Вы находитесь на странице: 1из 7

BAB 3.

ANALISA KASUS

Pada kasus ini seorang pasien laki-laki bernama Arif Masfuad, usia 26
tahun datang ke RSGM Universitas Jember pada tanggal 21 Mei 2016 dengan
keluhan gigi belakang kiri bawah tinggal tunggaknya dan tidak nyaman ketika
digunakan untuk makan. Gigi tersebut awalnya berlubang kecil sejak 6 tahun
yang lalu dan dibiarkan saja hingga tinggal tunggaknya. Pasien pernah mengeluh
sakit sekitar 2 tahun yang lalu, dibiarkan saja dan tidak diobati sembuh sendiri
setelah 3 hari. Tidak ada riwayat bengkak. Keadaan sekarang tidak sakit.
Pemeriksaan keadaan umum, pasien dalam kondisi baik. Tekanan darah
(100/80 mmHg), respirasi normal, suhu normal dan denyut nadi normal.
Pemeriksaan ekstra oral pada wajah simetri bilateral, pada kelenjar limfe
didapatkan hasil bahwa kelenjar submandibula dan submentalis kedua sisi normal,
tidak teraba dan tidak sakit. Pemeriksaan intraoral menunjukkan bahwa terdapat
gigi 36 sisa akar, tes durk negatif, gingiva berwarna kemerahan, pembesaran
negatif, konsitensi lunak, tekstur halus mengkilat, sakit negatif, supurasi negatif,
dan kegoyangan negatif. Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat disimpulkan bahwa
gigi 26 didiagnosa gangren radiks. Selanjutnya menyusun rencana perawatan yang
komprehensif.
Berdasarkan carranzas clinical periodontology sebagai rencana perawatan
pertama pada kasus ini adalah ekstraksi pada gigi 36 dan 46. Ekstraksi gigi yang
sudah tidak bisa dipertahankan. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari
dalam soket dari tulang alveolar. Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua teknik
yaitu teknik sederhana dan teknik pembedahan. Teknik sederhana dilakukan
dengan melepaskan gigi dari perlekatan jaringan lunak menggunakan elevator
kemudian menggoyangkan dan mengeluarkan gigi di dalam soket dari tulang
alveolar menggunakan tang ekstraksi. Sedangkan teknik pembedahan dilakukan
dengan pembuatan flap, pembuangan tulang disekeliling gigi, menggoyangkan
dan mengeluarkan gigi di dalam soket dari tulang alveolar kemudian
mengembalikan flep ke tempat semula dengan penjahitan (Pederson, 1996).

Indikasi ekstraksi gigi menurut Pederson adalah karies yang meluas, nekrosis
pulpa, penyakit periodontal yang parah, keperluan ortodontik, malposisi gigi,
fraktur gigi, ekstraksi prostetik, gigi impaksi, gigi supernumery, terapi radiasi, gigi
yang terlibat fraktur rahang, estetik, ekonomi. Kontraindikasi ekstraksi gigi adalah
kontraidikasi sistemik dan kontraindikasi lokal.
Perawatan berikutnya adalah DHE (Dental Health Education) adalah
pendidikan pada pasien yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan
pengetahuan pasien tentang kesehatan gigi dan mulut sehingga diharapkan dapat
mengubah perilaku pasien. Ada 3 tahapan DHE yaitu edukasi, motivasi dan
instruksi (Newman dkk, 2012). Pasien diedukasi tentang kondisi giginya,
penyebab, proses perjalanan penyakit, dan cara merawat gigi dengan bahasa
awam dan alat peraga. Tujuan dan manfaat DHE, tujuan DHE adalah untuk
menimbulkan kesadaran dan tanggungjawab pada pasien untuk menjaga
kesehatan giginya. Manfaat DHE untuk meningkatkan kemampuan pasien untuk
menjaga kebersihan rongga mulut dari sisa-sisa makanan atau kotoran lain
sehingga dapat menghindarkan atau mengurangi penyakit gigi dan mulut (Sukanto
dkk, 2015).
Perawatan berikutnya adalah untuk menangani gingivitis dan periodontitis
kronis pada gigi rahang atas dan rahang bawah oleh karena plak. Dasar diagnosis
gingivitis kronis secara garis besar yaitu terdapat kemerahan, bleeding on probing,
dan tekstur yang halus dan mengkilat pada gingiva dari gigi geligi tersebut. Dasar
diagnosa periodontitis kronis yaitu adanya resorpsi puncak tulang alveolar dengan
bentukan horizontal dan terdapat resesi gingiva. Perawatan yang dilakukan yaitu
dengan scaling dan root planing. Scaling merupakan tindakan menghilangkan
deposit dari permukaan akar, sedangkan root planing merupakan tindakan
penghalusan permukaan gigi yang terinfeksi dan yang terdapat jaringan nekrotik.
Scaling dan root planing bukan merupakan suatu prosedur yang terpisah, semua
prinsip scaling pengaplikasiannya sama dengan root planing. Perbedaan scaling
dan root planing hanya pada derajat substansi yang dihilangkan (Newman dkk,
2012).
Pada pemeriksaan gigi geligi didapatkan diagnosa pulpitis reversible pada
beberapa gigi, antara lain gigi 16, 26, 27, 28, 34, 35, 37, dan 38. Menurut Kidd

