Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Sampai saat ini semua orang mempercayai bahwa bumi merupakan satu-

satunya planet yang didalamnya terdapat makhluk hidup. Untuk itu sangat wajar
apabila di dalam bumi tersebut terdapat suatu proses ataupun fenomena geologi
yang memberikan dampak bagi kehidupan organisme di dalamnya baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dalam memahami proses-proses tersebut para
ilmuwan telah melakukan berbagai penelitian-penelitian ilmiah yang akhirnya
menghasilkan berbagai teori-teori tentang perkembangan bumi. Dalam ilmu
geologi waktu dan ruang yang dibahas memiliki dimensi yang sangat luas. Waktu
yang dibahas dalam skala jutaan tahun dan ruang dalam skala ratusan kilometer
atau lebih. Untuk itu sangat tidak mungkin apabila kita akan meneliti secara
langsung berbagai proses yang ada. Hal tersebut mendorong para ilmuwan untuk
melakukan

penelitian

berdasarkan

proses

yang

terjadi

saat

ini

dan

menghubungkannya dengan proses yang terjadi di masa lampau yang kemudian


menghasilkan berbagai teori atau konsep. Begitu pula dengan teori tektonik
lempeng. Teori tersebut merupakan perkembangan dari teori Pengapungan Benua
yang di ajukan oleh Alfred Wegener. Dalam penelitiannya Alfred Wegener telah
menemukan berbagai bukti yang membuat dia mempunyai kesimpulan bahwa
benua tidak diam pada satu tempat saja, meskipun pada akhirnya dia tidak dapat
menjelaskan mekanismenya.

1.2

Rumusan Masalah
1.2.1

Bagaimana terjadinya pemekaran benua oleh mantle plumes?

1.2.2

Bagaimana pandangan terhadap teori mantle plumes dan hot spot?

1.3

1.2.3

Apa yang dimaksud dengan rifting?

1.2.4

Apa yang dimaksud dengan intracontinental rifting?

1.2.5

Apa yang dimaksud dengan kerak basin dan range structure?

Tujuan
1.3.1

Mengetahui bagaimana terjadinya pemekaran benua oleh mantle


plumes.

1.3.2

Mengetahui bagaimana pandangan terhadap teori mantle plumes


dan hotspot.

1.3.3

Mengetahui apa itu rifting.

1.3.4

Mengetahui apa itu intracontinental rifting.

1.3.5

Mengetahui apa itu kerak basin dan range structure.

BAB II
PEMBAHASAN
PEMEKARAN BENUA
Anggapan lama pernah ada pada abad-abad yang lampau bahwa bumi
adalah sesuatu yang rigid atau kaku sementara benua-benua berada pada
kedudukannya yang tetap tidak berpindah-pindah. Setelah ditemukannya benua
Amerika dan dilakukan pemetaan pantai di Amerika dan Eropa ternyata terdapat
kesesuaian morfologi dari pantai-pantai yang dipisahkan oleh Samudera Atlantik.
Hal ini menjadi titik tolak dari konsep-konsep yang menerangkan bahwa benuabenua tidak tetap akan tetapi selalu bergerak. Konsep-konsep ini dibagi menjadi
tiga menurut perkembangannya (Van Krevelen, 1993) :
1. Owen dan Snider (1857)
Konsep yang menerangkan bahwa terpisahnya benua disebabkan oleh
peristiwa yang katastrofik dalam sejarah bumi.
2. Alfred Wegener (1912)
Konsep apungan benua atau continental drift yang mengemukakan bahwa
benua-benua bergerak secara lambat melalui dasar samudera, dikemukakan oleh
Alfred Wegener (1912). Akan tetapi teori ini tidak bisa menerangkan adanya dua
sabuk gunung api di bumi.
3. Tektonik Lempeng
Konsep paling mutakhir yang dianut oleh para ilmuwan sekarang yaitu
Teori Tektonik Lempeng. Teori ini lahir pada pertengahan tahun enampuluhan.
Teori ini terutama didukung oleh adanya Pemekaran Tengah Samudera (Sea Floor
Spreading) dan bermula di Pematang Tengah Samudera (Mid Oceanic Ridge :
MOR) yang diajukan oleh Hess (1962).

