Вы находитесь на странице: 1из 15

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Identifikasi massa batuan untuk analisis untuk analisis faktor keamanan longsor
baji pada penelitian ini menggunakan metode Geological strength Index (GSI).
Pendekatan secara stereografis pada penelitian digunakan untuk menentukan potensi
longsor serta arah pergerakan lereng. Pendekatan penentuan kestabilan lereng
menggunakan bantuan kalkulasi program dengan dasar analisis komprehensif blok
baji untuk penentuan faktor kemanan lereng dengan potensi longsor serta pendekatan
nilai kekuatan massa batuan dengan menggunakan kriteria runtuh Hoek-Brown
(2002).
4.1.

Lokasi Peneltian
Penelitian tertuju pada blok A site somorejo CV. GUNUNG MULIA.

Kenampakan lokasi penelitian yaitu pada area tambang seperti terlihat pada Gambar
4.1 dan Gambar 4.2. Lokasi penelitian terdiri dari dua lokasi yaitu lokasi 1 di timur
blok dan lokasi 2 di sebelah selatan blok A.

Gambar 4.1
Kondisi Massa Batuan Pembentuk Lereng Lokasi 1 Blok A Bagian timur

Gambar 4.2
Kondisi Massa Batuan Pembentuk Lereng Lokasi 1 Blok A Bagian Selat

4.1.1. Kondisi Lokasi Penelitian


Pada lokasi 1 dan lokasi 2 yang diamati adalah lereng penambangan yang
merupakan single slope. Pada tiap lokasi ditemukan satu kenampakan bidang
diskontinyu yang membentuk blok baji. Selanjutnya pada kedua lokasi dilakukan
pengambilan data spasi kekar mengunakan metode scanline.
Dari kondisi diatas maka perlu dilakukan analisis faktor keamanan pada
bagian lereng dengan potensi blok baji guna mengetahui performa lereng yang
terbentuk apakah berada pada kondisi kritis maupun stabil sehingga dapat dilakukan
tindakan penanganan dan pencegahan untuk mengatasi masalah kestabilan lereng.
Pada gambar 4.3 berikut disajikan peta lokasi penelitian pada Blok A site
Somorejo CV.Gunung Mulia. Lokasi penelitian pada blok A terdiri dari dua lokasi.

Gambar 4.3.

Peta Lokasi Penelitian dan Potensi Longsor pada Blok A


4.2.

Pemetaan Geoteknik
Pemetaan geoteknik dilakukan untuk mengetahui orientasi bidang diskontinyu

pada dinding lereng penambangan. Peralatan yang digunakan untuk melakukan


pemetaan geoteknik yaitu kompas geologi, meteran, papan clipboard, pita ukur, paku
kamera, dan alat tulis. Maksud dari pemetaan ini adalah mengumpulkan data berupa :
a. Arah, sudut kemiringan (angle slope) dan tinggi lereng dilokasi penelitian.
b. Kedudukan bidang diskontinyu (dip dan dip direction) baik mayor maupun minor
dan dikelompokkan sesuai dengan familinya.
4.2.1. Pengukuran Awal Pemetaan Geoteknik
Adapun pengukuran awal yang dilakukan pada saat pemetaan geoteknik, meliputi :
a. Lokasi penelitian merupakan daerah blok batuan berkisar antara 10-20 meter.
b. Pengukuran dimensi panjang dan lebar kenampakan bidang diskontinyu pada
dinding kuari dengan kenampakan bidang diskontinyu yang jelas dan tempat
yang mudah.
Dimensi lebar pada masing-masing jenjang ditentukan sebesar 8 meter. Dengan
jumlah kekar, yaitu :
1. Blok A lokasi 1 bagian timur panjang scanline 7 meter, jumlah kekar = 19.
2. Blok A lokasi 2 bagian selatan panjang scanline 7 meter, jumlah kekar = 19.
c. Pengukuran arah, kmiringan dan tinggi lereng dipergunakan untuk penentuan
potensi longsor dan perhitungan faktor keamanan. Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan kompas geologi. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Data pemetaan geoteknik lainya pada Lampiran B.

Tabel 4.1.

