus berlanjut
sampai gigi permanen erupsi akan terdapat maloklusi dengan tandatanda berupa insisivus atas proklinasi dan terdapat diastema, gigitan
terbuka, lengkung atas sempit, serta retroklinasi insisivus bawah.
Maloklusi yang terjadi ditentukan oleh jari mana yang diisap dan
insisivus bawah.
Kebiasaan mendorong lidah, sebetulnya bukan merupakan kebiasaan
tetapi lebih berupa adaptasi terhadap adanya gigitan terbuka
misalnya karena mengisap jari. Dorongan lidah pada saat menelan
tidak lebih besar daripada yang tidak mendorongkan lidahnya
sehingga kurang tepat untuk mengatakan bahwa gigitan terbuka
c. Kelas III yaitu lengkung bawah setidak-tidaknya satu lebar tonjol lebih ke
mesial daripada lengkung gigi atas bila dilihat dari relasi molar pertama
permanen. Relasi lengkung geligi semacam ini biasa disebut juga
mesioklusi. Relasi anterior menunjukkan adanya gigitan terbalik (Rahardjo,
2011).
- Tipe 1: Gigi Insisif memiliki hubungan edge to edge
- Tipe 2: Gigi insisif rahang bawah crowded dan inklinasinya agak ke
- Tipe 3: Lengkung gigi rahang atas kurang berkembang, letak insisif rahang
bawah normal, insisif rahang atas crossbite (Rahardjo, 2011).
10
2.2.1
didapatkan melalui:
a. Melakukan tanya jawab langsung dengan pasien atau orang tua pasien
b. Pemeriksaan klinis pada pasien dan secara tidak langsung dari evaluasi
rekam diagnostik misalnya model studi dan foto rontgen (Rahardjo,
2011).
Menurut Hauston dkk. (1992), tujuan pemeriksaan pasien adalah untuk
merekam informasi yang berkaitan dengan keadaan maloklusi sebagai dasar untuk
menentukan penyebabnya. Moyers (1988) menyatakan bahwa diagnosis
ortodontik adalah perkiraan yang sistematik, bersifat sementara, akurat dan
11
12
impaksi dan gigi kelebihan yang letaknya sangat menyimpang dari normalnya,
adanya kelainan patologis dan kondili mandibula (Rahardjo, 2011).
13
Analisis Umum
a. Keadaan sosial
Keadaan ini sukar diperoleh disebabkan orang tua pasien kadangkadang enggan menjawab kondisi emosional anaknya. Pertanyaan dapat
14
merupakan
penyimpangan
dari
proses
perawatan
ortodontik,
tetapi
memerlukan
15
kelaminnya.
Data
ini
diperoleh
16
i. Tonsil
Tonsil dalam keadaan radang, dorsum lidah dapat menekan tonsil
tersebut. Untuk menghindari keadaan ini mandibula secara refleks
diturunkan, gigi tidak kontak sehingga terdapat ruangan yang lebih luas
untuk lidah dan biasanya terjadi pendorongan lidah kedepan saat menelan.
Tonsil yang besar apalagi dalam keadaan bengkak dapat dapat
mempengaruhi posisi lidah.
j. Kelainan saluran napas
Seseorang yang bernafas melalui mulut dapat berpengaruh
terhadap pertumbuhan kraniofasial dan letak gigi. Pasien yang bernafas
pada mulut akan mengalami kesukaran pada saat dilakukan pencetakan
untuk membuat model studi maupun model kerja. Selain itu pasien yang
bernafas melalui mulut akan mempunyai palatum yang dalam, maksila
yang sempit sehingga kadang-kadang didapatkan gigitan silang posterior.
2.2.3
Analisis Lokal
Analisis lokal terdiri atas analisis ekstraoral dan analisis intraoral, untuk
17
secara
bilateral
akan
tetapi
tidak
mencolok
sehingga
menimbulkan kesan simetri. Keadaan ini bisa dilihat bila foto muka
18
dibelah pada garis median kemudian tiap titik di sisi kanan diproyeksikan
ke kiri demikian juga untuk belahan kiri diproyeksikan ke kanan akan
didapatkan foto dua individu yang berlainan dengan foto aslinya. Dengan
melihat muka pasien dari depan bila terdapat asimetri dengan mudah
akan dapat dikenali adanya asimetri rahang terhadap muka secara
keseluruhan. Muka yang tidak simetri dapat merupakan variasi biologis,
keadaan patologis alun pun kelainan kongenital (Rahardjo, 2011).
19
untuk
ortodontis.
Kecembungan
atau
kecekungan
muka
20
menghasilkan
keseimbangan.
