Вы находитесь на странице: 1из 11

PEMANFAATAN JAGUNG SEBAGAI PENGGANTI BERAS UPAYA MEMBANGUN

KETAHANAN PANGAN DAERAH DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pangan memiliki peran strategis dengan dimensi yang sangat luas dan komplek.
Ketersediaan dan distribusi pangan serta keterjangkauan daya beli masyarakat bahkan
menjadi issue sentral dalam kebijakan pembangunan Nasional dan Daerah. Jaminan
ketersediaan pangan bagi seluruh masyarakat berperan penting bagi terciptanya stabilitas
ekonomi, sosial, dan politik nasional. Oleh karena itu, suatu upaya pemenuhan kebutuhan
pangan dan penciptaan ketahanan pangan selalu mendapat prioritas dan kebijakan
Pembangunan Nasional.
Menurut UU RI No. 7 Tahun 1996 Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia
paling utama, karena itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak azazi individu.
Pemenuhan pangan juga sangat penting sebagai komponen dasar untuk membentuk sumber
daya manusia berkualitas untuk melaksanakan pembangunan. Pangan yang aman, bermutu,
bergizi, beragam dan tersedia cukup merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi
dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi
kepentingan kesehatan serta berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat.
Pada tahun 2004, dibidang pembangunan daerah terutama ditujukan untuk
mengurangi kemiskinan di wilayah perkotaan maupun perdesaan melalu pemberdayaan
masyarakat, pelaksanaan otonomi daerah yang lebih berkualitas termasuk aparat pemerintah
daerah yang bersih dan akuntabel sejalan dengan perkembangan politik yang ada. Oleh
karena itu, peran pemerintah daerah sangatlah penting dalam membangun ketahan pangan di
Indonesia.
Saat ini pemenuhan kebutuhan makanan pokok diberbagai daerah di Indonesia
bertumpu pada beras. Fakta menunjukan bahwa ketergantungan pada satu jenis karbohidrat
melemahkan ketahanan pangan. Oleh karena itu diperlukan sumber karbohidrat lain yang
berbasis pada sumber daya lokal.
Menurut Anonim (2012) pangan lokal adalah pangan yang diproduksi didaerah
setempat untuk dikonsumsi dan atau tujuan ekonomi. Dengan demikian pangan lokal adalah
pangan yang bukan hasil impor. Jagung merupakan salah satu jenis bahan pangan yang
berpotensi dikembangkan sebagai pangan lokal.
Jagung juga sudah dikenal oleh masyarakat dari segi nutrisi, kandungan gizi jagung
juga cukup lengkap dan energinya setara dengan beras. Akan tetapi pada faktanya,
penggunaan sebagai bahan pakan yang sebagian besar untuk ternak ayam ras menunjukkan
tendensi makin meningkat setiap tahun dengan laju kenaikan lebih dari 20%. Sebaliknya,
penggunaan jagung untuk bahan pangan menurun (Adisarwanto dan Erna, 2000).
2.1 RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini, penulis menguraikan mengenai pemanfaatan jagung sebagai
pengganti beras upaya membangun ketahanan pangan yang berhubungan dengan otonomi
daerah. Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1.
Bagaimana jagung dapat mengatasi ketahanan pangan daerah-daerah di Indonesia?
2.
Bagaimana setiap daerah membangun system dan usaha agribisnis jagung?
3.
Apa upaya pemerintah membangun ketahanan pangan dalam pemanfaatan jagung ?