Arah, Kemiringan dan Tinggi (H) Lereng pada


Blok A Site Somorejo CV. GUNUNG MULIA
Arah Lereng
(NE)

Kemiringan
Lereng
()

175

43

(meter)
9

174

45

12

Lokasi
1. Blok A Lokasi 1 Bagian

Tinggi

Timur
2. Blok A Lokasi 1 Bagian

Selatan

4.2.2 Orientasi Bidang Diskontinyu


Orientasi dilakukan untuk mengetahui kedudukan bidang diskontinyu.
a. Lingkup
Kedudukan bidang diskontinyu diukur dan dikelompokan berdasarkan familinya.
Penentuan menggunakan bantuan stereonet. Pada lokasi penelitian umumnya
terdiri dari dua family bidang diskontinyu yang dapat dilihat pada lampiran C.
b. Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah kompas geologi.
c. Prosedur
Pengukuran dilakukan pada singkapan massa batuan sesuai dengan panjang dan
lebar yang telah ditentukan sebelumnya.
d. Hasil
Hasil pengukuran orientasi bidang diskontinyu di lokasi Blok A Lokasi 1 bagian
timur dan Blok A Lokasi 2 bagian selatan untuk masing-masing batuan setelah
diolah dengan menggunakan proyeksi stereografis ditampilkan seperti pada Tabel
4.2. Hasil plotting bidang diskontinyu dengan proyeksi stereogafis dapat dilihat
pada lampiran D.
Table 4.2.
Hasil Plotting Bidang Diskontinyu dengan Proyeksi Stereografis
No.

Lokasi

Hasil Plotting

Blok A
Lokasi 1
Bagian
Timur

2.

Blok A
Lokasi 2
Bagian
Selatan

e. Arah Umum Bidang Diskontinyu


Hasil plotting bidang diskontinyu tersebut menghasilkan arah umum orientasi
dari setiap bidang diskontinyu. Hasil dapat dilihat pada 4.3.
Tabel 4.3.
Arah Umum Orientasi Bidang Diskontinyu

No.

4.3.

Blok

1.

Blok A Lokasi 1 Bagian Timur

2.

Blok A Lokasi 2 Bagian Selatan

Bidang Diskontinyu
(Dip/Dip Direction)
Mayor : 23 / N 215E
Minor : 17 / N 126E
Mayor : 34 / N 134E
Minor : 21 / N 281E

Pengukuran untuk Deskripsi Massa Batuan Batuan


Kegiatan lain yang dilakukan selain pemetaan pemetaan geoteknik berupa

pengukuran untuk deskripsi massa batuan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
kondisi dari massa batuan dilokasi penelitian. Pengukuran untuk mengetahui

deskripsi kondisi massa batuan pada lokasi penelitian, yaitu :


Spasi bidang diskontinyu
Kemenerusan bidang diskontinyu (persistence)
Lebar bukaan/celah (aperture)
Pelapukan pada batuan (weathering)
Kekasaran (roughness)
Koefisien kekasaran bidang diskontinyu (JRC)
4.3.1. Pengukuran Spasi
a. Lingkup
Jarak antar diskontinyu sebagian besar mengontrol ukuran dari blok-blok batuan
secara individu sebagai bagian utuh. Jarak spasi yang rapat menggambarkan massa
batuan lemah sedangkan jarak spasi yang semakin lebar kondisi massa batuan
lebih kuat.
b. Peralatan
Pengukuran spasi menggunakan meteran.
c. Prosedur
Diantara satu bidang diskontinyu diukur jarak/spasi dengan bidang diskontinyu
lainya dengan family yang sama.
d. Hasil pengukuran spasi bidang diskontinyu dapat dilihat pada Tablel 4.4.

Table 4.4.
Hasil Pengukuran Spasi Bidang Diskontinyu

No
1
2

Loaksi

Max

Min

Mean

Blok A Lokasi 1 Bagian Timur


Blok A Lokasi 2 Bagian

(meter)
0,5
0,99

(Meter)
0,03
0,28

0,2173
0,5478

Selatan
4.3.2. Pengukuran Kemenerusan Bidang Diskontinyu (Persistence)
a.

Lingkup
Kemenerusan menunjukan ukuran dari diskontinyu pada suatu bidang, dimana
kemenerusan ini secara kasar dikuantifikasikan dengan mengamati panjang
diskontinyu pada massa batuan yang tersingkap.

b. Peralatan
Pengukuran kemenerusan menggunakan meteran.
c. Prosedur
Pengukuran kemenerusan dilakukan pada kemenerusan pada dinding lereng.
d. Hasil
Bukaan didskripsikan dengan lebar bukaan soft 0,05-0,1 mm disetiap lokasi.
4.3.4. Pengukuran Tingkat Pelapukan Bidang Diskontinyu (Weathering)
a. Lingkup
Tingkat pelapukan pada batuan dapat dilihat dari kondisi batuan tersebut. Tingkat
pelapukan dapat dilihat dari warna, perubahan kekuatan, dan tekstur.
Peralatan
Pengamatan langsung secara visual.
c. Hasil
Tingkat pelapukan lokasi penelitian adalah SW (Slightly Weathered) untuk

b.