Bila
terdapat
ketidaksesuaian
hubungan rahang letak keseimbangan pada gigi atas dapat berbeda dengan
gigi bawah, misalnya bila rahang atas relatif sempit maka terdapat gigitan
silang posterior bilateral. Bila rahang atas dilebarkan terlalu banyak maka
keadaan ini tidak stabil dan akan terjadi relaps bila perawatan dengan
memakai peranti telah selesai. Bila terdapat gigitan silang posterior
unilateral karena ada displacement mandibula pada saat mandibula
21
22
Gambar 3.9. Ilustrasi jari yang diisap menekan insisif atas ke labial dan
insisif bawah ke lingual
23
24
25
yang tidak seimbang akan bergerak dari posisi semula. Suatu objek yang
dikenai beberapa kekuatan tetapi tidak bergerak dapat diartikan kekuatan
yang mengenai objek tersebut dalam keadaan seimbang. Gigi dapat
dianggap dalam keadaan seimbang karena gigi tidak bergerak meskipun
terdapat beberapa kekuatan yang mengenai gigi. Bahkan ketika gigi
bergerak, gigi akan bergerak sangat lambat sehingga dapat dianggap setiap
waktu terjadi keseimbangan statik. Keseimbangan dapat terjadi meskipun
gigi mendapat tekanan dari oklusal atau pun dari lateral. Kekuatan kunyah
yang besar tetapi berlangsung singkat akan ditahan oleh ligamen
periodontal beserta cairan yang ada di dalamnya yang berfungsi sebagai
shock absorber sehingga gigi tetap di tempatnya sedangkan tulang alveol
bisa berubah bentuk Bila kekuatan ini berlangsungbeberapa detik akan
menimbulkan rasa sakit sehingga secara refleks rahang akan membuka dan
kekuatan berkurang bahkan sampai hilang. Kekuatan yang besar tetapi
berlangsung singkat ini dalam jangka panjang tidak mempunyai pengaruh
pada perubahan letak gigi. Bila jaringan periodontal tetap baik kekuatan
kunyah jarang menyebabkan perubahan letak gigi (Rahardjo, 2011).
Lidah yang besar (makroglosi) atau pun adanya tumor dapat
mengubah keseimbangan letak gigi sehingga gigi terdorong ke arah
26
Besaran
Lama berlangsung
kekuatan
sangat
ringan
kuat
sangat singkat
sangat singkat
sedang
ringan
sangat
singkat
sangat singkat
lama
Tekanan lidah,
menelan
bibir dan
pipi:
berbicara
istirahat
Tekanan dari
kebiasaan
luar:
kekuatan
ringan
sedang
sedang
bervariasi
bervariasi
ringan
bervaria
lama
Lama
Tekanan
ortodontik
serat PDL
intrinsik:
serat gingiva
si
Tabel 3.1. Besaran dan lamanya kekuatan yang mengenai gigi pada
saat berfungsi (Proffit dkk., 2007)
2.
Palatum
Pada bentuk kepala dolikosefalik akan didapatkan bentuk
27
Karies
Pemeriksaan gigi dengan karies perlu dilakukan karena gigi
Fase Geligi
Pasien yang datang untuk perawatan ortodontik biasanya
dalam fase geligi pergantian atau permanen dan jarang pada fase
geligi sulung. Fase geligi sulung ditandai dengan adanya gigi sulung
di rongga mulut (kurang lebih sampai dengan umur 6 tahun). Fase
geligi pergantian ditandai dengan adanya gigi sulung dan gigi
permanen dalam rongga mulut (kurang lebih antara umur 6-11 tahun),
merupakan proses pergantian dari fase geligi sulung ke fase geligi
permanen. Ada juga yang menyebut sebagai fase geligi bercampur
oleh karena adanya campuran gigi sulung dan gigi permanen dalam
rongga mulut. Fase geligi disebut fase geligi permanen bila semua
gigi dalam rongga mulut adalah gigi permanen (Rahardjo, 2011).
28
6.
fase geligi pergantian, gigi permanen yang tidak ada dalam rongga
mulut perlu dilihat pada rontgenogram. Begitu juga adanya gigi
kelebihan dan kelainan lain. Gigi dengan karies maupun tumpatan
yang lebar hendaknya diperiksa juga prognosisnya dalam jangka
panjang. Hal ini akan memengaruhi pemilihan gigi apabila diperlukan
pencabutan dalam perawatan ortodontik. Pada anak- anak sering
didapatkan dekalsifikasi permukaan yang luas yang disebabkan oleh
plak terutama pada sisi lingual molar pertama bawah. Prognosis
jangka panjang untuk gigi seperti ini biasanya kurang baik
(Rahardjo, 2011).
Hipoplasia enamel yang terdapat pada gigi hendaknya juga
dicatat. Keadaan ini dapat disebabkan karena penyakit sistemik yang
berlangsung lama, atau pun gangguan pertumbuhan misalnya
amelogenesis imperfekta. Pada premolar bawah kadang-kadang
didapatkan premolar kedua yang hipoplastik dan keadaan ini disebut
gigi Turner yang disebabkan oleh gangguan pada pembentukan
mahkota premolar atau adanya infeksi periapikal akut pada gigi
sulungnya (Rahardjo, 2011).
2.2.4
Analisis Fungsional
A. Path of Closure
Posisi istirahat merupakan posisi normal mandibula dalam hubungannya
dengan kerangka muka bagian atas. Otot yang bekerja pada mandibula dalam
keadaan relasksi dan kondili mandibula pada posisi retrusi pada fosa glenoidalis.
Posisi istirahat ditentukan oleh panjang anatomis otot yang bekerja pada
mandibula (Rahardjo, 2011).
