Вы находитесь на странице: 1из 7
293 FARMAKOTERAPI PADA PENGENDALIAN GLIKEMIA DIABETES MELITUS TIPE 2 Sidartawan Soegondo PENDAHULUAN Kegagalan pengendalian glikemia pada diabetes mellitus (DM) setelah melakukan perubahan gaya hidup ‘memerlukan intervensi farmakoterapi agar dapat mencegah terjadinya komplikasi diabetes atau paling sedikit dapat smenghambatnya, Untuk mencapai tujuan tersebut sangat Aiperlukan peran serta para pengelola keschatan di tingkat pelayanan keschatan primer. Pedoman pengelolaan diabe- tes sudah ada dan disepakati bersama oleh para pakar dia- betes di Indonesia dan dituangkan dalain suatu Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia yang. anulai disebarluaskan seiak tahun 1994 dan beberapa kali ‘mengalami revisi dan yang terakhir pada tahun 2006. Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah dia- ‘betes melitus tipe 2, yang ditandai adanya gangguan sekcesi insulin ataupun gangguan kerja insulin (resistensi insulin) pada organ target terutama hati dan otot, Awalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes ssecara Klinis, Pada saat tersebut sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu hhiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat, Kemudian setelah terjadi ketidak sanggupan sel beta pankreas, bara akan terjadi diabetes rlitus secara Klinis, yang ditandai dengan terjadinya ppeningkatan kadar glukosa darah yang memenuli kriteria, diagnosis diabetes melitus. Otot adalah pengguna glukosa yang paling banyak sehingga resistensi insulin ‘mengakibatkan kegagalan ambilan glukosa oleh otot. Fenomena resistensi insulin ini terjadi beberapa dekade sebelum onset DM dan telah dibuktikan pada saudara kkandung DM tipe 2 yang normoglikemik, Selain genetik, faktor lingkungan juga mempengaruhi kondisi resistensi insulin, Pada awalnya, kondisi resistensi insulin ini dikompensasi oleh peningkatan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Seiring dengan progresifitas penyakit maka produksi insulin ini berangsur menurun meninmbulkan Minis hiperglikemia yang nyata. Hiperglikemia awalaya terjadipada fase setelah makan saat otot gagal melakukan ambilan glukosa dengan optimal, Pada fase berikuinya dimana produksi insulin semakin menurun, maka terjadi pproduksi glukosa hati yang berlebihan dan mengakibatkan meningkataya glukosa darah pada saat puasa. “Hiperglikemia yang terjadi memperberat gangguan sekresi insulin yang sudah ada dan disebut dengan fenomena glukotoksisitas. Selain pada otot, resistensi insulin juga terjadi pada jaringan-adiposa sehingga merangsang proses lipolisis dan meningkatkan asam lemak bebas. Hal ini juga ‘mengakibatkan gangguan proses ambilan glukosa oleh sel otot dan mengganggu sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Fenomena ini yang disebut dengan lipotoksisitas. Dengan dasar pengetahuan ini maka dapatlah diperkirakan bahwa dalam mengelola diabetes tipe 2, pemilihan penggunaan intervensi farmakologik sangat tergantung pada fase mana diagnosis diabetes ditegakkan yaitu sesuai dengan kelainan daser yang terjadi pada saat tersebut seperti (Gambar 1) : + Resistens insulin pada jaringan lemak, otot dan hati Kenaiken produksi glukosa oleh hati + Kekurangan sckresi insulin oleh pankreas. Pilar penatalaksanaan DM dimulai dengan pendekatan non farmakologi, yaitu berupa pemberian edukasi, perencanaan makan/ierapi