lokasi Blok A Lokasi 1 bagian timur dan Blok A Lokasi 2 dibagian Selatan.
4.3.5. Pengukuran Kekasaran Bidang Diskontnyu (Roughness)
a. Lingkup
Kekasaran pada bidang diskontinyu dilihat dari kegelombangan kondisi bidang
b.
c.

diskontinyu dan tekstur dari bidang diskontinyu.


Pengamatan
pengamatan langsung dilapangan secara visual.
Hasil

Kekasaran pada bidang diskontinyu di setiap daerah penelitian bervariasi, ada


bidang diskontinyu yang memiliki kekearasan kode IV dan VII, tetapi yang
paling dominan adalah memiliki kekasaran yang bergelombang dan halus (V).
4.3.6. Koefisien kekasaran Bidang Diskontinyu (JRC)
a. Lingkup
Kekasaran dinding bidang diskontinyu merupakan suatu parameter yang penting
dari kekuatan gesernya khususnya dalam kasus bidang diskontinyu yang tidak
terisi. Kekasaran bidang diskontinyu dapat dicirikan dengan kegelombangan
suatu bidang diskontinyu.
b.

Prosedur
Pengamatan langsung di lapangan secara visual.
d. Hasil
Joint Roughness Coefficient (JRC) sangat berperan dalam menetukan besarnya
sudut gesek dalam dan kohesi. Semakin kasar permukaan bidang diskontinyu ini
akan memberikan angka yang besar pada JRC. Pada penelitian didapatkan
rentang JRC 4-6, karena kondisi kekasaran bidang diskontinyu cenderung halus
dan bergelombang. Pengukuran untuk deskripsi massa batuan selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran E.

4.4. Penentuan Nilai Kuat Tekan Batuan Berdasarkan Hubungan Dengan


Indeks Franklin
Penentuan nilai kuat tekan batuan dilakukan dengan menggunakan beberapa
persamaan yang menghubungkan nilai kuat teka dengan indeks franklin (Is) yang
didapatkan melalui pengujian beban titik. Persamaan yang digunakan adalah
persamaan kuat tekan batuan dengan jenis batuan secara umum batuan beku. Adapun
data yang didapatkan pada pengujian beban titik ditunjukan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6
Data Pengujian Beban Titik
loka
si

D
(mm

P
(Kg)

W1
(mm)

W2
(mm

W
(mm

De

De

Is
(Mpa

)
42,1

2800,

1.

0
43,0

0
2900,

2.

)
54,2

)
57,2

3070,3

55,4

1,04

)
0,95

60,30

0
53,0

5
56,0

5
3067,5

1
55,3

7
1,04

5
0,99

59,00

Berdasarkan hubungan kuat tekan dengan Indeks Franklin (Is) untuk jenis batuan
Andesit pada lokasi penelitian digunakan persamaan sebagai berikut.
Table 4.7
Nilai Kuat Tekan Berdasarkan Persamaan dengan Indeks Franklin
Referensi

Persamaan
c

Biewnaski (1975)
Kahraman (2001)

= 23

= 23

Is 50

Is 50 + 9,51

Nilai Kuat Tekan


(Mpa)
21,9674
22,76824

Nilai kuat tekan yang digunakan adalah menurut persamaan Biewnaski (1975). Nilai
kuat tekan persamaan tersebut dipilih karena penentuan nilai kohesi dan sudut gesek
dalam dalam dihasilkan nilai yang pesimis dibanding dengan persamaan Kahraman
(2001). Perhitungan nilai pengujian beban titik dapat dilihat pada Lampiran F.
4.5. Penetuan Bobot Geological Strength Index (GSI) dan Parameter Kekuatan
Geser Massa Batuan
Pada penelitian penetuan bobot isi GSI digunakan sebagai salah satu
parameter masukan untuk penentuan parameter kekuatan geser massa batuan kriteria
Hoek-Brown (2002). Metode yang digunakan pada penetuan GSI adalah metode GSI
yang dikuantifikasikan menurut Hoek & Charter (2013).
Pada metode GSI yang dikuantifikasikan parameter yang digunakan sebagai
imputan nilai adalah Rock Quallity Designation (RQD) dan bobot kondisi bidang
disontinyu. Nilai RQD pada penelitian dengan menggunakan metode scanline dan
persamaan Priest dan Hudson (1987) yakni dengan mengukur orientasi dan spasi

bidang diskontinyu yang nampak pada permukaan lereng dinding kuari lokasi
penelitian yang sudah ditentukan sebelumnya. Tabulasi nilai RQD ditampilkan pada
Table 4.8. Perhitungan nilai RQD dapat dilihat pada Lampiran G.
Table 4.8.
Tabulasi Nilai RQD pada Blok A
No

