Вы находитесь на странице: 1из 55

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus tidak hanya anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
tunadaksa, dan tunalaras saja. Anak autistik merupakan anak berkebutuhan khusus. Anak
autistic memiliki jumlah yang cukup banyak dilingkungan masyarakat. Autism merupakan
suatu kelainan yang serius dan kompleks. Kelainan ini serius karena didapati kelainan
neuroanatomis yang permanen pada otak kecil, system limbic dan lobus parietalis. Anak ini
juga membutuhkan suatu layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
yang dimilikinya untuk mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya.
Media informasi yang kini dibangun dan mengalir di mana-mana seakan memberi
secercah pengetahuan tambahan dan juga kesadaran untuk bersikap jauh lebih terbuka
mengenai keberadaan anak-anak special nedds ini. Keluarga yang memiliki putra-putri
berkebutuhan khusus pun tak lagi mesti malu, apalagi menyembunyikan keberadaan buah
hati mereka. Perlu disadari bahwa keberadaan anak-anak dengan kondisi berbeda yang
membaur di lingkungan kita bukan lagi menjadi hal yang tabu atau ditampik. Mewujudkan
kesetaraan hak, kesempatan hidup semua manusia terlepas dari bagaimana pun kondisi fisik
dan psikis adalah suatu keniscayaan yang kian hari kian dituntut manifestasinya. Di lembaga
pendidikan, pada lapangan kerja, individu berkebutuhan khusus akan semakin sering kita
temui sebagai implementasi dari persamaan hak tersebut. Mungkin kita tak lagi setengahsetengah dalam mengenali seseorang yang dilahirkan spesial.
1.2 Tujuan
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan Anak
Berkebutuhan Khusus yang diberikan oleh dosen pengampu yaitu Dr. Ahmad Waki, M.A.
Selain itu untuk memberikan suatu pengetahuan kepada mahasiswa sebagai bahan diskusi
kelas.
1.3 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu sebagai berikut:
a. Apakah yang dimaksud dengan anak Special Needs ?
b. Siapa saja yang termasuk anak Special Needs ?
c. Bagaimana penanganan anak special needs dalam sejarah ?
d. Bagaimana pendidikan anak Special Needs ?
e. Bagaimana Profil Anak Special Needs dan Orang Tuanya ?
f. Bagaimana Dedikasi Sosok di Belakang Anak Special Needs ?
g. Apa Penjelasan Fakta, Dilema, dan Harapan bagi Anak Special Needs ?
1.4 Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode pustaka, yaitu dengan
melihat sumber dari buku.
1.5 Sistematika Penulisan
Berikut adalah sistematika penulisan makalah ini :
BAB I

Pendahuluan terdiri atas latar belakang, tujuan penulisan, rumusan masalah, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II Pembahasan terdiri atas pengertian anak special needs, Macam-macam anak special needs,
penanganan anak special needs dalam sejarah, pendidikan znak special needs, profil anak
special needs, dedikasi sosok di belakang anak special needs, fakta, dilema, dan harapan anak
special needs.
BAB III Penutup terdiri atas Simpulan dan saran.
Untuk mempertanggungjawabkan penulisan disertai daftar pustaka.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pegertian anak Special Needs
Anak-anak spesial adalah julukan manis untuk anak spesial needs, anak
berkebutuhan khusus (ABK), yang dipergunakan oleh para orang tua yang putra-putrinya
menyandang predikat tersebut. Biasanya pemakaian singkatan ABK ini diterapkan di
berbagai lembaga pendidikan seperti di sekolah, tempat terapi atau universitas. Bagi
masyarakat, terutama di perkotaan, ABK yaitu anak-anak yang menyandang kelainan ataupun
kekurangan secara fisik dan mental.
Prof. Frieda Mangunsong, guru besar Psikologi Universitas Indonesia, mengatakan
bahwa pengertian anak yang tergolong luar biasa atau memiliki kebutuhan khusus adalah:
Anak yang secara signifikan berbeda dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya.
Mereka yang secara fisik, psikologis, kognitif atau sosial terhambat dalam mencapai tujuantujuan atau kebutuhan dan potensinya secara maksimal, meliputi mereka yang tuli, buta,
mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan emosional. Juga
anak-anak yang berbakat dengan intelegensi yang tinggi dapat dikategorikan sebagai anak
khusus atau luar biasa karena memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga
profesional.
Adapun beberapa istilah yang sering kita dengar namun nampak keliru dalam
mengartikannya, diantaraya:
1. Impairment atau kerusakan
Ini berkaitan dengan suatu penyakit atau rusaknya suatu jaringan dalam tubuh sehingga
menibulkan kekhususan pada diri seseorang. Sebagai contoh, bayi yang kekurangan oksigen
pada saat proses kelahirannya akhirnya mengalami kerusakan otak dan syaraf lainnya,
akhirnya terjadilah kelumpuhan otak (cerebral palsy).
2. Disability atau kekhususan

Hal ini menunjukkan konsekuensi fungsional dari kerusakan bagian tubuh yang dialami
seseorang. Contohnya, seseorang yang pertumbuhan kakinya menjadi tidak normal akibat
terjangkit polio. Untuk selanjutnya ia tidak bisa beraktivitas leluasa apabila tidak dibantu
dengan alat penunjang khusus seperti kruk, kursi roda, atau kaki palsu.
3. Handicapped atau ketidakmampuan
Hal ini merupakan konsekuensi sosial yang dialami seseorang berkebutuhan khusus
ketika ia berinteraksi dengan lingkungannya. Sebagai contoh, seorang tunanetra bisa
membaca tetapi tentu saja ia tak mungkin membaca huruf awas dan hanya dapat membaca
huruf Braille. Sehingga apabila seorang tunarungu dapat melakukan perjalanan jauh seorang
diri dengan berpatokan pada peta konvensional dan papan petunjuk jalan, seorang tunanetra
tidak bisa melakukan hal yang sama tanpa orang lain yang mendampingi, atau perangkat
teknologi yang mentransfer tampilan visual ke audio.
2.2 Macam-macam Anak Special Needs
Ada beberapa anak-anak special needs yang bisa kita sebut populer di Indonesia
karena tergolong mudah ditemui atau sekedar mendengarnya dalam berbagai kesempatan.
Siapa saja yang disebut anak-anak berkebutuhan khusus atau anak-anak special needs ini,
mereka adalah sebagai berikut:
1. Tunanetra
Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan, dapat
diklasifikasikan ke dalam dua golongan, yaitu buta total (blind) dan low vision. Tunanetra
tidak berarti selalu tidak mampu melihat secara keseluruhan.
Dalam konteks individu berkebutuhan khusus, tunanetra berarti setiap gangguan atau
kelainan yang terjadi pada indra penglihatan seseorang sehingga mengalami kendala dalam
beraktivitas dan akhirnya, mereka pun memerlukan alat khusus yang dapat membantu
penglihatan atau menggantikan fungsi matanya. Oleh karena tunanetra memiliki keterbatasan
dalam indra penglihatan, maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain,
yaitu indra peraba dan indra pendengaran, sebab itu prinsip yang harus diperhatiakn dalam
memberikan pengajaran kepada individu-individu tunanetra adalah media yang digunakan
harus bersifat faktual dan bersuara. Contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar
timbul, benda model dan benda nyata. Sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder
dan peranti lunak JAWS.
Anak yang buta sejak lahir secara alamiah memiliki persepsi tentang dunia yang jelas
berbeda daripada anak yang kehilangan penglihatannya pada usia 12 tahun. Kerusakan
penglihatan sejak lahir disebabkan bermacam-macam penyebab seperti faktor keturunan atau
infeksi misalnya campak Jerman yang ditularkan ibu saat janin masih dalam proses
pembentukan disaat kehamilan.

2. Tunarungu
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran, baik
permanen maupun tidak permanen. Alat untuk mengukur kemampuan dengar secara
kuantitatif disebut audiometric. Dari pemeriksaan menggunakan audiometric dapat diperoleh
klasifikasi kemampuan mendengar suara sesuai level yang dinyatakan dalam satuan desibel
(dB). Dari mulai gangguan pendengaran sangat ringan, dimana penderitanya tidak bisa
menangkap jelas suara bisikan sampai pada gangguan pendengaran ekstrem (tuli) yang tidak
bisa mendengar dering telepon atau keramaian lalu lintas besar.
Karena memiliki kesulitan dalam pendengaran, individu tunarungu memiliki hambatan
dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Individu tunarungu juga
cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak. Masalah yang
dihadapi oleh anak tunarungu cukup berat dan biasanya bersumber dari kurangnya
kemampuan untuk berkomunikasi.
Pendekatan komunikasi yang banyak digunakan pada anak tunarungu, yaitu latihan
pendengaran, oralism, manualism, dan komunikasi total. Latihan pendengaran secara
a.
b.
c.
d.
e.

sistematis mengembangkan kemampuan anak untuk menyadari dan membedakan:


Suara-suara yang mencolok, termasuk suara-suara lingkungan.
Pola irama berbicara dan irama musik.
Pengenalan huruf hidup.
Penegnalan huruf mati.
Bicara dalam situasi ramai atau bising.
Indikator yang bisa dengan mudah kita lihat untuk menengarai gangguan pendengaran

pada seorang anak, diantaranya:


a. Perkembangan bahasa terlambat. Dalam tahun pertama kehidupannya, anak tunarungu
mengeluarkan bunyi-bunyian tidak berbeda dengan anak normal. Memasuki usia 12-18
bulan, anak normal mulai menggunakan kata-kata pertama sementara anak tunarungu belum
menampakkan kemampuan membunyikan kata-kata yang terarah. Pada usia 2 tahun jika
seorang anak masih juga belum memperlihatkan kemampuan berbicara, patut dicurigai ia
mengalami gangguan pendengaran dan tentunya dibutuhkan serangkaian diagnosis klinis
untuk lebih memastikan.
b. Memperdengarkan suara terlalu lembut ataupun keras tanpa ia menyadari.
c. Berulang kali menanyakan sesuatu yang baru saja disampaikan, lambat bereaksi terhadap
suatu instruksi karena tidak menangkap pesan secara utuh, salah menginterpretasikan atau
sering meminta seseorang mengulangi perkataannya.
d. Sulit mengulangi suara, kata-kata, lagu, irama, atau mengingat nama.
e. Bingung membedakan kata yang bunyinya hampir sama atau membuat kesalahan dalam
pelafalan kata-kata (seperti menghilangkan konsonan di akhir kata).
f. Konsentrasi berlebihan terhadap wajah dan gerak mulut pembicara.

g. Mengalami keluhan fisik seperti merasa ada suara bising di telinga, nyeri di telinga, merasa
ada benda di dalam telinga, mendengar dengungan, sering demam dan mengalami infeksi
seputar telinga hidung tenggorokan.
Berbagai macam penyebab ketunarunguan dibagi dalam empat hal besar yaitu:
trauma, penyakit, herditer, dan kelainan genetik. Trauma misalkan akibat tusukan benda
tajam kedalam telinga atau benturan di kepala yang merusak syaraf pendengaran. Penyakit
seperti virus rubella dalam masa kehamilan dan sifilis kongenital.
3. Tunagrahita
Tunagrahita adalah individu yang memiliki tingakat intelegensia. Istilah seperti cacat
mental, bodoh, dungu, pandir, lemah pikiran adalah sebutan yang terlebih dulu dikenal
sebelum tunagrahita. Grahita sendiri artinya adalah pikiran dan tuna adalah kerugian.
a.
b.
c.
d.

Klasifikasi tunagrahita berdasarkan :


Tunagrahita ringan (IQ : 51-70)
Tunagrahita sedang ( IQ : 36-51)
Tunagrahita berat ( IQ : 20-35)
Tunagrahita sangat berat ( IQ dibawah 20 )
Penyebab seorang anak menjadi tunagrahita begitu beragam, mulai dari infeksi,
trauma fisik, kelainan genetik, kelainan prematur dan lain sebagainya. Secara garis besar
terjadinya tunagrahita adalah bersumber dari luar, seperti paparan sinar X-Rays, pengaruh
zat-zat yang bersifat toxic kerusakan otak saat lahir atau terjangkit virus penyakit dan
bersumber dari dalam, sepeerti abnormalitas pembentukan kromosom.
Kita masih sering menyamakan tunagrahita dengan down syndrome. Yang benar
adalah down syndrome merupakan salah satu bentuk retardasi mental yang menunjukan
keterbatasan signifikan dalam fungsi intelektual maupun adaptif. mitos-mitos lain mengenai

tunagrahita yang semestinya mulai ditepiskan adalah:


a. Terbatasan intelektual tunagrahita tidak mentok tanpa perkembngan sepanjang hidupnya.
Dengan latihan, motivasi dan pendidikan khusus, tunagrahita terutama yang hanya ringan
sampai sedang perkembangan kemampuan mereka dapat meningkat secara baik dalam bidang
apapun yang memungkinan bagi meraka.
b. Tunagrahita bisa dideteksi sejak dari bayi. Ini lebih cocok berlaku bagi penyandang down
syndrome yang sejak lahir memiliki tampilan fisik berbeda atau sewaktu masih janin didalam
rahim dapat dilakukan test pendeteksi sendiri.
Secara statistik, sindroma down adalah sumber gangguan yang terjadi sebesar 5-6 %
dari total kasus tunagrahita. Meski terhitung sedikit jika dilihat dari jumlah keseluruhan kasus
tunagrahita, down syndrome lebih menyita perhatian karena karaktersistik fisiknya yang
mudah dikenali. Seorang DS (down syndrome) bisa memiliki beberapa atau semua ciri khas
seperti dagu sangat kecil, mata sipit dengan lipatan kulit di sudut dalam mata, kelemahan

otot-otot, hidung datar, garis telapak tangan hanya satu, lidah menonjol, wajah sangat bulat
dan ukuran kepala yang besar.
DS (down syndrome) dikenal juga dengan istilah Trisomy 21 yakni terjadinya
kelainan pada kromosom ke-21. Penyimpangan tersebut tertangkap dalam penelitian oleh dr.
Jerome Lejeune di tahun 1959. Normalnya jumlah kromosom seorang manusia adalah 46
pasang, tetapi seorang DS (down syndrome) memiliki 47 pasang kromosom.
Menurut Dra. Teti Ichsan, M.Si, peneliti down syndrome, salah satu dampak dari
abnormalitas kromosom 21 pada anak yang memiliki DS adalah keterbelakangan intelektual
yang erat kaitannya dengan kemampuan akademik, kecerdasan majemuk, memberikan ruang
untuk dapat berkembangnya berbagai unsur-unsur dari kecerdasan tersebut. Namun apabila
mereka difasilitasi, didorong, dan diberi kesempatan dalam mengembangkan kecerdasan
tersebut, tidak menutup kemungkinan mereka mampu mencapai optimalisasi sesuai dengan
kapasitas yang dimilikinya.
4. Autisme
Autisme yaitu penarikan diri yang ekstrem dari lingkungan sosialnya, gangguan
dalam berkomunikasi, serta tingkah laku yang terbatas dan berulang yang muncul sebelum
usia 3 tahun.
Seorang autis berinteraksi dengan cara sangat berbeda, jika gangguannya parah, ia
benar-benar menunjukkan sikap tidak tertarik pada orang lain. Gejala khas lain yang sering
terdapat pada autis adalah menghindar dari kontak mata dan kontak fisik. Membenci suara
keras, bau tertentu atau cahaya terlalu terang. Dalam interaksi sosial sehari-hari begitu
banyak pesan nonverbal saling ditukarkan dan pemaknaan secara abstrak pada berbagai hal.
Seorang autis tidak bisa memahami komponen komunikasi tersebut diakibatkan terdapat
semacam kegagalan neurobiologis dalam tubuh mereka. Lebih mudah bagi mereka untuk
mengerti sesuatu melalui gambar konkret dan memakai asosiasi daripada berlogika.
Beberapa jenis ASD (Autism Spectrum Disorder) yang paling umum dialami, yaitu:
a. Autisme. Pengertian dan gejalanya telah dipaparkan di atas. Sebagai informasi tambahan,
gejala-gejala tersebut muncul sebelum usia 3 tahun dan prevelansinya 4 kali lebih banyak
menimpa anak laki-laki daripada perempuan.
b. Asperger Sindrom. Ini juga lebih besar menimpa anak laki-laki daripada perempuan. Jika
anda melihat seseorang yang disebut autis tetapi ia tidak tampak kesulitan dalam berbahasa
dan berkomunikasi namun hanya sekedar terkesan canggung bergaul, kikuk atau kasar/tak
sopan, mungkin ia menyandang sindrom asperger. Rata-rata nilai intelektual seorang asperger
adalah normal bahkan tinggi, begitu juga kemampuan verbalnya. Permasalahan utama
asperger terletak pada gangguan dalam memahami petunjuk sosial, oleh karena itu kerap
mereka disalahmengertikan sebagai individu yang tidak menghargai etika bersosial. Asperger

dapat disebut autis ringan namun tetap membutuhkan perlakuan dan pendidikan khusus agar
di masa dewasa ia bisa mengatasi hambatan dalam interaksi sosial dalam lingkungannya.
c. Rett Sindrom. Banyak dialami anak perempuan di usia 7-24 bulan. Sebelumnya anak
mengalami perkembangan normal, tetapi kemudian mengalami kemunduran yang mencakup
keterampilan motorik yang telah dikuasai, kemampuan berbahasa, gerakan stereotipik seperti
sedang mencuri tangan dan membahasi tangan dengan air liur, hambatan mengunyah
makanan.
d. Childhood Disintegrative Disorder. Pada usia 2-10 tahun, anak berkembang normal sebelum
mengalami kemunduran signifikan pada keterampilan yang telah dikuasai daan terjadi
gangguan pada fungsi sosial, komunikasi serta perilaku. Pada beberapa kasus, penderitanya
e.

terus mengalami kemunduruan hingga tiba di kondisi retardasi mental berat.


