Вы находитесь на странице: 1из 30

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Rumah sakit


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.Rumah
sakit juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu
setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang
dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta berkesinambungan (Siregar,
2004).
2.1.1 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna
adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.

10

11

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun


2009, rumah sakit umum mempunyai fungsi:
a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna.
c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.1.2 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan
dan pengelolaannya:
1. Berdasarkan Jenis Pelayanan
a. Rumah Sakit Umum
Memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis
penyakit.
b. Rumah Sakit Khusus
Memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis
penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ,
jenis penyakit,atau kekhususan lainnya.

12

2. Berdasarkan Pengelolaan
a. Rumah Sakit Publik
Dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hokum
yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola pemerintah
dan pemerintah daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan
Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Rumah Sakit Privat
Dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk
Perseroan Terbatas atau Persero.
Dan berdasarkan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44
Tahun 2009 tentang rumah sakit, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan
kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum
diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah
sakit:
a. rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan
subspesialistik luas.
b. rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas
spesialistik dan subspesialistik luas.
c. rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.

13

d. rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar (Depkes RI, 2009;
Siregar,2004).
3. Badan Layanan Umum (BLU)
Berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005, Badan Layanan Umum adalah
instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa
yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam
melakukan

kegiatannya

didasarkan

pada

prinsip

efisiensi

dan

produktivitas.BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada


masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam
pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas,
dan penerapan praktek bisnis yang sehat.
2.2. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
IFRS adalah suatu bagian di rumah sakit di bawah pimpinan seorang
apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi
persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan merupakan
tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh
pekerjaan serta pelayanan kefarmasian (Siregar, 2004).
Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada
pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan

14

farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Farmasi


rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar
di rumah sakit tersebut.
Berdasarkan

Kepmenkes

No.

1197/MENKES/SK/X/2004

tentang

Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, struktur organisasi instalasi


farmasi rumah sakit mencakup penyelenggaraan pengelolaan perbekalan
farmasi, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu.
2.3 Instalasi Central Sterile Supply Department (CSSD)
Central Sterile Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat Pelayanan
Sterilisasi merupakan satu unit atau departemen dari rumah sakit yang
menyelenggarakan proses pencucian, pengemasan, sterilisasi terhadap semua
alat atau bahan yang membutuhkan kondisi steril.Rumah sakit sebagai
institusi penyedia pelayanan kesehatan berupaya untuk mencegah risiko
terjadinya infeksi bagi pasien dan petugas rumah sakit.Salah satu indikator
keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka infeksi
nosokomial di rumah sakit. Untuk mencapai keberhasilan tersebut maka perlu
dilakukan pengendalian infeksi di rumah sakit (Depkes RI, 2009).
Berdirinya CSSD di rumah sakit dilatar belakangi oleh:
a. besarnya angka kematian akibat infeksi nosokomial.
b. kuman mudah menyebar, mengkontaminasi benda dan menginfeksi
manusia di lingkungan rumah sakit.
Adapun tugas CSSD di rumah sakit adalah (Depkes RI, 2009):
1. menyiapkan peralatan medis untuk perawatan pasien.

15

2. melakukan proses sterilisasi alat/bahan.


3. mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh ruangan perawatan,kamar
operasi maupu ruangan lainnya.
4. memilih peralatan dan bahan yang aman dan efektif serta bermutu.
5. mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, disinfeksi maupun
sterilisasi sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu.
6. melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan
dan pengendalian infeksi bersama dengan panitia pengendalian infeksi
nosokomial.
7. memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan sterilisasi.
8. mengevaluasi hasil sterilisasi.
Alur

aktivitas

fungsional

pembilasan,pembersihan/dekontaminasi,

CSSD

dimulai

pengeringan,

dari
inspeksi

proses
dan

pengemasan, member label, sterilisasi, penyimpanan sampai proses distribusi


(Depkes RI, 2009). Lokasi CSSD sebaiknya berdekatan dengan ruangan
pemakai alat/bahan steril terbesar di rumah sakit. Dengan pemilihan lokasi
seperti ini maka selain meningkatkan pengendalian infeksi dengan
meminimalkan resiko kontaminasi silang, serta meminimalkan lalu lintas
transportasi alat steril (Depkes RI, 2009). Ketersediaan ruangan CSSD yang
memadai merupakan suatu keharusan untuk keefisienan dan keoptimalan
fungsi kerja CSSD. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang dari
ruang kotor ke ruang bersih, maka ruangan CSSD dibagi menjadi 5 bagian
(Depkes RI, 2009):

16

1. Ruang dekontaminasi: terjadi proses penerimaan barang kotor, melakukan


dekontaminasi

dan

pembersihan.