nutrisi medik, kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih, atau obesitas. Bila dengan langkah-langkah pendekatan non farmakologi tersebut belum mampu mencapai sasaran 1884 FARMAKOTERAPI PADA PENGENDALIAN GLIKEMIA DIABETES MELITUS TIPE 2 ‘Gambar 1. Sebeb hipergikeme pada DM pengendalian DM belum tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan perlu penambahan terapi medikamentosa atau intervensi farmakologi disamping tetap melakuken pengaturan maken dan aktifitas fisik yang sesuai, Dalam melakukan pemilihan intervensi farmakologis perlu diperhatikan tik kerja obat sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia sesuai dengen ‘Gambar2, ada beberapa kondisi saat kebutuban insulin sanget ‘meningkat akibat adanya infeks, ses akut (gagaljantung, iskemi jantung akut), tanda-tanda defisiens! insulin yang berat (penurunan berat badan yang cepat, ketosis, Ketoasidosis) atau pada kehamilan yang kendali ‘glikemiknya tidak terkontrol dengan perencanaan makan, maka pengelolaan farmakologis umumnya memerlukan terapi insulin, Keadaan seperti ini memerlukan perawatan dirumah sakit, MACAM-MACAM OBAT ANTIHIPERGLIKEMIK ORAL Golongan Insulin Sensitizing Biguanid Farmakokinetik dan Farmakodinamik Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin, Metformin terdapat dalam konsentrasi yang tinggi didalam usus dan hati, tidak dimetabolisme tetapi secara cepat dikeluarkan melalui ginjal, Proses tersebut berjalan dengan cepat sehingga metformin bisanya dliberikan dua sampai tiga kali sehari kecuali dalam bentuk extended release, Setelah diberikan secara oral, metformin ‘akan mencapai kadar tertinggi dalam darah setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh dengan ‘waktu paruh 2 5 jam. ‘Mekanisme kerja Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular, distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh set usus schingga menurunkan glukosa darah dan juga diduga 1885 menghambat absorpsi glukosa di usus sesudah asupan smnakan, Penelitian erakhir melaporkan bahwa efek metformin distas diduga terjadi melalui peningkatan penggunaan sglukosa oleh jaringan perifer yang dipengaruhi AMP acticated protein kinase (AMPK), yang merupakan regulator selular utama bagi metabolisme lipid dan glukosa. ‘Aktifasi AMPK pada hepatosit akan mengurangi aktifitas Acetyl Co-A karboksilase (ACC) dengan induksi oksidasi asam lemak dan menekan ekspresi ensim lipogenik. Metformin juga dapat menstimulasi produksi Glucagon like Peptide-1 (GLP-1) dati gastrointestinal yang dapat menekan fungsi sel alfa pankreas sehingga menurunkan glukagon serum dan mengurangi hiperglikeria seat pu Di samping berpengatuh pada glukosa darah, metformin juga berpengaruh pada komponen lain resistensi insulin yaitu pada lipid, tekanan darah dan juga pada plasmino- ‘gen activator inhibitor (PAT-1). Penggunaan Dalam Klinik dan Efek Hipoglikemia Metformin tidak memeiliki efek stimulasi pada sel beta pankreas schingga tidak mengakibatkan hipoglikemia dan penambahan berat badan, Pemberian metformin dapat ‘menurunkan berat badan ringan hingga sedang akibat ppenekanan nefsumakan dan menurunkan hiperinsulinemia akibat resistensi insulin, schingga tidak dianggap sebagai obathipoglikemik, tetapi obat antihiperglikemik, ‘Metformin dapat digunakan sebagai monoterapi dan sebagai terapi kombinasi: dengan sulfonylurea (SU), repaglinid, nateglinid, penghambat alfa glikosidase dan sglitazone, Pada pemakaian tunggal metformin dapat ‘menurunkan glukosa darah sampai 20% dan konsentrasi insulin plasma peda keadaan basal juga turun, Penelitian ‘nik memberikan hasil monoterapi yang bermakna dalam penurunan glukosa darah puasa (60-70 mg/dL) dan HbA le (1-28) dibandingkan dengan plasebo pada pasien yang tidak dapat terkendali hanya dengan diet. Pada pemakaian kombinasi,dengen SU, hipoglikemia dapat terjadi akibat pengaruh SUnya, Pengobatan terapi kombinasi dengan obat anti diabetes yang lain dapat menurunkan HbA lo 3-4%. -Efektivitas metfogmpin menunynkan glukosa darah pada orang gemuk sebanding dengan kekuatan SU. Mengingat keunggulan metformin dalam mengurangi resistensi insulin, mencegsh penambahan berat badan dan memperbaiki profil lipid maka metformin sebagai ‘monoterepi pilihan utama pada awal pengelolaan diabetes pada orang gemuk dengan dislipidemia dan resistensi in- sulin berat, Bile dengan monoterapi tidak berhasil maka dapat dilakukan Kombinasi dengan SU atau obat anti diabetik lain, Kombinasi sulfonilurea dengan metformin saat ini ‘merupakan kombinasi yang rasional Karena mempunyai cara kerja sinergis sehingga kombinasi ini dapat menurunkan glukosa darah: lebih banyak deripada 1886 pengobatan tunggal masing-masing, baik pada dosis ‘maksimal keduanya maupun pada kombinasi dosis rendah. Kombinasi dengan dosis maksimal dapat menurunkan ‘glukosa darah yang lebih banyak. Pemakaian kombinasi dengan SU sudah dapat 1,3 mg L pada perempuan dan > 1,5 mg/dl. pada laki-laki). ‘Metformin juga dikontraindikasikan pada gangeuan fungsi hati, infeksi berat, penggunaan alkohol berlebihan serta penyandang gagal jantung yang memerlukan terapi. Pemberian metformin periu pemantauan ketat pada usia Jnjut (> 80 tahun) dimana masaa otot bebas lemaknya mbar 2, Sarana farmskologls dan titk kerje obat untuk pengendalian kadar glukosa carah sudah berkurang. Pada pasien yang akan menggunakan radiokontras disarankan untuk menghentikan metformin 24 jam sebelum dan 48 jam sesudah tindaken. ‘Metformin juga dapat menganggu absorbsi vitamin B12 dan dapat menurunian konsentrasi vitamin B12 serum dengan mekanisme yang belum diketahui sepenubnya. Pada suatu uj klinik didapatkan anemia pada 7% pengguna ‘metformin dan kondisi ini membaik dengan cepat dengan penghentian obat, Oleh karena itu disarankan untuk ‘melakukan monitor hematologi. Glitazone ‘Farmakokinetik dan Farmakodinamik Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan mencapai ‘konsentrasiertng tered satel 1-2 jam, Makaman tidak mempengaruhi farmakokinetik obat ini. Waktu paruh ‘erklsar ntara 3-4 jam bag! rosiglitazone dan 3-7 jam bagi ploglitazon, Mekanisine Kerja, Glitazon (Thiazolidinediones), metupakan,agonts peroxisome proliferator-activated receptor gamme (PPARA) yang sangat solektif dan poten. Reseptor PARE terdapat di jaringan target kerja insulin seperti jaringan adiposa, otot sketet dan hati, Glitazon merupakan regulator homeostasis lipid, diferensiasi adiposit, dan ker} insulin, Sama seperti metfomin, glitazon tidak menstinulas produksi insulin oleh sel beta pankreas bahkar menurunkan Konsentrasi insulin lebih besar daripad: metformin, Mengingat efeknya dalam metabotisme glukos: dan lipid, glitazon dapat meningkatkan efisiensi dar respons sel beta pankreas dengan menurunkar ‘lukotoksisitas dan