Beberapa pasien punya kebiasaan menempatkan mandibulanya lebih ke
bawa dan lebih ke depan dari posisi istirahat. Keadaan ini sering dijumpai bila ada
hubungan insisivi yang kurang baik. Beberapa pasten dengan relasi insisivi kelas
II divisi I biasanya menempatkan mandibula ke depan untuk mencapai estetik. Hal
29
ini sering tidak disadari dan merupakan suatu refleks mekanisme adaptasi untuk
mendapat lip seal karena adanya jarak gigit yang bertambah (Rahardjo, 2011).
Path of closure adalah arah gerakan mandibula dari posisi istirahat ke
oklusi sentrik. Idealnya path of closure dari posisi istirahat ke posisi oklusi
maksimum berupa gerakan engsel sederhana melewati freeway space yang
besarnya 2-3 mm, arahnya ke atas dan ke depan. Freeway space = interocclusal
clearance adalah jarak antarklusal pada saat mandibula dalam posisi istirahat
(Rahardjo, 2011).
Menurut Rahardjo (2011), ada 2 macam perkecualian path of closure
yang bisa dilihat yaitu deviasi mandibula dan displacement mandibula.
-
Path of closure yang berawal dari posisi kebiasaan mandibula akan tetapi
ketika gigi mencapai oklusi maksimum mandibula dalam posisi relasi sentrik.
Ini disebut deviasi mandibula.
Perlu dibedakan antara deviasi mandibula dengan displacement
mandibula karena perawatannya berbeda. Deviasi biasanya tidak
menyebabkan rasa sakit, keausan pada gigi atau rusaknya jaringan
periodontal,
displacement
mandibulapada
jangka
panjang
dapat
B. Deviasi Mandibula
Keadaan ini berhubungan dengn posisi kebiasaan mandibula.
Bila mandibula dalam posisi kebiasaan, maka jarak antaroklusal akan
bertambah sedangkan kondili letaknya maju di dalam fosa glenoidales.
Arah path of closure adalah ke atas dan ke belakang akan tetapi bila gigi
telah mencapai oklusi mandibula terletak dalam relasi sentrik (kondili
dalam keadaan posisi normal pada fosa glenoidalis) (Rahardjo, 2011).
C. Displacement Mandibula
30
Displacement
transversal.
mandibula
Kontak
untuk
dapat
terjadi
prematur
dapat
mendapatkan
dalam
jurusan
menyebabkan
hubungan
antartonjol
sagital
dan
displacement
gigi
yang
dengan
memperhatikan
pasien
pada
saat
menutupkan
31
B. Relasi sentrik
C. Oklusi sentrik
32
D. Sendi Temporomandibula
Iindikator penting tentang fungsi sendi temporomandibula adalah
lebar pembukaan maksimal, yang pada keadaan normal berkisar 35 40
mm, 7 mm gerakan ke lateral dan 6 mm ke depan. Palpasi pada otot
pengunyahnya dan sendi temporomandibula merupakan bagian pemeriksaan
rutin
dan
perlu
dicatat
tanda-tanda
adanya
maslah
pada
sendi
geligi
dengan
simtom
sendi
temporomandibula
merupakan
33
Model studi adalah rekam ortodontik yang paling sering digunakan untuk
menganalisis suatu kasus dan memberikan banyak informasi, pembuatannya
informasi mudah dan murah. Keadaan yang dapat dilihat pada model menurut
Rahardjo (2011) adalah sebagai berikut:
1. Bentuk Lengkung Geligi
Model dilihat dari oklusai kemudian diamati bentuk lengkung geligi. Bentuk
lekung geligi yang normal adalah berbentuk parabola; ada beberapa bentuk lekung
geligi yang tidak normal misalnya lebar, menyempit di daerah anterior dan lainlain.
Bentuk lengkung geligi ini berhubungan dengan bentuk kepala misalnya
pasien dengan bentuk kepala brakisefalik cenderung mempunyai bentuk geligi
yang Iebar.
2. Diskrepansi pada Model
Diskrepansi pada model adalah perbedaan antaratempat yang tersedia
(available space) dengan lempat yang dibutuhkan (required space). Diskrepansi
pada model merupakan bagian dari diskrepansi total yang terdiri atas: diskrepansi
model, diskrepansi sefalometrik, kedalaman kurva Spee dan pergeseran molar ke
mesial. Diskrepansi pada model digunakan untuk menentukan macam perawalan
pasien tersebut, apakah termasuk perawatan pencabutan gigi permanen atau tanpa
pencabutan gigi permanen.
Untuk mengetahui diskrepansi pada model perlu diketahui tempat yang
tersedia dan tempat yang dibutuhkan. Pengertian tempat yang tersedia available
space adalah tempat di sebelah mesial molar pertama permanen kiri sampai mesial
molar pertama permanen kanan yang akan ditempati gigi-gigi permanen (premolar
kedua kiri sampai premolar kedua kanan) dalam kedudukan/letak yang benar.
Ada berbagai cara untuk mengukur tempat yang tersedia. Salah satu cara
untuk mengukur tempat yang tersedia di rahang atas adalah dengan membuat
lengkungan dari kawat tembaga (brass wire) mulai dari mesial molar pertama
permanen kiri melewati fisura gigi-gigi di depannya terus melewati insisal insisivi
yang letaknya benar terus melewati fisura gigi-gigi posterior sampai mesial molar
34
pertama permanen sisi kanan. Kawat ini kemudian diluruskan dan diukur
panjangnya. Panjang kawat ini merupakan tempat yang tersedia. Untuk rahang
bawah lengkung kawat tidak melewati fisura gigi posterior tetapi lewat tonjol
bukal gigi posterior rahang bawah.