Ruang

dekontaminasi

harus

direncanakan,dipelihara, dan dikontrol untuk mendukung efisiensi proses


dekontaminasi dan untuk melindungi pekerja dari benda-benda yang dapat
menyebabkan infeksi,racun dan hal-hal berbahaya lainnya. Sistem
ventilasi harus didesain sedemikian rupa sehingga udara di ruang
dekontaminasi harus:
1.1. Dihisap keluar atau ke sistem sirkulasi udara yang mempunyai filter.
1.2. Tekanan udara harus negatif tidak mengkontaminasi udara ruangan
lainnya.
1.3. Tidak dianjurkan menggunakan kipas angin.
2. Ruang pengemasan alat: untuk melakukan pengemasan dan penyimpanan
alat/barang bersih. Pada ruang ini dianjurkan ada tempat penyimpanan
tertutup.
3. Ruang produksi dan prossesing: linen diperiksa, dilipat, dan dikemas untuk
persiapan sterilisasi. Selain linen, pada daerah ini dipersiapkan pula bahanbahan seperti kain kasa, cotton swab, dan lain-lain.
4. Ruang sterilisasi: tempat dimana proses sterilisasi dilakukan. Untuk
sterilisasi Etilen Oksida, sebaiknya dibuatkan ruang khusus yang terpisah
tetapi masih dalam satu unit pusat sterilisasi dan dilengkapi exhaust.
5. Ruang penyimpanan barang steril. Ruang ini sebaiknya dekat dengan ruang
sterilisasi. Apabila digunakan mesin sterilisasi dua pintu, maka pintu
belakang langsung berhubungan dengan ruang penyimpanan. Dinding dan

17

lantai ruangan terbuat dari bahan yang halus, kuat sehingga mudah
dibersihkan, alat steril disimpan pada jarak 19 24 cm dari lantai dan
minimum 43 cm dari langit-langit serta 5 cm dari dinding serta diupayakan
untuk menghindari terjadinya penumpukan debu pada kemasan, serta alatalat steril tidak disimpan dekat wastafel atau saluran pipa lainnya. Akses
ke ruang penyimpanan steril dilakukan oleh petugas pusat sterilisasi yang
terlatih, bebas dari penyakit menular dan menggunakan pakaian yang
sesuai dengan persyaratan.
Dengan adanya CSSD di rumah sakit bertujuan:
1. mencegah infeksi nosokomial dengan menyediakan peralatan yang telah
mengalami pensortiran, pencucian dan sterilisasi dengan sempurna.
2. memutuskan mata rantai penyebaran kuman di lingkungan rumah sakit.
3. menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk
yang dihasilkan.
2.4. Limbah rumah Sakit
2.4.1. Pengertian Limbah Rumah Sakit
Prss, A.(2005), Limbah rumah sakit adalah limbah yang
mencakup semua buangan yang berasal dari instalasi kesehatan,
fasilitas penelitian, dan laboratorium. Kepmenkes Republik Indonesia
No.1204/Menkes/SK/X/2004, mengatakan Limbah Rumah Sakit ada 3
macam yakni; 1) Limbah cair artinya semua air buangan termasuk tinja
yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung
mikrooganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya

18

bagi kesehatan.2) Limbah Gas adalah semua limbah yang berbentuk gas
yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti
insenerator, dapur, perlengkapan generator,anastesi, dan pembuatan
obat Sitotoksik. 3) Limbah padat adalah semua limbah rumah sakit
yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri
dari limbah medis padat dan limbah padat non medis.
Limbah medis padat adalah limbah yang langsung dihasilkan dari
tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien (Candra, 2007).
Limbah medis padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi,
limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi,
limbah radioaktif, limbah container bertekanan, dan limbah dengan
kandungan logam berat yang tinggi. Limbah padat non medis artinya
limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis
yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat di
manfaatkan kembali apabila ada teknologinya. Limbah padat non medis
meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak
berkaitan dengan cairan tubuh. Pewadahan limbah padat non medis
dipisahkan dari limbah medis padat dan ditampung dalam kantong
plastik warna hitam khusus untuk limbah medis non padat (Kepmenkes
RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004, Depkes RI, 2004).

19

Tabel 2.1. Klasifikasi Limbah Medis Padat yang Berasal dari Rumah Sakit
Kategori
Limbah
Infeksius

Patologis

Sitotoksis

Benda
tajam

Definisi

Contoh Limbah Yang Dihasilkan

Limbah yang terkontaminasi organisme patogen (bakteri,


virus,parasit, atau jamur) yang tidak secara rutin ada
lingkungan dan organism tersebut dalam jumlah dan virulensi
yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.
Limbah berasal dari pembiakan dan stock bahan yang sangat
infeksius,otopsi, organ binatang percobaan dan
bahan lain yang telah diinokulasi,terinfeksi atau kontak
dengan bahan yang sangat infeksius
Limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan
pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang
mempunyai kemampuan untuk membunuh atau
mengahambat pertumbuhan sel hidup.