Pervasive Developmental Disorder not Otherwise Specified (PDD-NOS), individu
mengalami gejala autisme setelah usia 3 tahun atau lebih.

Sebagian besar ilmuwan mengemukakan pendapat terdapat faktor herediter


penyebab autisme pada seseorang. Anak yang didiagnosis autis apabila ditelusuri garis
keturunannya, maka ada salah satu anggota keluarga yang mengalami gangguan sejenis,
meski tidak selalu sama-sama autis. Peneliti lainnya memilih memperluas penyebab autisme
adalah akibat faktor lingkungan selama kehamilan. Apakah itu diakibatkan infeksi virus,
bakteri tertentu, kontaminasi udara atau kontak dengan zat kimia berbahaya seperti pestisida.
Pada penyandang autisme, disebabkan oleh suatu hal, beberapa sel dan
koneksinya tidak berkembang baik bahkan mengalami kerusakan. Gangguan koneksi ini
terutama terjadi pada neuron-neuron yang bertanggung jawab di are komunikasi, emosi dan
kesadaran.
5. ADHD, Gangguan Atensi dan Hiperaktif, Bukan Nakal Biasa
Attention Defisit and Hyperactive Disorder. Gangguan Hiperaktif dan Minimnya
Rentang Perhatian. Attention Defisit and Hyperactive Disorder merupakan kondisi kronis
yang terus berlangsung sampai seseorang dewasa. Yang menjadi gejala utamanya adalah
ketidakmampuan berkonsentrasi atau memperhatikan sebuah objek pada rentang waktu
minimal dan juga hiperaktivitas disertai impusifitas dalam perilaku sehari-hari.
Seorang anak dicurigai ADHD apabila tindakan-tindakan di atas terus berlangsung
lebih dari 6 bulan, bertindak demikian hampir di setiap lingkungan di mana ia berada,
(banyak anak yang tampak sering lepas kendali aktivitasnya bila di rumah tetapi menjadi
lebih pendiam jika di sekolah), tindakannya tersebut menimbulkan masalah hubungan dengan
anak lain atau juga dewasa dan masalah dalam tugas sekolah serta kesehariannya.
Apabila discan, citra otak seorang ADHD memang memiliki perbedaan cukup nyata
dengan otak yang tidak mengalami ADHD. Pada seorang yang didiagnosis ADHD terdapat
tanda kurang aktifnya area otak yang mengontrol tingkat aktivitas dan perhatian.
6. Tunadaksa
Tuna berarti kerugian atau tidak punya. Daksa adalah anggota tubuh. Tunadaksa
adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh beragam hal seperti di

antaranya kelainan neuromuskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit seperti
infeksi di masa kehamilan, plasenta yang tidak mencukupi (darah janin dan ibu tidak
kompatibel), kelahiran prematur, cerebral palsy. Trauma fisik, penyakit kronis serta faktor-

a.

faktor terkait lainnya yang dapat membahayakan setelah kelahiran.


Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah :
Ringan, yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik, tetapi masih dapat

b.
c.

ditingkatkan melalui terapi.


Sedang, yaitu memiliki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik.
Berat, yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol

gerakan fisik.
7. Tunalaras
Pernah disebut sebagai emotionally disturbed, tetapi lalu dinilai kurang pas dan
diubah jadi seriously behavioral disabled, ini pun lalu dipersingkat menjadi behavioral
disabled saja. Belakangan dilakukan penggabungan menjadi emotional or behavioral
disorder.
Karakteristik sosial dan emosional anak dengan gangguan emosional tingkah laku
a.

adalah :
Tingkah laku yang tidak terarah (tidak patuh, perkelahian, perusakan, pengucapan kata-kata

b.

kotor dan tidak senonoh, senang memerintah, kurang ajar).


Gangguan kepribadian (merasa rendah diri, cemas, pemalu, depresi, kesedihan yang

c.

mendalam, menarik diri dari pergaulan).


Tidak matang dalam sikap, cepat bingung, perhatian terbatas, senang melamun, berkhayal,

d.

senang bergaul dengan yang lebih muda.


Pelanggaran sosial (terlibat dalam aktivitas geng, mencuri, membolos, begadang).

Tunalaras karena gangguan emosional atau tingkah laku terdiri dari faktor-faktor
gangguan biologis, hubungan keluarga yang tidak sehat, serta faktor eksternal seperti
pengalaman di sekolah yang tidak diharapkan dan pengaruh masyarakat yang buruk.
8. Tunawicara
Tunawicara adalah kondisi khusus yang justru laku dijual sebagai komoditas hiburan.
Setiap gangguan bicara yang dialami seseorang daan berpotensi menghambat komunikasi
verbal yang efektif disebut tunawicara.
Gangguan bicara dapat muncul dalam berbagai bentuk. Terlambat bicara, artikulasi
yang aneh dan tidak sesuai, gagap, tidak mampu menggunakan kata-kata yang tepat sesuai
konteks, penggunaan bahasa yang aneh atau sedikit sekali bicara. Dalam bahasa ilmiahnya
disebut Expressive Aphasia atau severe languange delay.
Karakteristik khusus pada anak tunawicara :
a. Terjadi pada anak-anak yang lahir prematur.
b. Kemungkinannya empat kali lipat pada anak yang belum berjalan pada usia 18 bulan.
c. Belum bisa berbicara dalam bentuk kalimat pada usia dua tahun.
d. Memiliki gangguan penglihatan.
e. Sering dikategorikan sebagai anak yang kikuk oleh gurunya.

f.
g.
h.

Dari segi perilaku kurang bisa menyesuaikan diri.


Sulit membaca.
Banyak terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan.

9. Tunaganda
Seseorang yang memiliki kerusakan, kekhususan dan ketidakmampuan dalam
beberapa hal sekaligus. Penyebab seseorang menjadi tunaganda dapat disebabkan trauma
pada otak, luka waktu lahir (kelahiran sukar), hydrocephalus, penyakit infeksi, misalnya
TBC, cacar, meningitis, dan faktor keturunan antara lain kerusakan pada benih plasma, dan
hasil perkawinan dari ayah dan ibu yang rendah intelegensi dapat diturunkan pada anak.
10. Kesulitan Belajar
Anak-anak berkebutuhan khusus yang termasuk dalam kategori ini sebenarnya tidak
mengalami permasalahan dengan daya inteligensia hanya saja diperlukan strategi belajar
tersendiri yang dapat mengakomodir potensi mereka yang terhambat karena gangguangangguan motorik, persepsi- motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah
dan ruang serta keterlambatan konsep.
Mereka memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang
mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang disebabkan
karena gangguan persepsi seperti dyslexia (gangguan bahasa), discalculia (gangguan
matematika) dan dysgraphia (gangguan menulis).
Penyebab kesulitan belajar terbagi dalam beberapa bagian antara lain disfungsi
minimal otak, tidak adanya dominasi lateralitas, adanya penyimpangan visual, adanya
perkembangan yang tidak normal, penyimpangan psikologos, adanya penyebab yang bersifat
genetik, pengaruh/kesalahan dalam cara mengajar dan deprivasi dalam proses berpikir.
11. Anak-anak Berkebutuhan Khusus Lainnya
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pasal 3, ayat 4, bahwa
warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus. Gifted Children, atau dikenal juga sebagai anak-anak berbakat. Karakter
yang biasa melekat pada seorang anak berbakat diantaranya adalah: sangat observatif,
memiliki memori sangat baik, rasa ingin tahu yang besar, rentang perhatian panjang,
tanggung jawab terhadap tugas, pembelajar cepat, mampu memahami dan menjelaskan hal
abstrak dan konseptual, pemecah masalah yang andal, imajinasi kuat yang diwujudkan dalam
kekreativitasan di atas rata-rata.
Selain anak-anak genius adalah bagian dari warga negara yang berkebutuhan khusu
ternyata warga negara yang terbelakang, berada di daerah terpencil dimasukkan juga ke
dalam kategori berkebutuhan khusus.

2.3 Penanganan Anak Special Needs dalam Sejarah


Pada zaman permulaan masehi, anak-anak yang terlahir dengan keadaan
berkelainan fisik biasanya diperlakukan secara tidak manusiawi karena dianggap sebagai
kutukan. Anak-anak dengan kelainan mental tersebut dianggap kerasukan roh jahat sehingga
harus dikurung. Autisme sebenarnya telah ada sepanjang sejarah hidup manusia, namun pada
zaman tersebut autisme disamakan dengan ketidakwarasan atau penyakit mental yang
disebabkan oleh hal-hal mistis. Tak jarang, penyandang yang seharusnya mendapatkan
perhatian malah mendapat hukuman karena orang pada masa itu takut pada pengaruh sihir
jahat. Dalam perkembangan dunia modern pun, penyebab autisme sempat ditundingkan
kepada ibu yang melahirkan. Refrigerator Mother atau ibu dengan sifat dinginlah yang
menolak untuk memberi kehangatan serta kasih sayang dan telah menyebabkan bayinya
tumbuh besar menjadi anak autis.
Seiring peradaban barat yang mulai keluar dari zaman kegelapan, perlakuan kepada
anak-anak cacat pun mulai mengalami perbaikan. Alat dan teknologi penunjang kegiatan
anak-anak berkebutuhan khusus mulai dikembangkan menjadi lebih mumpuni. Hasil
penelitian dipublikasikan, diterapkan dimasyarakat,diteliti ulang oleh ilmuwan lain lalu
dikoreksi atau disempurnakan. Dalam perkembangannya, sistem baca-tulis, notasi musik
serta matematika Braille ditemukan oleh seorang tunanetra berusia 12 tahun bernama Louise
Braille. Sistem tersebut ia adopsi dari trik bertukar pesan rahasia di kalangan prajurit saat
berada di medan perang. Juan Pablo Bonet dianggap pioner modern yang menerapkan terapi
bicara, fonetik dan terapi oral kepada anak yang tunarungu dengan menambahkan bentuk
petunjuk dasar alfabet ke dalam isyarat yang sudah ada. Umumnya bahasa isyarat
terkomposisi dengan gabungan gesture,mimik,isyarat tangan dan ejaan dengan memakai jari.
Cara bahasa isyarat bekerja ialah dengan mempresentasikan keseluruhan ide dan bukan kata
tunggal.
Di abad ke-18, Jean Marc Gaspard Itard, seorang dokter Perancis yang mengepalai
sebuah institusi nasional bisu-tuli, dinilai sebagai tokoh yang memulai pengembangan
metode pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, Itard merumuskan konsep
pendidikan pedagogi setelah melakukan observasi dan penelitian terhadap bocah serigala
Victor of Aveyron, yang kisahnya melegenda dan menginspirasi pembuatan film-film modern
tentang manusia yang sejak kecil hidup tanpa manusia lain di hutan rimba.
Maria Montessori adalah salah satu murid Itard. Ia mengembangkan sistem
pendidikan berbasis karakter yang hingga detik ini masih digunakan di Sekolah di berbagai
belahan dunia. Secara garis besar sistem Montessori ini menghargai dan menilai setiap anak
sebagai individu unik yang memiliki potensi masing-masing dan tidak dapat disamakan satu
dengan yang lain. Dalam sistem Montessori ditekankan pengembangan keterampilan sosial
dan emosional sebagai pendamping skill intelektual.
Melengkapi kontribusi sistem pendidikan khusus ke arah yang lebih menjanjikan,
kita bisa sebut juga sumbangan Alfred Binet, seorang Psikolog Perancis yang telah
mengembangkan bentuk tes intelegensia di permulaan tahun 1990. Tes Binet sampai sekarang
dipergunakan untuk mengukur standar intelektual seseorang mulai rentang usia 2-23 tahun.
Tes ini menunjukan apakah seseorang mengalami hambatan intelegensia dan dikategoriakan
berkebutuhan khusus.
2.4 Pendidikan Anak Special Needs
1. Pendidikan Khusus
Mulai dari Hellen Keller, tunaganda yang menjelma menjadi seorang aktivis politik
dan dosen. Temple Gadin, doktor di bidang sains hewan yang autis, Stephen Hawking, ahli
fisika dan ahli matematika tunadaksa atau juga Charles Burke aktor televisi, penyanyi yang
down syndrome, kata kunci yang menghantarkan mereka menjadi tokoh-tokoh berprestasi

skala internasional adalah : pendidikan dengan pendekatan khusus yang tepat dan diberikan
dengan kesungguhan. Tidak hanya peran lembaga pendidikan yang menonjol, tetapi jangan
lupakan orang-orang yang berada di lingkungan utama mereka. Orang tua, keluarga, tutor,
pembimbing, guru dan semacamnya.
Sebelum negara Amerika Serikat mengesahkan UU pemerintah yang menetapkan
dan menjamin hak semua anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pendidikan, terjadi
banyak kasus diajukan ke pengadilan oleh para orang tua yang berpendapat anak-anak
mereka yang berkebutuhan khusus untuk tidak diberi kesempatan setara memperoleh
pendidikan. Padahal di masa pemerintahan Kennedy, dilanjutkan oleh Johnson telah
dirumuskan dasar-dasar untuk memberi akses kepada anak-anak berkebutuhan spesial
memperoleh pendidikan di lembaga pendidikan umum.
Pendidikan khusus di Indonesia pun telah berlandaskan yuridisme pada tahun 2003.
Di dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional dimuat pasal-pasal dan ayat-ayat yang
menspesifikasikan warga yang berhak mendapatkan pendidikan khusus. Tercantum pada UU
tersebut warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Tak ketinggalan
pula dalam salah satu ayat disebutkan warga negara yang tinggal di daerah terpencil,
terbelakang, mengalami bencana alam, bencana sosial dan tidak mampu secara ekonomi
termasuk berhak atas pendidikan khusus.
2. Sekolah Luar Biasa Solusi Pertama
Sekolah Luar Biasa adalah sekolah yang hanya menerima siswa berkebutuhan
khusus dalam beragam kondisi. Ada juga sekolah Pedagog yang pada prinsipnya sama
dengan SLB, menerima murid-murid hanya yang berkategori berkebutuhan khusus.
Pendidikan luar biasa tersebut tidak total berbeda dengan pendidikan bagi anak-anak normal
pada umumnya. Hanya saja dalam pendidikan khusus terdapat penambahan program
pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan murid-muridnya yang spesial. Sementara
kurikulumnya sendiri secara garis besar merujuk kepada kurikulum nasional.
Keberadaan SLB merupakan solusi pertama bagi pemenuhan seluruh warga negara
berkebutuhan khusus dalam mendapatkan keterampilan primer. Seorang tunanetra atau
tunarungu tidak bisa serta merta didaftarkan masuk kesekolah biasa jika sebelumnya ia belum
mendapat pelajaran baca tulis Braille atau teknik membaca bibir. Sekolah Luar Biasa adalah
jawaban atas kebutuhan utama pendidikan lanjutannya. Pelayanan yang disediakan di SLB
umumnya terdiri dari pelayanan medis, psikologis dan sosial. Karena itu di SLB senantiasa
melibatkan tenaga dokter, psikolog dan pekerja sosial dan ahli pendidikan luar biasa sebagai
sebuah tim kerja.
SLB dibagi menjadi tujuh berdasarkan kondisi ketunaan, yakni :
a. SLB A untuk tunanetra
b. SLB B untuk tunarungu
c. SLB C untuk tunagrahita yang mampu didik dan C1 untuk tunagrahita yang hanya mampu
latih.
d. SLB D untuk tunadaksa dengan intelegensia normal. D1 untuk tunadaksa yang juga
mengalami retardasi mental.
e. SLB E untuk tunalaras.
f. SLB F untuk autis.
g. SLB G untuk tunagranda.
Selain dimasukan ke Sekolah Luar Biasa, terdapat berbagai macam pilihan bagi anak
berkebutuhan khusus mampu dididik untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan.
a. Mainstreaming atau pendidikan terpadu. Anak-anak berkebutuhan khusus bersekolah ke SD
tertentu bersama anak-anak pada umumnya.