lipotoksisitas. Glitazon dapat merangsang ekspresi beberapa protei yang dapat memperbaiki sensitivitas insulin dar ‘memperbaiki glikemia, seperti glucose ransporter-I(GLUT 1), GLUT 4, p8S4PI-3K dan uncoupling protein-2 (UCP-2) Selain itu juga dapat mempengaruhi ekspresi dan pelepasar mediator resistensi insulin, seperti TNF-4 dan leptin. Glitezon dapat meriingkatkan berat badan dan edem pada 3-$% pasion kibatbeberpa melanie ant an penumpukan lemak subkutan di perifer dengat pengurangan lemak viseral + meningkamya volume plasma akibat aktivasi resepto PPARAdi ginjal + edema dapat disebabkan penurunan ekskresi natriun 4i ginjal sehingga terjadi peningkatan natrium dat retensi cairan, Rosiglitazon dan pioglitazon memiliki efek pada profi lipid pasien, Rosiglitazon meningkatkan kolesterol LDL das HDL namun tidak pada trigliserids. Sedangkan pioglitazo efek netral pada kolesterol LDL, menurunkar ‘rigliserida dan meningkatkan HDL. Baik rosi maupu ploglitazon dapat menurunkan small dense LDL., FARMAKOTERAPI PADA PENGENDALIAN GLIKEMIA DIABETES MELITUS TIPE 2 Glitazon dapat sedikit menurunkan tekanan darah, ‘meningkatkan fibrinolisis dan memperbaiki fungsi endotel. Penggunaan Dalam Klinik dan Eefek Hipoglikemia Rosiglitazon dan pioglitazon saat ini dapat diguaakan sebagai monoterapi dan juga sebagai kombinasi dengan metformin dan sckrotagok insulin, Kemasan rosiglitazon terdiri dari 4 dan 8 mg sedangkan pioglitazon 15 dan 30 ‘mg, Pemakaian bersama dengan insulin tidak disarankan kkarena dapat mengakibatkan peningkatan berat dan yang berlebih dan retensi cairan. Secara klinik rosiglitazon dengan dosis 4 dan 8 mg/hari (dosis tunggal atau dosis terbagi 2 kali sehari) memperbaiki konsentrasi glukosa Puasa sampai $5 mg/dL dan HbAle sampai 1,5% dibandingkan dengan plasebo. Sedang pioglitazon juga ‘mempunyai kemampuan menuruakan glukosa darah bila digunakan sebagai monoterapi atau sebagai terapi kombinasi dengan dosis maksimal 45 mg/dL dosis tunggal. Monoterapi dengan glitazon dapat memperbaiki konsentrasi glukosa darah puasa hingge 59-80 me/dL dan HDA Lc 14-2,6% dibandingkan dengan plasebo (ekuivalen dengan metformin dan SU). Efek Samping dan Kontraindikasi Glitazon dapat menyebabkan penambahan berat badan yang bermakna sarna atau bahikan lebih dari SU serta edema. Keluhan infeksi saluran nafas atas (16%), sakit kepala (7,196) dan anemia dilusional (penurunan hemoglobin (Hb) sekitar | gr/dL) juga dilaporkan, Insiden fraktur ekstremitas distal pada wanita pasca menopause dilaporkan meningkat. Pemakaian glitazon dihentikan bila terdapat kenailean enzim hati (ALT dan AST) lebih dari tiga kali batas atas normal. Pemakaiannya harus hati-hati pada pasien dengan riwayat penyakit hati sebelumnya, gagal jantung kelas 3 dan 4 (klasifikasi New york Heart Association, NYHA) ddan pada edema, Meski pada hasil meta analisi dilaporken risiko kematian akibat kardiovaskular meningkat 43% dan, infark miokard 43%, belum ada simpulan yang jelas mengenai hal tersebut, Golongan Sekretagok Insulin Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Golongan ini metiputi SU dan non SU (glinid). Sulfonitarea Sulfonilurea telah digumakan untuk pengobatan DM tipe 2 sejak tahun 1950-an, Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan diabetes dimulai, terutama bila konsentrasi glulcosa tinggi dan sudah terjadi gangguan pada sekresi