dan Bechal (1992) penegakan diagnosa pulpitis reversible terjadi apabila nyeri
pada pulpa timbul karena rangsangan panas, dingin ataupun manis yang
berlangsung secara singkat. Hal ini serupa dengan yang dinyatakan oleh
Grossman dkk (1995) bahwa pulpitis reversible adalah suatu kondisi inflamasi
pulpa ringan sampai sedang yang disebabkan oleh stimuli, tetapi pulpa mampu
kembali pada keadaan tidak terinflamasi setelah stimuli dihilangkan. Perawatan
pada gigi-gigi tersebut adalah dengan penumpatan.
Oklusi merupakan salah satu aspek penting yang berperan besar dalam
proses mengunyah, menelan, serta berbicara. Oklusi secara sederhana dapat
diartikan sebagai kontak antar gigi geligi bawah dengan gigi geligi atas. Kontak
ini akan menghasilkan suatu tekanan yang kemudian diteruskan ke jaringan
periodontal gigi. Jaringan periodontal terdiri dari gingiva, ligamen periodontal,
sementum, dan tulang alveolar. Jaringan ini merupakan jaringan yang mendukung
dan mengelilingi gigi dan berfungsi meredam tekanan oklusi yang diterima oleh
gigi. Jaringan periodontal mempunyai batas ambang menahan tekanan oklusi, bila
tekanan ini berlebih dapat mencederai jaringan periodontal disekitarnya (Tulak,
2013).
Kontak oklusi yang tidak tepat bisa menimbulkan masalah misalnya
penyakit periodontal atau gangguan fungsi sendi temporomandibula. Oklusi yang
tidak tepat ini biasanya ditimbulkan oleh tumpatan yang overhanging, protesa gigi
tiruan yang kurang baik. desainnya, kebiasaan bruxism, serta susunan gigi geligi
yang tidak teratur. Tekanan berlebih yang diterima oleh jaringan periodontal
menyebabkan perubahan patologis atau adaptif dari jaringan periodontal disebut
dengan trauma oklusi (Tulak, 2013). Gigi 26 pasien mengalami ekstruksi sehingga
dalam rencana perawatan berikutnya adalah koronoplasti. Tindakan penyesuaian
oklusal atau koronoplasti merupakan suatu prosedur menghilangkan struktur gigi
yang menyebabkan interference (sangkutan atau gangguan) pada daerah oklusal
gigi. Hal ini dilakukakan karena pada rencana perawatan berikutnya adalah
pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan.
Pemeriksaan secara klinis pada mukosa mulut penderita ditemukan adanya
plak putih yang terdapat pada dorsum lidah dengan batas tidak jelas, dapat