Contoh katastrofik geologi adalah peristiwa Erupsi Toba. Proses tektonik


yang terjadi dalam erupsi Toba disertai dengan proses magmatisme atau
volkanisme akibat turutnya magma bergerak oleh deformasi kerak bumi. Proses
tersebut menyebabkan intrusi magma dan ekstrusi magma. Intrusi dan ekstrusi
magma ini menghasilkan pasokan magma yang sangat besar terangkat dan bagian
puncak gunung Toba mulai retak sehingga terjadi kontak antara permukaan
dengan magma yang bertekanan tinggi. Lalu terjadilah pelepasan tekanan sangat
tinggi dari magma yang naik ke permukaan dan menghasilkan letusan/erupsi
leburan magma silikat asam yang sangat dahsyat atau yang disebut dengan
katastrofik. Karena materi letusan yang sangat besar sehingga terjadi pengosongan
kantong magma. Hal ini menyebabkan runtuhnya puncak gunung Toba menjadi
sebuah kawah atau cauldron.
Pada awalnya ada dua benua besar di bumi ini yaitu Laurasia dan
Gondwana kemudian kedua benua ini bersatu sehingga hanya ada satu benua
besar (supercontinent) yang disebut Pangaea dan satu samudera luas atau yang
disebut Panthalassa (270 jt th yll). Dari supercontinent ini kemudian terpecah lagi
menjadi Gondwana dan Laurasia (150 jt th yll) dan akhirnya terbagi-bagi menjadi
lima benua seperti yang dikenal dan ditempati oleh manusia sekarang. Terpecahpecahnya benua ini menghasilkan dua sabuk gunung api yaitu Sirkum Pasifik dan
Sirkum Mediteranean yang keduanya melewati Indonesia.
Mekanisme penyebab terpecahnya benua ini bisa diterangkan oleh Teori
Tektonik Lempeng sebagai berikut :
1. Penyebab dari pergerakan benua-benua dimulai oleh adanya arus konveksi
(convection current) dari mantle (lapisan di bawah kulit bumi yang berupa
lelehan). Arah arus ini tidak teratur, bisa dibayangkan seperti pergerakan
udara/awan atau pergerakan dari air yang direbus. Terjadinya arus konveksi
terutama disebabkan oleh aktivitas radioaktif yang menimbulkan panas.

2. Dalam kondisi tertentu dua arah arus yang saling bertemu bisa menghasilkan
arus interferensi yang arahnya ke atas. Arus interferensi ini akan menembus kulit
bumi yang berada di atasnya. Magma yang menembus ke atas karena adanya arus
konveksi ini akan membentuk gugusan pegunungan yang sangat panjang dan
bercabang-cabang di bawah permukaan laut yang dapat diikuti sepanjang
samudera-samudera yang saling berhubungan di muka bumi. Lajur pegunungan
yang berbentuk linear ini disebut dengan MOR (Pematang Tengah Samudera) dan
merupakan tempat keluarnya material dari mantle ke dasar samudera. MOR
mempunyai ketinggian melebihi 3000 m dan lebarnya lebih dari 2000 km, atau
melebihi ukuran Pegunungan Alpen dan Himalaya yang letaknya di daerah benua.
MOR Atlantik (misalnya) membentang dengan arah utara-selatan dari lautan
Arktik melalui poros tengah samudera Atlantik ke sebelah barat Benua Afrika dan
melingkari benua itu di selatannya menerus ke arah timur ke Samudera Hindia
lalu di selatan Benua Australia dan sampai di Samudera Pasifik. Jadi keberadaan
MOR mengelilingi seluruh dunia.
3. Kerak (kulit) samudera yang baru, terbentuk di pematang-pematang ini karena
aliran material dari mantle. Batuan dasar samudera yang baru terbentuk itu lalu
menyebar ke arah kedua sisi dari MOR karena desakan dari magma mantle yang
terus-menerus dan juga tarikan dari gaya gesek arus mantle yang horisontal
terhadap material di atasnya. Lambat laun kerak samudera yang terbentuk di
pematang itu akan bergerak terus menjauh dari daerah poros pematang dan
mengarungi samudera. Gejala ini disebut dengan Pemekaran Lantai Samudera
(Sea Floor Spreading).
4. Keberadaan busur kepulauan dan juga busur gunung api serta palung Samudera
yang memanjang di tepi-tepi benua merupakan fenomena yang dapat dijelaskan
oleh Teori Tektonik Lempeng yaitu dengan adanya proses penunjaman (subduksi).
Oleh karena peristiwa Sea Floor Spreading maka suatu saat kerak samudera akan
bertemu dengan kerak benua sehingga kerak samudera yang mempunyai densitas
lebih besar akan menunjam ke arah bawah kerak benua. Dengan adanya zona
penunjaman ini maka akan terbentuk palung pada sepanjang tepi paparan benua,