Gambar. Pengukuran tempat yang tersedia dengan brass wire (Rahardjo, 2011)
Cara lain untuk mengukur tempat yang tersedia adalah dengan membagi
lengkung geligi dalam beberapa segmen, biasanya dari mesial molar pertama
permanen kiri sampai dengan mesial kaninus kiri, dari mesial kaninus kiri sampai
mesial insisivi sentral kiri, dari mesial insisivi sentral kanan sampai distal kaninus
kanan, dari distal kaninus kanan sampai mesial molar pertama permanen kanan.
Masing-masing segmen diukur dengan kaliper kemudian dijumlahkan.
35
Cara lain untuk mengetahui lebar benih gigi adalah dengan menghitung
memakai rumus tertentu. Untuk menggunakan rumus ini diukur lebar
mesiodistal masing-masing insisivi bawah terus dijumlah, kemudian angka ini
dimasukkan ke dalam rumus, hasil perhitungan menunjukkan jumlah lebar
mesiodistal kaninus, premolar pertama dan premolar kedua pada satu sisi. Tempat
yang dibutuhkan bisa diperoleh dari jumlah lebar insisivi (atas atau bawah)
36
ditambah dua kali lebar mesiodistal kaninus permanen dan premolar yang didapat
dari rumus. Suatu rumus biasanya sesuai untuk ras tertemu sehingga perlu
diketahui ras pasien. Beberapa peneliti telah membuat tabel prediksi lebar
mesiodistal kaninus dan premolar berdasarkari suatu rumus sehingga lebih
memudahkan operator yang ingin menggunakan tabel ini.
Sitepu (1983) dalam tesisnya menemukan rumus untuk memprediksi lebar
mesiodistal kaninus permanen, premolar pertama dan kedua pada satu sisi (Y)
berdasar jumlah lebar mesiodistal insisivi bawah (X) sebagai berikut :
Y rahang atas = 0,484263X +11,7181
Y rahang bawah = 0,46003 7X + 10,9117
Rumus ini sesuai untuk ras Deutero-malayu karena sampel pada penelitian
ini (215 anak) adalah ras Deutero-malayu. Derajat kepercayaan rumus ini
mencapai 99%. Dengan mengukur berbagai lebar mesiodistal insisivi bawah dan
memasukkan angka ini ke dalam rumus tersebut dapat disusun tabei Tabel 5.1
adalah prediksi menurut Sitepu dan Tabel 5.2 adalah prediksi rnenurut Moyers
sebagai pembanding.
Cara lain untuk mendapatkan tempat yang dibutuhkan adalah dengan
menggunakan perkiraan dari tabel proporsional. Ada korelasi yang cukup baik
antara ukuran insisivi bawah yang telah erupsi dengan ukuran benih kaninus dan
premolar pertama dan kedua. Moyers (1988) telah membuat tabel untuk anakanak orang kulit putih Amerika. Ukuran lebar insisivi bawah mempunyai korelasi
yang lebih baik dengan kaninus dan premolar atas daripada bila digunakan ukuran
insisivi atas. Hal ini disebabkan banyaknya variasi ukuran insisivi atas terutama
insisivi lateral. Keuntungan cara ini ialah tidak memerlukan foto rontgen dan
dapat digunakan untuk rahang atas maupun bawah.
Tanaka dan Johnston menemukan cara untuk menentukan ukuran kaninus
dan premolar berdasarkan ukuran insisivi bawah. Cara ini mempunyai ketepatan
yang baik dan biasnya kecil, tidak membutuhkan foto rontgen maupun tabel bila
cara ini sudah dihafal sehingga mudah digunakan. Rumus prediksi Tanaka dan
Johnston (1974):
- Setengah jumlah lebar insisivi rahang bawah + 10,5 mm = perkiraan jumlah
37
Bila gigi-gigi atas besar sedangkan gigi-gigi bawah kecil tidak mungkin untuk
mendapatkan oklusi yang ideal. Meskipun pada kebanyakan orang proporsi
giginya sangat sesuai tetapi kurang lebih 5% tidak mencapai proporsi ini karena
adanya variasi ukuran gigi secara individual. Keadaan ini biasa disebut tooth size
discrepancy. Insisivi lateral atas merupakan gigi yang paling banyak mengalami
anomali, meskipun gigi-gigi lain juga mempunyai banyak variasi ukuran.
Tooth size analysis atau lebih sering disebut analisis Bolton (sesuai dengan
yang menemukan) dilakukan dengan mengukur lebar mesiodistal setiap gigi
permanen. Ukuran ini kemudian dibandingkan dengan tabel standar jumlah lebar
gigi anterior atas maupun anterior bawah (dari kaninus ke kaninus) dan juga
jumlah lebar mesiodistal semua gigi atas dan bawah (molar pertama ke molar
pertama) tidak termasuk molar kedua dan ketiga. Bila pengukuran menggunakan
sarana digital maka komputer dengan cepat dapat menentukan tooth size analysis.
Pemeriksaan cepat untuk mengetahui perbedaan gigi anterior dapat dilakukan
dengan membandingkan ukuran insisivi lateral atas dan bawah (Rahardjo, 2011).