b. Kelas khusus penuh atau paruh waktu. Di sini anak-anak berkebutuhan khusus bersekolah ke
SD umum. Pada model paruh waktu maka mereka bergabung dengan anak anak lain.
Sedangkan model penuh berarti anak-anak berkebutuhan khusus disediakan kelas tersendiri
di sebuah SD umum.
c. Guru kunjung. Anak-anak berkebutuhan khusus yang domisilinya satu area dikumpulkan
dalam satu kelompok belajar secara teratur guru Pendidikan Luar Biasa datang mengadakan
kegiatan belajar mengajar di tempat.
d. Kejar paket A dan B. Sama dengan sistem Guru Kunjung terapi materi belajar yang diberikan
terpusat pada paket A dan B. Pemerintah menerapkan model ini dengan misi memberantas
tuna aksara.
e. Asrama atau Panti. Berbagai jenis anak berkebutuhan khusus diasramakan secara insidental
dengan penanggung biaya adalah Pemda setempat.
f. Workshop. Mirip dengan mode asrama, hanya saja belajar mengajar diarahkan ke latihan
prevocational, terutama dibidang pekerjaan. Diperlukan kerja sama juga antara Diknas,
Depsos, dan Depnaker.
3. Wadah Anak Special Needs
Juara-juara di SLB Kemala Bhayangkari I Trenggalek. Berbincang dengan Kepala
Seolah SLB Kemala Bhayangkari 1 Trenggalek menyiratkan bahwa Pardiono,S.Pd yang
sudah bertugas selama 24 tahun ini memang seolah menyatu dengan anak-anak didiknya.
SLB Trenggalek didirikan 38 yahun lalu dengan jumlah 17 siswa yang terdiri dar tunanetra,
tunarungu, dan tunagrahita serta 5 orang guru. Kini jumlah siswa telah bertambah menjadi
187. Sekolah ini sangat mengedepankan kegiatan keterampilan para siswanya. Bagi anak
tunanetra : masase dan kerajinan tangan. Anak tunarungu : potong rambut, menjahit, dan
bengkel. Anak tunagrahita : tataboga, budidaya ikan, dan budidaya bunga. Anak tunadaksa
dilatih berternak kambing.
Pramuka menjadi salah satu kegiatan ekstrakulikuler yang dapat dikuti oleh berbagai
jenis kekhususan. Selain itu masih banyak kegiatan lain yang dapat diikuti siswa sesuai
dengan tingkat kekhususan dan kemampuannya. Misalnya saja anak tunarungu belajar seni
pantomim dan seni tari. Anak tunagrahita belajar seni tari, deklamasi dan membaca puisi.
Anak tunanetra yang menurut Pardiono lebih peka terhadap rangsangan pendengaran, maka
dilatih untuk belajar seni music dan seni suara. Keterampilan serupa juga diberikan juga di
jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) Luar Biasa, yang didirikan tahun 2010 dengan
jumlah siswa 26. Dengan perkembangan teknologi dan komunikasi proses belajar mengajar
telah difasilitasi dengan laptop, computer, LCD projector, papan tulis interaktif dan jaringan
internet.
4. Terpadu dan Berbaur di Sekolah Inklusif
SLB dan sejenisnya merupakan jawaban mengenai pertanyaan dimana dan
bagaimanakah anak-anak khusus memperoleh amunisi berupa keterampilan hidup dasar
agar mereka bisa mandiri, tetap mempu berkarya, selarasa dengan lingkungan sosialnya serta

potensi kemanusiaannya tidak tersia-siakan. Namun dalam kerangka persepsi masyarakat


tumbuh sebuah cap yang ditempelkan kepada SLB sebagai tempat beroleh pendidikan bagi
kalangan asing. Dalam arti kata asing dalam keseharian, pengalaman dan juga empati.
Tidak ada yang salah dengan sekolah-sekolah luar biasa yang khusus menerima anak-anak
special needs saja. Harus disadari pada diri anak-anak itu terdapat urgensi agar mereka
sesegera mungkin dilatih fasih menguasai keterampilan hidup dasar yang tidak mungkin
diperoleh di sekolah-sekolah umum. Namun sengaja memisahkan dan membeda-bedakan
sekolah bagi anak-anak khusus untuk seterusnya, adalah tindakan yang berlawanan dengan
pandangan hidup yang berlaku universal bahwa semua orang terlahir ke dunia dengan hakhak yang sama. Kita belajar dan terbiasa tepo saliro mengatasi perbedaan yang hakiki antara
manusia seperti suku, ras, agama, dan lain-lain.
Ada juga anggapan bahwa pemisahan anak-anak berkebutuhan khusus ada baiknya
hanya dalam rangka pembelajaran (instruction) dan bukan dalam tujuan pendidikan. Jika
secara mental dan fisik anak special need tidak membahayakan orang lain juga dirinya
sendiri, alangkah lebih tepatnya apabila mereka diintegrasikan dalam sebuah wadah
pendidikan yang sama. Menyatukan anak special needs dengan anak-anak pada umumnya
adalah sarana bagi mereka untuk saling belajar hidup dengan cara yang lebih positif.
5. Pendidikan Inklusif
Menurut Johnen dan Skjorten (2003), pendidikan inklusif adalah system layanan
pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah
terdekat, di kelas regular bersama-sama teman seusianya.Oleh karena itu, ditekankan adanya
restrukturisasi sekolah sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan
khusus setiap anak. Artinya dalam pendidikan inklusif tersedia sumber belajar yang beragam
dan mendapat dukungan dari semua pihak, meliputi para siswa, guru, orang tua dan
masyarakat sekitarnya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat
anak normal dan anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.
Dengan kata lain, pendidikan inklusif merupakan pendidikan terpadu yang
diharapkan dapat mengakomodasi pendidikan bagi semua, terutama anak-anak yang memiliki
kebutuhan khusus yang selama ini masih banyak yang belum terpenuhi haknya untuk
memperoleh pendidikan seperti anak-anak normal. Menggabungkan murid berlatarkan
kemampuan fisik dan mental yang jelas berbeda, sekolah inklusif tentunya tidak bisa
menentukan naik kelas atau tidaknya seorang murid berdasarkan penilaian terhadap
penguasaan atas kurikulum umum. Konsekuensinya sebuah sekolah inklusif harus
memodifikasi aspek-aspek penilaian terhadap seorang murid menjadi lebih terbuka dan benar

benar disesuaikan dengan kondisi anak, guru mata pelajaran dan guru pendidikan khusus.
Guru yang bukan lulusan PLB pun harus memiliki pengetahuan dasar tentang pendidikan luar
biasa.
6. Kabupaten atau Kota Pelopor Pendidikan Inklusif
Direktur pembinaan pendidikan khusus dan layanan khusus pendidikan dasar
kementrian dan kebudayaan (PKLK), DR.Mudjito menyatakan bahwa anak-anak
berkebutuhan khusus harus mendapatkan pendidikan secara khusus pula. Dia mengacu pada
UU Sistem Pendidikan Nasional dan UUD 1945 bahwa setiap warga Negara termasuk anakanak berkebutuhan khusus/disabilitas berhak atas pendidikan yang sama. Untuk itu
pemerintah sampai saat ini telah menyediakan sekiotar 1700 an sekolah luar biasa (SLB).
Komitmennya pada pendidikan anak-anak disabilitas direalisasikannya dengan mengirim
para stafnya untuk magang selama tiga bulan di SLB-SLB agar lebih mendalami dan
memahami kebutuhan anak-anak tsb, walaupun hal itu terkadang menyebabkan ia diprotes
anak buahnya yang tidak setuju dengan kegiatan tersebut.
Melalui Direktorat PKLK Dikdas, Kemendikbud melakukan dua pendekatan.
Pertama, bagi anak anak yang merasa cocok dan nyaman di SLB, yang mana saja tercatat 85
ribu siswa, tetap mendapat pendidikan di SLB. Kedua, 116 ribu siswa disabilitas saat ini bisa
tertampung di 30 ribu sekolah inklusif ini akan terus diperluas dengan pendekatan berbasis
kabupaten/kota, sementara 20 pemda lainnya sudah menyatakan keinginan untuk bergabung.
Ada tiga syarat yang harus dipenuhi pemda untuk turut dalam program tersebut, yakni : ada
regulasi bupati/walikota, membentuk kelompok kerja lintas sektoral dan menyediakan dana
pendamping. Untuk program yang berkenaan dengan kebutuhan sekolah sekolah inklusif
terhadap tenaga guru pendamping khusus (GPK) yang saat ini jumlahnya belum mencukupi,
Kemendikbud menempuh langkah kerja sama dengan perguruan tinggi untuk melakukan
pelatihan selama dua semester bagi para guru. Pelatihan tersebut saat ini baru dilaksanakan di
UPI dan UNISA karena kedua universitas tersebut telah memiliki program S1 san S2 di
bidang GPK.
7. Mengenal Lebih Dekat Wajah Sekolah Inklusif
a. SDHT, Tak Sengaja Menjadi Inklusif
Sekolah Dasar Hikmah Teladan bisa disebut sebagai pionir SD Inklusif di wilayah
bandung dan sekitarnya. Pada awalnya, SD ini memiliki prinsip bahwa mereka menerima
semua murid yang mendaftar masuk tanpa terkecuali. Syaratnya hanya menggunakan tekhnik
siapa cepat dia dapat.Dengan sendirinya karena memberlakukan aturan yang demikian,
banyak orang tua yang kesulitan untuk mencari sekolah untuk anak-anaknya yang special

akhirnya menjatuhkan pilihan kepada SD tersebut. Pada tahun 2002 SD tersebut resmi
berjalan sebagai sebuah sekolah dasar dengan system yang terbilang sangat unik pada masa
itu. Dimana skeolah tersebut menyatukan kenyamanan bersosialisasi dan interaksi antara
seluruh penghuni sekolah, yang berarti tidak hanya sesama murid tetapi juga tenaga pengajar
dan para pengurus. Setiap murid dapat naik kelas melalui standar kelayakan masing-masing
individu yang tidak dengan kaku berpatokan pada kemampuan akademis.
b. Sekolah Alam Bogor, Bertrade Mark Pembebasan
Pada awalnya sekolah ini hanyalah tempat mangkal untuk anak-anak jalanan yang pada
awalnya dicoba dihimpun agar mereka memiliki kegiatan yang positif lewat pembelajaran
keterampilan, baca tulis serta aktivitas lainnya. Pada tahun 1999, Agus yang merupakan
seorang mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) bersama beberapa temannya membentuk
sebuah yayasan yang kegiatannya tersebar di tiga tempat masing-masing dengan
menghimpun 60,30, dan 50 anak jalanan. Pendanaan kegiatan tersebut ia peroleh dari para
donator dan Dinas Pendidikan. Kemudian pada tahun 2002 ia bertemu dengan orang yang
menawarkan kerja sama yang pada awalnya dalam bentuk program pesantren kilat di Lembah
Parigi yang kemudian berkembang menjadi Taman Kanak-Kanak Alam Lembah Pagi.
Sekolah ini terus berkembang hingga pada akhirnya pada tahun 2004 menerima anakanak disabilitas, antara lain autis, hiperaktif,down syndrome yang digabung dengan anakanak semacamkelas percobaan yang bertempat tinggal di Cimahpar, akhirnya terus
berkembang menjadi areal sekolah alam Bogor.
c. SDN Putraco, Jumlah murid Special Lebih Banyak
Sekolah ini memiliki enam puluh persen murid berkebutuhan khusus dan empat puluh
persen dengan murid regular.Dede Suryana yang merupakan salah satu guru dan pengurus
administrasi sekolah tersebut yakin bahwa perbandingan tersebut masih terbilang ideal bagi
sekolah inklusif. Ia juga menjelaskan dalam satu kelas terdiri dari 25-30 siswa, dengan murid
special mencapai 10-12 siswa yang dibimbing oleh dua orang guru serta helper yang
biasanya dibawa oleh orang tua dari murid khusus tersebut. Pada permulaan saat seklah
tersebut ditunjuk sebagai sekolah inklusif oleh pemerintah pada tahun 2002-2003, jumlah
ABK tidak sebanyak saat ini. Hal ini terjadi bukan karena banyaknya pendaftar yang
mendaftarkan diri di sekolah tersebut namun karena ABK limpahan dari sekolah lain.
Hampir semua siswa special di Putraco berasal dari keluar dengan tingkat ekonomi
menengah keatas. Sementara murid regulernya berlatar keluarga dari tingkat ekonomi ke
bawah. Misi Putraco ialah memprioritaskan anak-anak dari keluarga pra-sejahtera, dengan
tambahan murid-murid dari ekonomi tidak mampu dijamin bebas biaya sepenuhnya.

8. Semarak Warna di Balik Gerbang Sekolah Dasar Inklusif


Dengan berbagai macam alasan, masih banyak orang tua yang tak tergerak atau
enggan apabaila anak mereka berdampingan dengan anak-anak special needs dalam kegiatan
bersekolah sehari-hari. Seorang pengurus sekolah pernah bercerita dimana pada saat orang
tua murid (pendaftar) diberitahu bahwa ada beberapa anak special needs yang turut menjadi
bagian dalam kelas yang juga akan diisi oleh anak mereka pada akhirnya mengundurkan diri
atau mengurungkan niatnya untuk mendaftar di sekolah tersebut. Sebenarnya, setiap orang
tua berhak memiliki pertimbangan masing-masing saat memilih sekolah terbaik bagi putraputrinya. Termasuk orang tua yang tanpa keraguan sedikitpun mendaftarkan anaknya
bersekolah di Sekolah Inklusif. Itu bisa jadi sebuah pembelajaran untuk memperkenalkan dan
menerima perbedaan antara manusia. Dengan penyatuan anak-anak regular dengan anak-anak
special needs secara alami mereka akan bergaul satu sama lain, melebur karena adanya
kebiasaan.
9. Orang Tua dan Keluarga Inti, Garda Pertama Pendidikan Special Needs
Tentu saja kebanyakan orang tua mengharapkan bahwa keturunan yang lahir akan
sempurna dan tidak kekurangan sesuatu apapun. Tetapi kita juga tidak boleh lupa bahwa
segala sesuatu yang akan terjadi dalam hidup kita tidak akan selalu sama persisi dengan apa
yang kita harapkan. Seperti halnya orang tua yang memiliki anak-anak special needs. Reaksi
mereka saat mengetahui bahwa anak-anaknya ternyata berbeda dari anak-anak pada
umumnya sungguh beragam.Sedih, frustasi ataupun berpasrah pada keyakinan bahwa ini
semua adalah takdir tuhan (reaksi positif atau negative). Idelanya diharapkan bahwa orang
tua mampu bersikap positif menerima keadaan anaknya yang khusus. Juga bukanlah suatu
kesalahan atau kelemahan apabila pada mulanya orang tua bersangkutan mengalami atau
menunjukan reaksi-reaksi negative.
Agar orang tua bisa mencapai tahapan optimis yaitu menerima lalu bertindak dengan
efektif dan efisien bagi tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus, dipengaruhi beberap
hal. Seperti halnya seberapa kompleks dan parah tingkat kekhususan anak, berapa banyak
informasi akurat yang bisa orang tua peroleh mengenai kondisi anaknya, bagaimana nilainilai yang dianut keluarga besar ataupun kebudayaan yang melingkupi lingkungan tempat
keluarga itu berada. Mungkin sepasang orang tua dibesarkan di dalam lingkungan yang
mempercayai bahwa kelahiran seorang bayi cacat merupakan karma dari dosa-dosa yang
pernah dilakukan. Akibatnya kehadiran generasi baru yang memiliki kekurangan tersebut
menjadikan mereka terpuruk dalam rasa bersalah dan malu. Lalu mereka memilih sedapat

mungkin menyembunyikan anaknya karena berasumsi masyarakat yang tahu akan


berpandangan negative.
Hal terakhir yang sama sekali tidak bisa dianggap enteng adalah masalah keuangan.
Semakin mantap perekonomian keluarga yang memiliki anggota berkebutuhan khusus
semakin mudah juga bagi mereka untuk mencapai tahapan optimis dan menerima. Mengingat
bahwa kondisi-kondisi khusus ini perlu berbagai macam konsultasi kepada para ahli,
mengikuti pemeriksaan,menggaji asisten khusus yang membantu pengasuhan anak serta
melengkapi anak dengan sarana yang membantu kegiatan sehari-harinya. Lepas dari materi,
masih ada pengeluaran (cost) secara emosi yang butuh diperhatikan dan diatur. Anak-anak
yang terlahir tanpa kondisi khusus apapun bertumbuh kembang sesuaid engan interaksi emosi
terhadap orang tuanya setiap saat, selama bertahun-tahun. Bila mana orang tuanya cerdas
secara emosi, maka dapat dipastikan bahwa anak tersebut akan tumbuh besar dan tak jauh
dari tipe emosi mereka. Sementara tantangan yang dihadapi oleh orang tua ABK tentu lebih
beragam. Orang tua terkadang menjadi sangat lelah dengan semua kebutuhan dan ritual yang
diperlukan bagi anak. Orang tua juga terkadang bisa merasa cemburu ketika mereka melihat
anak-anak lain yang terlihat baik secara keseluruhan. Ekspresi dan Kalimat bersimpati dari
orang lain pun tak bisa kita hiraukan. Karena hal tersebut sangat rentan menjadi mispersepsi.
Agar tercapai kerja sama keluarga yang harmonis dan efektif adalam mendampingi
anak yang special, sudah barang tentu bukan hanya ibu atau ayah saja yang selalu terlibat
langsung dengan para ahli dan dipersenjatai dengan informasi mengenai kondisi special si
anak. Kakak, adik atau anggota keluarga lain yang tinggal serumah dengan anak tersebut
mesti terinformasikan dengan baik juga dan didorong untuk berinteraksi secara sehat dengan
saudara specialnya tersebut.
Fungsi orang tua dalam mendidik anak dengan kebutuhan khusus tidak bisa
dilepaskan dari factor-faktor instrinsik dan ekstrinsik yang dipengaruhi oleh karakteristik
keluarga. Seperti apa pola interaksi antar anggota keluarga tersebut, bagaimana budaya dna
nilai-nilai yang dianut dan mewarnai keseharian keluarga. Dukungan social dari keluarga inti
kini diakui oleh para ahli dapat memberi efek positif yang besar bagi pendidikan anak
special. Bermacam bantuan dari kerabat, rekan atau kelompok social bisa diberikan kepada
keluarga dengan anak special mulai dari dukungan informasi,emosional dan juga materi. Jika
orang tua tidak bisa mengandalkan bantuan dari kerabat atau teman, masih terdapat kelompok
social lain yang bisa memberikan dukungan seperti halnya Parental Support Grup. Grup ini
beranggotakan para orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus sejenis. Dan jika
orang tua terkendala waktu dan tempat untuk melakukan komunikasi langsung dalam grup