3.1 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain sebagai berikut:
1.
Mengetahui bagaimana jagung dapat mengatasi ketahanan pangan daerah-daerah di
Indonesia.
2.
Menganalisis membangun sistem dan usaha agribisnis jagung
3.
Mengetahui upaya pemerintah membangun ketahanan pangan dalam pemanfaatan
jagung.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesi No. 68 tahun 2002 tentang ketahanan
pangan dalam BAB VI Pasal 13 ayat 1 tertulis dengan jelas bahwa Pemerintah Propinsi,
Pemerintah Kabupaten/Kota dan/atau Pemerintah Desa melaksanakan kebijakan dan
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan di wilayahnya masingmasing, dengan memperhatikan pedoman, norma, standar, dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat. Demi menguatkan peran dan tanggung jawab pemerintah daerah juga ada
kesempatan bersama Gubernur/ ketua Dewan Ketahanan Pangan Provinsi yang salah satunya
adalah untuk mengembangkan berbagai program dan kegiatan ketahanan pangan yang
komprehensif serta berkesinambungan dalam rangka memantapkan ketahanan pangan
nasional. Program dan kegiatan tersebut menjadi prioritas program pembangunan daerah.
Program peningkatan ketahanan pangan dimaksudkan untuk mengoperasionalkan
pembangunan dalam rangka membangun sistem ketahanan pangan baik di tingkat nasional
maupun ditingkat masyrakat. Pangan dalam arti luas mencakup pangan yang berasal dari
tanaman, hasil ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak,
dan vitamin serta mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.
Image atau citra bahwa pangan hanya disimbolkan dengan beras semata adalah
meruapakan inti permasalahannya. Semua orang seperti didorong makan nasi alias beras.
Padahal masih banyak sumber pangan lain yang dapat kita manfaatkan untuk mengganti
ataupun melengkapi konsumsi beras ini. Ada singkong, ubi jalar, sagu, jagung, suweg,
gembili, kentang, ganyong, dan masih banyak bahan alternatif lainnya yang nilai gizinya
tidak kalah, bahkan memiliki kelebihan dibandingkan beras. Misal pada biji jagung yang
memiliki kandungan vitamin A paling tinggi diantara biji-bijian lainnya.[1]
Mantan Menteri Pertanian Anton Apriantono mengatakan perlu adanya perbaikan pola
pikir (mindset) masyarakat Indonesia, tentang pangan yang dikonsumsi. Menurut dia, selama
ini orang selalu menganggap bahwa yang namanya makan itu harus nasi. Hal itu dilontarkan
Pak Anton, saat ditanya tanggapannya tentang pernyataan Anggota Komisi VI DPR Hasto
Kristianto yang mengatakan Indonesia tengah menghadapi krisis pangan .[2]
Nasi adalah primadona bagi sebagian masyarakat Indonesia. Jika belum makan
dengan nasi serasa belum makan. Hal ini yang terjadi pada sebagian masyarakat Indonesia.
Memang tidak ada yang di rugikan namun upaya pemerintah dalam penganekaragaman
pangan atau diversifikasi pangan terhambat.
Ketahanan pangan menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan nasional. Ada
tiga alasan utama yang melandasi adanya kesadaran dari semua komponen bangsa atas
pentingnya ketahanan pangan yaitu: (1) akses atas pangan yang cukup dan bergizi bagi setiap
penduduk merupakan salah satu pemenuhan hak azasi manusia; (2) konsumsi pangan dan gizi
yang cukup merupakan basis bagi pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas;(3)
ketahanan pangan merupakan basis bagi ketahanan ekonomi, bahkan bagi ketahanan nasional
suatu negara berdaulat.

Salah satu bahan pangan sebagai pengganti beras atau nasi adalah jagung. Jagung
merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari.
Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk
tahap pertumbuhan generatif. Jagung dapat ditanam diberbagai daerah di Indonesia
contohnya Jawa Timur : 5 jt ton; Jawa Tengah : 3,3 jt ton; Lampung : 2 jt ton; Sulawesi
Selatan: 1,3 jt ton; Sumatera Utara : 1,2 jt ton; Jawa Barat : 700 800 rb ton, sisa lainnya
(NTT, NTB, Jambi dan Gorontalo) dengan rata-rata produksi jagung nasional 16 jt ton per
tahun.
2.1 PERANAN JAGUNG DALAM KETAHANAN PANGAN
Selama ini komoditas pangan yang diusahakan petani adalah padi dan jagung. Oleh
karena itu untuk memperkokoh ketahanan pangan komoditas jagung yang merupakan bahan
pangan setelah komoditas padi, maka perlu dipertahankan. Dengan pergeseran pola makan
petani, jagung yang semula diusahakan sebagai sumber pangan menjadi salah satu sumber
pakan ternak, dan kebutuhannya memperlihatkan tren meningkat. Untuk mencukupi
kebutuhan pangan dan pembuatan pakan ternak tersebut, makan kontinuitas ketersedian
jagung harus dapat dipertahankan, karena jagung merupakan salah satu komponen bahan
pakan yang harganya relatif murah.
Jagung bisa dipilih sebagai pengganti beras karena nilai gizinya tinggi dalam 100
gram jagung terdapat energi 154 kilokalori. Jagung juga mengandung antioksidan dan kaya
betakaroten sebagai pembentuk vitamin A. Tak hanya itu, jagung merupakan sumber asam
lemak esensial linolenat yang penting untuk pertumbuhan dan kesehatan kulit, dan juga kaya
akan serat.
Jagung saat ini sering dikonsumsi oleh sebagian masyarakat Indonesia sebagai
pengganti nasi, dalam berpartisipasi untuk pelaksanaan diversifikasi pangan yang
dicanangkan oleh pemerintah dan lembaga-lembaga yang terkait. Itulah sebabnya mengapa
akhir-akhir ini banyak petani yang menanam jagung sebagai alternatif pengganti makanan
pokok berupa nasi yang sering dikonsumsi oleh orang Indonesia. Budidaya tanaman jagung
tidaklah sulit dan tidak begitu membutuhkan perlakuan ekstra seperti yang dilakukan pada
budidaya tanaman padi.
Sebagai contoh daerah yang memanfaatkan jagung sebagai pengganti beras adalah
daerah Kalimantan Tengah. Produksi jagung di Kalimantan Tengah mengalami peningkatan
pada tahun 2004 sebesar 969 ton sedangkan pada tahun 2005 mencapai 2400 ton yang
tersebar diseluruh kabupaten/kota di Kalimantan Tengah (BPS Kalimantan Tengah, 2006).
Dari data BPS[3] Kalimantan Tengah tersebut menunjukan bahwa produksi jagung
disalah satu daerah di Indonesia berpeluang untuk dilakukannya diversifikasi pangan.
Diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahan pangan.
Diversifikasi konsumsi pangan tidak hanya sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada
beras tetapi juga peningkatan gizi untuk mendapatkan manusia yang berkualitas dan mampu
berdaya saing dalam percaturan globalisasi (Himagizi, 2009).
Pengelolaan usaha tani jagung yang optimal berpeluang meningkatkan keuntungan
finansial yang berarti, sehingga membuka peluang peningkatan pendapatan petani. Dalam
pengelolaan usaha tani jagung tersebut diperlukan teknologi untuk meningkatkan kapasitas
produksi diantaranya benih unggul, hasil tinggi. Ciri utama benih unggul baru adalah sangat
responsive terhadap input yang diberikan sehingga jumlah produksi dapat dinaikan.[4]
2.1.1