insulin. Sulfonilurea sering sigunakan sebagai terapi kombinasi Karena kemampuannya untuk meningkatkan atau mempertahankan sekresi insulin. Mempunyai sejarah penggunaan yang panjang dengan sedikit efek samping (termasuk hipoglikemia) dan relatif murah, Berbagai macam obat golongan ini ‘mempunyai sfat famakologis yang serupa, de ‘efek klinis dan mekanisme kerjanya, Farmakokinetik dan Farmakodinamik Efek akut obat golongan sulfonilurea berbeda dengan efek pada pemakaian jangka lama. Glibenklamid misalnya ‘mempunyai masa parth 4 jam pada pemakaian akut,tetapi pada pemakaian jangka lama >12 minggu, masa paruhnya ‘memanjang samupai 12 jam. (Bahkan sampai >20 jam pada pemakaian kronik dengan dosis maksimal). Karena itu ianjurkan untuk memakai glibenklamid sehari skal. Mekanisme Kerja Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan , schingga hanya bermanfuat pada pasien yang masih ‘mampu mensekesi insulin. Golongan obat ini tidak dapat 200 mg/dL. dapat diberikan dosis wal yang lebih besar. Obat sebaiknya diberikan setengah jam sebelum makan karena diserap dengan lebih baik. Pada ‘bat yang diberikan satu kali sehari, sebaiknya diberikan ppada waktu makan pagi atau pada makan makanan posi terbesar. Kombinasi'SU dengan insulin diberikan berdasarkan rerata kadar glukosa darah sepanjang hari terutama ditentukan olch kadar glukosa darah puasanya. Umumnya kensikan kadar glukosa darah sesudah makan Kurang lebih sama, tidak tergantung dari kadar glukosa darah pada kkeadaan puasa, Dengan memberikan dosis insulin kerja sedang atau insulin glargin pada malam hari, produksi aglukoss hati malar hari dapat dikurangi sehingga kadar glukosa darah puasa dapat turun. Selanjutnya kadar glukosa darah siang hari dapat diatur dengan pemberian SU seperti biasanya, Komiinasi sulfonilurea dan insulin ini terayata lebih baik daripada insulin sendiri, dosis insulin yang diperlukan ‘pun temyata lebih rendah dan cara kombinasi ini lebih dapat diterima pasien daripada penggunaan insulin multi injeksi METABOLIK ENDOKRIN- Efek Samping dan Kontraindikasi Hipoglikemi merupakan efel samping terpenting dari SU terutama bila asupan pasien tidak adekuat, Untuk mengurangi kemungkinan hipoglikemia, apalagi pada orang tua dipilih obat yang masa kerjanya paling singkat. Obat SU dengan masa kerja panjang sebaiknya tidak dipakai pada usia lanjut. Selain pada orang tua, hipoglikkemia juga lebih sering terjadi pada pasien dengan ‘gagal ginjal, ganguan fungsi hati berat dan pasien dengan ‘masokan maken yang kurang dan jika dipakai bersama obat sulfa. Obat yang mempunyai metabolit aktif tenn akan. lebih mungkin menyebabkan hipoglikemia yang bberkepanjangan jika diberikan pada pasien dengan gagal inj atau gagal hati ‘Selain itu terjaci kenaikan berat badan sekitar 4-6 kg, gangguan pencernaan, fotosensitifitas, gangguan enzim hati dan flushing. Pemakaiannya dikontraindikasikan pada DM tipe 1, hipersensiti terhadap sulfa, hamil dan menyusui linia Farmakokinetik dan Farmakodinamik ‘Mekanisme kerja glinid juga melalui reseptor sulfonilurea (SUR) dan mempunyai struktur yang mirip dengan sulfonilurea, perbedaannya dengan SU adalah pada masa, bel 1.01 Lee ik Nama ‘mgitab Dosis arian LamaKerja_Freki hari Biguanid Watormin Glucophage 500-850 7250-3000 ee 7 lumin 500 00.3000 68 23 Metformin XR Glucoghage-xR. 500-750 1 Glumin 2 800 500-2000 24 1 Tiazoidindion —Rosigltazon ‘Avandia 4 48 24 1 altazene Piogltazon Actos 1530 1.90 2 1 Deculin 15,30, 16-45 24 1 Sulfonilurea —Korpropamid ———Dabenese 100°250 4100-500 24-36 1 Gibenklamid Daonil Euglukon 255 25-15 i224 12 Giipizia Mini 510 5.20 10-16 12 Glucotrol-XL 40 520 12.18" 1 Giidazia Diamicron 80 80-240 10-20 12 Diamicron-MR. 30 30-120 Giikuddon Glurenorm 30 30-120 Glimepiris Amaryl 1234 08-6 24 1 Guvas 1234 is 24 1 ‘Amadiab 12334 18 24 1 Metrix 1234 16 24 1 Giinis Repagiinis NovoNorm 05,12 15-8 : 3 Natealinid Stari, ‘20 360 = 3 Penghambat Acarbose Gucobay 50-100 100-300 3 Glukosidase a bat Metormin + Glucovance 25011,25 12 Kombinasi __Glbenklami '50013,5 Totap 50015, Metformin + ‘Avandamet 2mg/500mg_——_4mmg/x000 mg 2 2 Rosigitazon 4mg/500.mg__amg/000 mg FARMAKOTERAPI PADA PENGENDALIAN GLIKEMIA DIABETES MELITUS TIPE2 kkerjanya yang lebih pendek. Mengingat lama kerjanya yang pendek maka glinid digunakan sebagai obat prandial. Repaglinid dan nateglinid kedua-duanya diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan cepat dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati sehingga diberikan dua sampai tiga kali sehari. Repaglinid dapat menurunkan glukosa darah puasa walaupun mempunyai masa paruh yang singkat arena lama menempel pada kompleks SUR sehingge dapat_memurunkan ekuivalen HbAl pada SU. Sedang Nateglinid_mempunyai masa tinggal lebih, singkat dan tidak menurunkan glukosa darah puasa. Schinga keduanya merupakan sekretagok yang khusus menurunkan glukosa postprandial dengan efek hipoglikemik yang minimal. Mengingat efekaya terhadap slukosa puasa tidak begitu baik maka glinid tidak begitu keuat menurunkan HbA Lc. Penghambat Alfa Glukosidase Farmakokinetik dan Farmakodinamik Acarbose hampir tidak diabsorbsi dan bekerja lokal pada saluran pencernaan. Acarbose mengalami metabolisme didalam saluran pencernaan, metabolisme terutama oleh flora mikrobiologis, hidrolisis intestinal dan aktiftas ensim pencemaan, Waktu paruh eliminasi plasma kira-kira 2 jam pada orang schat dan sebagian besar diekskresi melalui feses. Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam saluran cema sehingga dengan demikian dapat menurunken penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat ini Dekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia ddan juga tidak berpengarub pada kadar insulin. Mekanisme Kerja Obst ini memperlambat dan pemecahan dan penyerapan kkarbobirat kompleks dengan menghambat enzim alpha slukosidase yang terdapat pada dinding enterosit yang terletak pada bagian proksimal usus halus. Secara klinis akan terjadi hambatan pembentukan monosekarida intrahi- minal, menghambat dan memperpanjang peniagkatan slukosa darah postprandial, dan mempengaruhi respous insulin plasma, Hasil akhimnya adalah penurunan glukosa darah post prandial. Sebagai monoterapi tidak akan merangsang sekresi insulin sehingga tidak dapat menyebabkan hipoglikemia. Penggunaan dalam Klinik Acarbose dapat digunakan sebagai monoterapi atau sebagai kombinasi dengan insulin, metformin, glitazone atau sulfonilurea, Untuk mendapat efek maksimal, obat ini harus diberiken segera pada saat makanan utama. Hal ini perlu Karena merupakan penghambat kompettif dan sudah harus ada pada saat kerja enzimatik pada saat yang sama kkarbohidrat berada di usus halus. Dengan memberikannya 15 menit sebelum atau sesudabnya maken akan 1889 mengurangi dampak