semacam itu, maka internet bisa menjadi solusinya.Melalui mailing list, newsgroup dan situssitus tertentu.
2.5 Profil Anak Special Needs dan Orang Tuanya
1. Rasty yang terbang dari sarangnya
Rasty Purnama (33 tahun) adalah penyandang tunadaksa dan selama 23 tahun
disembunyikan orang tuanya di Karawang, Jawa Barat. Ketika lahir kondisinya sehat dan
tumbuh normal. Namun, ketika usianya menginjak 4 tahun-an, Rasti sering sekali jatuh. Saat
Rasty terserang demam tinggi dan dilarikan ke puskesmas setempat, konon, setelah dokter
memberinya suntikan, Rasty tak bisa lagi berjalan bahkan untuk bangun pun ia tak sanggup.
Untuk seterusnya Rasty hanya tergolek di tempat tidur.
Ia tidak pernah bertemu dengan orang di luar rumah karena dianggap membawa aib
dan memalukan keluarga. Beruntung kakaknya sering membacakan buku cerita dan sedikit
demi sedikit Rasty mulai belajar mengeja tulisan dan menulis. Segala mimpi, harapan dan
keinginan untuk hidup normal dicurahkannya di sebuah buku dengan tulisannya sendiri,
meski dihadapkan pada keterbatasan bentuk jari yang tidak sempurna. Rasty pun mencoba
mengirimkan hasil karyanya di lomba penulisan puisi yang diselenggarakan sebuah stasiun
radio daerah. Ia meraih juara satu. Sejak itu ia bertekad untuk terus menulis dan rutin
mengirimkan hasil karyanya, hingga ia pun menjadi sempat terkenal hingga liputan stasiun
televisi. Namun itu tidak berlangsung lama, karena orang tua Rasty yang masih berwawasan
sangat sederhana itu kurang suka anaknya didatangi banyak orang.
Perasaan tertekan kembali melanda Rasty, sampai-sampai dia mengaku hampir saja
ingin mengakhiri hidupnya dengan minum racun tikus, namun alam sadarnya masih
mengingatkan bahwa pilihan itu tidak menyelesaikan masalah. Suatu ketika, Rasty dihadiahi
sebuah telepon genggam oleh seseorang sehingga memudahkannya berinteraksi dengan
teman-teman di dunia maya dan media cetak. Hingga ia bertemu dengan seorang anggota
Komnas Perempuan dan seorang pimpinan sebuah lembaga sosial di Jogja, berkat merekalah
Rasty bisa sampai di tempat tinggalnya sekarang, Wisma Tunaganda. Walaupun sempat ada
pertentangan dari keluarga yang tidak begitu saja mau menyerahkan Rasty, namun setelah
diberikan pengertian, akhirnya kedua orang tua Rasty memberikan lampu hijau untuk
membawa Rasty dan mereka sadar bahwa putri mereka berada di tempat yang tepat. Disana
Rasty selain meneruskan hobinya menulis, dia juga kembali menekuni kegemarannya
membuat aksesori seperti bros yang dijual kepada pengunjung panti. Rasty yang tunadaksa
mempunyai naluri seperti gadis lain. Ingin punya banyak kawan, ingin dicintai, ingin tidak
terlalu tergantung pada orang lain dan yang paling didambakannya, Ingin menjadi penulis
terkenal.
2. Ridzky Si Tampan Penyandang Autis
Sebagai orang tua anak special needs, Farhan, presenter yang cukup terkenal di
Indonesia ini meyakini ada 3 hal penting yang sebaiknya dijadikan pegangan dalam
mengarungi hidup bersama anak penderita autis, yaitu: melakukan assessment (penilaian),
terbuka kepada lingkungan dan menetapkan sasaran/target terapi. Si sulung, Ridzky, buah
hati Farhan adalah penyandang autis. Lelaki berusia 14 tahun itu duduk di bangku kelas VI di
sebuah sekolah inklusif berkat kesabaran dan keuletan Farhan bersama isterinya, Aryati
dalam menjalani terapi, mengasuh, merawat dan mendidik Ridzky.
Penilaian terhadap anak-anak autis harus dilakukan agar orang tua realistis dan tidak
membohongi diri sendiri bahwa anaknya normal-normal saja. Jujurlah pada diri sendiri
bahwa si anak mempunyai kelainan dan berkebutuhan khusus, sehingga bisa segera mencari
peluang untuk mengatasinya. Agar orang tua yang bersangkutan tidak kehilangan untuk
mendapatkan informasi yang terus berkembang tentang penyandang autis dan aspek-aspek

terkait lainnya. Selain itu, anak autis atau berkebutuhan khusus juga jangan disembunyikan,
lakukan sesuatu agar keadaan si anak tidak memburuk.
3. Muhammad Bagja, Anak Down Syndrome yang Penuh Empati
Aneka rasa berkecamuk di dada Teti Ichsan seorang sarjana Pendidikan jurusan
Psikologi dan Bimbingan dan mengambil gelar Magister Psikologi Kesehatan Universitas
Indonesia serta penulis-peneliti down syndrome ketika anak keduanya, Muhammad Bagja
Madani, didiagnosis sebagai down syndrome, di usia 4 bulan. Tidak heran muncul sikap
ambivalensi sebagai orang tua. Di satu sisi ia sangat mencintai dan ingin melindungi, di sisi
lain muncul perasaan sedih dan berduka. Awal dari sikap penerimaan orang tua dapat terlihat
ketika mereka mulai fokus memperhatikan aspek-aspek tumbuh kembang anak mereka.
Seperti perkembangan motorik kasar, motorik halus, pemahaman bicara dan sosialisasi.
Aktivitas Bagja, meskipun perkembangannya mengalami keterlambatan, Bagja juga
beraktifitas seperti anak lainnya. Selain itu, dia juga mengikuti terapi untuk mengoptimalkan
tumbuh kembangnya. Terapi yang diikuti Bagja antara lain:
a. Terapi Okupasi: merupakan stimulasi yang bertujuan meningkatkan kemampuan fungisional
dan kemandirian fisik maupun mental melalui aktivitas bermain yang memiliki tujuan/makna
tertentu.
b. Terapi wicara: merupakan stimulasi untuk meningkatkan kemampuan berbahasa verbal
dengan baik, melalui komunikasi dua arah, artikulasi, bahasa dan pengembangan bicara suara
dan irama.
c. Program akustik: merupakan program yang bertujuan untuk menstimulasi kegiatan yang
lebih terarah dan bermakna, melalui latihan koordinasi auditori, visual, kinestetik, ekspresi
dan persepsi bunyi.
d. Pedagogi: adalah etode pembelajaran untuk membantu meningkatkan kemampuan akademik
dengan memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam proses belajar.
e. Program life skill: melatih anak-anak berkebutuhan khusus agar memiliki keterampilan dasar.
Dan juga menstimulasi pengenalan konsep, pemahaman, kemandirian serta mengarahkan
minat dan bakat anak.
f. Berenang: dapat mengembangkan aspek kognitif, afeksi dan psikomotorik. Hal ini dapat
bermanfaat dalam menumbuhkan keberanian, percaya diri, disiplin, kerja sama, modofikasi
peilaku dan emosi serta pengalaman relaksasi.
Kini di usia yang ke-13 Bagja dapat berlari kencang padahal dia lahir dengan tonus
otot yang lemah. Bagja dapat menonton film kesukaannya padahal dia terlahir dengan kondisi
mata minus 5. Selanjutnya Bagja dapat turut berjamaah di mushola padahal dulu dia tidak
dapat duduk dengan tenang sekalipun dalam hitungan detik. Dan yang paling mengharukan,

Bagja bisa membuatkan segelas teh manis kepada ibunya jika sedang sibuk mengetik,
memeluk orang tua dan kakaknya ketika lelah, betul-betul Bagja penuh empati.
4. Michael Anthony, Peraih Rekor Muri
Michael Antony (9) ketika berusia 6,5 tahun pernah meraih rekor MURI sebagai:
pianis tunanetra dan autis termuda. Ibunya, Meta, bercakap dengan saya ketika mengisahkan
awal mula putranya diketahui berkubutuhan khusus. Michael baru berusia tiga bulan ketika
Meta membawanya spesialis mata. Hasil pemeriksaan dokter menunjukkan bahwa bayi Meta
yang lahir prematur ini menderita retinopathy of prematury (ROP) stadium 4. Pengobatan
bagi Michael dilanjutkan ke Amerika Serikat untuk menjalani operasi mata dan hasilnya baik,
lalu mereka kembali ke tanah air. Enam bulan setelah di operasi, matanya diperiksa lagi,
ternyata retinanya tidak berkembangnya.
Sejak itu, perempuan yang berprnti membawa profesi sebagai dokter gigi tersebut
berhenti membawa Michael berobat dan hanya fokus pada perkembangan yang ada. Palingpaling hanya ke pengobatan alternatif dan ke seorang Romo. Suatu ketika Michael merasa
terganggu oleh piano yang dimainkan oleh kakaknya. Tetapi tanpa diduga, di sia 2 tahun, dia
malah mendekati piano dan mulai menekan-nekan tutsnya. Barangkali karena sering
mendengar, tiba-tiba dia bisa meniru lagu yang biasa dibunyikan oleh tukang es keliling.
Sejak itu setiap hari Michael diajari main piano oleh kakaknya. Meta juga mendaftarkan
Michael les piano klasik. Terlihat sekali jika Michael kesemsem pada piano.
Walaupun Michael pernah menjadi juara 1 lomba piano untuk anak-anak autis dan
juara 3 lomba piano untuk umum, dia tidak mengerti apa itu arti juara. Menurut Meta kalau
lomba, Michael hanya tahu harus latihan lagu wajib berulang-ulang, tampil sebaik mungkin
dan tersenyum ketika mendengar tepuk tangan hadirin. Menangani anak seperti Michael
menurut Meta tidak susah asalkan sesuai dengan kemauan dia dan setiap rutinitas terjadwal
dengan baik. Misalnya pagi ke sekolah, siang terapi, sore les dan seterusnya. Jika ada
perubahan mendadak tanpa pemberitahuan pasti Michael kesal. Sama seperti ribuan orang tua
lain, Meta tentunya ingin punya anak normal. Namun Meta enjoy, anak ada jalannya sendirisendiri. Tidak perlu dipikirkan berkepanjangan. Karena ia melihat ada perkembangan dalam
diri Michael. Jadi jalani saja.
2.6 Dedikasi Sosok di Belakang Anak Special Needs
Jika ingin melihat senyum mengembang yang tak pernah lepas dari anak-anak
speciaal needs , itu tak lepas dari peran serta guru, terapis, care giver serta para pendamping
yang dengan ikhlas menuntun mereka ke arah kemandirin. Berikut adalah sedikit perbincangbincangan dengan mereka, yaitu:
1. Krustina, Kepala Panti Sekaligus Ibu

Kristanti ingat betul sewaktu datang ke panti tunaganda dengan niat sekedar mampir
belaka. Kristanti memiliki ijazah sebagai pelajar Sekolah Menengah Atas Pekerja Sosial di
Semarang, sehimgga tak asing dengan anak-anak berkebutuhan khusus. Hal yang mula-mula
mengusik perhatian Kristanti justru adalah penampilan para penghuni pengasuh panti yang di
matanya begitu-begitu saja dan kurang menarik. Merasa punya kebiasaan dalam hal merias,
ia menahan gemas dan minta izin kepada kepala panti saat itu untuk mengajari para pengasuh
trik bermake up. Kegemasannya merambat ke urusan potongan ala kadarnya rambut anakanak panti, maka dengan suka rela Kristanti menjadi semacam penata rambut disana.
Hati kecil berbisik mengajak Kristanti bekerja sepenuhnya di panti. Namun
idealisme atas materi tersebut akhirnya runtuh juga, saat menyadari bahwa sambutan gembira
selalu diterimanyadari anak-anak panti setiap ia muncul. Tekadnya pun berseru, mengapa
mesti setengah-setengah jika bisa terjun total dalam jenis kebaikan yang disukainya pula.
Profesi care griver yang memerlukan kesabaran tinggi dengan honor yang membuat kita
bertanya-tanya apakah itu cukup, tentunya manusiawi jika mereka dihinggapi rasa jenuh dan
kekesalan yang sewaktu-waktu dapat meledak. Menyikapi kondisi care giver yang sedang
turun, Kristanti selalu berupaya memberikan penyejuk dan pereda emosi.
2. Remaja-remaja diajak berbagi
Dalam melakukan kebaikan kepada sesama Kristanti berusaha tidak statis tetapi
terus melakukan pengembangan dan perbaikan. Kristanti tak percaya hukuman atau sanksi
tegas kepada siswa bermasalah bisa memberikan efek jera. Ia lebih condong pada metode
pendekatan secara kemanusiaan untuk memberikan efek membangunkan nurani. Remajaremaja peserta konseling diajak terlibat langsung dalam kegiatan merawat para tunaganda di
panti agar mereka benar-benar meresapi makna hidup adalah menjadi bermanfaat bagi
lingkungan dan sesama mereka.
3. Shilfi Jatuh Cinta pada anak-anak SLB
Bagi Shilfiani Kaisi, pengalaman paling berharga yang didapatnya ketika menjadi
guru SLB C (tunagrahita) adalah berhasil memotivasi anak-anak yang dibimbingnya menjadi
suka pergi ke sekolah, menumbuhkan rasa kasih sayang dan kepercayaan diri mereka.
Kecintaan kepada murid-muridnya akhirnya membuat dia menjalani profesinya itu selam 2,5
tahun dan keluar dari sanahanya karena sarjana jurusan administrasi negara ini ingin lebih
mencurahkan perhatian pada pengasuhan bayinya yang baru berusia 18 bulan. Tidak pernah
terlintas sebelumnya dalam benak Shilfi akan menjadi guru di sana. Pertama karena jurusan
pendidikannya bukan untuk itu, kedua karena dia tidak minat. Namun, ia suka bermain ke
SLB karena ayahnya kepala sekolah disana. Namun kemudian ia malah bertahan disana.

Suatu ketika ibunda Shilfi meninggal dunia, mengakibatkan luka di hatinya, rasa
kehilangan dan kesedihan mendalam yang berkepanjangan. Melihat kesedihan ini, ajakan
untuk menjadi shadow teacher (guru pendamping) malah datang dari teman-teman ayahnya.
Salah satu dari alasan yang mendorong dia untuk menerima tawaran menjadi shadow teacher
adalah agar bisa terus mendampingi ayahnya yang mulai kurang sehat akibat penyakit
diabetesnya. Setelah beberapa bulan menjadi shadow teacher, Shilfi diangkat menjadi guru
tetap kelas yang harus mengajar semua mata pelajaran seperti yang diajarkan di SD dan SMP
reguler. Hanya saja untuk SLB Tunagrahita ada pelajaran lain yang disebut binadiri agar
anak-anak SD dan SMP itu bisa mandiri serta pelajaran keterampilan bagi siswa-siswa SMA.
Belajar menjadi guru berarti bagi Shilfi harus terus membuka mata, banyak bertanya baik
kepada guru lain, maupun kepada para orang tua siswa sera membaca sebagai literatur.
Situasi tak biasa yang pernah dihadapinya sebagai guru SLB adalah menenangkan
anak-anak yang suka mengamuk. Pada beberapa siswa tunagrahita, kondisi yang tidak
nyaman dalam dirinya apakah itu datang dari teman-temannya atau dari dirinya sendiri, bisa
memicu kemarahan dan dilampiaskan dengan mengamuk. Jadi kalau sudah terlihat gejalanya,
muter-muter dan gelisah, anak-anak lain diminta guru menjauh. Pengalaman tak terduga pada
Shilfi saat pelajaran olahraga, ia berusaha menahan dengan kuat agar kerudung tidak terlepas,
akibatnya lehernya keseleo. Mengajar anak-anak yang masih SD selama dua tahun berturutturut kerap melibatkan emosi. Bagaimana tidak, dua anak duduk sebangku, tetapi mereka
tidak bisa saling bicara dan saling kenal. Diam-diam Shilfi menangis di kelas. saya
mencucurkan air mata ketika ibu meninggal dan selalu berulang ketika terkenang
almarhumah. Tetapi saya bisa membayangkan berapa banyak air mata yang tertumpah dari
mata para ibu yang anaknya berkebutuhan khusus, kata Shilfi terharu.
4. Pak To Kesayangan Keluarga
Saya kenalkan seorang anak spesial, tapi sudah berumur kepala 7. Bukan sekedar
Pak To nya yang penyandang tunagrahita dan sebatang kara, tapi, siapa di balik sosok sepuh
iniyang tidak pernah bersekolah, tidak mengenal siapapun kecuali lingkungan terdekatnya
hingga mampu eksis sampai usia 77 tahun? Siapa orang yang mengasuhnya? Saya hanya
ingin memberikan gambaran bahwa perhatian khusus bagi penyandang disabilitas tidak hanya
harus di panti-panti, tapi rumah yang nyaman, kasih sayang dari orag-orang terdekat
membuat mereka merasa diorangkan. Adakah Tiwi Sidarto kakak sepupu Pak To yang
membawanya ketika dia ditinggal satu demi satu oleh ayah ibu, disusul saudara-saudara
kandungnya dan pernah dititipkan di sebuah panti yang situasinya sangat memprihatinkan.
Tiwi tidak menyekolahkan Pak To karena pada zaman itu belum ada sekolah-sekolah khusus.