Kandungan Gizi dalam Jagung


Jagung merupakan salah satu komoditas utama pertanian sebagai bahan pangan
penting selain padi. Jagung merupakan salah satu komoditas palawija utama penghasil
karbohidrat dan merupakan menu makanan yang bersifat substitusi atau suplemen bagi

manusia. Jagung sebagai salah satu sumber hidrat arang dapat dijadikan makanan pengganti
nasi. Jagung mengandung 361 kal/ gram bahan, sedangkan beras mengandung 360 kal/100
gram bahan. Kandungan protein dan lemak jagung bahkan lebih tinggi dari pada beras.
Kandungan protein jagung 9,0 gram/100 gram bahan, sedangkan beras hanya 7,6 gram/100
gram bahan. Kandungan lemak jagung 4,5 gram/100 gram bahan sedangkan beras 0,7 gram/
100 gram bahan. Demikian pula dengan kandungan yang lain, jagung lebih unggul dari pada
beras. Kandungan kalsium, fosfor dan zat besi jagung berturut-turut 9 mg, 380 mg, 4,6 mg/
100 gram bahan, sedangkan beras 6 mg, 147 mg, 8,8 mg/ 100 gram bahan. Secara lengkap
kandungan gizi jagung dan beras diperlihatkan dalam tabel 1.
Tabel 1 1Kandungan Gizi Pada Jagung
Kandungan Gizi

Jagung

Beras

Energi (kal)

361

360

Karbohidrat (g/100g)

72

79

Protein (g/100g)

9,0

7,6

Lemak (g/100g)

4,5

0,7

Ca (mg/100g)

P (mg/100g)

380

147

Fe (mg/100g)

4,6

0,8

Salah satu kelebihan lain jagung adalah kandungan provitamin A yang tinggi dalam
bentuk pigmen. Oleh para ahli, jagung memiliki kandungan nutrisi tinggi yang bermanfaat
bagi tubuh. Jagung kaya akan vitamin B1 yang bermanfaat untuk penyerapan karbohidrat
dalam tubuh, dan vitamin B5 yang membantu normalnya fungsi-fungsi fisiologis, dan
vitamin C yang membantu melawan penyakit. Kandungan folat jagung juga dinilai dapat
membantu menghasilkan sel-sel baru di dalam tubuh. Tak dipungkiri, jagung juga makanan
tinggi serat, jagung pun berperan menurunkan kadar kolesterol dengan cara menyerap
koresterol jahat, mengurangi risiko kanker usus besar, serta menurunkan kadar gula dalam
darah. Nilai lebih lain dari jagung adalah kandungan komposisi gizinya lebih komplek
dibanding beras.
2.1.2

Produktivitas Jagung di Indonesia


Sebagai salah satu alternatif pangan pokok jagung sudah popular di seluruh dunia. Di
Indonesia, daerah-daerah penghasil utama tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat,
Jawa Timur, Madura, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara,
Sulawesi Selatan dan Maluku. Khusus di daerah Jawa Timur dan Madura, tanaman jagung
dibudidayakan cukup intensif. Daerah-daerah tersebut dijadikan komuditas utama dalam
penghasil jagung. Karena daerah tersebut memiliki lahan pertanian yang luas hingga sangat
mendukung untuk pertumbuhan tanaman jagung. Perkembangan jagung juga dipengaruhi
oleh kondisi pertanamannya.
Kondisi tersebut karena tanaman jagung mempunyai adaptasi yang luas dan relatif
mudah dibudidayakan, sehingga komoditas ini ditanam oleh petani di Indonesia
padalingkungan fisik dan sosial-ekonomi yang sangat beragam. Jagung dapat ditanam pada
lahan kering, lahan sawah, lebak, dan pasang-surut, dengan berbagai jenis tanah, pada
berbagai tipe iklim, dan pada ketinggian tempat 02.000 m dari permukaan laut.
Selama periode 2001-2006, rata-rata luas areal pertanaman jagung di Indonesia
sekitar 3,35 juta ha/tahun dengan laju peningkatan 0,95% pertahun. Luas areal pertanaman