Kultur laboratorium, limbah dari


bangsal isolasi, kapas, materi, atau
peralatan yang teresentuh pasien
yang terinfeksi, ekskreta.
Bagian tubuh manusia dan hewan
(limbah anatomis), darah dan
cairan tubuh yang lain, janin.

merupakan materi yang dapat menyebabkan luka iris atau luka


tusuk. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan
dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan.
Benda- benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi
oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun
atau radioaktif.
Limbah farmasi mencakup produksi farmasi. Kategori ini juga
mencakup barang yang akan di buang setelah digunakan untuk
menangani produk farmasi, misalnya botol atau kotak yang
berisi residu, sarung tangan, masker, slang penghubung darah
atau cairan, dan ampul obat.
berbentuk padat, cair, maupun gas yang berasal dari aktivitas
diagnostic dan eksperimen serta dari pemeliharaan kebersihan
rumah sakit dengan menggunakan desinfektan.

Farmasi

Kimia

Radioaktif

Bahan yang terkontaminasi dengan radioisotop yang berasal


dari penggunaan medis atau riset radio nukleida.Limbah ini
dapat berasal dari antara lain : tindakan kedokteran nuklir,
radio-imunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk padat,
cair atau gas

Logam
yang
bertekanan
tinggi/
berat
Kontainer
Bertekanan

Limbah yang mengandung logam berat dalam konsetrasi


tinggi termasuk dalam subkategori limbah kimia berbahaya
dan biasanya sangat toksik. Contohnya adalah limbah merkuri
yang berasal dari bocoran peralatan kedokteran yang rusak
Limbah yang berasal dari berbagai jenis gas yang digunakan
di rumah sakit.

Dari materi yang terkontaminasi


pada saat persiapan dan pemberian
obat,
misalnya
spuit,
ampul,kemasan,obatkedaluarsa,
larutan sisa, urine, tinja,muntahan
pasien yang mengandung obat
sitotoksik.
skalpel, pisau bedah,peralatan
infus, gergaji bedah, dan pecahan
kaca

obat-obatan, vaksin, dan serum


yang sudah kedaluarsa, tidak
digunakan,
tumpah,
dan
terkontaminasi,
yang
tidak
diperlukan lagi.
Reagent di laboratorium, film
untuk rontgen, desinfektan yang
kadaluarsa atau sudah tidak
diperlukan lagi,solven
Cairan yang tidak terpakai dari
radioaktif atau riset dilaboratorium,
peralatan kaca, kertas absorben
yang terkontaminasi, urine dan
ekskreta dari pasien yang diobati
atau diuji dengan radionuklida
yang terbuka.
Thermometer,
alat
pengukur
tekanan darah,residu dari ruang
pemeriksaan gigi, dan sebagainya

tabung gas, kaleng aerosol yang


mengandung residu, gas
cartridge.

(Sumber : Pengelolaan Aman limbah layanan kesehatan,WHO,2005)


2.4.2. Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan Kesehatan
Depkes RI (2001) Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas
lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah seperti :

20

1. Gangguan kenyamanan dan estetika


Ini berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol,
eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organik. Penampilan rumah sakit
dapat memberikan efek psikologis bagi pemakai jasa, karena adanya
kesan kurang baik akibat limbah yang tidak ditangani dengan baik.
2. Kerusakan harta benda
Dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif, karat), air
yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas
bangunan di sekitar rumah sakit.
3. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang
Ini dapat disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida,
logam nutrien tertentu dan fosfor.
4. Gangguan terhadap kesehatan manusia
Ini dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa
kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari
bagian kedokteran gigi. Gangguan kesehatan dapat dikelompokkan
menjadi gangguan langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak
langsung dengan limbah tersebut, misalnya limbah klinis beracun, limbah
yang dapat melukai tubuh dan limbah yang mengandung kuman
pathogen sehingga dapat menimbulkan penyakit dan gangguan tidak
langsung dapat dirasakan oleh masyarakat, baik yang tinggal di sekitar
rumah sakit maupun masyarakat yang sering melewati sumber limbah

21

medis

diakibatkan

oleh

proses

pembusukan,

pembakaran

dan

pembuangan limbah tersebut.