dan juga akan terbentuk kepulauan sepanjang paparan benua oleh karena proses
pengangkatan. Kerak samudera yang menunjam ke bawah ini akan kembali ke
mantle atau jika bertemu dengan batuan benua yang mempunyai densitas sama
atau lebih besar maka akan terjadi mixing antara material kerak samudera dengan
benua membentuk larutan silikat pijar atau magma. (Proses mixing terjadi pada
kerak benua sehingga tidak akan lebih dalam dari 30 km di bawah permukaan
bumi). Karena sea floor spreading terus berlangsung maka magma hasil mixing
yang terbentuk akan semakin besar sehingga akan menerobos batuan-batuan di
atasnya sampai akhirnya muncul ke permukaan bumi membentuk deretan gunung
api.
2.1 Pemekaran oleh Mantle Plumes
Mantle plumes terdapat nukleasi batu panas pada batas inti-mantel dan
naik melalui mantel bumi kepusat vulkanik aktif yang dikenal sebagai "hot spot".

Gambar
2.1 Mantle plumes dan Hotspot
Hipotesis Wilson (1963) tentang Mantle Plume, dikatakan bahwa Mantle
plume adalah suatu bentuk tidak teratur dari batuan panas di mantel bumi berupa
benjolan yang menuju ke permukaan bumi. Pada kedalaman yang mendekati
permukaan bumi menyebabkan batuan meleleh sehingga diasumsikan bahwa
mantle plume merupakan pusat dari sumber magma pada gunung api atau
merupakan salah satu faktor dari terjadinya gerakan lempeng. Mantle plume

adalah lidah-lidah yang mencuat ke atas dari suatu massa superplume, dan
menerobos ke permukaan sebagai hotspot. Bila tidak terjadi pergerakan lempeng
maka pelepasan panas dari inti bumi akan terganggu sehingga mantle plume akan
menyemburkan lava panas dalam skala sangat besar sebagi bentuk keseimbangan.
Lava panas yang naik ke permukaan (hotspot) melalui aktivitas vulkanik keluar
dalam bentuk magma yang kemudian akan membeku sehingga menyebabkan
pemekaran benua oleh mantle plumes.
2.2 Pandangan Terhadap Teori Mantle Plumes dan Hot Spot
Pada tahun 1963, geofisikawan Kanada, J. Tuzo Wilson yang juga
menemukan teori patahan transform mengemukakan ide cemerlang yang saat ini
disebut sebagai Teori Hot Spot. Wilson mengatakan bahwa pada beberapa tempat
di bumi ini terjadi proses vulkanik yang sangat aktif, dan berlangsung sudah
sangat lama. Menurut beliau hal ini bisa terjadi jika di bawah sebuah lempeng
tektonik ada sebuah area yang relatif kecil, sudah eksis dan bertahan lama, dan
memiliki panas yang sagat tinggi- yang disebut hotspot. Hot spot ini akan
memberikan sumber energi panas lokal yang tinggi untuk mempertahankan proses
vulkanik.