jagung menduduki urutan kedua setelah padi sawah. Jika dibandingkan dengan komoditas
lain, luas pertanaman jagung hanya 0,32 kali dari luas pertanaman padi, dan 5,32 kali luas
pertanaman kedelai (Tabel 1).
Produktivitas jagung di Indonesia masih sangat rendah, baru mencapai 3,47 t/ha pada
tahun 2006, namun cenderung meningkat dengan laju 3,38% per tahun. Masih rendahnya
produktivitas menggambarkan bahwa penerapan teknologi produksi jagung belum optimal.
Dalam periode 1990-2006, produksi jagung rata-rata 9,1 juta ton dengan laju peningkatan
4,17% per tahun (Tabel 2). Terindikasi bahwa peningkatkan produksi jagung di Indonesia
lebih ditentukan oleh perbaikan produktivitas daripada peningkatan luas panen (laju
peningkatan 0,96%).
Jagung dibudidayakan pada lingkungan yang beragam. Hasil studi Minket al. (1987)
menunjukkan bahwa sekitar 79% areal pertanaman jagung terdapat di lahan kering, 11%
terdapat di lahan sawah irigasi, dan 10% di sawah tadah hujan. Saat ini data tersebut telah
mengalami pergeseran. Berdasarkan estimasi Kasryno (2002), pertanaman jagung di lahan
sawah irigasi dan sawah tadah hujan meningkat berturut-turut menjadi 10-15% dan 20-30%,
terutama di daerah produksi jagung komersial.
Penerapan inovasi teknologi di tingkat petani masih beragam, bergantung pada
orientasi produksi (subsisten, semi komersial, komersial), kondisi kesuburan tanah, risiko
yang dihadapi, dan kemampuan petani membeli atau mengakses sarana produksi. Penyebaran
penggunaan varietas pada tahun 2005 adalah 22% hibrida, dan selebihnya komposit (unggul
dan lokal). Angka ini masih di bawah Thailand yang telah menggunakan benih jagung hibrida
hingga 98%, sedangkan Filipina sudah menggunakan benih hibrida 65%. Masih mahalnya
benih hibrida dan pertimbangan risiko yang dihadapi, cukup banyak petani yang menanam
benih hibrida turunan (F2). Pemakaian benih hibrida merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan produksi jagung.
Tabel 1. Luas panen tanaman pangan dalam periode 2001-2006.
Tahun

Luas panen (juta ha)


Padi
sawah

Padi
ladang

Jagung

Kacang
tanah

Kedelai

Kacang
hijau

Ubi
kayu

Ubi
jalar

2001

10,62

1,18

3,29

0,68

0,82

0,32

1,28

0,19

2002

10,42

1,08

3,13

0,66

0,68

0,34

1,32

0,18

2003

10,40

1,09

3,36

0,68

0,53

0,35

1,25

0,20

2004

10,80

1,12

3,36

0,72

0,57

0,31

1,26

0,19

2005

10,73

1,11

3,63

0,72

0,62

0,32

1,21

0,18

2006

10,71

1,07

3,35

0,71

0,58

0,31

1,22

0,17

Rata-rata 10,61
r (%/th)

1,11

3,35

0,70

0,63

0,33

1,26

0,19

*) Angka sementara[5]
Sumber: BPS dan Ditjen Tanaman Pangan (2006).
Tabel 2. Perkembangan areal, produktivitas, dan produksi jagung di
Indonesia, 1990-2006.
Tahun Areal panen Areal Panen
Produktivitas
(000 ha)
Produksi

Produktivitas
(ton/ha)

Produksi
(000 ton)

1990

3.158

2,13

6.734

1991

2.909

2,15

6.255

1992

3.629

7.995
2,20

1993

2.939

2,20

6.459

1994

3.109

2,21

6.869

1995

3.651

2,26

8.245

1996

3.744

2,49

9.307

1997

3.355

2,61

8.771

1998

3.456

2,94

10.169

1999

3.848

2,39

9.204

2000

3.500

2,76

9.677

2001

3.286

2,79

9.165

2002

3.127

3,09

9.654

2003

3.359

3,24

10.886

2004

3.357

3,34

11.225

2005

3.625

3,45

12.523

2006

3.346

3,47

11.609

Rata-rata

3.346

2,69

9.103

r (%/th)

0,96

3,38

4,17

Perkembangan areal, produktivitas, dan produksi jagung di Indonesia, 1990 2006).[6]