dikerok serta tidak sakit. Keadaan klinis seperti ini dicurigai bahwa pasien
mengalami oral candidiasis. Atas adanya kecurigaan terhadap adanya penyakit
ini, maka

dilakukan pemeriksaan penunjang pada laboratorium mikrobiologi

untuk memeriksa jamur Candida albicans dengan melakukan oral swab pada
dorsum lidah pasien.
Diagnosa oral candidiasis

harus dipastikan dengan adanya organisme-

organisme sedang berkembang atau bentuk hifa pada pewarnaan usap sitologik.
Hasil pemeriksaan mikrobiologi menunjukkan bahwa spora sebanyak positif 2
dan hifa sebanyak positif 3, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien terdiagnosa
positif oral candidiasis.
Adapun perawatan oral candidiasis yaitu dengan menjaga kebersihan
rongga mulut, memberi obat-obatan antifungal topikal, pemberian vitamin dan
berusaha menghilangkan faktor predisposisi. Dalam kasus ini, pemberian
antifungal yang diberikan adalah jenis nystatin. Nystatin ini cukup diberikan
secara lokal saja karena pada kasus ini infeksi Candida masih bersifat lokal dan
asimptomatik, serta pasien tidak memiliki risiko infeksi sistemik yang tinggi jika
dibanding dengan obat antijamur lain (Richardson dan Warnock, 1993).
Nystatin merupakan anti fungal yang bersifat fungisid dan fungistatik.
Nystatin bekerja dengan berikatan dengan sterol (terutama ergosterol) dalam
membran sel fungi. Ikatan ini akan menyebabkan perubahan permeabilitas
membran sehingga menyebakan keluarnya komponen sel intraseluler yang
selanjutnya menyebabkan kematian sel (fungisid). Nystatin tidak aktif melawan
organisme (contohnya: bakteri) yang tidak mempunyai sterol pada membran
selnya. Hasil dari ikatan dengan sterol membuat membran tidak dapat berfungsi
lagi sebagai rintangan yang selektif (selective barrier), dan kalium serta
komponen sel yang lainnya akan hilang. Aksi utama nystatin adalah melawan
Candida (Monilia) sp. Efek samping nystatin ini jarang ditemukan, juga dapat
digunakan oleh semua umur (Richardson dan Warnock, 1993).
Vitamin yang diberikan pada kasus ini yaitu Becom-zet tabs 500 mg.
Becom-zet memiliki kandungan vitamin E 30 IU, vitamin C 750 mg, vitamin B1
15 mg, vitamin B2 15 mg, vitamin B6 20 mg, vitamin B12 12 mcg, asam folat

400 mcg, asam pantotenat 20 mg, Zn 22,5 mg, miasin 100 mg. Fungsi utama
Vitamin C berperan dalam pembentukan kolagen, proteoglikan dan bahan-bahan
organik lain pada bagian antarsel dan jaringan seperti gigi, tulang dan endoteilium
kapiler. Vitamin B1, bekerja sebagai koenzim yang penting untuk metabolisme
karbohidrat. Vitamin B2 berfungsi sebagai koenzim yang terutama mempengaruhi
transport hidrogen dalam sistem enzim oksidatif. Vitamin B6 terutama berfungsi
dalam metabolisme protein dan asam amino. Sebagai komponen dari beberapa
koenzim, Vitamin B12 penting dalam sintesa asam nukleat dan myelin, sehingga
dengan demikian mempengaruhi pematangan sel dan memelihara integritas
jaringan syaraf.
Evaluasi adalah untuk melihat respon jaringan periodontal terhadap
perawatan pada fase 1 dengan cek probing depth, inflamasi gingiva, plak dan
kalkulus. bleeding on probing. Kuretase pada gigi 17,27, 38. Tindakan kuretase
meliputi scraping, scaling, dan planing menghaluskan permukaan akar gigi untuk
menghilangkan substansi yang terinfeksi dan nekrotik.
Perawatan rehabilitatif untuk pasien ini adalah pembuatan gtsl. Tujuan
penggunaan gigi tiruan sebagian lepasan adalah mengembalikan estetika,
mengembalikan