Lokasi

1
2

Bagian Timur
Bagian Selatan

Nilai RQD
(%)
92,1349
98,5168

Kualitas Batuan
Sangat Baik
Sangat Baik

Parameter selanjutnya yang diperlukan adalah boboy kondisi. Metode pembobotan


kondisi bidang yang digunakan adalah pembobotan menurut Biewnaski (1989) terdiri
dari bobot kemenerusan (Rating Persistence/Rc), isian (Rating filling/Rf) dan
Jcond 89

pelapukan (Rating Weathering/Rw) Pembobotan

dapat dilihat Tabel 4.9.

Pembobotan Kondisi bidang dapat dilihat pada Lampiran H.


Tabel 4.9.
Pembobotan Kondisi Bidang
No

Bobot
R Rf R

Lokasi

Blok A Lokasi 1 Timur

p
0

a
5

r
3

Blok A Lokasi 2 Selatan

Total Bobot

w
5

17

17

Bobot GSI berdasarkan metode GSI yang dikuantifikasikan didapat dari


korelasi antar lain RQD dan bobot kondisi bidang. Korelasi tersebut berupa
persamaan matematis dengan RQD mewakili sumbu y sebagai nilai dari blok massa
batuan dan bobot kondisi bidang mewakili sumbu x sebagai nilai dai kondisi
permukaan massa batuan hasil perolehan bobot GSI yang didapatkan di setiap lokasi

penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.10. Pembobotan GSI dapat dilihat secara
lengkap pada Lampiran I.
Tabel 4.10.
Bobot GSI pada Blok A

RQD

RQD/

(1)
92,13

2 (2)
46,06

5
98,51

7
49,25

Lokasi
Blok

Lokasi

Sebelah Timur
Blok
A
Lokasi
Sebelah Selatan

Nilai
Jconditi 1.5Jconditi
on

on

GSI
(1+2)

17

25,5

71,567

17

25,5

74,758

Parameter kekuatan geser massa batuan diperlukan untuk perhitungan nilai


faktor keamanan lereng. Metode yang digunaan untuk penentuan nilai parameter
kekuatan geser massa bauan dengan menggunakan kriteria runtuh Hoek & Brown
(2002) untuk menetukan kohesi (c) dan sudut gesek dalam

) massa batuan.

Tabulasi nilai kohesi (c) dan sudut gesek dalam ( massa batuan ditunjukan pada
Tabel 4.11. perhitungan parameter kekuatan geser massa batuan dapat dilihat pada
lampiran J.
Tabel 4.11
Tabulasi Nilai Parameter Kekuatan Geser Massa Batuan
Kohesi
No

Lokasi
(Mpa)

1
2
4.6.

Blok A Lokasi 1 Sebelah Timur


Blok A Lokasi 2 Sebelah Selatan
Identifikasi Potensi Longsor

1.129
1.290

Sudut Gesek
Dalam (
()
62.88
62.34

Perbedaan potensi longsor dipengaruhi oleh adanya struktur geologi yang


berbeda-beda pada lokasi penelitian. Analisis yang digunakan untuk identifikasi
potensi longsor adalah analisis kinematik. Analisis ini menggunaan batuan proyeksi
dalam stereografis. Adapun hasil longsor yang didapatkan pada Tabel 4.12.
Identifikasi longsor secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran K.
Tabel 4.12.
Tabulasi Potensi Longsor pada Blok A
No

Lokasi

Syarat

Potensi

()

()

Kinematik

Longsor

yang
1

Blok A Bagian Timur

43

60

Dipenuhi
f <

Tidak
berpotensi

i
2

Blok A Bagian Selatan

45

20

f >
i

Longsor
Baji

Berdasarakan Tabel 4.10. maka diketahui potensi longsor daerah penelitian


pada Blok A bagian selatan dan bagian timur berpotensi longsor baji.
4.7
Analisis Kestabilan Lereng
Analisis kestabilan lereng yang dilakukan menggunakan analisis baji bantuan
kalkulasi perhitungan. Data masukan yang dibutuhkan pada perhitungan kestabilan
terdiri dari bentuk dan dimensi dari blok baji, propertis massa batuan dan gaya
eskternal yang bekerja pada blok baji.