2.2

SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS JAGUNG


Produksi jagung di Indonesia masih relatif rendah dan masih belum dapat memenuhi
kebutuhan konsumen yang cenderung terus meningkat. Menurut Subandi dkk. (1998),
produksi jagung nasional belum mampu mengimbangi permintaan yang sebagian dipacu oleh
pengembangan industri pakan dan pangan. Masih rendahnya produksi jagung ini disebabkan
oleh berbagai faktor antara lain, seperti teknologi bercocok tanam yang masih kurang baik,
kesiapan dan keterampilan petani jagung yang masih kurang, penyediaan sarana produksi
yang masih belum tepat serta kurangnya permodalan petani jagung untuk melaksanakan
proses produksi sampai ke pemasaran hasil.
Umumnya agribisnis jagung dilakukan berskala kecil, karena masih banyaknya
permasalahan yang dihadapi oleh petani jagung. Permasalahan klasik yang sering dihadapi
oleh petani jagung adalah terbatasnya permodalan, manajemen usaha dan pemasaran hasil
sehingga tidak dapat melakukan usaha dengan volume usaha yang luas dan lebih intensif
serta pemasaran hasil dengan baik. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
produksi dan pendapatan petani jagung diantaranya adalah dengan system kemitraan usaha
dalam agribisnis jagung.
Jagung memiliki potensi yang cukup besar untuk diusahakan secara agribisnis, hal ini
karena tanaman ini memiliki prospek yang cerah untuk diusahakan baik dari aspek budidaya
maupun dari aspek peluang pasar. Dari aspek budidaya tanaman jagung tidak sulit untuk
dibudidayakan. Tanaman jagung dapat tumbuh hampir di semua jenis tanah yang terpenting

dan sangat berhubungan erat dengan hasil jagung adalah tersedianya unsur hara NPK pada
tanah tersebut. Untuk pertumbuhan yang lebih baik lagi, tanaman jagung memerlukan tanah
yang subur, gembur dan kaya humus (Sudjana dkk., 1991). Demikian juga benih jagung telah
banyak varietas-varietas unggul yang dilepas. Menurut Rahmanto (1997), perkembangan
daya hasil dari varietas-varietas unggul yang diadopsi petani telah terbukti memberikan
sumbangan yang tidak kecil terhadap peningkatan produksi dan produktivitas jagung
nasional.
Secara konsepsional sistem agribisnis jagung merupakan keseluruhan aktivitas yang
saling berkaitan mulai dari pembuatan dan pengadaan sarana produksi pertanian hingga
pemasaran hasil jagung, baik hasil usaha tani maupun hasil olahannya. Menurut Said dan
Intan (2001) sistem agribisnis terdiri dari subsistem pengadaan dan penyaluran sarana
produksi, subsistem produksi primer, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran dan
lembaga penunjang. Pada umumnya sistem agribisnis jagung yang dilakukan oleh petani
antara lain meliputi:
1.
Subsistem pembuatan, pengadaan dan penyaluran sarana produksi pertanian. Sarana
produksi pertanian ini diperoleh petani dengan sistem pembelian atau dengan bantuan dalam
bentuk kemitraan.
2.
Subsistem produksi dalam usahatani. Kegiatan pada subsistem ini meliputi pemilihan
benih jagung, penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman dan panen.
3.
Subsistem pengolahan hasil panen. Penanganan lepas panen jagung pada tingkat petani
pada umumnya baru sampai pada pengeringan jagung tongkol dan pengupasan kulit jagung
(klobot), hal ini karena petani belum memiliki alat teknologi dan biaya yang cukup untuk
melakukan pengolahan lanjutan. Tingkat pengolahan lanjutan seperti pemipilan dan
pengolahan dilakukan pada tingkat pedagang atau perusahaan, sehingga nilai tambah yang
besar biasanya berada pada tingkat ini.
4.
Subsistem pemasaran hasil. Pola pemasaran jagung melalui jalur pemasaran yang
beragam, diantaranya bagi petani yang tidak melakukan kemitraan usaha dengan perusahaan
mitra biasanya pemasaran jagung dilakukan melalui pedagang pengumpul baik yang
memfungsikan kelompok tani atau koperasi maupun yang tidak, ada pula yang langsung
menjual produknya ke pabrik pengolahan atau langsung ke konsumen jika produk tersebut
untuk langsung dikonsumsi. Bagi petani yang telah melakukan kemitraan usaha dengan
perusahaan mitra pemasaran produk jagung dilakukan melalui kelompok tani atau koperasi,
perusahaan mitra, pabrik pengolahan dan konsumen.
5.
Kelembagaan pendukung agribisnis jagung pada umumnya adalah lembaga di tingkat
petani dan lembaga di luar petani. Lembaga ditingkat petani terdiri dari kelompok tani dan
koperasi, Lembaga di luar petani seperti pemerintah, lembaga keuangan, perusahaan dan lainlain.
2.2.1 Produk Olahan Jagung
Jagung merupakan bahan pangan yang sangat familiar di masyarakat kita namun,
jagung belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai bahan baku snack, kue atau hidangan.
Harga Jagung relatif murah dan mudah didapat, menguntungkan sebagai bahan baku menu
atau hidangan untuk berwirausaha boga.
Sayangnya saat ini belum banyak
penganekaragaman dari jagung. Padahal dilihat dari kandungan gizinya, jagung kaya akan
karbohidrat, vitamin dan beragam mineral penting lainnya. Karbohidratnya yang tinggi,
cocok sebagai alternatif sumber kalori pengganti nasi. Jagung juga kaya akan serat dan
rendah kalori, sangat baik bagi Anda yang sedang menjalani diet menguruskan badan.
Berdasarkan urutan bahan makanan pokok di dunia, jagung menduduki urutan ke 3 setelah
gandum dan padi.