Bila insisivi lateral atas lebih besar maka hampir dapat dipastikan akan
didapatkan
perbedaan.
Untuk
rahang
bawah
dapat
dilakukan
dengan
membandingkan ukuran premolar kedua atas dan bawah yang ukurannya kurang
lebih sama. Bila perbedaan ukuran gigi ini kurang dari 1,5 mm jarang
berpengaruh secara signifikan, tetapi kalau melebihi 1,5 mm akan menimbulkan
38
masalah pada perawatan ortodontik dan sebaliknya hal ini dimasukkan dalam
pertimbangan perawatan ortodontik (Rahardjo, 2011).
b.
Kurva Spee
Lengkung yang menghubungkan insisal insisivi dengan bidang oklusal molar
terakhir pada rahang bawah. Pada keadaan normal kedalamannya tidak melebihi
1,5 mm. Pada kurva Spee yang positif (bentuk kurvanya jelas dan dalam) biasanya
didapatkan gigi insisivi yang supra posisi atau gigi posterior yang infra posisi atau
gabungan kedua keadaan tadi.
Diastema
Ruang antara dua gigi yang berdekatan, gingiva di antara gigi-gigi kelihatan.
39
Adanya diastema pada fase geligi pergantian masih merupakan keadaan normal,
tetapi adanya diastema pada fase geligi permanen perlu diperiksa lebih lanjut
untuk mengetahui apakah keadaan tersebut suatu keadaan yang tidak normal.
Simetri Gigi-gigi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui simetri gigi senama dalam jurusan sagital
maupun transversal dengan cara membandingkan letak gigi permanen senama kiri
dan kanan. Berbagai alat bisa digunakan untuk keperluan pemeriksaan ini,
misalnya suatu transparent ruled grid atau simetroskop yang dapat dibuat sendiri.
Letakkan model studi pada dasamya kemudian simetroskop diletakkan pada
bidang oklusal gigi mulai dari yang paling anterior, bagian simetroskop
menyentuh gigi yang paling labial, garis tengah simetroskop garis berimpit
dengan median model. Kemudian geser simetroskop ke distal sambil mengamati
apakah gigi yang senama terletak pada jarak yang sama baik dalam jurusan sagital
maupun transversal (Rahardjo, 2011).
Sebagai acuan, molar yang lebih distal dianggap lebih stabil karena belum
terjadi pergeseran, atau pun seandainya telah terjadi pergeseran ke jurusan sagital
pergeseran tersebut tidak sebanyak pada molar yang terletak lebih mesial. Dengan
demikian dapat diketahui penyebab adanya perubahan relasi molar pada satu sisi.
Perubahan relasi molar dapat terjadi karena adanya tanggal prematur molar sulung
(Rahardjo, 2011).
40
e.
Infra oklusi
Supra oklusi
Rotasi
: gigi
berputar
pada
sumbu
panjang
gigi,
bisa
tempat,
misalnya
sentris
ataueksentris.
Transposisi
: dua
gigi
yang
bertukar
kaninus
: gigi
yang
terletak
di
luar
lengkung
geligi
(misalnya
kaninusatas).
Cara penyebutan lain seperti yang dianjurkan Lischer untuk gigi secara
individual adalah sebagai berikut. (Lischer dikutip dari Salman, 1974)
Mesioversi
Distoversi
Linguoversi
Labioversi
Infravesi
Supravesi
Aksiversi
Torsiersi
Transbersi
41
Protrusi
Retrusi
Berdesakan
Diastema
menentukan garis media di palatum. Titik pertemuan rugae palatine kedua kiri dan
kanan dianggap paling stabil untuk dipakai sebagai acuan di anterior sedangkan di
posterior yang dipakai adalah titik pada rafe palatine. Bila dua titik ini
dihubungkan didapat garis median rahang atas. Pada keadaan normal garis ini
melewati titik kontak insisivi sentral atas. Penentuan garis median rahang bawah
lebih sukar. Cara menentukan adalah dengan membuat titik pada perlekatan
frenulum labial dan lingual. Titik ini biasanya melewati titik kontak insisivi
sentral bawah. Pada keadaan normal garis median muka / rahang dan garis media
lengkung geligi terletak pada satu garis (berimpit) Pada keadaan tidak normal
karena sesuatu sebab maka garis median muka dipakai sebagai acuan (Rahardjo,
2011).
Cara melihat pergeseran garis median adalah dengan melihat apakah garis
median muka melewati titik kontak insisivi sentral masing masing rahang. Bila
42
titik kontak terletak pada garis median berarti tidak terdapat pergeseran akan
tetapi bila titik kontak terletak di sebelah kiri atau kanan garis median muka maka
terdapat pergeseran ke kiri atau ke kanan (Rahardjo, 2011).
keadaan oklusi. Gigi yang diperiksa adalah molar pertama permanen dan kainus
permanen. Pemeriksaan dalam jurusan sagital, transversal dan vertikal (Rahardjo,
2011).
h.
mesioklusi, gigitan tonjol dan tidak ada relasi. Netroklusi: tonjol mesiobukal
molar pertama permanen atas terletak pada lekukan bukal molar pertama
permanen bawah.