Adapun tahapan perhitungan yang dilakukan pada kalkulasi perhitungan


sebagai berikut :
1. Bentuk dari blok baji dikontrol oleh orientasi sebagai berikut :
a. Bidang diskontinyu
Bidang 1 (kekar)
: 34 / N 134E

Bidang 2 (kekar)
: 21 / N 281E
b. Lereng
Bidang 3 (muka atas lereng) : 45 / N 175E
Bidang 4 (muka lereng)
: 15 / N 170E
c. Bidang 5 (rekah tarik)
: tidak ada rekah tarik yang terbentuk.
Dimensi dari blok baji dikontrol oleh dua parameter antara lain :
- Tinggi baji, H1 ( Tinggi vertikal dari perpotongan bidang diksontinyu
-

sampai crest : 12 meter.


Panjang baji, L (panjang baji yang disepanjang bidang 1 sampai rekah

tarik) : 0 meter
2. Propertis massa batuan
Popertis massa batuan terdiri dari kohesi dan sudut gesek dalam bidang 1 dan bidang
2 serta bobot isi massa batuan :
- Bidang 1 : c = 1290 kN/m, = 62,34
- Bidang 2 : c = 1290 kN/m, = 62,34
- Bobot isi masssa batuan = 2,5 ton/m
- Bobot isi air = 1 ton/m
3. Gaya eksternal
Gaya eksternal meliputi gaya angkat air (U), getaran seismik

kHW

dan

penggunaan rock anchor (T). Pada penelitian ini getaran seismik dan penggunaan
rock anchor belum diperhitungkan sehingga dianggap nol (pendekatan kestabilan
lereng statis). Sedangkan gaya angkat air pada blok baji disimulasikan dengan kondisi
-

kering dan terisi air penuh :


Kondisi kering : U 1 = U 2 = 0
Kondisi terisi air penuh : U 1 = U 2 = 207,1 ton/m

4. Gaya penggerak blok baji


Gaya penggerak blok baji berasal dari komponen gaya berat dari blok baji yang seaah
dengan arah luncuran blok dan gaya angkat air.
5. Gaya penahan blok baji
Gaya penahan blok baji berasal dari komponen gaya berat dari blok baji yang tegak
lurus dengan arah luncuran blok.
6. Faktor keamanan
Faktor keamanan untuk lereng ebagai berikut :
a. Faktor keamanan (FK) untuk lokasi 1 bagian selatan didapatkan sebagai berikut :

Untuk kondisi kering dan statis nilai faktor keamanan yang didapatkan adalah

39,89
Untuk kondisi air jenuh dan statis nilai faktor keamanan yang didapatkan

adalah
37,72
b. Faktor keamanan (FK) untuk lokasi 2 bagian timur didapatkan sebagai berikut :
- Untuk kondisi kering dan statis nilai faktor keamanan yang didapatkan adalah
-

35,35
Untuk kondisi air jenuh dan statis nilai faktor keamanan yang didapatkan
adalah 28,32

Berdasarkan hasil perhitungan nilai faktor keamanan diatas, didapatkan nilai faktor
keamanan yang sangat stabil sehingga dilakukan perhitungan faktor keamanan
dengan asumsi nilai kohesi = 0 untuk lokasi penelitian dan kondisi air seperti yang
ditampilkan pada Tabel 4.13. berikut.

Tabel 4.13.
Tabulasi Nilai Faktor Keamanan pada Asumsi Nilai Kohesi = 0
No
1
2

Lokasi
Blok A Lokasi 1
Blok A Lokasi 2

Kondisi Kering
7,40
5,4

Kondisi Terisi Air Penuh


-2,16
-1,5

Dari data table tersebut didapatkan hasil bahwa pada kondisi kering lokasi
penelitian memiliki nilai faktor keamanan yang stabil dengan standar minimm faktor
keamanan yang dibutuhkan adalah 1,3. Sedangkan, pada kondisi terisi air penuh
untuk kedua lokasi penelitian memiliki nilai dibawah standar minimum faktor
keamanan yang dibutuhkan atau dapat dikatakan kondisi lereng berada pada keadaan
tidak stabil. Perhitungan analisis kestabilan lereng secara lengkap dapat dilihat pada
lampiran J.

Вам также может понравиться