Tiwi juga kurang paham apa sebenarnya yag diderita sepupunya itu. Bicara kurang tertata,
kemampuan berpikir lambat, tapi yang jelas Pak To dilahirkan oleh seorang ibu yang sedang
sakit dan sempat mengonsumsi obat di masa kehamilan.
Meski tidak bersekolah, tidak pernah diterapi khusus, keluarga besar Tiwi
melimpahinya dengan kasih sayang yang tulus serta kamar sendiri tempat Pak To beristirahat
dengan nyaman setelah nonton film kartun kesukaannya. Perhatian kecil itu sudah membuat
Pak To tertawa kegirangan dan kembali nonton tayangan komedi di televisi. Sikap Tiwi yang
penuh perhatian tapi tegas, sedikit demi sedikit membawa dampak positif bagi mental Pak To,
diantaranya kebiasaan ngompol langsung berhenti akibat ancaman halus Tiwi. Demikian
juga terapi untuk membersihkan diri sendiri sehabis membuang hajat besar, dipatuhi Pak
To dengan benar.
Adapun Imam, seorang asisten laki-laki yang tugasnya bersih-bersih rumah dan
taman (yang kini disekolahkan Tiwi untuk kuliah lagi) adalah pendamping setia Pak To.
Imam menemani tidur bahkan mengolesi tubuh Pak To dengan obat gosok apabila masuk
angin. Riang nian wajah pak To ketika saya menyapanya. Berulang kali dia mengatakan
tinggal di rumah mbak Tiwi yang baik hati, senang jalan di sekitar kebun dan tak berani
keluar rumah karena takut diculik.
2.7 Fakta, Dilema, dan Harapan
1. Aksebilitas Kurang Memadai
Rina Prasarani seorang aktivis penyandang cacat yang juga menjabat Sekjen World
Blind Union, dan juga Sekjen Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) mengingatkan
sebetulnya Indonesia sudah meratifikasi konvensi hak-hak penyandang disabilitas dalam
menerima pendidikan yang bermutu tingggi dan memperoleh pekerjaan yang bermartabat.
Selama ini masyarakat belum menyadari bahwa tinggi rendahnya seorang disabilitas
tergantung dari sikap dan interaksi masyarakat itu sendiri. Bagaimana mungkin seorang
tunanetra akan mengembangkan daya intelektualnya bila masyarakatnya sendiri tidak
bersedia memfasilitasi, seperti laptop yang bisa bicara, buku-buku braille, browsing internet
bahkan facebookan yang sedang marak sekarang.
Selain itu fasilitas sering sekali salah garap karena pihak pengembang tidak
bersedia berkonsultasi dengan penyandang disabilitas yang mereka anggap lemah dan tidak
mengerti apa-apa. Akhirnya terjadilah akses jalan bagi tunanetra yang pemasangannya tidak
tepat, seperti guilding blok dan warning blok sering tertukar. Seharusnya sekolah luar biasa
yang memiliki guru-guru spesialis anak-anak berkebutuhan khusus (GPK), memberikan
konstribusinya selain untuk mendampingi anak-anak spesial bagi guru pendamping, juga

mengajarkan kepada Sekolah dan guru-guru reguler bagaimana mengatur kurikulum yang
tepat, mempergunakan bahasa isyarat atau konsep berhitung yang serta menciptakan
lingkungan yang kondusif. Kepada anak spesial nedds Rina berharap mereka mau
berinteraksi dengan mengenalkan diri terlebih dahulu kepada masyarakat.
2. Sumber Manusia
Pendidikan inklusif tidaklah sekedar menempatkan siswa berkelainan secara fisik
dalam kelas reguler dan bukan pula sekedar memasukan mereka sebanyak mungkin dalam
lingkungan belajar siswa normal. Selain itu pendidikan inklusif juga berkaitan dengan cara
guru dan teman sekelas yang normal menyambut semua siswa dalam kelas dan secara
langsung mengenali nilai nilai keanekaragaman siswa. Dr Mudjito, A.K., M. Si, Direktur
Pembinaan PKLK Pendidikan Dasar menyatakn ketidaksiapan sekolah melakukan
penyesuaian terhadap program inklusif pada dasarnya menyangkut ketersediaan sumber daya
manusia yang belum memadai. Disamping pemberdayaan guru umum, juga keterbatasan guru
pembimbing khusus.
GBK peranannya adalah memberikan program pendampingan pembelajaran bagi
peserta didik berkebutuhan khusus. Kendala itu belum termasuk rendahnya dukungan warga
sekolah dan masyarakat terhadap pendidikan mereka. Menyadari kekurangan di atas, maka
perlu adanya kompetensi guru secara khusus diantaranya melalui diklat dan dalam kontek
sekolah, perlu penyesuaian dalam manajemen sekolah, yaitu mulai dari cara pandang, sikap
personil sekolah sampai pada proses pembelajaran (kurikulum) yang berorientasi pada
kebutuhan individual tanpa diskriminasi.
3. Keteteran Menampung ABK Karena Sekolah Lain Enggan Menerim
Meski program setiap sekolah harus mampu jadi sekolah inklusif ini telah bertahuntahun didengungkan pemerintah, pada kenyataanya justru penolakan untuk ikut serta
menjadi inklusif terjadi bukan hanya dari sekolah yang belum mempunyai nama besar. Ada
juga sekolah yang sudah memiliki predikat unggulan atau favorit, tidak bersedia menerima
anak-anak disabilitas. Karena sekolah itu khawatir namanya anjlok. Jalannya sistem
pendidikan inklusif di sekolah-sekolah dasar kini justru jadi kebingungan, mereka mencoba
mendaftarkan putra atau puterinya ke SD Negeri yang jelas -jelas telah ditunjuk Diknas
sebagai SD Inklusif tetapi malah mendapat penolakan.
Kami membatasi jumlah ABK hanya 1 murid dalam setiap kelas karena
pertimbangan kemampuan SDM yang dimiliki. Lia Amalia Wakil Kepala Sekolah Dasar
Tunas Unggul, yang merupakan SD Swasta Inklusif di wilayah Bandung Timur, terang
terangan mengakui keterbatasan SDM di tempatnya bekerja berimbas kepada minimnya
kouta bagi murid berkebutuhan khusus.
4. Ketika Dilema Bersumber dari Orang Tua
Julie Salama, pimpinan Yayasan Salaman Al Farizi yang mengelola Taman Kanakkanak menjumpai langsung dilema tersebut. Di satu sisi dia mengerti benar bahwa ABK

mempunyai hak yang sama menerima pendidikan di Sekolah reguler. Namun terkadang orang
tua yang anak-anaknya normal keberatan ada ABK bergabung bersama dengan alasan klise
khawatir mengganggu murid lainnya. Sebenarnya kekhawatiran itu dapat diatasi bila murid
ABK
memiliki guru pendamping yang seyogyanya dibayar oleh orang tua murid, karena
pihak sekolah belum mampu menyediakan guru pendamping. Ironisnya orang tua ABK yang
mendaftar, kebanyakan dari golongan menengah kebawah yang ekonominya terbatas.
Psikolog

pun

memeratakan

profil

setiap

murid

seperti

karakter, sikap belajar, kemandirian, kendala belajar dan bagi anak anak spesial, dilengkapi
juga dengan identifikasi hambatan.
5. Hak Berpolitik Belum Berprioritas
Nuning Suryatiningsih ketua CIQAL (Centre for Improving Qualifred Activity in
Life of People With Disabilites) sebuah organisasi penyandang cacat di Yogya dan juga
anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sleman menyampaikan pengalaman para
penyandang disabilitas dalam hak berpolitiknya.
Mengenai hak berpolitik penyandang disabilitas, Nuning mengakui kalau selama ini
mereka diajak bergabung dalam Parpol, hanya sebagai pelengkap bukan komitmen. Peran dan
partisipasinya belum menjadi prioritas, sehingga belum diperhitungkan secara tegas. Oleh
karena itu Nuning menyarankan agar dalam UU tentang Parpol penting dimasukkan tentang
qouta bagi penyandang disabilitas dalam daftar calon, sehingga bukan hanya sebagai
pelengkap penderita.
6.

Sinergikan Penyandang Cacat dan Masyarakat


Praktisi Bidang Kesejahteraan Sosial bagi Penyandang Cacat Sarsito Sarwono,
menyatakan bahwa dunia sosial terdiri atas dua kelompok, yaitu mereka yang perlu dibantu
disebut sebagai mampu membantu. Mereka yang perlu dibantu disebut sebagai penyandang
masalah kesejahteraan sosial (PMKS), sedangkan mereka yang mampu membantu disebut
potensi sumber kesejahteraan sosial (PSKS) yang mencakup masyarakat, dunia usahadan
pemerintah. Perlu dipahami adalah bahwa masalah sosial merupakan masalah multi dimensi,
sehingga untuk menyelesaikannya perlu keterpaduan upaya dari berbagai pihak dan berbagai
disiplin ilmu. Hal lain yang perlu digarisbawahi juga adalah bahwa masalah sosial tidak akan
dapat terselesaikan tanpa kemauan dan usaha dari penyandang masalahnya sendiri.
Masalah penyandang cacat merupakan salah satu bagian dari 7 prioritas
penanggulangan masalah sosial yaitu kemiskinan , kacacatan, keterpencilan, ketunaan sosial,

dan penyimpangan perilaku, korban bencana serta korban tindak kekerasan, eksploitasi dan
kriminisasi. Dukungan pemeritah dalam bentuk peraturan perundang-undangan di bidang
kesejahteraan sosial sudah banyak, apalagi yang berkaitan dengan penyandang cacat.
Termasuk ketentuan yang berkaitan dengan pemenuhan hak hak penyandang cacat dibidang
sosial, pendidikan dan ketenagakerjaan, hanya sangat disayangkan, peraturan perundangundangan, kurang disosialisasikan dan relatif tidak dijalankan dengan baik karena sanks
pelanggarannya

tidak

jelas

atau

malah

tidak

diterapkan.
Peran orang tua beserta keluarga sangat penting terhadap perkembangan anak
penyandang cacat. Kebanyakan penyandang cacat yang sukses dalam karirnya karena
mendapat dukungan penuh dari orang tua dan keluarganya. Masyarakat terkadang masih
menganggap memiliki anak cacat merupakan aib keluarga.padahal tidak ada satu pun
pasangan suami-istri yang menginginkan punya anak cacat.pandangan masyarakat ini perlu
diubah. Hal yang palinhg esensial dalam upaya merehabilitasi para penyandang cacat adalah
membangun kepercayaan diri dan kreativitasnya. Orang yang percaya diri akan berani tampil
dan berani menghadapi tantangan. Sedangkan pikiran dan kreatif akan mampu memecahan
masalah dan mengatasi masalah hambatan.
7.

Peran Orang Tua Nomor Satu


Menurut Teti Ichsan, Ketua Perkumpulan Peduli Anak, menegaskan sejak awal orang
tua anak-anak special nedds sudah harus memiliki aspirasi megenai perkembangan anak
nantinya, mau bagaimana dan mau diapakan. Semua hal tersebut menurutnya harus
disosialisasikan dan dibangun sejak dini di dalam masyarakat inklusif sehingga mereka akan
menghargai perbedaan serta tidak lagi memandang iba terhadap anak anak berkebutuhan
khusus. Diharuskan ada stimulasi dini sejak lahir terhadap anak dan orang tua mesti banyak
menyerap pengetahuan tentang jenis kelainan yang disandang anak-anak.
Orang tua juga mesti bersikap lebih terbuka kepada lingkungan dan selalu mengajak
anak-anaknya bersosialisasi dengan masyarakat. Seluruh keluarga harus dikondisikan
menerima anak-anak special needs ini dengan tangna terbuka. Itu berarti termasuk pembantu
rumah tangga, pengemudi atau pun orang-orang di sekitarnya yang perlu diberikan
pendidikan tentang cara merawat, mendampingi, dan mengajak bermain anakanak tersebut
sehingga mereka turut mengasuh dengan tulus. Banyak orang tua anak-anak special needs
berkaca pada keberhasilan sebagian dari mereka yang dianggap mampu mencapai rekor pada
bidang tertentu. Di saat anak itu tidak berhasil pada bidang tertentu. Di saat anaknya sendiri
tidak berhasil pada titik itu orang tua malah menjadi depresi sendiri, terutama bagi anak

down syndrome dimana mereka mempunyai keterlambatan berpikir dan penanganan yang
tidak sama jika dibandingkan dengan anak penyandang tunadaksa.

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Anak-anak spesial adalah julukan manis untuk anak spesial needs, anak
berkebutuhan khusus (ABK), yang dipergunakan oleh para orang tua yang putra-putrinya
menyandang predikat tersebut. Biasanya pemakaian singkatan ABK ini diterapkan di
berbagai lembaga pendidikan seperti di sekolah, tempat terapi atau universitas. Bagi
masyarakat, terutama di perkotaan, ABK yaitu anak-anak yang menyandang kelainan ataupun
kekurangan secara fisik dan mental.
Adapun yang disebut anak-anak berkebutuhan khusus atau anak-anak special needs
adalah: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, down syndrome, autis, ADHD, tunadaksa,
tunalaras, tunawicara, tunaganda, kesulitan belajar, dan anak-anak berkebutuhan khusus
lainnya.
Keberadaan SLB merupakan solusi pertama bagi pemenuhan seluruh warga negara
berkebutuhan khusus dalam mendapatkan keterampilan primer. Dengan adanya sekolah
inklusi saat ini merupakan alternatif bagi anak berkebutuhan khusus terutama bagi anak yang
kesulitan belajar. Yang dimaksud dengan kesulitan belajar atau gangguan belajar (learning
disorder) adalah gangguan belajar pada anak yang ditandai dengan adanya kesenjangan yang
signifikan antara intelegensi dengan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai. Adapun
pengenalan dini pada perkembangan anak merupakan suatu proses yang penting untuk
memahami potensi dan kebutuhan mereka. Semakin dini proses ini dilakukan, maka upaya
pengembangan potensi anak juga semakin efektif. Identifikasi dini pada masa sekolah sangat
menentukan perkembangan anak-anak di masa mendatang.
3.2 Saran
Adanya kerjasama antara orang tua dan pihak sekolah atau pembimbing dari peserta
didik yang mengalami kesulitan belajar. Menciptakan lingkungan yang mendukung potensi
serta minat dan bakat peserta didik, sehingga peserta didik dapat mengeksplor potensi yang
dimilikinya dan membangun kepercayaan diri dari peserta didik. Pendidik diharapkan
mempunyai wawasan dan pengetahuan yang luas mengenai penanganan kesulitan belajar
yang dialami peserta didik, pendidik serta orang tua berinovasi untuk memfasilitasi kegiatan
pembelajaran peserta didik. Selain itu, pendidik diharapkan melakukan komunikasi yang

intens dengan peserta didik ataupun dengan orang tua. Sehingga, dapat menemukan solusi
cara pembelajaran yang tepat untuk setiap peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA
Pandji, Dewi. 2013. Sudahkah Kita Ramah Anak Special Needs. PT. Gramedia : Jakarta.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus tidak hanya anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
tunadaksa, dan tunalaras saja. Anak autistik merupakan anak berkebutuhan khusus. Anak
autistic memiliki jumlah yang cukup banyak dilingkungan masyarakat. Autism merupakan
suatu kelainan yang serius dan kompleks. Kelainan ini serius karena didapati kelainan
neuroanatomis yang permanen pada otak kecil, system limbic dan lobus parietalis. Anak ini

juga membutuhkan suatu layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
yang dimilikinya untuk mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya.
Media informasi yang kini dibangun dan mengalir di mana-mana seakan memberi
secercah pengetahuan tambahan dan juga kesadaran untuk bersikap jauh lebih terbuka
mengenai keberadaan anak-anak special nedds ini. Keluarga yang memiliki putra-putri
berkebutuhan khusus pun tak lagi mesti malu, apalagi menyembunyikan keberadaan buah
hati mereka. Perlu disadari bahwa keberadaan anak-anak dengan kondisi berbeda yang
membaur di lingkungan kita bukan lagi menjadi hal yang tabu atau ditampik. Mewujudkan
kesetaraan hak, kesempatan hidup semua manusia terlepas dari bagaimana pun kondisi fisik
dan psikis adalah suatu keniscayaan yang kian hari kian dituntut manifestasinya. Di lembaga
pendidikan, pada lapangan kerja, individu berkebutuhan khusus akan semakin sering kita
temui sebagai implementasi dari persamaan hak tersebut. Mungkin kita tak lagi setengahsetengah dalam mengenali seseorang yang dilahirkan spesial.
1.2 Tujuan
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan Anak
Berkebutuhan Khusus yang diberikan oleh dosen pengampu yaitu Dr. Ahmad Waki, M.A.
Selain itu untuk memberikan suatu pengetahuan kepada mahasiswa sebagai bahan diskusi
kelas.