5. Gangguan genetik dan reproduksi
Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara
pasti,namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau
kerusakan genetik dan sistem reproduksi manusia misalnya pestisida,
bahan radioaktif.
Limbah medis rumah sakit juga dapat menyebabkan infeksi silang.
Limbah medis dapat menjadi wahana penyebaran mikroorganisme
pembawa penyakit melalui proses infeksi silang baik dari pasien ke
pasien, dari pasien ke petugas atau dari petugas ke pasien. Pada
lingkungan, adanya kemungkinan terlepasnya limbah ke lapisan air
tanah, air permukaan dan adanya pencemaran udara, menyebabkan
pencemaran lingkungan karena limbah rumah sakit (Moersidik, 1995).
Secara ekonomis, dari beberapa kerugian di atas pada akhirnya
menuju kerugian ekonomis, baik terhadap pembiayaan operasional dan
pemeliharaan, adanya penurunan cakupan pasien dan juga kebutuhan
biaya kompensasi pencemaran lingkungan. Orang yang kesehatannya
terganggu karena pencemaran l ingkungan apalagi sampai cacat atau
meninggal, memerlukan biaya pengobatan dan petugas kesehatan yang
berarti beban sosial ekonomi penderitanya, keluarganya dan masyarakat.

22

2.4.3. Persyaratan pengelolaan limbah medis padat di rumah sakit sesuai


keputusan Kepmenkes No. 1204/Menkes/SK/X/2004
a. Minimasi Limbah:
1. Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari
sumber.
2. Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan
bahan kimia yang berbahaya dan beracun.
3. Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia
dan farmasi.
4. Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis
mulai dari pengumpulan, pengangakutan, dan pemusnahan harus
melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.
b. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan kembali dan Daur Ulang
1. Pemilahan limbah harus selalu dilakukan dari sumber yang
menghasilkan limbah.
2. Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari
limbah yang tidak dimanfaatkan kembali.
3. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa
memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus
anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang
yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya.
4. Jarum dan srynges harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan
kembali.

23

5. Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui


proses sterilisasi, untuk menguji efektifitas sterilisasi panas harus
dilakukan tes Bascillus Stearothermophilus dan untuk sterilisasi
kimia harus dilakukan tes Bacillus subtilis.
6. Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan
kembali.Apabila rumah sakit tidak mempunyai jarum yang sekali
pakai (disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan
kembali setelah melalui proses salah satu metode sterilisasi.
7. Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan
menggunakan wadah dan label seperti tabel 2.2.
Tabel 2.2. Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategori
Wadah
Kontainer/ka
ntong plastik
Merah

No

Kategori

Lambang

Keterangan

Radioaktif

Sangat
infeksius

Kuning

Kantong plastic kuat, anti


bocor, atau kontainer yang
dapat di sterilisasi dengan
otoklaf

Limbah
infeksius,
patologi
anatomi

Kuning

Plastik kuat dan anti bocor


atau kontainer

Sitotoksik

Ungu

Kontainer plastic kuat dan


anti bocor

Limbah kimia
dan farmasi

Coklat

Kantong
boks
timbale
dengan symbol radioaktif

(Sumber: Kepmenkes No. 1204/Menkes/SK/X/2004).

Kantong
kontainer

plastik

atau

24

8. Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali untuk
pemulihan perak yang dihasilkan dari proses film sinar X.
9. Limbah Sitotoksik dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor,
dan diberi label bertuliskan Limbah Sitotoksik.
c. Tempat penampungan sementara
1. Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkungannya
harus membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam.
2. Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator maka limbah
medis padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah
sakit lain atau pihak lain yang mempunyai insinerator untuk
dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya 24 jam apabila di
simpan pada suhu ruang.
d. Transportasi
1. Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan
pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup.
2. Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia
maupun binatang.
3. Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat pelindung
diri yang terdiri: Topi, Masker, Pelindung amta, pakaian panjang
(coverall),apron untuk industri, pelindung kaki/sepatu boot, dan
sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty gloves).

25

e. Pengolahan, Pemusnahan dan pembuangan Akhir limbah padat


1) Limbah infeksius dan benda tajam
a. Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen
infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan
panas dan basah seperti dalam autoclave sedini mungkin. Untuk
limbahinfeksius yang lain cukup dengan cara desinfeksi.
b. Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila memungkinkan
dan dapat diolah bersama dengan limbah infeksius lainnya.
Kapsulisasi juga cocok untuk benda tajam.
c. Setelah insinerasi atau desinfeksi, residunya dapat dibuaang ke
tempat penampungan B3 atau di buang ke landfill jika residunya
sudah aman.
2) Limbah Farmasi
Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insinerator
pirolitik (pyrolitik incinerator), rotary klin, dikubur secara aman,
sanitary landfill,dibuang ke sarana air limbah atau insinerasi. Tetapi
dalam jumlah besar harus menggunakan fasilitas pengolahan yang
khusus seperti rotary kli, kapsulisasi dalam drum logam, dan
inersisasi.
3) Limbah Sitotoksik
a. Limbah Sitotoksik sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang
dengan penimbunan (landfiil) atau saluran limbah umum.