Distoklusi
Mesioklusi
43
44
fisura luar rahang atas, oleh karena rahang atas lebih lebar daripada rahang
bawah. Apabila rahang atas terlalu sempit atau terlalu lebar dapat
menyebabkan terjadinya perubahan relasi gigi posterior dalam jurusan
transversal. Perubahan yang dapat terjadi adalah: gigitan tonjol, gigitan fisura
dalam atas dan gigitan silang total luar rahang atas (Rahardjo, 2011).
Keadaan klinis relasi gigi posterior dalam jurusan transversal apabila
rahang bawah terlalu sempit atau terlalu lebar dapat sama dengan yang di atas
akan tetapi penyebutannya lain.
Gambar gigitan fisura luar rahang atas, B. gigitan silang total luar rahang atas, C.
gigitan fisura dalam rahang atas, D. gigitan silang total dalam
rahang atas
j.
Kelainan dalam jurusan vertikal dapat berupa gigitan terbuka yang berarti tidak
ada kontak antara gigi atas dan bawah pada saat oklusi (Rahardjo, 2011).
k.
45
gigi anterior diperiksa dalam jurusan sagital dan vertikal. Relasi yang normal
dalam jurusan sagital adalah adanya jarak gigit / overjet. Ada beberapa pengertian
tentang jarak gigit misalnya menurut Proffit dkk., (2007) jarak gigit adalah
horizontal overlap of the incisors. Pada keadaan normal gigi insisivi akan
berkontak, insisivi atas di depan insisivi bawah dengan jarak selebar ketebalan
tepi insisal insisivi atas, kurang lebih 2-3 mm dianggap normal. Bila insisivi
bawah lebih anterior daripada atas disebut jarak gigit terbalikatau kadang-kadang
ada yang menyebut gigitan silang anterior atau gigitan terbalik (Rahardjo, 2011).
Untuk mendapatkan pengukuran yang sama maka di klinik digunakan
pengertian jarak gigit adalah jarak horizontal antara insisal insisivi atas dengan
bidang labial insisivi bawah. Jarak gigit pada gigitan silang anterior diberi tanda
negatif, misalnya-3 mm. Pada relasi gigitan edge to edge jarak gigitnya 0 mm.
46
Sefalometri merupakan salah satu pilar dalam diagnosis ortodontik dan dalam
penentuan rencana perawatan. Adapun kegunaan sefalometri dalam bidang
ortodonti yaitu:
a. Studi pertumbuhan kraniofasial. Sefalogram telah membantu menyediakan
informasi tentang beragam pola pertumbuhan, gambaran struktur
kraniofasial yang baik, memprediksi pertumbuhan, dan memprediksi
kemungkinan dampak dari rencana perawatan ortodontik.
b. Diagnosis kelainan kraniofasial. Sefalogram digunakan
mengidentifikasi,
menentukan
gambaran
dan
melihat
dalam
kelainan
47
48
Kaukasoid
21 - SN
103
21 garis maksila
108
21 garis mandibula
90
49
Peranti ortodonti lepasan atau biasa disebut peranti lepasan adalah peranti
ortodonti yang dapat dipasang dan dilepas oleh pasien (Rahardjo, 2009).
2.3.1 Indikasi Peranti Ortodonti Lepasan
a. Pasien yg kooperatif, kebersihan mulut dan geligi dalam kondisi yang baik
b. Maloklusi dengan pola skelet kelas 1 atau yang tidak jauh menyimpang dari
kelas 1 disertai kelainan letak gigi, yaitu: terdapat jarak gigit yang besar
disebabkan kesalahan inklinasi gigi, gigitan terbalik disebabkan perubahan
inklinasi gigi, malposisi gigi tetapi akar gigi tersebut terletak pada tempat yang
benar, kelainan jurusan bukolingual (gigitan silang unilateral posterior) yang
disebabkan displacement mandibula
c. Pencabutan yang terencana hendaknya memberi kesempatan gigi untuk
bergerak tipping, dan hendaknya hanya menyisakan sedikit diastema atau
bahkan tidak menyisakan diastema sama sekali (Rahardjo, 2009).
2.3.2 Kontraindikasi Peranti Ortodonti Lepasan
a) Diskrepansi skeletal yang jelas dalam arah sagital maupun vertikal
b) Bila dibutuhkan penjangkaran antarmaksila
c) Adanya malposisi apeks, rotasi yang parah ataupun rotasi multipel
d) Bila diperlukan pergerakan gigi secara translasi (bodily)
e) Bila terdapat problema ruangan, misalnya adanya berdesakan yang parah
ataupun adanya diastema yang berlebihan (Rahardjo, 2009).
2.3.3
sebagai berikut :
1. Maloklusi yang memerlukan pergerakan gigi condong (tipping), bila dirawat
2.
3.
4.
cekat.
Pengontrolan peranti lebih mudah dibanding dengan peranti cekat karena
5.
50
6.
7.
8.
Relatif murah dan tidak memerlukan bahan yang banyak dan mahal.
Dapat dilepas oleh pasien untuk dibersihkan.
Apabila ada kerusakan atau menyebabkan rasa sakit, pasien dapat melepas
peranti untuk sementara.