Gambar 2.2 Pergerakan Lempeng Pasifik di atas hotspot Hawaii

Wilson berhipotesis bahwa bentuk rangkaian kepulauan Hawai yang


terletak pada garis lurus adalah sebagai hasil dari pergerakan lempeng Pasifik di
atas dari hotspot yang berada sangat dalam di mantel bumi. Lokasi hotspot ini
relatif tetap dan posisi saat ini tepat di bawah Kepulauan besar Hawaii.
Panas dari hot Spot ini memberikan sumber magma terus-menerus yang
sebagian meleleh di atas lempeng Pasifik. Magma tersebut, -yang lebih ringan
dibanding batuan padat di sekitarnya-, kemudian naik di sepanjang mantel dan
kulit bumi dan kemudian meleleh di dasar lautan dan membentuk gunung aktif
bawah laut. Seiring dengan waktu gunung bawah laut itu bertumbuh dan
membesar akibat proses erupsi yang terjadi terus-menerus, sehingga pada
akhirnya timbul di atas muka laut, dan membentuk kepulauan vulkanik.
Wilson berteori bahwa pergerakan lempeng Pasifik juga akan menggeser
pulau vulkanik yang terbentuk dari atas hotspot sehingga menghilangkan sumber
sumber magma, sehingga proses vulkanis berakhir. Ketika sebuah pulau vulkanik
sudah eksis, pulau yang lain akan tumbuh di atas hotspot, dan siklus tersebut
terjadi berulang-ulang. Proses vulkanik tumbuh dan mati ini terjadi sepanjang
jutaan tahun dan meninggalkan jejak panjang pulau-pulau dan gunung-gunung
vulkanik di dasar lautan Pasifik.
Menurut teori hotspot Wilson rangkaian vulkanik Hawai seharusnya
menua secara progressif dan menjadi lebih banyak mengalami erosi jika
rangkaian makin jauh bergeser dari hotspot akibat pergerakan lempeng Pasifik.
Pulau Kauai, pulau tidak berpenghuni yang berada di arah barat laut sudah
berumur 5.5 juta tahun dan sudah sangat banyak mengalami erosi. Sebagai
perbandingan, batuan terekspos tertua dari Kepulauan Besar Hawaii yaitu pulau
paling tenggara dari rangkaian dan diasumsikan masih berada di atas hotspotdiperkirakan baru berumur 700.000 tahun dan batuan vulkanis baru masih terus
terbentuk.

2.3 Rifting
Rifting adalah proses di mana kerak benua diperpanjang atau mengalami
pemekaran dan menipis, membentuk cekungan sedimen perpanjangan. Rifting
juga adalah salah satu istilah untuk menggambarkan proses ekstensional atau gaya
tarikan di permukaan bumi, sebagai bentuk gejala tektonik divergen (pemisahan
benua). Contoh rifting di seluruh dunia di antaranya Rio Grande Rift, Rhine
graben, Baikal rift, dan East African rift.
2.3.1

Rifting di Benua Afrika

Bentuk rifting di bagian timur Afrika sangat terkenal, karena memiliki pola triple
junction yaitu proses bertemunya 3 jalur rifting yaitu Rifting di Afrika bagian
timur, Rifting di Laut Merah dan Rifting di Teluk Aden.

Gambar 2.3 Triple Junction Rifting (Afrika Timur, Laut Merah, Teluk Aden)
2.3.2

Rifting di benua Amerika

Contoh yang terkenal adalah Rio Grande Rift. Rio Grande Rift berada di wilayah
Amerika Serikat bagian barat. Bentuk morfologi Rift Rio Grande memanjang dari
daerah Leadville, Colorado - Presidio, Texas, dan Chihuahua, New Mexico,
dengan panjang lebih dari 1.000 kilometers. Gejala rifting ini terbentuk sebagai

hasil gaya ekstensional (peregangan/tarikan). Bentukan rifting seperti ini tentu


saja menghasilkan cekungan di dalamnya. Fase ekstensional ini dipercaya
berlangsung sejak Era Kenozoikum.

Gambar 2.4 Rio Grande Rifting


Para ahli lainnya mencatat kecepatan gerak rifting kontinen ini pertama
kali tercatat dalam waktu geologi sekitar umur 28-27 Ma di New Mexico, di
Colorado

bagian

tengah

mencapai

sekitar

26-25

Ma,

diikuti

dengan

intrusi/magmatisme sekitar umur 10-8 Ma di daerah sekitar batas ColoradoWyoming.