26

b. Bahan yang belum dipakai dan kemasannya masih utuh karena


kadaluarsa harus dikembalikan ke distributor apabila tidak ada
insinerator dan diberi keterangan bahwa obat tersebut sudah
kadaluarsa atau tidak dipakai lagi.
c. Insinerasi pada suhu tinggi sekitar 1200C dibutuhkan untuk
menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insinerasi pada suhu
rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke
udara.
d. Apabila cara insinerasi maupun degradasi kimia tidak tersedia,
kapsulisasi atau inersisasi dapat di pertimbangkan sebagai cara
yang dapat dipilih (WHO, 2005).
4) Limbah bahan kimiawi
a. Pembuangan limbah kimia biasa.
Limbah biasa yang tidak bisa daur ulang seperti asam amino,
garam, dan gula tertentu dapat dibuang ke saluran air kotor.
b. Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah kecil
Limbah bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu yang
terdapat dalam kemasan sebaiknya dibuang dengan insinerasi
pirolitik, kapsulisasi,atau ditimbun (landfill).
5) Limbah dengan kandungan logam berat tinggi
Limbah dengan kandungan mercuri atau kadmium tidak boleh
dibakar atau diinsinesrasi karena berisiko mencemari udara dengan

27

uap beracun dan tidak boleh dibuang landfill karena dapat


mencemari air tanah.
6) Kontainer Bertekanan
Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan
adalah dengan daur ulang atau pengunaan kembali. Apabila masih
dalam kondisi utuh dapat dikembalikan ke distributor untuk
pengisian ulang gas. Agen halogenida dalam bentuk cair dan
dikemas dalam botol harus di perlakukan sebagai limbah bahan
kimia berbahaya untuk pembuangannya.
7) Limbah radioaktif
Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam
kibijakan dan strategi nasional yang menyangkut perturan,
infrastruktur, organisasi pelaksana dan tenaga yang terlatih.
(Permenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004, Depkes RI, 2004).
2.4.4. Tata Cara Pelaksanaan membuang Limbah medis padat berdasarkan
masing-masing fungsinya dirumah sakit.
Gambar 2.1. Tata Cara Pelaksanaan Membuang Limbah Rumah Sakit
a) Laboratorium

Kering (jarum suntik,dsb)

Cair

Infection

incinerator

Autoclave

Penampungan setempat

UPL

28

Keterangan Gambar:
Limbah di laboratorium dipisahkan berdasarkan jenisnya yaitu: limbah
kering dan limbah cair. Limbah kering berupa jarum suntik dimusnahkan di
incinerator. Sedangkan limbah cair yang menimbulkan infeksi dimusnahkan di
autoclave dan limbah cair yang melebihi baku mutu yang ditetapkan pemerintah
dibuang padat penampungan setempat yaitu UPL.
UPL (unit pengelolaan limbah) merupakan sarana untuk mengolah limbah
cari dari limbah yang kotor kemudian di proses sampai menjadi cukup bersih dan
diusahakan untuk dibawah baku mutu yang ditetapkan pemerintah.
b). O.K
Kering (jarum suntik,dsb)
Basah (sisa makanan,dsb)
Cair

bak penampungan
Sisa organ tubuh

incinerator
Bak penampungan
UPL

pathology

luar RS

Sungai
Incinerator

Keterangan Gambar:
Limbah pada OK dipisahkan berdasarkan jenisnya. Limbah kering seperti
jarum suntik dimusnahkan menggunakan incinerator. Limbah basah seperti sisa
makanan di buang didalam bak penampungan diluar rumah sakit. Limbah cair di
buang dalam bak penampungan kemudian diproses sampai menjadi cukup bersih
dan dibawa baku mutu yang ditetapkan pemerintah (melalui UPL) kemudian
dibuang kesungai. Dan untuk limbah sisa organ tubuh dipisahkan berdasarkan
patologi kemudian dimusnahkan di incinerator.

29

c). Radiologi
Cair

bak penampungan khusus

Colbalt ex

Reexport

Keterangan Gambar:
Limbah radiologi yang bersifat cair di buang kedalam bak penampungan
khusus, sedangkan untuk limbah radiologi yg bersifat cobalt ex di musnahkan
melalui reexport.
d). Unit Rawat Jalan
Bak penampungan limbah

Unit Pengelolaan Limbah

Cair
Septic tank

Luar Rumah Sakit

Medis

Incinerator

Sampah padat
Non medis

bak

luar Rumah Sakit

Keterangan Gambar:
Untuk limbah cair dalam unit rawat jalan dibuang dalam dua tempat
yaitu, bak penampungan limbah yang selanjutnya dikelola berdasarkan UPL, dan
melalui septic tank. Untuk sampah padat dipisahkan berdasarkan sampah medis
dan non medis, sampah medis dimusnahkan dalam incinerator dan sampah non
medis dibuang kedalam bak diluar rumah sakit.