Di Indonesia sendiri, jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting


setelah padi. Bahkan dibeberapa daerah seperti Madura dan Gorontalo, jagung merupakan
makanan pokok. Jagung ditanam setiap musim sehingga selalu tersedia sepanjang tahun. Jika
jagung telah ditanam atau diusahakan masyarakat setempat, ini berarti jagung mampu
memberi peluang berusaha, dapat dilakukan dan diterima oleh masyarakat setempat sehingga
berdampak pada penyerapan tenaga kerja serta pengembangan industri-industri kecil dan
menengah. Jagung berperan penting dalam perekonomian nasional dengan berkembangnya
industri pangan yang ditunjang oleh teknologi budi daya dan varietas unggul.
2.2.2 Nilai Tambah Produk Olahan Jagung
Berdasarkan komposisi kimia dan kandungan nutrisi, jagung mempunyai prospek
sebagai pangan dan bahan baku industri. Pemanfaatan jagung sebagai bahan baku industri
akan memberi nilai tambah bagi usahatani komoditas tersebut. Penanganan dan pengolahan
hasil pertanian memang penting untuk meningkatkan nilai tambah, terutama pada saat
produksi melimpah dan harga produk rendah, juga untuk produk yang rusak atau bermutu
rendah. Jenis makanan hasil olahan dari jagung seperti kue kering, kastengels, cake dan
brownies. Pengolahan kue berbahan baku jagung sudah pasti untuk tujuan meningkatkan nilai
tambah dari jagung, di samping mendorong tumbuhnya industri skala rumah tangga guna
menyerap tenaga kerja keluarga dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk
pedesaan dan petani jagung khususnya. Jagung dapat diolah menjadi berbagai produk
olahan. Beberapa olahan jagung yang dapat dikembangkan ditingkat petani adalah sebagai
berikut :
a.
Tortila/Kerupuk Jagung
Salah satu hasil olahan jagung yang cukup digemari adalah tortilla atau kerupuk jagung.
Kecenderungan konsumen yang lebih menyukai produk makanan ringan yang praktis dan
siap santap seperti kerupuk jagung ini nampaknya memberikan harapan baru bahwa
diversifikasi jagung menjadi kerupuk jagung dapat diterima oleh masyarakat indonesia.
Proses pengolahan produk ini cukup sederhana sehingga berpotensi membuka peluang usaha
sebagai industri rumah tangga. Mutu produk olahan yang baik dapat meningkatkan nilai jual
dan memperluas pasar. Pengolahan kerupuk jagung dilakukan dengan 3 tahap (pembuatan
tepung jagung, pembuatan nasi jagung, dan pembuatan kerupuk jagung).
b.
Emping Jagung
Emping jagung adalah biji jagung yang dipress tipis seperti emping. Di beberapa negara
emping jagung ini disebut corn flake. Produk ini dapat di konsumsi dengan dicampur susu
dan biasanya digunakan untuk sarapan. Cara seperti ini di Indonesia belum membudaya.
Meskipun demikian keberadaan emping jagung di Indonesia dewasa ini semakin
berkembang dan berdampak positif dalam usaha diversifikasi menu makanan dengan
menambahkan bahan tambahan seperti coklat, susu dan selai.
c.
Cookies Jagung
Cookies jagung menggunakan bahan dasar dari tepung jagung atau maizena yang banyak
dijual dipasaran. Cookies jagung biasa disebut sebagai kue semprit karena dibuat dengan cara
ditekan atau disemprotkan. Umumnya kue kering semprit dibuat dengan creaming methode,
maksudnya adalah mentega/margarin dikocok bersama gula.
Adapun bahan yang digunakan untuk membuat cookies jagung adalah tepung terigu, tepung
jagung, mentega, gula pasir halus, soda kue, vanilla dan berbagai manisan buah kering
(sukade) untuk mempercantik bentuk kue.
d.
Kastengels Jagung
Dalam mengembangkan olahan jagung dari bahan baku tepung jagung, maka tepung jagung
dapat diolah menjadi kastengels berbeda dengan cookies jagung kastengels tanpa
penambahan gula akan tetapi dapat ditambah keju atau royco untuk memberikan rasa gurih.

