Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Keracunan
Keracunan adalah terpaparnya seseorang dengan suatu zat yang
menimbulkan gejala dengan tanda disfungsi organ serta menimbulkan kerusakan
dan kematian. Insidens puncak keracunan terjadi pada anak kurang dari 2 tahun,
dan kebanyakan kasus terjadi pada anak kurang dari 5-6 tahun. Menurut Control
Centres National Poision data System, sekitar 85-90% kasus keracunan pada
anak terjadi pada usia kurang dari 5 tahun, dan sisanya terjadi pada anak usia
lebih dari 5 tahun. Keracunan pada anak kurang dari 5 tahun umumnya terjadi
karena kecelakaan (tidak sengaja), sedangkan keracunan pada anak 5 tahun
terjadi akibat kesengajaan.
Keracunan dapat terjadi melalui saluran cerna (tertelan), mata,
topical/dermal,
gigitan
binatang
berbisa
(envenomasi),
inhalasi,
dan
fenotiazin,
2.1.4 Tatalaksana
Tatalaksana keracunan didasarkan pada empat prinsip umum berikut ini:
1. Perawatan suportif, dengan penilaian penggunaan PAT (Pediatric
Assesment Triangle) dan ABC (Airway, Breathing, Circulation).
Ini merupakan bentuk penilaian awal, menilai dengan cepat apakah anak
mengalami gagal napas atau syok. Kemudian tentukan apakah pasien
memerlukan resusitasi ABC. Mengingat bahaya akan keracunan adalah
aspirasi, hipoventilasi, hipoksia, hipotensi dan aritmia jantung, maka
aspek terpenting adalah mempertahankan jalan napas, ventilasi dan
sirkulasi. Apabila didapatkan gangguan ini, beri oksigen, dukung
ventilasi, terapi spesifik dan resusitasi cairan.
2. Mencegah dan mengurangi absorbsi (Dekontaminasi)
Tindakan dekontaminasi dilakukan secara individual, tergantung pada
jenis dan rute paparan serta lamanya zat racun tertelan.
a. Dekontaminasi kulit
Lepaskan pakaian
Aliri bagian tubuh yang terpapar dengan air, cegah jangan sampai
15 menit.
b. Dekontaminasi mata
Aliri mata yang terpapar dengan menggunakan NaCl fisiologis
atau air bersih hangat selama 20 menit atau 30-60 menit untuk
paparan alkali.
c. Keracunan zat inhalasi
Segera pindahkan korban korban dengan area terbuka yang
mengandung banyak oksigen bebas.
d. Dekontaminasi saluran cerna
Tidak ada pendekatan dekontaminasi khusus yang optimal. Faktor
yang harus dipertimbangkan adalah tingkat toksisitas, sifat fisik
paru.
Kecepatan infus bikarbonat disesuaikan untuk mempertahankan
Keracunan berat
Gagal ginjal
Keracunan mengancam kehidupan dan disebabkan oleh obat yang
bias didialisis serta tidak dapat diterapi secara konservatif, seperti
terapi.
c. Hipoperfusi: indikasi sama dengan hemodialisa
d. Arang aktif dosis multiple (Multiple-Dose Activated Charcoal/
GastroIntestinal Dialysis)
untuk
diberikan
pada
keracunan
teofilin.
Untuk mencegah obstipasi, setiap tiga siklus diberikan katartik
seperti sorbitol.
4. Pemberian antidotum.
Setelah dilakukan evaluasi
awal
dan
stabilisasi
pasien,
perlu
Jenis Racun
Asetaminofen
Antikolinergik
Antikolinesterase (insektisida)
Benzodiazepine
B-Bloker
Karbon monoksida
Sianida
Antidotum
N-Asetil-L-Sistein
Physostigmine
Atropine, pralidoksim
Fluazenil
Glukagon
Oksigen
Amyl nitrit, sodium nitrit, sodium
Antidepresan trisiklik
Digoxin
Etilen glikol
Zat besi
Isoniazid
Timah hitam
Merkuri
Methanol
Methemoglobinemia
Opioid
tiosulfat.
Natrium bikarbonat
Digoxin spesifik Fab
Ethanol
Desferoksamin
Piridoksin
BAL, kalsium EDTA
BAL,DMSA
Etanol,4-MP
Methylene blue
Nalokson
5. Pemantauan
1. Gejala tergantung dengan rute, lama paparan, dan jumlah zat yang
diabsorbsi.
2. Toksisitas organofosfat terjadi dalam 12 jam setelah terpapar.
3. Gejala klinik yang berhubungan dengan SSP: pusing, nyeri kepala,
ataksia, kejang dan koma.
4. Tanda nikotinik: berkeringat, fasikulas, tremor, kelemahan, dan paralisis
otot.
5. Gejala muskarinik: ditandai SLUDGE (salivasi, lakrimasi, urinasi,
defekasi, kram gastrointestinal, dan emesis), miosis, bradikardia,
bronkorea, dan wheezing.