30

e). Unit Perawatan


Kering (jarum suntik,perban)
Basah

Incinerator

Bak penampungan luar Rumah Sakit (sisa makanan)

Septic tank

Luar Rumah Sakit

(wastafel dsb)

Unit Pengelolaan Limbah

Cair

Keterangan Gambar:
Limbah kering dalam unit perawatan seperti jarum suntik dan perban
dimusnahkan dalam incinerator. Limbah basah seperti sisa makanan dibuang
dalam bak penampungan diluar rumah sakit. Limbah cair dialirkan melalui septic
tank diluar rumah sakit dan melalui wastafel yang selanjutnya dialirkan ke UPL.

f). Laundry / Catering

Unit Pengelolaan Limbah

Keterangan Gambar:
Untuk limbah dalam Laundry dan catering dialirkan ke UPL.
(Sumber : Manajemen Rumah Sakit, 2003)

2.5. Pengelolaan Limbah Rumah Sakit


Sasaran pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagaimana menangani
limbah berbahaya, menyingkirkan dan memusnahkannya seekonomis
mungkin, namun higienis dan tidak membahayakan lingkungan. Untuk
limbah yang bersifat umum, penanganannya adalah identik dengan limbah

31

kota yang lain. Daur ulang sedapat mungkin diterapkan pada setiap
kesempatan. Bahan-bahan tajam yang terinfeksi harus dibungkus secara baik
serta tidak akan mencelakakan pekerja yang menangani dan dapat dibuang
seperti limbah umum, sedang bahan-bahan tajam yang terinfeksi diperlakukan
sebagai limbah berbahaya.
Untuk memudahkan pengenalan berbagai jenis limbah yang akan
dibuang, digunakan pemisahan dengan kantong-kantong yang spesifik
(biasanya dengan warna yang berbeda atau dengan pemberian label).
Beberapa contoh warna yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI
adalah:
1. Kantong warna hitam: limbah sejenis rumah tangga biasa
2. Kantong warna kuning: semua jenis limbah yang harus masuk insinerator
3. Kantong warna kuning strip hitam: limbah yang sebaiknya ke insinerator,
namun bisa pula dibuang ke landfill bila dilakukan pengumpulan terpisah
dan pengaturan pembuangan
4. Kantong warna biru muda atau transparans strip biru tua : limbah yang
harus masuk ke autoclave sebelum ditangani lebih lanjut.
Limbah yang harus dipisahkan dari yang lain adalah limbah patologis
dan infektious. Limbah infectious beresiko tinggi perlu ditangani terlebih
dahulu dalam autoclave sebelum menuju pengolahan selanjutnya atau
sebelum disingkirkan di landfill. Limbah darah yang tidak terinfeksi dapat
dimasukkan ke dalam saluran limbah kota dan dibilas dengan air, sedang
yang terinfeksi harus diperlakukan sebagai limbah berbahaya. Kontainer-

32

kontainer dibawah tekanan (aerosol dan sebagainya) tidak boleh dimasukkan


ke dalam insinerator.
Limbah yang telah dipisahkan dimasukkan kantong-kantong yang kuat
(dari pengaruh luar ataupun dari limbahnya sendiri) dan tahan air atau
dimasukkan dalam kontainer-kontainer logam. Kantong-kantong yang
digunakan dibedakan dengan warna yang seragam dan jelas, dan diisi
secukupnya agar dapat ditutup degan mudah dan rapat. Disamping warna
yang seragam, kantong tersebut diberi label atau simbol yang sesuai.
Kontainer harus ditutup dengan baik sebelum diangkut. Bila digunakan
kantong dan terlebih dahulu harus masuk autoclave, maka kantong-kantong
itu harus bisa ditembus oleh uap sehingga sterilisasi dapat berlangsung
sempurna. Limbah radioaktif juga harus mempunyai tanda-tanda yang standar
dan disimpan untuk menunggu masa aktifnya terlampaui sebelum
dikatagorikan limbah biasa atau limbah berbahaya lainnya.
Mobilitas dan transportasi limbah baik internal maupun eksternal
hendaknya dipertimbangkan sebagai bagian menyeluruh dari sistem
pengelolaaan dari institusi tersebut. Secara internal, limbah biasanya diangkut
dari titik penyimpanan awal manuju area penampungan atau menuju titik
lokasi insinerator. Alat angkutan atau sarana pembawa tersebut harus dicuci
secara rutin dan hanya digunakan untuk membawa lim bah.
Di rumah sakit modern, transportasi limbah ini bisa menggunakan cara
pneumatis dengan perpipaan, namun cara ini tidak boleh digunakan untuk
limbah patologis dan infectious. Limbah yang akan diangkut ke luar,