Adapun beberapa bahan yang digunakan untuk membuat kastengels adalah tepung jagung,
tepung terigu, mentega, susu bubuk, sendok teh royco, telur ayam, soda kue/baking
powder dan keju.
e.
Bolu kukus jagung
Untuk membuat bolu kukus maka dipilihlah jagung manis sebagai bahan dasar sedangkan
jagung yang dipilih adalah jagung manis yang baru, aromanya segar, biji jagungnya penuh
dan berjajar rapi. Agar lebih praktis, Anda bisa membeli jagung manis yang sudah dikupas,
asalkan melihat tanggal produksinya. Jangan lupa, belilah dalam jumlah secukupnya. Sebab
jagung manis yang sudah dikupas hanya bertahan dua hari jika disimpan dalam kulkas.
Adapun bahan yang digunakan dalam bolu kukus jagung adalah gula pasir, gula merah, air,
tepung terigu, soda kue, ragi instant, telur, minyak jagung dan jagung manis pipilan.
f.
Dodol Jagung
Terobosan baru untuk mengembangkan produk jagung yaitu dengan mengolahnya menjadi
dodol jagung manis rendah kalori. Hal ini dikarenakan harga jagung di pasaran yang relatif
murah sehingga dengan usaha dodol tersebut dapat dijadikan alternatif usaha baru bagi petani
jagung. Cara tersebut merupakan langkah yang efektif untuk meningkatkan pendapatan para
petani khususnya. Proses pembuatan dodol jagung cukup mudah dan membutuhkan waktu
yang singkat. Dodol jagung manis memiliki keunggulan yaitu dapat dikonsumsi oleh
penderita diabetes.
g.
Susu Jagung
Susu jagung merupakan cairan yang berwarna putih kekuningan yang berasal dari ekstrak biji
jagung dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya. Jagung yang dibuat untuk membuat
adalah jagung manis. Kandungan nutrisi jagung adalah karbohidrat, lemak dan protein
jagung. Protein jagung mempunyai komposisi asam amino yang cukup baik, sedangkan
jumlah kandungan protein dan lemak jagung ini bervariasi tergantung umur dan varietasnya.
Kandungan lemak dan protein jagung muda lebih rendah dibandingkan dengan jagung tua,
sehingga susu jagung ini cocok untuk dikonsumsi oleh penderita cholesterol.
h.
Mie Jagung
Mie merupakan salah satu jenis pangan yang sudah sangat dikenal dan disukai oleh
masyarakat dari berbagai lapisan, yang biasa dikonsumsi sebagai makanan sarapan atau
makanan selingan. Terdapat berbagai jenis mie yang dikenal masyarakat yang dapat
dikelompokkan menjadi mie mentah, mie matang, mie kering, dan mie instan. Mie tersebut
umumnya dikonsumsi dalam berbagai bentuk olahan pangan, seperti mie goreng, soto mie,
toge goreng, mie rebus, mie ayam, dsb. Saat ini mie yang banyak beredar di pasaran adalah
mie dengan berbahan dasar tepung terigu, dimana gandum sebagai bahan baku tepung terigu
ini harus diimpor. Berdasarkan uji organoleptik, mie jagung substitusi memiliki kekenyalan
dan elastisitas yang mirip dengan mie terigu, di samping juga rasa khas jagungnya yang tetap
ada.
Dengan berkembangnya teknologi pengolahan maka jagungpun dapat diolah atau
disubstitusi menjadi berbagai macam produk makanan. Sehingga mengembangkan
diversifikas pangan olahan yang berbasis jagung, dengan adanya diversifikasi olahan jagung
menjadi berbagai produk diatas ini diharapkan akan menambah deretan perbendaharaan hasil
olahan jagung dan dapat meningkatkan konsumsi jagung untuk pangan. Hal ini tentunya akan
memberikan multiplier effectbagi petani jagung, yaitu memberikan jaminan terserapnya
produksi jagung oleh industri pangan, selain oleh industri pakan ternak serta dapat
mengurangi konsumsi beras.
2.3 UPAYA PEMERINTAH
PEMANFAATAN JAGUNG