6. Edema paru pada kasus berat.
Tatalaksana:
1. Dekontaminasi kulit dengan sabun.
2. Pakaian yang terkontaminasi dilepaskan dan disimpan dalam kantung
plastic.
3. Berikan antidotum sulfasatropin IV, dosis 0,05-0,1 mg/kg (anak) atau 2-5
mg (remaja), diulang setiap 10-30 menit sampai tercapai atropinisasi,
yang ditandai terutama dengan menghilangnya hipersekresi.
4. Setelah pemberian atropin, pada kasus berat (kelemahan otot berat dan
fasikulasi) diberikan pralidoksim (dosis 25-50 mg/kg dalam 100 ml NaCl
fisiologis, diinfuskan selama 30 menit). Dalam keadaan mengancam jiwa,
50% dosis inisial pralidoksim diberikan dalam 2 menit, dan sisanya dalam
30 menit. Setelah dosis inisial, diberikan infus kontinu 1% 10 mg/kg per
jam pada anak atau 500 mg per jam pada remaja sampai efek yang
diinginkan tercapai. Pralidoksim sangat berguna dalam 48 jam setelah
terpapar, namun masih berefek 2-6 hari kemudian.
2.4 Keracunan Hidrokarbon
Hidrokarbon adalah senyawa karbon yang pada suhu kamar berbentuk
cairan. Hidrokarbon dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: Hidrokarbon alfatik
10
(minyak lampu, minyak tanah, cairan pemantik), aromatic (pelarut, lem cat,
cat kuku), dan toksik.
Manifestasi klinis:
1. Aspirasi ditandai batuk, tersedak, atau takipnea. Aspirasi kurang dari 1 ml
langsung ke dalam trakea akan menyebabkan pneumonitis berat, bahkan
kematian.
2. Iritasi saluran cerna, mual, dan muntah darah.
3. Gejala SSP bervariasi mulai dari keadaan mabuk sampai koma.
4. Hemolisis, hemoglobinuria, demam dan leukositosis.
Tatalaksana:
1. Menahan zat di dalam usus dan mencegah muntah atau refluks.
2. Pengosongan lambung hanya dilakukan pada zat yang mempunyai
potensi untuk menimbulkan efek toksik sistemik, seperti halogenated
hydrocarbon
(tricholorodethane,
carbon
teracholride),
hidrokarbon
akan
meningkatkan morbiditas.
7. Pada hipotensi atau bronkospasme, pemberian epinefrin merupakan
kontraindikasi karena dapat menjadi predisposisi terjadinya fibrilasi.
2.5 Keracunan Singkong (Manihot Utilissima)
Singkong atau cassava mengandung glikosida yang akan dihidrolisis
menjadi glukosa, hydrogen sianida dan aseton.
11
Manifestasi klinis:
1. Manifestasi klinis sering tidak spesifik, terutama menggambarkan
kekurangan oksigen di otak dan jantung.
2. Gejala awal: kelemahan, malaise, kebingungan, nyeri kepala, pusing, dan
napas pendek.
3. Keadaan lanjut: mual dan muntah, hipotensi kejang, koma, apnea, aritmia,
dan kematian akibat henti jantung paru.
4. Pemeriksaan fisis: bias didapatkan warna merah cherry pada kulit dan
merah pada arteri serta vena retina.
5. Kadang-kadang dapat tercium bau seperti almond pahit pada napas
pasien.
6. Pada keracunan berat, kematian biasanya terjadi dalam waktu 1-15 menit.
2.6 Keracunan Jengkol (Pithecolobium Lobatum)
Manifestasi klinis:
1. Manifestasi klinis disebabkan oleh hablur (Kristal) asam jengkol yang
menyumbat traktus urinarius.
2. Keluhan pada umumnya timbul dalam waktu 5-12 jam setelah memakan
jengkol.
3. Nyeri perut, kadang-kadang disertai muntah.
4. Serangan kolik pada waktu berkemih.
5. Volume urin berkurang bahkan sampai terjadi anuria.
6. Kadang-kadang terdapat hematuria
7. Napas dan urin berbau jengkol
Pemeriksaan penunjang:
Pada pemeriksaan urin dengan mikroskop dapat ditemukan Kristal asam
jengkol berupa jarum runcing yang kadang-kadang bergumpal menjadi ikatan
atau berupa roset.
Tatalaksana:
1. Gejala penyakit ringan (muntah, sakit perut dan pinggang saja): banyak
minum, berikan natrium bikarbonat.
2. Gejala penyakit berat (oiguria, hematuria, anuria, dan tidak dapat
minum): Penderita perlu dirawat dan diberi infus natrium bikarbonat
dalam larutan glukosa 5%.
3. Bila terjadi gagal ginjal, dapat dilakukan hemodialisa/peritoneal dialisa.
12
13