33

misalnya oleh Dinas Kebersihan setempat, harus tidak mengandung resiko


terhadap kesehatan pengangkut tersebut. Limbah berbahaya dari rumah sakit
yang akan diangkut, diatur seperti halnya aturan-aturan yang berlaku pada
limbah berbahaya lain, misalnya jenis kontainer, tanda-tanda dan tata
caranya.
Secara umum jenis pengelolaan limbah rumah sakit menurut Kpmenkes
1204/MENKES/SK/X/2004 adalah sebagai berikut :
a. Limbah umum
1. Tidak diperlukan pengolahan khusus, dan dapat disatukan dengan
limbah domestik
2. Seluruh makanan yang telah meninggalkan dapur pada prinsipnya
adalah limbah bila tidak dikonsumsi dan sisa makanan dari bagian
penyakit menular perlu di autoclave dulu sebelum dibuang ke landfill.
b. Limbah patologis
1. Pengolahan yang dilakukan adalah dengan sterilisasi, insinerasi
dilanjutkan dengan landfilling
2. Insinerasi merupakan metode yang sangat dianjurkan, kantong-kantong
yang digunakan untuk membungkus limbah juga harus diinsinerasi.
c. Limbah radioaktif
1. Bahan radioaktif yang digunakan dalam kegiatan kesehatan/medis ini
biasanya tergolong mempunyai daya radioaktivitas level rendah, yaitu
di bawah 1 megabecquerel (MBq)

34

2. Limbah radioaktif dari rumah sakit dapat dikatakan tidak mengandung


bahaya yang signifikan bila ditangani secara baik
3. Penangan limbah dapat dilakukan di dalam area rumah sakit itu sendiri,
dan umumnya disimpan untuk menunggu waktu paruhnya telah habis,
untuk kemudian disingkirkan sebagai limbah non-radioaktif biasa.
d. Limbah kimia
1. Bagi limbah kimia yang tidak berbahaya, penanganannya adalah identik
dengan limbah lainnya yang tidak termasuk katagori berbahaya
2. Konsep penanganan limbah kimia yang berbahaya adalah identik
dengan penjelasan sebelumnya yang terdapat dalam diktat ini tentang
limbah berbahaya
3. Beberapa

kemungkinan

daur-ulang

limbah

kimiawi

berbahaya

misalnya :
a) Solven semacam toluene, xylene, acetone dan alkohol lainnya yang
dapat diredistilasi
b) Solven organik lainnya yang tidak toksik atau tidak mengeluarkan
produk toksik bila dibakar dapat digunakan sebagai bahan bakar
c) Asam-asam khromik dapat digunakan untuk membersihkan
peralatan

gelas

di

laboratorium,

atau

didaur-ulang

untuk

mendapatkan khromnya
d) Limbah

logam-merkuri

dari

termometer,

manometer

dan

sebagainya dikumpulkan untuk didaur-ulang; limbah jenis ini


dilarang untuk diinsinerasi karena akan menghasilkan gas toksik

35

e) Larutan-larutan

pemerosesan

dari

radioaktif

yang

banyak

mengandung silver dapat direklamasi secara elektrostatis


f) Batere-batere bekas dikumpulkan sesuai jenisnya untuk didaurulang seperti : merkuri, kadmium, nikel dan timbal
4. Insinerator merupakan sarana yang paling sering digunakan dalam
menangani limbah jenis ini, baik secara on-site maupun off-site;
insinerator tersebut harus dilengkapi dengan sarana pencegah
pencemaran udara, sedang residunya yang mungkin mengandung
logam-logam berbahaya dibuang ke landfill yang sesusai.
5. Solven yang tidak diredistilasi harus dipisahkan antara solven yang
berhalogen

dan

nonhalogen;

solven

berhalogen

membutuhkan

penanganan khusus dan solven non- halogen dapat dibakar pada on-site
insinerator
6. Limbah cytotoxic dan obat-obatan genotoxic atau limbah yang
terkontaminasi harus dipisahkan, dikemas dan diberi tanda serta dibakar
pada insinerator; limbah jenis ini tidak di autoclave karena disamping
tidak mengurangi toksiknya juga dapat berbahaya bagi operator
7. Beberapa jenis limbah kimia berbahaya juga dihasilkan dari bagian
pelayanan alat-alat kesehatan, misalnya: disinfektan, oli dari trafo dan
kapasitor atau dari mikroskop yang mengandung PCB dan sebagainya,
sehingga perlu ditangani sesuai jenisnya