2.3.4
sebagai berikut :
1. Dengan peranti lepasan, kekuatan hanya diberikan pada satu titik dimahkota,
dengan demikian gigi akan bergerak condong dengan sumbu putar (fulkrum)
pada gigi kurang lebih 1/3 akar. Bila gigi yang akan digerakkan sudah terletak
miring kearah pergerakan gigi, perawatan dengan peranti lepasan tidak
2.
3.
4.
pencabutan saja.
Pasien yang tidak kooperatif sering kali tidak memakai perantinya. Hal ini
akan memperlambat perawatan dan pergerakan gigi yang tidak terkontrol
dapat terjadi.
2.3.5
51
52
Plat akrilik dibuat setipis mungkin agar tidak menyita rongga mulut
sehingga bisa enak dipakai oleh pasien (comfortable), tetapi cukup tebal agar tetap
kuat jika dipakai di dalam mulut. Umumnya ketebalan plat setebal 1 malam model
(2mm). Disain dan konstrusi plat sangat mempengaruhi efisiensi alat serta
kenyamanan pemakaian oleh pasien sehingga pasien mau mengikuti instruksiinstruksi pemakaian sampai perawatam selesai.
Dengan demikian disamping plat yang terlalu tebal dan lebar menutupi
palatum, pemasangan pir-pir yang terlalu banyak secara bersamaan akan sangat
mengganggu kenyamanan pasien. Stabilitas alat di dalam mulut yang bebas dari
goncangan ketika mulut berfungsi (mengunyah, bicara) akan memberikan
kenyamanan pemakaian, mempertinggi akurasi / ketepatan tekanan spring,
memperbesar reaksi penjangkar di daerah rahang bagian depan . Untuk mencapai
stabilitas alat yang maksimal ada beberapa hal yang harus diperhatikan :
1. Lebar plat dibuat selebar mungkin tetapi disesuaikan dengan kebutuhan
karena plat yang terlalu lebar akan menggangu fungsi lidah dan
kenyamanan pemakaian.
2. Plat dasar secara keseluruhan harus dapat beradaptasi dengan mukosa
mulut, permukaan plat dapat menempel dengan baik tanpa menimbulkan
rasa menekan, tepi plat dapat beradaptasi dengan kontur permukaan
cervical di palatinal/lingual gigi-gigi masuk dengan
pas didaerah
53
untuk retensi agar tidak mudah lepas, dan bagian retensi tersebut harus berada
dalam ketebalan platnya.
Ada beberapa hal khusus yang perlu di perhatikan :
1. Untuk plat rahang atas : Plat dibuat selebar mungkin, tepi distal sampai
mencapai daerah perbatasan palatum molle dan palatum durum, di bagian
tengah melengkung ke anterior sehingga cukup luas daerah palatinal yang
bebas agar tidak menggangu fungsi lidah sewaktu mengunyah dan bicara.
2. Untuk plat rahang bawah : Daerah di bagian lingual mandibula sempit
maka untuk memperkuat plat perlu di pertebal menjadi satu setengah
ketebalan malam (3mm), di daerah sulcus lingualis tempat perlekatan
frenulum linguale plat dipersempit agar tidak mengganggu gerakan lidah.
Di regio molar dibagian lingual biasanya terdapat daerah undercut yang
cukup dalam meluas sampai pangkal lidah, didaerah ini ujung kawat basis
klamer tidak boleh menempel tapi tegak lurus turun ke bawah, tepi plat
dibagian bawah dipertebal sehingga jika diperlukan pengurangan
ketebalan plat untuk mempermudah insersi tepi plat tidak menjadi terlalu
tipis dan kawat basis yang tertanam di dalam plat tidak terpotong.
54
yang dikenakan terhadap gigi yang digerakkan. Dapat menahan gaya vertikal
yang dapat mengangkat plat lepas dari rahang dan menggangu stabilitas alat .
Pemilihan jenis , jumlah dan letak penempatan klamer pada gigi anchorage
tergantung kepada: jumlah spring yang dipasang, letak spring, serta bentuk dan
jumlah gigi penjangkarnya. Macam-macam klamer dan modifikasinya yang di
pakai sebagai komponen retentif pada alat ortodontik lepasan adalah :
1.
2.
3.
4.
Gambar. Klamer C
55
56
Gambar Pir simpel yang dipatrikan pada mainwire dan Pir simpel dengan
modifikasi koil
57
Gambar Pir lup bukal / Buccal retractor spring dan Beberapa bentuk modifikasi
pir retraktor bukal
Gambar Pir kontinyu yang dipatrikan pada main wire dan Posisi pir kontinyu
pada palatinal gigi anterior
D. Busur Labial/
Labial Arch/Labial Bow
Sesuai dengan namanya busur labial merupakan kawat melengkung yang
menempel pada permukaan labial gigi-gigi.
Fungsi Busur labial :
a. Untuk meretraksi gigi-gigi depan ke arah lingual/palatianal.
b. Untuk mempertahankan lengkung gigi dari arah labial.
58
59
60
3.
61
62
ekstra
oral
dapat
digunakan
untuk
memperkuat
penjangkaran intra oral, namun bisa juga sebagai sumber utama penjangkaran,
misalnya untuk retraksi segmen bukal. Gaya ekstra oral bergantung pada
elastisitas dari elastik penghubung yang terdapat pada headgear. Penjangkaran
ekstra oral dapat diperoleh dengan menggunakan headgear, bisa berupa headcap
atau high pull headgear. Penghubung antara headgear dengan alat lepasan adalah
facebow atau J hooks.