1.3 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu sebagai berikut:
a. Apakah yang dimaksud dengan anak Special Needs ?
b. Siapa saja yang termasuk anak Special Needs ?
c. Bagaimana penanganan anak special needs dalam sejarah ?
d. Bagaimana pendidikan anak Special Needs ?
e. Bagaimana Profil Anak Special Needs dan Orang Tuanya ?
f. Bagaimana Dedikasi Sosok di Belakang Anak Special Needs ?
g. Apa Penjelasan Fakta, Dilema, dan Harapan bagi Anak Special Needs ?
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode pustaka, yaitu dengan
melihat sumber dari buku.
1.5 Sistematika Penulisan
Berikut adalah sistematika penulisan makalah ini :
BAB I

Pendahuluan terdiri atas latar belakang, tujuan penulisan, rumusan masalah,


penulisan, dan sistematika penulisan.

metode

BAB II

BAB III

Pembahasan terdiri atas pengertian anak special needs, Macam-macam anak special needs,
penanganan anak special needs dalam sejarah, pendidikan znak special needs, profil anak
special needs, dedikasi sosok di belakang anak special needs, fakta, dilema, dan harapan anak
special needs.
Penutup terdiri atas Simpulan dan saran.
Untuk mempertanggungjawabkan penulisan disertai daftar pustaka.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pegertian anak Special Needs
Anak-anak spesial adalah julukan manis untuk anak spesial needs, anak
berkebutuhan khusus (ABK), yang dipergunakan oleh para orang tua yang putra-putrinya
menyandang predikat tersebut. Biasanya pemakaian singkatan ABK ini diterapkan di
berbagai lembaga pendidikan seperti di sekolah, tempat terapi atau universitas. Bagi
masyarakat, terutama di perkotaan, ABK yaitu anak-anak yang menyandang kelainan ataupun
kekurangan secara fisik dan mental.
Prof. Frieda Mangunsong, guru besar Psikologi Universitas Indonesia, mengatakan
bahwa pengertian anak yang tergolong luar biasa atau memiliki kebutuhan khusus adalah:
Anak yang secara signifikan berbeda dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya.
Mereka yang secara fisik, psikologis, kognitif atau sosial terhambat dalam mencapai tujuantujuan atau kebutuhan dan potensinya secara maksimal, meliputi mereka yang tuli, buta,
mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan emosional. Juga
anak-anak yang berbakat dengan intelegensi yang tinggi dapat dikategorikan sebagai anak
khusus atau luar biasa karena memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga
profesional.
Adapun beberapa istilah yang sering kita dengar namun nampak keliru dalam
mengartikannya, diantaraya:
1. Impairment atau kerusakan
Ini berkaitan dengan suatu penyakit atau rusaknya suatu jaringan dalam tubuh sehingga
menibulkan kekhususan pada diri seseorang. Sebagai contoh, bayi yang kekurangan oksigen
pada saat proses kelahirannya akhirnya mengalami kerusakan otak dan syaraf lainnya,
akhirnya terjadilah kelumpuhan otak (cerebral palsy).
2. Disability atau kekhususan
Hal ini menunjukkan konsekuensi fungsional dari kerusakan bagian tubuh yang dialami
seseorang. Contohnya, seseorang yang pertumbuhan kakinya menjadi tidak normal akibat
terjangkit polio. Untuk selanjutnya ia tidak bisa beraktivitas leluasa apabila tidak dibantu
dengan alat penunjang khusus seperti kruk, kursi roda, atau kaki palsu.
3. Handicapped atau ketidakmampuan
Hal ini merupakan konsekuensi sosial yang dialami seseorang berkebutuhan khusus
ketika ia berinteraksi dengan lingkungannya. Sebagai contoh, seorang tunanetra bisa
membaca tetapi tentu saja ia tak mungkin membaca huruf awas dan hanya dapat membaca
huruf Braille. Sehingga apabila seorang tunarungu dapat melakukan perjalanan jauh seorang
diri dengan berpatokan pada peta konvensional dan papan petunjuk jalan, seorang tunanetra

tidak bisa melakukan hal yang sama tanpa orang lain yang mendampingi, atau perangkat
teknologi yang mentransfer tampilan visual ke audio.
2.2 Macam-macam Anak Special Needs
Ada beberapa anak-anak special needs yang bisa kita sebut populer di Indonesia
karena tergolong mudah ditemui atau sekedar mendengarnya dalam berbagai kesempatan.
Siapa saja yang disebut anak-anak berkebutuhan khusus atau anak-anak special needs ini,
mereka adalah sebagai berikut:
1. Tunanetra
Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan, dapat
diklasifikasikan ke dalam dua golongan, yaitu buta total (blind) dan low vision. Tunanetra
tidak berarti selalu tidak mampu melihat secara keseluruhan.
Dalam konteks individu berkebutuhan khusus, tunanetra berarti setiap gangguan atau
kelainan yang terjadi pada indra penglihatan seseorang sehingga mengalami kendala dalam
beraktivitas dan akhirnya, mereka pun memerlukan alat khusus yang dapat membantu
penglihatan atau menggantikan fungsi matanya. Oleh karena tunanetra memiliki keterbatasan
dalam indra penglihatan, maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain,
yaitu indra peraba dan indra pendengaran, sebab itu prinsip yang harus diperhatiakn dalam
memberikan pengajaran kepada individu-individu tunanetra adalah media yang digunakan
harus bersifat faktual dan bersuara. Contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar
timbul, benda model dan benda nyata. Sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder
dan peranti lunak JAWS.
Anak yang buta sejak lahir secara alamiah memiliki persepsi tentang dunia yang jelas
berbeda daripada anak yang kehilangan penglihatannya pada usia 12 tahun. Kerusakan
penglihatan sejak lahir disebabkan bermacam-macam penyebab seperti faktor keturunan atau
infeksi misalnya campak Jerman yang ditularkan ibu saat janin masih dalam proses
pembentukan disaat kehamilan.
2. Tunarungu
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran, baik
permanen maupun tidak permanen. Alat untuk mengukur kemampuan dengar secara
kuantitatif disebut audiometric. Dari pemeriksaan menggunakan audiometric dapat diperoleh
klasifikasi kemampuan mendengar suara sesuai level yang dinyatakan dalam satuan desibel
(dB). Dari mulai gangguan pendengaran sangat ringan, dimana penderitanya tidak bisa
menangkap jelas suara bisikan sampai pada gangguan pendengaran ekstrem (tuli) yang tidak
bisa mendengar dering telepon atau keramaian lalu lintas besar.
Karena memiliki kesulitan dalam pendengaran, individu tunarungu memiliki hambatan
dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Individu tunarungu juga
cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak. Masalah yang

dihadapi oleh anak tunarungu cukup berat dan biasanya bersumber dari kurangnya
kemampuan untuk berkomunikasi.
Pendekatan komunikasi yang banyak digunakan pada anak tunarungu, yaitu latihan
pendengaran, oralism, manualism, dan komunikasi total. Latihan pendengaran secara
a.
b.
c.
d.
e.

sistematis mengembangkan kemampuan anak untuk menyadari dan membedakan:


Suara-suara yang mencolok, termasuk suara-suara lingkungan.
Pola irama berbicara dan irama musik.
Pengenalan huruf hidup.
Penegnalan huruf mati.
Bicara dalam situasi ramai atau bising.
Indikator yang bisa dengan mudah kita lihat untuk menengarai gangguan pendengaran

pada seorang anak, diantaranya:


a. Perkembangan bahasa terlambat. Dalam tahun pertama kehidupannya, anak tunarungu
mengeluarkan bunyi-bunyian tidak berbeda dengan anak normal. Memasuki usia 12-18
bulan, anak normal mulai menggunakan kata-kata pertama sementara anak tunarungu belum
menampakkan kemampuan membunyikan kata-kata yang terarah. Pada usia 2 tahun jika
seorang anak masih juga belum memperlihatkan kemampuan berbicara, patut dicurigai ia
mengalami gangguan pendengaran dan tentunya dibutuhkan serangkaian diagnosis klinis
untuk lebih memastikan.
b. Memperdengarkan suara terlalu lembut ataupun keras tanpa ia menyadari.
c. Berulang kali menanyakan sesuatu yang baru saja disampaikan, lambat bereaksi terhadap
suatu instruksi karena tidak menangkap pesan secara utuh, salah menginterpretasikan atau
sering meminta seseorang mengulangi perkataannya.
d. Sulit mengulangi suara, kata-kata, lagu, irama, atau mengingat nama.
e. Bingung membedakan kata yang bunyinya hampir sama atau membuat kesalahan dalam
pelafalan kata-kata (seperti menghilangkan konsonan di akhir kata).
f. Konsentrasi berlebihan terhadap wajah dan gerak mulut pembicara.
g. Mengalami keluhan fisik seperti merasa ada suara bising di telinga, nyeri di telinga, merasa
ada benda di dalam telinga, mendengar dengungan, sering demam dan mengalami infeksi
seputar telinga hidung tenggorokan.
Berbagai macam penyebab ketunarunguan dibagi dalam empat hal besar yaitu:
trauma, penyakit, herditer, dan kelainan genetik. Trauma misalkan akibat tusukan benda
tajam kedalam telinga atau benturan di kepala yang merusak syaraf pendengaran. Penyakit
seperti virus rubella dalam masa kehamilan dan sifilis kongenital.
3. Tunagrahita
Tunagrahita adalah individu yang memiliki tingakat intelegensia. Istilah seperti cacat
mental, bodoh, dungu, pandir, lemah pikiran adalah sebutan yang terlebih dulu dikenal
sebelum tunagrahita. Grahita sendiri artinya adalah pikiran dan tuna adalah kerugian.
Klasifikasi tunagrahita berdasarkan :

a.
b.
c.
d.

Tunagrahita ringan (IQ : 51-70)


Tunagrahita sedang ( IQ : 36-51)
Tunagrahita berat ( IQ : 20-35)
Tunagrahita sangat berat ( IQ dibawah 20 )
Penyebab seorang anak menjadi tunagrahita begitu beragam, mulai dari infeksi,
trauma fisik, kelainan genetik, kelainan prematur dan lain sebagainya. Secara garis besar
terjadinya tunagrahita adalah bersumber dari luar, seperti paparan sinar X-Rays, pengaruh
zat-zat yang bersifat toxic kerusakan otak saat lahir atau terjangkit virus penyakit dan
bersumber dari dalam, sepeerti abnormalitas pembentukan kromosom.
Kita masih sering menyamakan tunagrahita dengan down syndrome. Yang benar
adalah down syndrome merupakan salah satu bentuk retardasi mental yang menunjukan
keterbatasan signifikan dalam fungsi intelektual maupun adaptif. mitos-mitos lain mengenai

tunagrahita yang semestinya mulai ditepiskan adalah:


a. Terbatasan intelektual tunagrahita tidak mentok tanpa perkembngan sepanjang hidupnya.
Dengan latihan, motivasi dan pendidikan khusus, tunagrahita terutama yang hanya ringan
sampai sedang perkembangan kemampuan mereka dapat meningkat secara baik dalam bidang
apapun yang memungkinan bagi meraka.
b. Tunagrahita bisa dideteksi sejak dari bayi. Ini lebih cocok berlaku bagi penyandang down
syndrome yang sejak lahir memiliki tampilan fisik berbeda atau sewaktu masih janin didalam
rahim dapat dilakukan test pendeteksi sendiri.
Secara statistik, sindroma down adalah sumber gangguan yang terjadi sebesar 5-6 %
dari total kasus tunagrahita. Meski terhitung sedikit jika dilihat dari jumlah keseluruhan kasus
tunagrahita, down syndrome lebih menyita perhatian karena karaktersistik fisiknya yang
mudah dikenali. Seorang DS (down syndrome) bisa memiliki beberapa atau semua ciri khas
seperti dagu sangat kecil, mata sipit dengan lipatan kulit di sudut dalam mata, kelemahan
otot-otot, hidung datar, garis telapak tangan hanya satu, lidah menonjol, wajah sangat bulat
dan ukuran kepala yang besar.
DS (down syndrome) dikenal juga dengan istilah Trisomy 21 yakni terjadinya
kelainan pada kromosom ke-21. Penyimpangan tersebut tertangkap dalam penelitian oleh dr.
Jerome Lejeune di tahun 1959. Normalnya jumlah kromosom seorang manusia adalah 46
pasang, tetapi seorang DS (down syndrome) memiliki 47 pasang kromosom.
Menurut Dra. Teti Ichsan, M.Si, peneliti down syndrome, salah satu dampak dari
abnormalitas kromosom 21 pada anak yang memiliki DS adalah keterbelakangan intelektual
yang erat kaitannya dengan kemampuan akademik, kecerdasan majemuk, memberikan ruang
untuk dapat berkembangnya berbagai unsur-unsur dari kecerdasan tersebut. Namun apabila
mereka difasilitasi, didorong, dan diberi kesempatan dalam mengembangkan kecerdasan

tersebut, tidak menutup kemungkinan mereka mampu mencapai optimalisasi sesuai dengan
kapasitas yang dimilikinya.
4. Autisme
Autisme yaitu penarikan diri yang ekstrem dari lingkungan sosialnya, gangguan
dalam berkomunikasi, serta tingkah laku yang terbatas dan berulang yang muncul sebelum
usia 3 tahun.
Seorang autis berinteraksi dengan cara sangat berbeda, jika gangguannya parah, ia
benar-benar menunjukkan sikap tidak tertarik pada orang lain. Gejala khas lain yang sering
terdapat pada autis adalah menghindar dari kontak mata dan kontak fisik. Membenci suara
keras, bau tertentu atau cahaya terlalu terang. Dalam interaksi sosial sehari-hari begitu
banyak pesan nonverbal saling ditukarkan dan pemaknaan secara abstrak pada berbagai hal.
Seorang autis tidak bisa memahami komponen komunikasi tersebut diakibatkan terdapat
semacam kegagalan neurobiologis dalam tubuh mereka. Lebih mudah bagi mereka untuk
mengerti sesuatu melalui gambar konkret dan memakai asosiasi daripada berlogika.
Beberapa jenis ASD (Autism Spectrum Disorder) yang paling umum dialami, yaitu:
a. Autisme. Pengertian dan gejalanya telah dipaparkan di atas. Sebagai informasi tambahan,
gejala-gejala tersebut muncul sebelum usia 3 tahun dan prevelansinya 4 kali lebih banyak
menimpa anak laki-laki daripada perempuan.
b. Asperger Sindrom. Ini juga lebih besar menimpa anak laki-laki daripada perempuan. Jika
anda melihat seseorang yang disebut autis tetapi ia tidak tampak kesulitan dalam berbahasa
dan berkomunikasi namun hanya sekedar terkesan canggung bergaul, kikuk atau kasar/tak
sopan, mungkin ia menyandang sindrom asperger. Rata-rata nilai intelektual seorang asperger
adalah normal bahkan tinggi, begitu juga kemampuan verbalnya. Permasalahan utama
asperger terletak pada gangguan dalam memahami petunjuk sosial, oleh karena itu kerap
mereka disalahmengertikan sebagai individu yang tidak menghargai etika bersosial. Asperger
dapat disebut autis ringan namun tetap membutuhkan perlakuan dan pendidikan khusus agar
di masa dewasa ia bisa mengatasi hambatan dalam interaksi sosial dalam lingkungannya.
c. Rett Sindrom. Banyak dialami anak perempuan di usia 7-24 bulan. Sebelumnya anak
mengalami perkembangan normal, tetapi kemudian mengalami kemunduran yang mencakup
keterampilan motorik yang telah dikuasai, kemampuan berbahasa, gerakan stereotipik seperti
sedang mencuri tangan dan membahasi tangan dengan air liur, hambatan mengunyah
makanan.
d. Childhood Disintegrative Disorder. Pada usia 2-10 tahun, anak berkembang normal sebelum
mengalami kemunduran signifikan pada keterampilan yang telah dikuasai daan terjadi
gangguan pada fungsi sosial, komunikasi serta perilaku. Pada beberapa kasus, penderitanya
terus mengalami kemunduruan hingga tiba di kondisi retardasi mental berat.

e.

Pervasive Developmental Disorder not Otherwise Specified (PDD-NOS), individu


mengalami gejala autisme setelah usia 3 tahun atau lebih.

Sebagian besar ilmuwan mengemukakan pendapat terdapat faktor herediter


penyebab autisme pada seseorang. Anak yang didiagnosis autis apabila ditelusuri garis
keturunannya, maka ada salah satu anggota keluarga yang mengalami gangguan sejenis,
meski tidak selalu sama-sama autis. Peneliti lainnya memilih memperluas penyebab autisme
adalah akibat faktor lingkungan selama kehamilan. Apakah itu diakibatkan infeksi virus,
bakteri tertentu, kontaminasi udara atau kontak dengan zat kimia berbahaya seperti pestisida.
Pada penyandang autisme, disebabkan oleh suatu hal, beberapa sel dan
koneksinya tidak berkembang baik bahkan mengalami kerusakan. Gangguan koneksi ini
terutama terjadi pada neuron-neuron yang bertanggung jawab di are komunikasi, emosi dan
kesadaran.
5. ADHD, Gangguan Atensi dan Hiperaktif, Bukan Nakal Biasa
Attention Defisit and Hyperactive Disorder. Gangguan Hiperaktif dan Minimnya
Rentang Perhatian. Attention Defisit and Hyperactive Disorder merupakan kondisi kronis
yang terus berlangsung sampai seseorang dewasa. Yang menjadi gejala utamanya adalah
ketidakmampuan berkonsentrasi atau memperhatikan sebuah objek pada rentang waktu
minimal dan juga hiperaktivitas disertai impusifitas dalam perilaku sehari-hari.
Seorang anak dicurigai ADHD apabila tindakan-tindakan di atas terus berlangsung
lebih dari 6 bulan, bertindak demikian hampir di setiap lingkungan di mana ia berada,
(banyak anak yang tampak sering lepas kendali aktivitasnya bila di rumah tetapi menjadi
lebih pendiam jika di sekolah), tindakannya tersebut menimbulkan masalah hubungan dengan
anak lain atau juga dewasa dan masalah dalam tugas sekolah serta kesehariannya.
Apabila discan, citra otak seorang ADHD memang memiliki perbedaan cukup nyata
dengan otak yang tidak mengalami ADHD. Pada seorang yang didiagnosis ADHD terdapat
tanda kurang aktifnya area otak yang mengontrol tingkat aktivitas dan perhatian.
6. Tunadaksa
Tuna berarti kerugian atau tidak punya. Daksa adalah anggota tubuh. Tunadaksa
adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh beragam hal seperti di
antaranya kelainan neuromuskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit seperti
infeksi di masa kehamilan, plasenta yang tidak mencukupi (darah janin dan ibu tidak
kompatibel), kelahiran prematur, cerebral palsy. Trauma fisik, penyakit kronis serta faktor-

a.

faktor terkait lainnya yang dapat membahayakan setelah kelahiran.


Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah :
Ringan, yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik, tetapi masih dapat

b.
c.

ditingkatkan melalui terapi.


Sedang, yaitu memiliki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik.
Berat, yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol

gerakan fisik.
7. Tunalaras

Pernah disebut sebagai emotionally disturbed, tetapi lalu dinilai kurang pas dan
diubah jadi seriously behavioral disabled, ini pun lalu dipersingkat menjadi behavioral
disabled saja. Belakangan dilakukan penggabungan menjadi emotional or behavioral
disorder.
Karakteristik sosial dan emosional anak dengan gangguan emosional tingkah laku
a.

adalah :
Tingkah laku yang tidak terarah (tidak patuh, perkelahian, perusakan, pengucapan kata-kata

b.

kotor dan tidak senonoh, senang memerintah, kurang ajar).


Gangguan kepribadian (merasa rendah diri, cemas, pemalu, depresi, kesedihan yang

c.

mendalam, menarik diri dari pergaulan).


Tidak matang dalam sikap, cepat bingung, perhatian terbatas, senang melamun, berkhayal,

d.

senang bergaul dengan yang lebih muda.


Pelanggaran sosial (terlibat dalam aktivitas geng, mencuri, membolos, begadang).