MEMBANGUN

KETAHANAN

PANGAN

DALAM

Berdasarkan penelitian pada 2010, konsumsi beras masyarakat Indonesia mencapai


100 kilogram per kapita per tahun. Untuk mengurangi ketergantungan itu, perlu ada
perubahan konsep dan kebiasaan makan masyarakat untuk mengganti nasi dengan makanan
jenis lain. Salah satu cara yang belakangan dikampanyekan pemerintah adalah tidak
memakan nasi selama satu hari. Kebiasaan ini, misalnya dilakukan satu hari dalam sepekan.
Sebagai pengganti, selama sehari itu, warga bisa mengkonsumsi sumber karbohidrat lain
seperti jagung, ubi, singkong, talas, kentang, dan sagu.
Upaya pemerintah yang dilakukan untuk membangun ketahanan pangan berupa
penggantian jagung sebagai bahan pokok. Pemerintah menghimbau agar masyarakat
Indonesia bisa merubah persepsi jika belum ketumu nasi maka belum makan. Masuknya
beras-beras impor membuat para petani Indonesia semakin terpuruk. Salah satu contoh
program pemerintah yang sudah diterapkan, yaitu program One Day No Rice[7] terdapat di
kota Depok. Program ini dimaksudkan untuk mengurangi konsumsi masyarakat terhadap
beras dengan di ganti makanan pokok atau pangan lainnya seperti sayuran, buah-buahan,
protein hewani maupun nabati., dan umbi-umbian (jagung dan singkong).
Kampanye mengurangi makan nasi ini bagian dari upaya pemerintah pusat untuk
mensukseskan diversifikasi pangan nasional, Hal ini agar ketergantungan pangan pada
nasi/beras tidakterlalu tinggi sehingga stabilitas pangan bisa tetap terjaga. Sebagai bahan
perbandingan ketika era tahun 1950-60-an ketergantungan pangan masyarakat Indonesia pada
nasi atau beras masih sebesar 53%, namun kini ketergantungan itu semakin tinggi hingga 9295%.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Makalah tentang pemanfaatan jagung sebagai pengganti beras upaya membangun
ketahan pangan dapat disimpulkan bahwa jagung memiliki nilai tambah dan nilai gizi yang
lebih besar dibandingkan dengan beras. Ketersediaan jagung sebagai pengganti bahan pokok
dapat membangun system kemitraan usaha dalam agribisnis jagungsehingga pemerintah
memberikan upaya-upaya yang dapat menjadikan jagung sebagai pengganti beras untuk
membangun ketahan pangan.
Dengan berkembangnya teknologi pengolahan maka jagungpun dapat diolah atau
disubstitusi menjadi berbagai macam produk makanan. Sehingga mengembangkan
diversifikasi pangan olahan yang berbasis jagung, dengan adanya diversifikasi olahan jagung
menjadi berbagai produk diatas ini diharapkan akan menambah deretan perbendaharaan hasil
olahan jagung dan dapat meningkatkan konsumsi jagung untuk pangan. Hal ini tentunya akan
memberikan multiplier effectbagi petani jagung, yaitu memberikan jaminan terserapnya
produksi jagung oleh industri pangan, selain oleh industri pakan ternak serta dapat
mengurangi konsumsi beras.
Upaya pemerintah yang dilakukan untuk membangun ketahanan pangan berupa
penggantian jagung sebagai bahan pokok. Pemerintah menghimbau agar masyarakat
Indonesia bisa merubah persepsi jika belum ketumu nasi maka belum makan. Masuknya
beras-beras impor membuat para petani Indonesia semakin terpuruk. Salah satu contoh
program pemerintah yang sudah diterapkan, yaitu program One Day No Rice terdapat di
kota Depok.
3.2 SARAN
Pemeritah harus dapat mengubah persepsi masyarakat bahwa jika tidak ketemu nasi
maka belum makan. Melakukan penyuluhan atau sosialisasi kepada seluruh masyarakat

dengan memanfaatkan jagung sebagai bahan pokok. Selain itu, pemerintah harus mebuat
kebijakan tentang pembatasan impor jagung dan beras.

DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T., dan Erna Widyastuti, 2000. Meningkatkan Produksi Jagung. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Anonim. 2012. Ada banyak pilihan pengganti nasi. http://www.tempo.co. [22 Februari 2013]
Masturi.
2009.
Artikel
ilmiah
kemitraan
jagung. http://hasanawimasturi.blogspot.com. [22 Februari 2013]

agribisnis

Meta. 2009. Agribisnis jagung. http://blogs.unpad.ac.id. [22 Februari 2013]


Purnama Adi. 2010. Diversifikasi Pangan Untuk Mengatasi Krisis Pangan Di Indonesia.IPB.
Bogor.
Rahmanto, B. 1997. Perkembangan Adopsi Varietas Unggul Jagung Serta Dampaknya
Terhadap Peningkatan Produksi dan Pendapatan Petani. Prosiding Agribisnis.
Dinamika Sumberdaya dan Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Buku II. Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian. Bogor.
Said, E.G. dan A.H. Intan. 2001. Manajemen Agribisnis. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Subandi, I.G. Ismail dan Hermanto. 1998. Jagung Teknologi Produksi dan Pasca Panen. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Bogor.
Sudjana, A., A. Rifin dan M. Sudjadi. 1991. Jagung. Buletin Teknik No. 3. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor.

Вам также может понравиться