36

e. Limbah berpotensi menularkan penyakit (infectious)


Memerlukan sterilisasi terlebih dahulu atau langsung ditangani pada
insinerator ; autoclave tidak dibutuhkan bila limbah tersebut telah
diwadahi dan ditangani secara baik sebelum diinsinerasi.
f. Benda-benda tajam
Dikemas dalam kemasan yang dapat melindungi petugas dari bahaya
tertusuk, sebelum dibakar dalam insinerator
g. Limbah farmasi
Obat-obatan yang tidak digunakan dikembalikan pada apotik, sedangkan
yang tidak dipakai lagi ditangani secara khusus misalnya diinsinerasi atau
di landfilling atau dikembalikan ke pemasok.
h. Kontainer-kontainer di bawah tekanan: di landfilling atau didaur-ulang.
Limbah kimiawi berbahaya yang tidak dapat didaur-ulang segera
dipisahkan sesuai dengan jenisnya dan pengolahannya, misalnya melalui
sebuah insinerator, karena limbah jenis ini kadangkala toksik dan
flammable, sehingga tidak boleh dibuang melalui sistem riolering.

37

2.6. Kerangka Teori


Proses Pengelolaan Limbah
Cair :
Limbah Cair

Limbah Padat

1. Proses Pengelolaan Secara


Fisik
2. Proses Pengelolaan Secara
Kimia/Biologis

Proses Pengelolaan Limbah


Padat :
1. Penimbangan Timbulan
(Volume) Limbah Padat
Medis/Non Medis
2. Pengumpulan :
a. Tempat Penampungan
Sementara
b. Pemilahan
c. Pengemasan
d. Pelabelan
3. Pengangkutan
a. Kenderaan pengangkut
b. Pengangkutan jalur
khusus
4. Pemusnahan Akhir
(Incinerator)
Proses Pengelolaan Limbah
Gas :

Limbah Gas

1. Monitoring gas
NO2,SO2,logam berat,dan
dioksin sekali setahun
2. Pembakaran 1.000 C dengan
mengurangi emisi gas dan
debu

Gambar 2.6 ( Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Berdasarkan Kepemenkes


1204/Menkes/SK/X/2004)

38

2.7. Kerangka Konsep


Berdasarkan kerangka teori diatas maka kerangka konsep penelitian
adalah sebagai berikut :
Limbah Padat Rumah Sakit :
1. Timbulan (Volume) Limbah
Padat Medis/Non Medis
2. Pengumpulan :
a. Tempat Penampungan
Sementara
b. Pemilahan
c. Pengemasan
d. Pelabelan

Pengelolaan Limbah
Padat RSUD Toto
Kabila

3. Pengangkutan
a. Kenderaan pengangkut
b. Pengangkutan jalur
khusus
4. Pemusnahan Akhir
(Incinerator)

Bertitik tolak dari Kerangka konsep penelitian tersebut diatas maka alur
pelaksanaan penelitian pengelolaan limbah di RSUD Toto Kabila dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1.

Timbulan sampah yang menjadi sasaran penelitian adalah yang berasal dari
ruang laboratorium, ruang rawat jalan, ruang perawatan, dan ruang radiologi
untuk timbulan limbah padat medis sedangkan untuk limbah padat non medis
berasala ke lima ruangan tersebut ditambah dengan ruangan laundry/catering.

39

Besaran timbulan diukur pada saat penelitian dengan menggunakan


timbangan.
2. Pengumpulan limbah RSUD Toto Kabila dilihat dari beberapa aspek :
a. Tempat Penampungan Sementara, dilihat tipe ataupun kesesuaian dengan
persyaratan yang disyaratkan berdasarkan Kepmenkes 1204 Tahun 2004
b. Pemilahan, dilihat apa limbah dipisahkan dari sumbernya
c. Pengemasan, kemasan limbah harus didasarkan Kepmenkes 1204 Tahun
2004
d. Pelabelan, untuk setiap label limbah disesuaikan dengan jenis limbah yang
dihasilkan dari setiap ruangan berdasarkan Kepmenkes 1204 Tahun 2004
3. Pengangkutan. Dibandingkan alat yang digunakan untuk mengangkut limbah
medis dan non medis pada saat penelitian dengan alat angkut yang
dipersyaratkan berdasarkan Kepmenkes 1204 Tahun 2004
4. Pemusnahan Akhir. Pada tahapan ini dilihat tahapan pemusnahan dan peralatan
yang digunakan dalam tahapan ini baik untuk pemusnahan limbah medis
maupun pemusnahan untuk limbah non medis.

Вам также может понравиться