Kesamaan Rio Grande Rift dengan rifting lain di seluruh dunia (Rhine
Graben, Baikal Rift, dan East African Rift):

memiliki aliran panas yang tinggi (high heat flow)


berasosiasi dengan vulkanisme silicic (bimodal volcanism) yang
didominasi oleh batuan beku basaltik (basaltic predominantly)

adanya gejala pelemahan litosfer (lithospheric attenuation) pada kerak dan

mantle
memiliki elevasi tinggi
adanya pemunculan/pencapaian astenosfer dari bawah litosfer yang lemah

(attenuated lithosphere)
sesar-sesar normal pada bagian kerak

2.3.3 Empat tahapan dalam proses tektonik rifting:


1. Rift Valley
Tahapan ini melibatkan pembentukan Graben (hasil dari patahan pada kulit bumi
yang mengalami depresi dan terletak di antara dua bagian yang lebih tinggi.
Bagian yang lebih tinggi disebut dengan horst) awal sebelum benua terpecahkan.
Tahapan ini dapat berasosiasi dengan pengangkatan Domal yang disebabkan oleh
peningkatan material hot upper mantle. Contohnya adalah African Rift Valley.

Gambar 2.5 African Rift Valley


2. Youthful
Tahapan ini dikarakteristikan oleh regional subsidence yang cepat dari outer shelf
dan slope, namun beberapa pembentukan Graben dapat bertahan. Contoh : Laut
Merah.

Gambar 2.6 Laut Merah


3. Mature
Tahapan ini berlangsung selama daerah tersebut terjadi pengendapan. Contohnya:
Continental Atlantic Margin.

Gambar 2.7 Continental Atlantic Margin


4. Fracture
Tahapan ini terjadi ketika sejarah continental margin mulai dan berakhir.
2.4 Intracontinental Rifting
2.4.1 Active Rifting

Rifting aktif tidak disebabkan oleh gaya langsung ke litosfer melainkan terjadi
karena erosi termal dari litosfer yang lebih rendah. Erosi litosfer menciptakan
potensial gravitasi yang lebih tinggi hal ini menyebabkan material runtuh karena
gaya gravitasi dan menyebar, sehingga terbentuklah rifting.

Gambar 2.8 Active Rifting


2.4.2

Passive Rifting

Rifting pasif disebabkan oleh aplikasi langsung dari kekuatan yang berlawanan
litosfer untuk membuat ekstensi. Tekanan berasal dari mantle plume, arus
konveksi dan dari zona subduksi.

Gambar 2.9 Passive Rifting

Rifting pasif terjadi karena gaya regangan (tensile force) yang terjadi
secara regional pada litosfer benua yang mengakibatkan kerusakan atau
pelemahan pada litoster benua itu sendiri, sehingga batuan mantel yang bersuhu
tinggi (panas) menekan litosfer. Model rifting pasif McKenzie (1978) diterima
secara luas sebagai cikal bakal terjadinya pengendapan dalam cekungan (basin).
Pada saat rifting pasif terbentuk, rifting terjadi terlebih dahulu dan diikuti oleh
pengkubahan (dooming). Rifting yang terjadi adalah respon pasif dari tegangan
yang terjadi secara regional. Salah satu contoh daerah yang mengalami rifting
pasif adalah Rio Grande Rift.
2.5 Kerak Basin and Range Structure
Salah satu contoh keretakan intracontinental adalah Basin dan Range
structure (America Utara). Di wilayah ini, besar tekanan ekstensional di zona
tersebut lebarnya mulai dari 500-800 km. Dimana bagian tengah provinsi Amerika
Utara memiliki lebar sekitar 250-300 km ekstensi horizontal dan di bagian timur
jumlah total ekstensi permukaan horizontal adalah sekitar 120- 150 km.

Salah satu karakteristik dari Basin dan Range Struktur melibatkan


hubungan antara ekstensi besaran-besaran di kerak atas dan distribusi regangan di
bagian bawah kerak. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa meskipun
pola kerak sangat bervariasi, namun kerak lokalnya memiliki ketebalan yang
sama.
Hasil ini menunjukkan bahwa besar tekanan telah dikompensasi di
kedalaman oleh flow lateral di kerak yang lebih rendah dan lemah, yang bertindak
untuk mengeluarkan setiap topografi Moho.
Seperti kebanyakan pemekaran benua, Basin dan Range ditandai dengan
permukaan dengan heat flow yang tinggi. Topografi di daerah Basin dan Range
juga luar biasa tinggi dengan rata-rata 1,2 km di atas permukaan laut. Kecepatan
seismik rendah dilihat dengan km kedalaman 300-400. Seismik model tomografi
menunjukkan bahwa suhu adiabatik mantel 1300 C terjadi 50 km di bawah
sebagian besar Basin dan Range. Semua karakteristik ini menunjukkan lapisan
astenosfer sangat tipis dan hangat dibandingkan dengan mantel bumi.
Pemekaran benua membutuhkan keberadaan horisontal yaitu tekanan
deviatorik yang cukup untuk mematahkan litosfer. Tekanan deviatorik mungkin
disebabkan oleh tekanan yang timbul dari kombinasi sumber yaitu:
1.
2.
3.
4.