fungsi

bicara,

mengembalikan

fungsi

pengunyahan,

mempertahankan kesehatan jaringan mulut, memperbaiki oklusi, dan mampu


mempertahankan gigi gigi yang masih ada (MacEntee, 1993). Sebagai operator
harus dapat menjelaskan macam dan jenis perawatan terbaik kepada pasien,
yang terutama didasarkan pada pertimbangan medis dan hasil pemeriksaan. Tetapi
dalam menentukan macam perawatan yang akan dilakukan pasien memiliki hak
autonom, yaitu hak memilih perawatan apa yang diinginkan dan diprioritaskan
sesuai keinginan pasien. Faktor sosial ekonomi pasien juga harus dijadikan
pertimbangan oleh operator dalam menentukan macam perawatan yang dilakukan.
Metode klasifikasi dari Kennedy merupakan klasifikasi sebagian lengkung rahang
tidak bergigi yang paling banyak diterima saat ini. Maka memacu pada pemakaian
klasifikasi yang lebih umum, digunakan klasifikasi Kennedy dalam kasus pada
pasien ini. Menurut klasifikasi Kennedy kasus pada pasien termasuk kelas 3
modifikasi 1. Daerah tidak bergigi terletak di antara gigi-gigi yang masih ada di

bagian posterior maupun anterior dan unilateral (Bounded saddle) yaitu


kehilangan gigi 46, 47 dan modifikasi 1 didapat dari kehilangan gigi 36.
Anasir digunakan untuk menggantikan gigi 36, 46, dan 47. Desain
dukungan gigi tiruan adalah tooth borne dengan klamer 3 jari pada gigi 35, 37, 45,
48 serta penambahan ekstension plat pada lingul gigi 31, 32, 33, 41, 42, 43
sebagai penambahan support jaringan agar gigi tiruan tidak mudah pecah.
Rencana perawatan terakhir adalah kontrol periodik. Kontrol :pengawasan,
pemeriksaan, pengendalian. Periodik: menurut periode tertentu atau sesuai selang
waktu yang telah ditentukan. Kontrol periodik adalah pengawasan dan
pengendalian keadaan kesehatan gigi dan mulut pasien dengan cara melakukan
pemeriksaan dan deteksi dini penyakit yang dilakukan sesuai selang waktu yang
telah ditetapkan. (Sumber: Kamus

Besar Bahasa Indonesia). Perlunya

menanamkan kebiasaan pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut terutama sejak


dini sehingga kebiasaan baik ini nantinya akan terbawa hingga dewasa. Dengan
begitu diharapkan nantinya kesehatan gigi dan mulut di masyarakat semakin
meningkat, prevalensi karies menurun, dan penyakit jaringan penyangga gigi juga
menurun (Houwink,dkk,1993).

Pedersen, Gorden. 1996. Buku Ajar Bedah Mulut. Jakarta: EGC


Sukanto, dkk. 2015 Pedoman Dan Petunjuk Praktikum Ilmu Kedokteran Gigi
Anak (IKGA). Bagian Pedodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Jember, edisi revisi 2015, 7
Newman M. G., Takei H. H., Klokkevold P. R dkk. 2012. Carranzas Clinical
Periodontology. Edisi 11; 219 240. Singapore: Elsevier.
MacEntee M. I., Glick N, dan Stolar E. 1998. Age, Gender, Dentures, and Oral
Mucosal Disorders. Oral Diseases. Vol. 4 (1): 32 36
Richardson MD, Warnock DW. 1993. Antifungal Drugs in: Fungal Infection
Diagnosis and Management. Edisi II. Blackwell Publishing

Grossman, L. I., Oliet, S., dan Rio C.E.D. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek.
Alih bahasa: Rafiah Abiyono. Edisi I. Jakarta: EGC
Tulak, Felizianty Oktria. 2013. Peranan Trauma Oklusi terhadap terjadinya
Periodontitis. Jurnal Progam Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran
Universitas : Vol 1-5

Вам также может понравиться