Tunalaras karena gangguan emosional atau tingkah laku terdiri dari faktor-faktor
gangguan biologis, hubungan keluarga yang tidak sehat, serta faktor eksternal seperti
pengalaman di sekolah yang tidak diharapkan dan pengaruh masyarakat yang buruk.
8. Tunawicara
Tunawicara adalah kondisi khusus yang justru laku dijual sebagai komoditas hiburan.
Setiap gangguan bicara yang dialami seseorang daan berpotensi menghambat komunikasi
verbal yang efektif disebut tunawicara.
Gangguan bicara dapat muncul dalam berbagai bentuk. Terlambat bicara, artikulasi
yang aneh dan tidak sesuai, gagap, tidak mampu menggunakan kata-kata yang tepat sesuai
konteks, penggunaan bahasa yang aneh atau sedikit sekali bicara. Dalam bahasa ilmiahnya
disebut Expressive Aphasia atau severe languange delay.
Karakteristik khusus pada anak tunawicara :
a. Terjadi pada anak-anak yang lahir prematur.
b. Kemungkinannya empat kali lipat pada anak yang belum berjalan pada usia 18 bulan.
c. Belum bisa berbicara dalam bentuk kalimat pada usia dua tahun.
d. Memiliki gangguan penglihatan.
e. Sering dikategorikan sebagai anak yang kikuk oleh gurunya.
f. Dari segi perilaku kurang bisa menyesuaikan diri.
g. Sulit membaca.
h. Banyak terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan.
9. Tunaganda
Seseorang yang memiliki kerusakan, kekhususan dan ketidakmampuan dalam
beberapa hal sekaligus. Penyebab seseorang menjadi tunaganda dapat disebabkan trauma
pada otak, luka waktu lahir (kelahiran sukar), hydrocephalus, penyakit infeksi, misalnya
TBC, cacar, meningitis, dan faktor keturunan antara lain kerusakan pada benih plasma, dan
hasil perkawinan dari ayah dan ibu yang rendah intelegensi dapat diturunkan pada anak.
10. Kesulitan Belajar

Anak-anak berkebutuhan khusus yang termasuk dalam kategori ini sebenarnya tidak
mengalami permasalahan dengan daya inteligensia hanya saja diperlukan strategi belajar
tersendiri yang dapat mengakomodir potensi mereka yang terhambat karena gangguangangguan motorik, persepsi- motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah
dan ruang serta keterlambatan konsep.
Mereka memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang
mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang disebabkan
karena gangguan persepsi seperti dyslexia (gangguan bahasa), discalculia (gangguan
matematika) dan dysgraphia (gangguan menulis).
Penyebab kesulitan belajar terbagi dalam beberapa bagian antara lain disfungsi
minimal otak, tidak adanya dominasi lateralitas, adanya penyimpangan visual, adanya
perkembangan yang tidak normal, penyimpangan psikologos, adanya penyebab yang bersifat
genetik, pengaruh/kesalahan dalam cara mengajar dan deprivasi dalam proses berpikir.
11. Anak-anak Berkebutuhan Khusus Lainnya
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pasal 3, ayat 4, bahwa
warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus. Gifted Children, atau dikenal juga sebagai anak-anak berbakat. Karakter
yang biasa melekat pada seorang anak berbakat diantaranya adalah: sangat observatif,
memiliki memori sangat baik, rasa ingin tahu yang besar, rentang perhatian panjang,
tanggung jawab terhadap tugas, pembelajar cepat, mampu memahami dan menjelaskan hal
abstrak dan konseptual, pemecah masalah yang andal, imajinasi kuat yang diwujudkan dalam
kekreativitasan di atas rata-rata.
Selain anak-anak genius adalah bagian dari warga negara yang berkebutuhan khusu
ternyata warga negara yang terbelakang, berada di daerah terpencil dimasukkan juga ke
dalam kategori berkebutuhan khusus.
2.3 Penanganan Anak Special Needs dalam Sejarah
Pada zaman permulaan masehi, anak-anak yang terlahir dengan keadaan
berkelainan fisik biasanya diperlakukan secara tidak manusiawi karena dianggap sebagai
kutukan. Anak-anak dengan kelainan mental tersebut dianggap kerasukan roh jahat sehingga
harus dikurung. Autisme sebenarnya telah ada sepanjang sejarah hidup manusia, namun pada
zaman tersebut autisme disamakan dengan ketidakwarasan atau penyakit mental yang
disebabkan oleh hal-hal mistis. Tak jarang, penyandang yang seharusnya mendapatkan
perhatian malah mendapat hukuman karena orang pada masa itu takut pada pengaruh sihir
jahat. Dalam perkembangan dunia modern pun, penyebab autisme sempat ditundingkan
kepada ibu yang melahirkan. Refrigerator Mother atau ibu dengan sifat dinginlah yang
menolak untuk memberi kehangatan serta kasih sayang dan telah menyebabkan bayinya
tumbuh besar menjadi anak autis.

Seiring peradaban barat yang mulai keluar dari zaman kegelapan, perlakuan kepada
anak-anak cacat pun mulai mengalami perbaikan. Alat dan teknologi penunjang kegiatan
anak-anak berkebutuhan khusus mulai dikembangkan menjadi lebih mumpuni. Hasil
penelitian dipublikasikan, diterapkan dimasyarakat,diteliti ulang oleh ilmuwan lain lalu
dikoreksi atau disempurnakan. Dalam perkembangannya, sistem baca-tulis, notasi musik
serta matematika Braille ditemukan oleh seorang tunanetra berusia 12 tahun bernama Louise
Braille. Sistem tersebut ia adopsi dari trik bertukar pesan rahasia di kalangan prajurit saat
berada di medan perang. Juan Pablo Bonet dianggap pioner modern yang menerapkan terapi
bicara, fonetik dan terapi oral kepada anak yang tunarungu dengan menambahkan bentuk
petunjuk dasar alfabet ke dalam isyarat yang sudah ada. Umumnya bahasa isyarat
terkomposisi dengan gabungan gesture,mimik,isyarat tangan dan ejaan dengan memakai jari.
Cara bahasa isyarat bekerja ialah dengan mempresentasikan keseluruhan ide dan bukan kata
tunggal.
Di abad ke-18, Jean Marc Gaspard Itard, seorang dokter Perancis yang mengepalai
sebuah institusi nasional bisu-tuli, dinilai sebagai tokoh yang memulai pengembangan
metode pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, Itard merumuskan konsep
pendidikan pedagogi setelah melakukan observasi dan penelitian terhadap bocah serigala
Victor of Aveyron, yang kisahnya melegenda dan menginspirasi pembuatan film-film modern
tentang manusia yang sejak kecil hidup tanpa manusia lain di hutan rimba.
Maria Montessori adalah salah satu murid Itard. Ia mengembangkan sistem
pendidikan berbasis karakter yang hingga detik ini masih digunakan di Sekolah di berbagai
belahan dunia. Secara garis besar sistem Montessori ini menghargai dan menilai setiap anak
sebagai individu unik yang memiliki potensi masing-masing dan tidak dapat disamakan satu
dengan yang lain. Dalam sistem Montessori ditekankan pengembangan keterampilan sosial
dan emosional sebagai pendamping skill intelektual.
Melengkapi kontribusi sistem pendidikan khusus ke arah yang lebih menjanjikan,
kita bisa sebut juga sumbangan Alfred Binet, seorang Psikolog Perancis yang telah
mengembangkan bentuk tes intelegensia di permulaan tahun 1990. Tes Binet sampai sekarang
dipergunakan untuk mengukur standar intelektual seseorang mulai rentang usia 2-23 tahun.
Tes ini menunjukan apakah seseorang mengalami hambatan intelegensia dan dikategoriakan
berkebutuhan khusus.
2.4 Pendidikan Anak Special Needs
1. Pendidikan Khusus
Mulai dari Hellen Keller, tunaganda yang menjelma menjadi seorang aktivis politik
dan dosen. Temple Gadin, doktor di bidang sains hewan yang autis, Stephen Hawking, ahli
fisika dan ahli matematika tunadaksa atau juga Charles Burke aktor televisi, penyanyi yang
down syndrome, kata kunci yang menghantarkan mereka menjadi tokoh-tokoh berprestasi
skala internasional adalah : pendidikan dengan pendekatan khusus yang tepat dan diberikan
dengan kesungguhan. Tidak hanya peran lembaga pendidikan yang menonjol, tetapi jangan
lupakan orang-orang yang berada di lingkungan utama mereka. Orang tua, keluarga, tutor,
pembimbing, guru dan semacamnya.
Sebelum negara Amerika Serikat mengesahkan UU pemerintah yang menetapkan
dan menjamin hak semua anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pendidikan, terjadi
banyak kasus diajukan ke pengadilan oleh para orang tua yang berpendapat anak-anak
mereka yang berkebutuhan khusus untuk tidak diberi kesempatan setara memperoleh
pendidikan. Padahal di masa pemerintahan Kennedy, dilanjutkan oleh Johnson telah
dirumuskan dasar-dasar untuk memberi akses kepada anak-anak berkebutuhan spesial
memperoleh pendidikan di lembaga pendidikan umum.

Pendidikan khusus di Indonesia pun telah berlandaskan yuridisme pada tahun 2003.
Di dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional dimuat pasal-pasal dan ayat-ayat yang
menspesifikasikan warga yang berhak mendapatkan pendidikan khusus. Tercantum pada UU
tersebut warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Tak ketinggalan
pula dalam salah satu ayat disebutkan warga negara yang tinggal di daerah terpencil,
terbelakang, mengalami bencana alam, bencana sosial dan tidak mampu secara ekonomi
termasuk berhak atas pendidikan khusus.
2. Sekolah Luar Biasa Solusi Pertama
Sekolah Luar Biasa adalah sekolah yang hanya menerima siswa berkebutuhan
khusus dalam beragam kondisi. Ada juga sekolah Pedagog yang pada prinsipnya sama
dengan SLB, menerima murid-murid hanya yang berkategori berkebutuhan khusus.
Pendidikan luar biasa tersebut tidak total berbeda dengan pendidikan bagi anak-anak normal
pada umumnya. Hanya saja dalam pendidikan khusus terdapat penambahan program
pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan murid-muridnya yang spesial. Sementara
kurikulumnya sendiri secara garis besar merujuk kepada kurikulum nasional.
Keberadaan SLB merupakan solusi pertama bagi pemenuhan seluruh warga negara
berkebutuhan khusus dalam mendapatkan keterampilan primer. Seorang tunanetra atau
tunarungu tidak bisa serta merta didaftarkan masuk kesekolah biasa jika sebelumnya ia belum
mendapat pelajaran baca tulis Braille atau teknik membaca bibir. Sekolah Luar Biasa adalah
jawaban atas kebutuhan utama pendidikan lanjutannya. Pelayanan yang disediakan di SLB
umumnya terdiri dari pelayanan medis, psikologis dan sosial. Karena itu di SLB senantiasa
melibatkan tenaga dokter, psikolog dan pekerja sosial dan ahli pendidikan luar biasa sebagai
sebuah tim kerja.
SLB dibagi menjadi tujuh berdasarkan kondisi ketunaan, yakni :
a. SLB A untuk tunanetra
b. SLB B untuk tunarungu
c. SLB C untuk tunagrahita yang mampu didik dan C1 untuk tunagrahita yang hanya mampu
latih.
d. SLB D untuk tunadaksa dengan intelegensia normal. D1 untuk tunadaksa yang juga
mengalami retardasi mental.
e. SLB E untuk tunalaras.
f. SLB F untuk autis.
g. SLB G untuk tunagranda.
Selain dimasukan ke Sekolah Luar Biasa, terdapat berbagai macam pilihan bagi anak
berkebutuhan khusus mampu dididik untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan.
a. Mainstreaming atau pendidikan terpadu. Anak-anak berkebutuhan khusus bersekolah ke SD
tertentu bersama anak-anak pada umumnya.
b. Kelas khusus penuh atau paruh waktu. Di sini anak-anak berkebutuhan khusus bersekolah ke
SD umum. Pada model paruh waktu maka mereka bergabung dengan anak anak lain.
Sedangkan model penuh berarti anak-anak berkebutuhan khusus disediakan kelas tersendiri
di sebuah SD umum.
c. Guru kunjung. Anak-anak berkebutuhan khusus yang domisilinya satu area dikumpulkan
dalam satu kelompok belajar secara teratur guru Pendidikan Luar Biasa datang mengadakan
kegiatan belajar mengajar di tempat.
d. Kejar paket A dan B. Sama dengan sistem Guru Kunjung terapi materi belajar yang diberikan
terpusat pada paket A dan B. Pemerintah menerapkan model ini dengan misi memberantas
tuna aksara.
e. Asrama atau Panti. Berbagai jenis anak berkebutuhan khusus diasramakan secara insidental
dengan penanggung biaya adalah Pemda setempat.

f. Workshop. Mirip dengan mode asrama, hanya saja belajar mengajar diarahkan ke latihan
prevocational, terutama dibidang pekerjaan. Diperlukan kerja sama juga antara Diknas,
Depsos, dan Depnaker.
3. Wadah Anak Special Needs
Juara-juara di SLB Kemala Bhayangkari I Trenggalek. Berbincang dengan Kepala
Seolah SLB Kemala Bhayangkari 1 Trenggalek menyiratkan bahwa Pardiono,S.Pd yang
sudah bertugas selama 24 tahun ini memang seolah menyatu dengan anak-anak didiknya.
SLB Trenggalek didirikan 38 yahun lalu dengan jumlah 17 siswa yang terdiri dar tunanetra,
tunarungu, dan tunagrahita serta 5 orang guru. Kini jumlah siswa telah bertambah menjadi
187. Sekolah ini sangat mengedepankan kegiatan keterampilan para siswanya. Bagi anak
tunanetra : masase dan kerajinan tangan. Anak tunarungu : potong rambut, menjahit, dan
bengkel. Anak tunagrahita : tataboga, budidaya ikan, dan budidaya bunga. Anak tunadaksa
dilatih berternak kambing.
Pramuka menjadi salah satu kegiatan ekstrakulikuler yang dapat dikuti oleh berbagai
jenis kekhususan. Selain itu masih banyak kegiatan lain yang dapat diikuti siswa sesuai
dengan tingkat kekhususan dan kemampuannya. Misalnya saja anak tunarungu belajar seni
pantomim dan seni tari. Anak tunagrahita belajar seni tari, deklamasi dan membaca puisi.
Anak tunanetra yang menurut Pardiono lebih peka terhadap rangsangan pendengaran, maka
dilatih untuk belajar seni music dan seni suara. Keterampilan serupa juga diberikan juga di
jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) Luar Biasa, yang didirikan tahun 2010 dengan
jumlah siswa 26. Dengan perkembangan teknologi dan komunikasi proses belajar mengajar
telah difasilitasi dengan laptop, computer, LCD projector, papan tulis interaktif dan jaringan
internet.
4. Terpadu dan Berbaur di Sekolah Inklusif
SLB dan sejenisnya merupakan jawaban mengenai pertanyaan dimana dan
bagaimanakah anak-anak khusus memperoleh amunisi berupa keterampilan hidup dasar
agar mereka bisa mandiri, tetap mempu berkarya, selarasa dengan lingkungan sosialnya serta
potensi kemanusiaannya tidak tersia-siakan. Namun dalam kerangka persepsi masyarakat
tumbuh sebuah cap yang ditempelkan kepada SLB sebagai tempat beroleh pendidikan bagi
kalangan asing. Dalam arti kata asing dalam keseharian, pengalaman dan juga empati.
Tidak ada yang salah dengan sekolah-sekolah luar biasa yang khusus menerima anak-anak
special needs saja. Harus disadari pada diri anak-anak itu terdapat urgensi agar mereka
sesegera mungkin dilatih fasih menguasai keterampilan hidup dasar yang tidak mungkin
diperoleh di sekolah-sekolah umum. Namun sengaja memisahkan dan membeda-bedakan
sekolah bagi anak-anak khusus untuk seterusnya, adalah tindakan yang berlawanan dengan

pandangan hidup yang berlaku universal bahwa semua orang terlahir ke dunia dengan hakhak yang sama. Kita belajar dan terbiasa tepo saliro mengatasi perbedaan yang hakiki antara
manusia seperti suku, ras, agama, dan lain-lain.
Ada juga anggapan bahwa pemisahan anak-anak berkebutuhan khusus ada baiknya
hanya dalam rangka pembelajaran (instruction) dan bukan dalam tujuan pendidikan. Jika
secara mental dan fisik anak special need tidak membahayakan orang lain juga dirinya
sendiri, alangkah lebih tepatnya apabila mereka diintegrasikan dalam sebuah wadah
pendidikan yang sama. Menyatukan anak special needs dengan anak-anak pada umumnya
adalah sarana bagi mereka untuk saling belajar hidup dengan cara yang lebih positif.
5. Pendidikan Inklusif
Menurut Johnen dan Skjorten (2003), pendidikan inklusif adalah system layanan
pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah
terdekat, di kelas regular bersama-sama teman seusianya.Oleh karena itu, ditekankan adanya
restrukturisasi sekolah sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan
khusus setiap anak. Artinya dalam pendidikan inklusif tersedia sumber belajar yang beragam
dan mendapat dukungan dari semua pihak, meliputi para siswa, guru, orang tua dan
masyarakat sekitarnya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat
anak normal dan anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.
Dengan kata lain, pendidikan inklusif merupakan pendidikan terpadu yang
diharapkan dapat mengakomodasi pendidikan bagi semua, terutama anak-anak yang memiliki
kebutuhan khusus yang selama ini masih banyak yang belum terpenuhi haknya untuk
memperoleh pendidikan seperti anak-anak normal. Menggabungkan murid berlatarkan
kemampuan fisik dan mental yang jelas berbeda, sekolah inklusif tentunya tidak bisa
menentukan naik kelas atau tidaknya seorang murid berdasarkan penilaian terhadap
penguasaan atas kurikulum umum. Konsekuensinya sebuah sekolah inklusif harus
memodifikasi aspek-aspek penilaian terhadap seorang murid menjadi lebih terbuka dan benar
benar disesuaikan dengan kondisi anak, guru mata pelajaran dan guru pendidikan khusus.
Guru yang bukan lulusan PLB pun harus memiliki pengetahuan dasar tentang pendidikan luar
biasa.
6. Kabupaten atau Kota Pelopor Pendidikan Inklusif
Direktur pembinaan pendidikan khusus dan layanan khusus pendidikan dasar
kementrian dan kebudayaan (PKLK), DR.Mudjito menyatakan bahwa anak-anak
berkebutuhan khusus harus mendapatkan pendidikan secara khusus pula. Dia mengacu pada
UU Sistem Pendidikan Nasional dan UUD 1945 bahwa setiap warga Negara termasuk anak-