gerakan lempeng
gaya apung termal karena upwelling asthenospheric
tractions di dasar litosfer yang dihasilkan oleh convecting astenosfer
buoyancy (gravitasi)

Pecahnya litosfer yang mengarah ke pembentukan cekungan laut baru hanya


terjadi jika tersedia tekanan melebihi kekuatan seluruh litosfer. Untuk alasan ini
kekuatan litosfer adalah salah satu parameter yang paling penting yang mengatur
formasi dan evolusi perpecahan benua dan rift basin margin.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pemekaran oleh mantle plumes
Pemekaran benua yang disebabkan oleh mantle plumes diakibatkan karena
mantle yang mendekati inti bumi meleleh akibat suhu yang tinggi yang
kemudian mantle atau kerak bumi berubah menjadi matle plumes ato lelehan
mantle yang naik menuju ke permukaan. Akibat tidak adanya pergerakan
lempeng maka pelepasan panas inti bumi akan terganggu sehingga
menyemburkan lava yang sangat panas dalam skala yang besar sehingga
benua yang dulunya kecil mengalami pemekaran dan menjadi benua yang
lebih besar.
2. Pandangan terhadap teori mantle plumes dan hotspot
Wilson mengatakan bahwa pada beberapa tempat di bumi ini terjadi proses
vulkanik yang sangat aktif, dan berlangsung sudah sangat lama. Menurut
beliau hal ini bisa terjadi jika di bawah sebuah lempeng tektonik ada sebuah
area yang relatif kecil, sudah eksis dan bertahan lama, dan memiliki panas
yang sagat tinggi- yang disebut hotspot. Hot spot ini akan memberikan sumber
energi panas lokal yang tinggi untuk mempertahankan proses vulkanik.
3. Rifting
Rifting adalah proses di mana kerak benua diperpanjang atau mengalami
pemekaran dan menipis, membentuk cekungan sedimen perpanjangan.
4 tahapan dalam pembentukan tektonik rifting: Rift Valley, Youthful, Mature,
Fracture.
4. Intracontinental Rifting
Rifting pasif disebabkan oleh aplikasi langsung dari kekuatan yang
berlawanan litosfer untuk membuat ekstensi. Tekanan berasal dari mantle
plume, arus konveksi dan dari zona subduksi. Sedangkan, rifting aktif tidak
disebabkan oleh gaya langsung ke litosfer melainkan terjadi karena erosi
termal dari litosfer yang lebih rendah. Erosi litosfer menciptakan potensial

gravitasi yang lebih tinggi hal ini menyebabkan material runtuh karena gaya
gravitasi dan menyebar, sehingga terbentuklah rifting.
5. Kerak Basin and range structure
Contoh keretakan intracontinental adalah Basin dan Range structure (America
Utara). Di wilayah ini, besar tekanan ekstensional di zona tersebut lebarnya
mulai dari 500-800 km. Dimana bagian tengah provinsi Amerika Utara
memiliki lebar sekitar 250-300 km ekstensi horizontal dan di bagian timur
jumlah total ekstensi permukaan horizontal adalah sekitar 120- 150 km.
3.2 Kritik dan Saran
Menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, maka diperluhkan kritik dan
saran agar di makalah-makalah berikut yang akan kami buat akan lebih baik dari
sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA
Website:
https://wiranto.wordpress.com/
http://geologistudy.blogspot.com/2008/12/geofisika-geothermal.html
http://haeranbessedalawati.blogspot.com/2011/07/mantleplumes-danhotspot.html
https://www.scribd.com/doc/26834877/Rifting
http://agustiawijono.blogspot.com/2012/04/pemekaran-lantai-samudera-danbenua.html
http://legoyaf.uns.ac.id/2010/09/02/teori-wilson/
http://www.geosci.usyd.edu.au/users/prey/Teaching/Geol3101/Rifting02/actpass.h
tml

Вам также может понравиться