F. Sekrup Ekspansi
63
G. Retensi
Alat retensi lepasan merupakan alat yang digunakan setelah selesai
perawatan orthodonti aktif dan bertujuan untuk stabilisasi hasil perawatan yang
telah dicapai dengan alat aktif.
64
Alat orthodontik cekat adalah alat yang dipasang secara cekat dengan
pengeleman pada gigi pasien sehingga alat tidak bisa dilepas oleh pasien sampai
perawatan selesai. Alat ini mempunyai kemampuan perawatan yang sangat tinggi,
kemungkinan keberhasilan perawatan sangat besar dengan detil hasil perawatan
yang lebih baik. Alat ortodontik cekat ini biasanya dipilih sebagai alat untuk
merawat, apabila :
Kelaianan gigi pasien sudah cukup komplek dan sudah melibatkan rahang.
Pengaturan membutuhkan penggeseran banyak gigi dan mengubah hubungan
rahang.
Pasien tidak masalah dengan penampilan yang menjadi lebih ramai karena
setiap gigi ditempeli alat dari logam (Ardhana, 2011).
Kelainan gigi pasien tidak terlalu komplek hanya diakibatkan oleh letak
gigi yang menyimpang pada lengkung rahangnya sedangkan keadaan
rahangnya masih normal
Umur pasien diatas 6 tahun merupakan umur yang dianggap sudah cukup
mampu memasang, melepas alat dalam mulut, merawat, membersihkan alat
yang dipakai
Pasien menghendaki penampilan giginya tidak terlalu ramai, sewaktuwaktu bisa dilepas sendiri
Biaya perawatan yang tersedia tidak cukup untuk alat cekat (Ardhana,
2011).
65
2.3.7
66
disebabkan
karena
disharmoni
dentomaksiler.
Disharmoni
67
68
menggerakkan gigi dan jaringan periodonsium gigi harus baik. Syarat ini harus
diperhatikan supaya gigi-geligi dalam rahang dapat dirawat dengan baik pada
perawatan ortodonsia, karena tidak sedikit kasus-kasus maloklusi bertambah parah
setelah dirawat dengan piranti ortodonsi (Foster, 1997).
Konsep pergerakan gigi yakni kekuatan yang diberikan pada mahkota gigi
akan menyebabkan gigi akan berubah sedikit letaknya pada soket gigi. Kekuatan
yang diberikan itu dapat mengakibatkan daerah tarikan dan tekanan pada gigi.
Pada periode tertentu, soket gigi akan berubah dan gigi akan bergerak jauh dari
soket gigi (Foster, 1997).
Pergerakan Gigi Ortodontik tergantung dari (Foster, 1997). :
A. Kekuatan Ortodontik meliputi :
1. Jenis kekuatan
a. Kekuatan kontinyu.
Kekuatan terus menerus. Kekuatan yang kontinyu itu akan
berhenti pada periode tertentu. Misal pada ekspansi rahang menggunakan
coffin, kawat busur pada piranti ortodonsi cekat
b. Kekuatan intermittent.
Kekuatan yang berlangsung selama periode singkat. Kekuatan
yang intermittent biasanya pada piranti ortodonsia lepasan. Misalnya :
sekrup ekspansi Arah dan besaran kekuatan serta durasi kekuatan.
Pergerakan
tipping
dengan
akar
tunggal
dan
hialinisasi
69
3. Pergerakan rotasi
Pergerakan rotasi: Koreksi gigi rotasi (derotasi). Menggunakan
lebih dari satu macam kekuatan. Misalnya untuk rotasi gigi insisif RB
70
digunakan 2 kekuatan yaitu busur labial pada sisi labial dan pegas Z pada
sisi palatal. Alat lepasan digunakan bila rotasi sedikit. Rotasi banyak
dengan alat cekat atau kombinasi alat cekat & alat lepas.
4. Pergerakan Vertikal (terbagi menjadi 2 : gerakan intrusi dan ektrusi)
- Pergerakan intrusi.
Pergerakan intrusi merupakan pergerakan gigi menjauhi bidang
oklusal. Pergerakan intrusi membutuhkan kontrol kekuatan yang baik.
Pada gigi permanen yang belum tumbuh sempurna, kekuatan yang
diberikan terlalu ke oklusal akan menyebabkan pergerakan intrusi.
Contohnya adalah peninggian gigit anterior pada kasus gigitan dalam.
Insisif RB yang oklusi dg peninggian gigit tersebut (tidak tepat tegak
lurus) bergerak tiping dan intrusi. Gigi-gigi posterior menjadi tidak
kontak.Tujuan peninggian gigit anterior adalah mengurangi tumpang
gigit dengan merangsang pertumbuhan gigi2 posterior dg prosesus
alveolarisnya ke oklusal.
-
Pergerakan ekstrusi.
Pergerakan menggerakkan gigi-gigi kearah oklusal. Pergerakan
ini digunakan pada kasus-kasus gigitan terbuka. Digunakan busur labial
yang diletakkan lebih ke cervical supaya mendorong gigi-gigi ke
oklusal.
5. Pergerakan torque
Pergerakan torque yaitu pergerakan tipping pada apeks gigi (Foster,
1997).