Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun oleh :
Yayah Winarti
NIM. P17334113415
Hakikat Kehidupan
Segala sesuatu yang terlahir ke dunia ini pasti memiliki alasan. Setiap
manusia dibekali hawa nafsu oleh Allah tentunya dengan alasan pula.
Hawa
nafsu tersebut tentunya bisa kita jadikan sebagai ladang untuk meraih pahala
atau sebaliknya malah menjadi malapetaka, semuanya kembali lagi pada kita
bagaimana mengontrol hawa nafsu tersebut.
contoh hawa nafsu yang pasti dimiliki setiap manusia adalah sifat tidak pernah
puas, selalu ingin menjadi yang terbaik, sombong, senang dipuji, iri hati, rendah
diri dan segudang keburukan lainnya yang telah melekat pada diri kita. Lalu,
apakah kita akan dikalahkan oleh hawa nafsu yang sangat besar itu ataukah
akan kita luruskan hawa nafsu tersebut dengan bepegang teguh pada iman,
kebersihan hati, dan keikhlasan? Tentunya pertanyaan kedua lah yang patut
menjadi jawaban.
Cara yang bisa dilakukan untuk meluruskan hawa nafsu kita adalah
memperkuat pondasi iman, mengetahui siapakah kita? Apa hakikat kita sebagai
manusia? Apa misi yang Allah berikan untuk kita di dunia ini? Semua jawabannya
telah ada di dalam Al Quran dan hadist. Salah satunya telah diriwayatkan oleh
Imam Al-Bukhari dan lainnya dari Abdullah bin Masud r.a,:
Rasulullah saw telah menceritakan kepada kami, sedang Baginda adalah orang
benar yang telah dibenarkan kata-katanya, sabdanya: Bahawa seseorang kamu
dihimpunkan kejadiannya dalam perut ibunya selama 40 hari, kemudian
dijadikan segumpal darah seumpamanya, kemudian dijadikan seketul daging
seumpamanya, kemudian Allah mengutuskan seorang Malaikat untuk menulis
empat kalimah dan diarahkan agar menulis; amalannya, ajalnya, rezekinya dan
untung jahat atau untung baik, kemudian ditiupkan rohnya. [Sahih Al-Bukhari
No. 3208].
Ketika kita sudah memahami makna dari hadist di atas, maka apalah yang
dapat disombongkan oleh manusia yang hanya berasal dari seketul daging ini.
Toh tiap-tiap manusia sudah diberi urusannya masing-masing, yang mana tiap
satu dan lainnya berbeda jalan hidupnya, berbeda rezekinya, berbeda ajalnya.
Lantas mengapa kita masih merasa lebih atau rendah daripada yang lain,
ataukah setan telah merasuki pikiran kita, qolbu kita sehingga kita lupa
bersyukur dan menjadi kufur nikmat kepada Allah? Naudzubillahi min dzalik.
Dalam suatu surat kabar, seorang putri Aa Gym sekaligus desainer muda,
Ghaida Tsurayya pernah mengatakan bahwa apapun yang dijalani dalam hidup
bergantung pada niatnya seperti apa, tidak semua orang harus menjalani hidup
yang sama, asalkan hidupnya tetap bermanfaat. Hal ini memang sangat benar.
Kembali lagi pada dasar bahwa manusia itu berbeda, mempunyai jalan hidupnya
masing-masing,
maka
yang
harus
kita
lakukan
hanyalah
beryukur
dan
mengenai
keridhoan
Allah,
salah
satu
syarat
untuk
Ingatlah
ketika
hidup
kita
banyak
masalah
berarti
Allah
masih
memperhatikan kita, Allah sedang menguji kita untuk menegur kesalahan kita
atau untuk menaikkan derajat kita atau untuk menghapus dosa kita, wallahu
alam.
Kemudian yang terakhir adalah fokus. Kita harus menjalani kehidupan ini
dengan fokus, kemanakah arah tujuan hidup kita. Tujuan hidup itu tentunya
harus spesifik, seperti dikisahkan dalam cerita Mahabarata, dimana ketika Arjuna
sedang belajar memanah bersama gurunya, lalu gurunya menanyakan kepada
Arjuna apa yang kau lihat, dan Arjuna pun menjawab pertanyaan itu dengan
sangat jelas, rinci, dan spesifik. Hal yang dapat diambil dari tokoh Arjuna ini
adalah sikap fokusnya, sama halnya seperti kita menentukan tujuan hidup atau
cita-cita, harus jelas dan spesifik, jangan seperti perahu yang terombang-ambing
di tengah lautan tanpa tahu arah tujuan.
Dari semua uraian di atas, yang menjadi benang merah dari semuanya
adalah bagaimana kita menyikapi kehidupan ini. Kehidupan yang penuh hawa
nafsu ini harus disikapi dengan bertolak pada hakikat awal manusia diciptakan
yaitu untuk beribadah kepada Allah, menjalani takdir Allah dengan ikhlas,
senantiasa memandang kehidupan ini dengan positif, dan fokus pada apa yang
menjadi tujuan hidup kita.