pengobatan terhadap glukosa pose prandial Monoterapi dengan acarbose dapat menurunkan rata rata glukosa post prandial sebesar 40-60 mg/dL dan slukosa puasa rata-rata 10-20 mg/dL dan HbA 0.5-1 %, Dengan terapi kombinasi bersama SU, metformin dan insulin maka acarbose dapat menurunkan lebih banyak terhadap AIC sebesar 0,3-0,5% dan rata-rataglukosa post randial sebesar 20-30 mg/dL, dari keadaan sebelumnya. Efe Samping dan Kontraindikasi Efek samping akibat maldigesti karbohidrat akan berupa gejala gastrointestinal seperti; meteorismus, flatulence dan diare. Flatulence merupakan efek yang tersering terjadi pada hampir 50% peagguna obat ini. Penghambat alfa ‘glukosidase dapat menghambat bioavailabilitas metformin, Jika diberikan bersamaan pada orang normal. Acarbose dikontraindikasikan pada kondisi irritable ‘bowel syndrome, obstruksi saluran cerna, sirosis hati dan gangguan fiingsi ginjal. Golongan Incretin ‘Terdapat 2 hormon ineretin yang dikeluarkan oleh saluran ccema yaitu glucose dependent insulinotropic polypeptide (GIP) dan glucagon-like peptide-1 (GLP-1). Kedua hormon ini dikeluarkan sebagai respon terhadap asupan makanan sehingga meningkatkan sekresi insulin, GIP diekspresikan oleh sel K yang banyak terdapat di duodenum dan mukosa usus halus. GLP-1 diekspresikan di sel L mukosa usus dan juga di sel alfa pancreas. Selain membantu meningkatkan respon sekresi insulin oleh makanan, GLP-1 juga menekan sel alfa pankreas dalam mensekresi glukagon, memperlambat pengosongan lambung dan memilii efek anoreksia sentral sehingga menurunkan hiperglikemia. ‘Studi melaporkan penurunan GLP-I dan respons GLP-1 sebagai respons terhadap makanan. Penghambat Dipemtidyl peptidase 1V (Penghambat DPP- Wy) GLP-1 endogen memiliki waktu paruh yang sangat pendek (< | menit) akibat proses inaktivasi oleh enzim DPP-LV. Penghambatan enzim DPP-IV diharapkan dapat memperpanjang masa kerja GLP-1 sehingga membantu ‘menurunkan hiperglikemia. Terdapat dua macam penghambat DPP-IV yang ada saat iniyaitusitagliptin dan vildagliptin Pada terapi tungeal, penghambat DPP-IV dapat ‘menurunakn HbA Le sebesar0,79-0,94% dan memilik efek pada glukosa puasa dan post prandial. Penghambat DPP- TV dapat digunakan sebagai terapi altematif bila terdapat intoleransi pada pemakaian metformin atau pada usia lanjut, DPP-IV tidak mengakibatkan hipoglikemia maupun ‘kenaikan berat badan, Efek samping yang dapat ditemukan adalah nasofaringitis, peningkatan risiko infeksi saluran 1890 ‘kemih dan sakit kepala. Reaksi alergi yang berat jarang ditemukan, GLP-1 Mimetik dan Analog Mengingat waktu paruh GLP-1 yang pendek, penggunaan GLP-I alamiah tidak banyak membantu, nemun begitu terdapat GLP-1 mimetik dan analog yang memi ‘ketahanan terhadap degradasi oleh enzim DPP-IV.Berbeda dengan penghambat DPP-IV, GLP-1 mimetik diberikan dalam bentuk injeksi subéutan satu atau dua kali sebari. ‘Obat golongan ini masih belum beredar di Indonesia, Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Memilih bat Hipoglikemik Oral a. Terapi dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkcan secara bertahap. Hanus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping obat-obat tersebut, (misalnya Korpropamid jangan diberikan 3 kali 1 tablet, karena Jama kerjanya 24 jam) Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kkemungkinan adanya interaksi obat 4d. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usabakanlah menggunakan bat oral golongan lain, bila gagal, baru beralih kepada insulin. ©. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien, dalian Diabetes Melitus Balk Sedang —_Buruk Giakosa darah (gil) Spuasa 80-100 400-125 +2 jam 80-144 148-179, postprandial ‘atc 0%) <65 65-8 Koitotal (may) <200 200-230 KoILDL (may) <100 100-129 KoLHOL (mg/aL) > 45 Trigiserida <150 150-199 (roid) IMT(agin?) 185-23 23-25 ‘Tekanandarah 13080130. (mba) 140780-90 “Sunber Konsansus Pengalaian don Peneagahan Diabetes Matas tipo, Peskert 2008 Sasaran pengelolaan diabetes melitus bukan hanya ‘elukosa darah saa, tetapi juga termasuk faitor-faktorIsin yyaitu berat badan, tekanain dara, dan profil lipid, seperti ‘tampak pada sasaran pengendalian diabetes melitus yang ianjurkan dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia tabun 2006 (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia). Dengan berbagai macam usaha tersebut, diharapkan sasaran pengendalian glikemia pada diabetes melitus seperti yang dianjurkan oleh pakar diabetes di Indonesia dapat dicapai, sehingga pada gilirannya nanti komplikasi ‘kronik diabetes melitus iuga dapat dicegeh dan pasien diabetes melitus dapat hidup berbahagia bersama diabetes yang disandangnya. ‘American Diabetes__Association: Recommendations, 2006 ‘American Diabetes Association: Medical Management of Type 2 Diabetes, fith edition, 2006 Bailey CJ. Biguanide in the treatment of type I dsbetes. Current Opinion in Endocrinology and Diabetes 1995:2:348-54, Bdelman SY, White D, Henry RR. Intensive insulin therapy for patients with type I diabetes. Current Opinion in Endocrinology and Diabetes 1995;2: 333-40, Holst 11, Orskov C. The incretin approach for dsbetes treatment, Modulation of islet hormone release by GLP-1 agonism, Diabetes2004; $3 (3): $197-204 Inzucehi SE. Oral antibyperglycemic therapy for type 2 diabotes:soiemtitic review. JAMA 2002; 287 (3): 260-72, Joshi. Oral hypoglyesemic drugs and newer agents use in type 2 diabetes mellitus. SA Fam Practice 2009; $1(1); 10-6. Lebovitz HE. Stepwise and combination deug therapy for the treatment of NIDDM, Diabetes Care 1994;17:1542-44, Oefsky JM. Insulin resistance in NIDDM. Current Opinion in Endocrinology and Diabetes 1995; 2:290.9, Pengurus Besar PERKENI Konsensut Peacegahan dan Pengelosan Diabetes Melitustipe 2 di Indonesia, 2006 Peters AL, Davidson MB. Sulfonylurea in he teatment of type IL Diabetes. Current Opinion in Endocrinology end Diabetes 1995/2:328-32, Saltiet A, Horikoshi H. Thiazolidivediones are novel insulin sensitizing agoats. Current Opinion in Endocrinolgy and Diabotes 1995;2:341-7. Scegondo S. Prinsip pengobatan diabetes, obsthipoglikemik oral en insulin. Dalam, Soegondo 8, Soewondo P, Subekti I Eds Diabetes Melitus: Ponatslaksanaan Terpadu, Balai Penerbit FAUT 2005, 111-29, ‘UK Prospective Diabetes Study (UKPDS) Group, Intensive blood slucose control with sulphonylureas or insulin compared with ‘conventional treatment and risk of complications in patients with type 2 diabetes (UKPDS 33).Lancet 1998: 352/837 ‘Widen B, Groop L. Biguanide: metabolic effects and potensial use in the treatment of insulin resistence syadrome. The Diabetes ‘Annual 8. Bds. Macshall SM and Home PD, Amsterdam, Eleevir Publication 994; 227 -261 Clinical Practice

Вам также может понравиться