Вы находитесь на странице: 1из 4

HAKIKAT KEHIDUPAN

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


Etika Profesi

Disusun oleh :
Yayah Winarti
NIM. P17334113415

PROGRAM STUDI DIV ANALIS KESEHATAN


POLITEKNIK KESEHATAN
BANDUNG
2014

Hakikat Kehidupan
Segala sesuatu yang terlahir ke dunia ini pasti memiliki alasan. Setiap
manusia dibekali hawa nafsu oleh Allah tentunya dengan alasan pula.

Hawa

nafsu tersebut tentunya bisa kita jadikan sebagai ladang untuk meraih pahala
atau sebaliknya malah menjadi malapetaka, semuanya kembali lagi pada kita
bagaimana mengontrol hawa nafsu tersebut.

Jika kita renungkan, salah satu

contoh hawa nafsu yang pasti dimiliki setiap manusia adalah sifat tidak pernah
puas, selalu ingin menjadi yang terbaik, sombong, senang dipuji, iri hati, rendah
diri dan segudang keburukan lainnya yang telah melekat pada diri kita. Lalu,
apakah kita akan dikalahkan oleh hawa nafsu yang sangat besar itu ataukah
akan kita luruskan hawa nafsu tersebut dengan bepegang teguh pada iman,
kebersihan hati, dan keikhlasan? Tentunya pertanyaan kedua lah yang patut
menjadi jawaban.
Cara yang bisa dilakukan untuk meluruskan hawa nafsu kita adalah
memperkuat pondasi iman, mengetahui siapakah kita? Apa hakikat kita sebagai
manusia? Apa misi yang Allah berikan untuk kita di dunia ini? Semua jawabannya
telah ada di dalam Al Quran dan hadist. Salah satunya telah diriwayatkan oleh
Imam Al-Bukhari dan lainnya dari Abdullah bin Masud r.a,:
Rasulullah saw telah menceritakan kepada kami, sedang Baginda adalah orang
benar yang telah dibenarkan kata-katanya, sabdanya: Bahawa seseorang kamu
dihimpunkan kejadiannya dalam perut ibunya selama 40 hari, kemudian
dijadikan segumpal darah seumpamanya, kemudian dijadikan seketul daging
seumpamanya, kemudian Allah mengutuskan seorang Malaikat untuk menulis
empat kalimah dan diarahkan agar menulis; amalannya, ajalnya, rezekinya dan
untung jahat atau untung baik, kemudian ditiupkan rohnya. [Sahih Al-Bukhari
No. 3208].
Ketika kita sudah memahami makna dari hadist di atas, maka apalah yang
dapat disombongkan oleh manusia yang hanya berasal dari seketul daging ini.
Toh tiap-tiap manusia sudah diberi urusannya masing-masing, yang mana tiap
satu dan lainnya berbeda jalan hidupnya, berbeda rezekinya, berbeda ajalnya.
Lantas mengapa kita masih merasa lebih atau rendah daripada yang lain,
ataukah setan telah merasuki pikiran kita, qolbu kita sehingga kita lupa
bersyukur dan menjadi kufur nikmat kepada Allah? Naudzubillahi min dzalik.

Dalam suatu surat kabar, seorang putri Aa Gym sekaligus desainer muda,
Ghaida Tsurayya pernah mengatakan bahwa apapun yang dijalani dalam hidup
bergantung pada niatnya seperti apa, tidak semua orang harus menjalani hidup
yang sama, asalkan hidupnya tetap bermanfaat. Hal ini memang sangat benar.
Kembali lagi pada dasar bahwa manusia itu berbeda, mempunyai jalan hidupnya
masing-masing,

maka

yang

harus

kita

lakukan

hanyalah

beryukur

dan

bersungguh-sungguh dalam mengerjakan apa yang menjadi tugas kita dengan


sebaik-baiknya dan meniatkan segalanya ikhlas karena Allah taala. Jika hal ini
sudah dilakukan, tidak akan ada lagi perasaan sombong, rendah diri, iri atau
dengki, yang ada hanyalah rasa bersyukur dan senantiasa mengharap ridho
Allah.
Berbicara

mengenai

keridhoan

Allah,

salah

satu

syarat

untuk

mendapatkannya adalah dengan keikhlasan. Ikhlas berasal dari kata kholusho


yang artinya murni, jernih, suci. Dalam pekerjaan, memurnikan niat sepenuhnya
karena mengharap ridho Allah merupakan suatu bentuk pengabdian. Hal ini
tentunya akan lebih berkah ketimbang mengharapkan imbalan semata. Sebagai
contoh, seorang analis kesehatan yang bekerja untuk meraih keridhoan Allah
akan melayani masyarakat, dalam hal ini melayani pasien dengan sebaikbaiknya tak peduli berapapun penghasilan yang akan didapat. Ini merupakan
bentuk totalitas tanpa batas dalam menjalankan pekerjaan yang sudah
diamanahkan oleh Allah agar kelak bisa dipertanggungjawabkan.
Selain keikhlasan, yang perlu diperhatikan dalam hidup ini agar kita
menjadi orang yang pandai bersyukur adalah cara kita memandang kehidupan
ini. Cara pandang kita mempengaruhi kebahagiaan dalam hidup kita. Hidup tak
pernah terlepas dari masalah, maka yang harus kita dilakukan adalah
memandang masalah itu dari sisi yang berbeda, sisi positif yang akan membuat
kita lebih bersyukur dan mampu mengambil hikmah dari setiap kejadian yang
ada.

Ingatlah

ketika

hidup

kita

banyak

masalah

berarti

Allah

masih

memperhatikan kita, Allah sedang menguji kita untuk menegur kesalahan kita
atau untuk menaikkan derajat kita atau untuk menghapus dosa kita, wallahu
alam.
Kemudian yang terakhir adalah fokus. Kita harus menjalani kehidupan ini
dengan fokus, kemanakah arah tujuan hidup kita. Tujuan hidup itu tentunya
harus spesifik, seperti dikisahkan dalam cerita Mahabarata, dimana ketika Arjuna
sedang belajar memanah bersama gurunya, lalu gurunya menanyakan kepada

Arjuna apa yang kau lihat, dan Arjuna pun menjawab pertanyaan itu dengan
sangat jelas, rinci, dan spesifik. Hal yang dapat diambil dari tokoh Arjuna ini
adalah sikap fokusnya, sama halnya seperti kita menentukan tujuan hidup atau
cita-cita, harus jelas dan spesifik, jangan seperti perahu yang terombang-ambing
di tengah lautan tanpa tahu arah tujuan.
Dari semua uraian di atas, yang menjadi benang merah dari semuanya
adalah bagaimana kita menyikapi kehidupan ini. Kehidupan yang penuh hawa
nafsu ini harus disikapi dengan bertolak pada hakikat awal manusia diciptakan
yaitu untuk beribadah kepada Allah, menjalani takdir Allah dengan ikhlas,
senantiasa memandang kehidupan ini dengan positif, dan fokus pada apa yang
menjadi tujuan hidup kita.

Вам также может понравиться