anak berkebutuhan khusus/disabilitas berhak atas pendidikan yang sama. Untuk itu
pemerintah sampai saat ini telah menyediakan sekiotar 1700 an sekolah luar biasa (SLB).
Komitmennya pada pendidikan anak-anak disabilitas direalisasikannya dengan mengirim
para stafnya untuk magang selama tiga bulan di SLB-SLB agar lebih mendalami dan
memahami kebutuhan anak-anak tsb, walaupun hal itu terkadang menyebabkan ia diprotes
anak buahnya yang tidak setuju dengan kegiatan tersebut.
Melalui Direktorat PKLK Dikdas, Kemendikbud melakukan dua pendekatan.
Pertama, bagi anak anak yang merasa cocok dan nyaman di SLB, yang mana saja tercatat 85
ribu siswa, tetap mendapat pendidikan di SLB. Kedua, 116 ribu siswa disabilitas saat ini bisa
tertampung di 30 ribu sekolah inklusif ini akan terus diperluas dengan pendekatan berbasis
kabupaten/kota, sementara 20 pemda lainnya sudah menyatakan keinginan untuk bergabung.
Ada tiga syarat yang harus dipenuhi pemda untuk turut dalam program tersebut, yakni : ada
regulasi bupati/walikota, membentuk kelompok kerja lintas sektoral dan menyediakan dana
pendamping. Untuk program yang berkenaan dengan kebutuhan sekolah sekolah inklusif
terhadap tenaga guru pendamping khusus (GPK) yang saat ini jumlahnya belum mencukupi,
Kemendikbud menempuh langkah kerja sama dengan perguruan tinggi untuk melakukan
pelatihan selama dua semester bagi para guru. Pelatihan tersebut saat ini baru dilaksanakan di
UPI dan UNISA karena kedua universitas tersebut telah memiliki program S1 san S2 di
bidang GPK.
7. Mengenal Lebih Dekat Wajah Sekolah Inklusif
a. SDHT, Tak Sengaja Menjadi Inklusif
Sekolah Dasar Hikmah Teladan bisa disebut sebagai pionir SD Inklusif di wilayah
bandung dan sekitarnya. Pada awalnya, SD ini memiliki prinsip bahwa mereka menerima
semua murid yang mendaftar masuk tanpa terkecuali. Syaratnya hanya menggunakan tekhnik
siapa cepat dia dapat.Dengan sendirinya karena memberlakukan aturan yang demikian,
banyak orang tua yang kesulitan untuk mencari sekolah untuk anak-anaknya yang special
akhirnya menjatuhkan pilihan kepada SD tersebut. Pada tahun 2002 SD tersebut resmi
berjalan sebagai sebuah sekolah dasar dengan system yang terbilang sangat unik pada masa
itu. Dimana skeolah tersebut menyatukan kenyamanan bersosialisasi dan interaksi antara
seluruh penghuni sekolah, yang berarti tidak hanya sesama murid tetapi juga tenaga pengajar
dan para pengurus. Setiap murid dapat naik kelas melalui standar kelayakan masing-masing
individu yang tidak dengan kaku berpatokan pada kemampuan akademis.
b. Sekolah Alam Bogor, Bertrade Mark Pembebasan

Pada awalnya sekolah ini hanyalah tempat mangkal untuk anak-anak jalanan yang pada
awalnya dicoba dihimpun agar mereka memiliki kegiatan yang positif lewat pembelajaran
keterampilan, baca tulis serta aktivitas lainnya. Pada tahun 1999, Agus yang merupakan
seorang mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) bersama beberapa temannya membentuk
sebuah yayasan yang kegiatannya tersebar di tiga tempat masing-masing dengan
menghimpun 60,30, dan 50 anak jalanan. Pendanaan kegiatan tersebut ia peroleh dari para
donator dan Dinas Pendidikan. Kemudian pada tahun 2002 ia bertemu dengan orang yang
menawarkan kerja sama yang pada awalnya dalam bentuk program pesantren kilat di Lembah
Parigi yang kemudian berkembang menjadi Taman Kanak-Kanak Alam Lembah Pagi.
Sekolah ini terus berkembang hingga pada akhirnya pada tahun 2004 menerima anakanak disabilitas, antara lain autis, hiperaktif,down syndrome yang digabung dengan anakanak semacamkelas percobaan yang bertempat tinggal di Cimahpar, akhirnya terus
berkembang menjadi areal sekolah alam Bogor.
c. SDN Putraco, Jumlah murid Special Lebih Banyak
Sekolah ini memiliki enam puluh persen murid berkebutuhan khusus dan empat puluh
persen dengan murid regular.Dede Suryana yang merupakan salah satu guru dan pengurus
administrasi sekolah tersebut yakin bahwa perbandingan tersebut masih terbilang ideal bagi
sekolah inklusif. Ia juga menjelaskan dalam satu kelas terdiri dari 25-30 siswa, dengan murid
special mencapai 10-12 siswa yang dibimbing oleh dua orang guru serta helper yang
biasanya dibawa oleh orang tua dari murid khusus tersebut. Pada permulaan saat seklah
tersebut ditunjuk sebagai sekolah inklusif oleh pemerintah pada tahun 2002-2003, jumlah
ABK tidak sebanyak saat ini. Hal ini terjadi bukan karena banyaknya pendaftar yang
mendaftarkan diri di sekolah tersebut namun karena ABK limpahan dari sekolah lain.
Hampir semua siswa special di Putraco berasal dari keluar dengan tingkat ekonomi
menengah keatas. Sementara murid regulernya berlatar keluarga dari tingkat ekonomi ke
bawah. Misi Putraco ialah memprioritaskan anak-anak dari keluarga pra-sejahtera, dengan
tambahan murid-murid dari ekonomi tidak mampu dijamin bebas biaya sepenuhnya.
8. Semarak Warna di Balik Gerbang Sekolah Dasar Inklusif
Dengan berbagai macam alasan, masih banyak orang tua yang tak tergerak atau
enggan apabaila anak mereka berdampingan dengan anak-anak special needs dalam kegiatan
bersekolah sehari-hari. Seorang pengurus sekolah pernah bercerita dimana pada saat orang
tua murid (pendaftar) diberitahu bahwa ada beberapa anak special needs yang turut menjadi
bagian dalam kelas yang juga akan diisi oleh anak mereka pada akhirnya mengundurkan diri
atau mengurungkan niatnya untuk mendaftar di sekolah tersebut. Sebenarnya, setiap orang

tua berhak memiliki pertimbangan masing-masing saat memilih sekolah terbaik bagi putraputrinya. Termasuk orang tua yang tanpa keraguan sedikitpun mendaftarkan anaknya
bersekolah di Sekolah Inklusif. Itu bisa jadi sebuah pembelajaran untuk memperkenalkan dan
menerima perbedaan antara manusia. Dengan penyatuan anak-anak regular dengan anak-anak
special needs secara alami mereka akan bergaul satu sama lain, melebur karena adanya
kebiasaan.
9. Orang Tua dan Keluarga Inti, Garda Pertama Pendidikan Special Needs
Tentu saja kebanyakan orang tua mengharapkan bahwa keturunan yang lahir akan
sempurna dan tidak kekurangan sesuatu apapun. Tetapi kita juga tidak boleh lupa bahwa
segala sesuatu yang akan terjadi dalam hidup kita tidak akan selalu sama persisi dengan apa
yang kita harapkan. Seperti halnya orang tua yang memiliki anak-anak special needs. Reaksi
mereka saat mengetahui bahwa anak-anaknya ternyata berbeda dari anak-anak pada
umumnya sungguh beragam.Sedih, frustasi ataupun berpasrah pada keyakinan bahwa ini
semua adalah takdir tuhan (reaksi positif atau negative). Idelanya diharapkan bahwa orang
tua mampu bersikap positif menerima keadaan anaknya yang khusus. Juga bukanlah suatu
kesalahan atau kelemahan apabila pada mulanya orang tua bersangkutan mengalami atau
menunjukan reaksi-reaksi negative.
Agar orang tua bisa mencapai tahapan optimis yaitu menerima lalu bertindak dengan
efektif dan efisien bagi tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus, dipengaruhi beberap
hal. Seperti halnya seberapa kompleks dan parah tingkat kekhususan anak, berapa banyak
informasi akurat yang bisa orang tua peroleh mengenai kondisi anaknya, bagaimana nilainilai yang dianut keluarga besar ataupun kebudayaan yang melingkupi lingkungan tempat
keluarga itu berada. Mungkin sepasang orang tua dibesarkan di dalam lingkungan yang
mempercayai bahwa kelahiran seorang bayi cacat merupakan karma dari dosa-dosa yang
pernah dilakukan. Akibatnya kehadiran generasi baru yang memiliki kekurangan tersebut
menjadikan mereka terpuruk dalam rasa bersalah dan malu. Lalu mereka memilih sedapat
mungkin menyembunyikan anaknya karena berasumsi masyarakat yang tahu akan
berpandangan negative.
Hal terakhir yang sama sekali tidak bisa dianggap enteng adalah masalah keuangan.
Semakin mantap perekonomian keluarga yang memiliki anggota berkebutuhan khusus
semakin mudah juga bagi mereka untuk mencapai tahapan optimis dan menerima. Mengingat
bahwa kondisi-kondisi khusus ini perlu berbagai macam konsultasi kepada para ahli,
mengikuti pemeriksaan,menggaji asisten khusus yang membantu pengasuhan anak serta
melengkapi anak dengan sarana yang membantu kegiatan sehari-harinya. Lepas dari materi,

masih ada pengeluaran (cost) secara emosi yang butuh diperhatikan dan diatur. Anak-anak
yang terlahir tanpa kondisi khusus apapun bertumbuh kembang sesuaid engan interaksi emosi
terhadap orang tuanya setiap saat, selama bertahun-tahun. Bila mana orang tuanya cerdas
secara emosi, maka dapat dipastikan bahwa anak tersebut akan tumbuh besar dan tak jauh
dari tipe emosi mereka. Sementara tantangan yang dihadapi oleh orang tua ABK tentu lebih
beragam. Orang tua terkadang menjadi sangat lelah dengan semua kebutuhan dan ritual yang
diperlukan bagi anak. Orang tua juga terkadang bisa merasa cemburu ketika mereka melihat
anak-anak lain yang terlihat baik secara keseluruhan. Ekspresi dan Kalimat bersimpati dari
orang lain pun tak bisa kita hiraukan. Karena hal tersebut sangat rentan menjadi mispersepsi.
Agar tercapai kerja sama keluarga yang harmonis dan efektif adalam mendampingi
anak yang special, sudah barang tentu bukan hanya ibu atau ayah saja yang selalu terlibat
langsung dengan para ahli dan dipersenjatai dengan informasi mengenai kondisi special si
anak. Kakak, adik atau anggota keluarga lain yang tinggal serumah dengan anak tersebut
mesti terinformasikan dengan baik juga dan didorong untuk berinteraksi secara sehat dengan
saudara specialnya tersebut.
Fungsi orang tua dalam mendidik anak dengan kebutuhan khusus tidak bisa
dilepaskan dari factor-faktor instrinsik dan ekstrinsik yang dipengaruhi oleh karakteristik
keluarga. Seperti apa pola interaksi antar anggota keluarga tersebut, bagaimana budaya dna
nilai-nilai yang dianut dan mewarnai keseharian keluarga. Dukungan social dari keluarga inti
kini diakui oleh para ahli dapat memberi efek positif yang besar bagi pendidikan anak
special. Bermacam bantuan dari kerabat, rekan atau kelompok social bisa diberikan kepada
keluarga dengan anak special mulai dari dukungan informasi,emosional dan juga materi. Jika
orang tua tidak bisa mengandalkan bantuan dari kerabat atau teman, masih terdapat kelompok
social lain yang bisa memberikan dukungan seperti halnya Parental Support Grup. Grup ini
beranggotakan para orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus sejenis. Dan jika
orang tua terkendala waktu dan tempat untuk melakukan komunikasi langsung dalam grup
semacam itu, maka internet bisa menjadi solusinya.Melalui mailing list, newsgroup dan situssitus tertentu.
2.5 Profil Anak Special Needs dan Orang Tuanya
1. Rasty yang terbang dari sarangnya
Rasty Purnama (33 tahun) adalah penyandang tunadaksa dan selama 23 tahun
disembunyikan orang tuanya di Karawang, Jawa Barat. Ketika lahir kondisinya sehat dan
tumbuh normal. Namun, ketika usianya menginjak 4 tahun-an, Rasti sering sekali jatuh. Saat
Rasty terserang demam tinggi dan dilarikan ke puskesmas setempat, konon, setelah dokter
memberinya suntikan, Rasty tak bisa lagi berjalan bahkan untuk bangun pun ia tak sanggup.
Untuk seterusnya Rasty hanya tergolek di tempat tidur.

Ia tidak pernah bertemu dengan orang di luar rumah karena dianggap membawa aib
dan memalukan keluarga. Beruntung kakaknya sering membacakan buku cerita dan sedikit
demi sedikit Rasty mulai belajar mengeja tulisan dan menulis. Segala mimpi, harapan dan
keinginan untuk hidup normal dicurahkannya di sebuah buku dengan tulisannya sendiri,
meski dihadapkan pada keterbatasan bentuk jari yang tidak sempurna. Rasty pun mencoba
mengirimkan hasil karyanya di lomba penulisan puisi yang diselenggarakan sebuah stasiun
radio daerah. Ia meraih juara satu. Sejak itu ia bertekad untuk terus menulis dan rutin
mengirimkan hasil karyanya, hingga ia pun menjadi sempat terkenal hingga liputan stasiun
televisi. Namun itu tidak berlangsung lama, karena orang tua Rasty yang masih berwawasan
sangat sederhana itu kurang suka anaknya didatangi banyak orang.
Perasaan tertekan kembali melanda Rasty, sampai-sampai dia mengaku hampir saja
ingin mengakhiri hidupnya dengan minum racun tikus, namun alam sadarnya masih
mengingatkan bahwa pilihan itu tidak menyelesaikan masalah. Suatu ketika, Rasty dihadiahi
sebuah telepon genggam oleh seseorang sehingga memudahkannya berinteraksi dengan
teman-teman di dunia maya dan media cetak. Hingga ia bertemu dengan seorang anggota
Komnas Perempuan dan seorang pimpinan sebuah lembaga sosial di Jogja, berkat merekalah
Rasty bisa sampai di tempat tinggalnya sekarang, Wisma Tunaganda. Walaupun sempat ada
pertentangan dari keluarga yang tidak begitu saja mau menyerahkan Rasty, namun setelah
diberikan pengertian, akhirnya kedua orang tua Rasty memberikan lampu hijau untuk
membawa Rasty dan mereka sadar bahwa putri mereka berada di tempat yang tepat. Disana
Rasty selain meneruskan hobinya menulis, dia juga kembali menekuni kegemarannya
membuat aksesori seperti bros yang dijual kepada pengunjung panti. Rasty yang tunadaksa
mempunyai naluri seperti gadis lain. Ingin punya banyak kawan, ingin dicintai, ingin tidak
terlalu tergantung pada orang lain dan yang paling didambakannya, Ingin menjadi penulis
terkenal.
2. Ridzky Si Tampan Penyandang Autis
Sebagai orang tua anak special needs, Farhan, presenter yang cukup terkenal di
Indonesia ini meyakini ada 3 hal penting yang sebaiknya dijadikan pegangan dalam
mengarungi hidup bersama anak penderita autis, yaitu: melakukan assessment (penilaian),
terbuka kepada lingkungan dan menetapkan sasaran/target terapi. Si sulung, Ridzky, buah
hati Farhan adalah penyandang autis. Lelaki berusia 14 tahun itu duduk di bangku kelas VI di
sebuah sekolah inklusif berkat kesabaran dan keuletan Farhan bersama isterinya, Aryati
dalam menjalani terapi, mengasuh, merawat dan mendidik Ridzky.
Penilaian terhadap anak-anak autis harus dilakukan agar orang tua realistis dan tidak
membohongi diri sendiri bahwa anaknya normal-normal saja. Jujurlah pada diri sendiri
bahwa si anak mempunyai kelainan dan berkebutuhan khusus, sehingga bisa segera mencari
peluang untuk mengatasinya. Agar orang tua yang bersangkutan tidak kehilangan untuk
mendapatkan informasi yang terus berkembang tentang penyandang autis dan aspek-aspek
terkait lainnya. Selain itu, anak autis atau berkebutuhan khusus juga jangan disembunyikan,
lakukan sesuatu agar keadaan si anak tidak memburuk.
3. Muhammad Bagja, Anak Down Syndrome yang Penuh Empati
Aneka rasa berkecamuk di dada Teti Ichsan seorang sarjana Pendidikan jurusan
Psikologi dan Bimbingan dan mengambil gelar Magister Psikologi Kesehatan Universitas
Indonesia serta penulis-peneliti down syndrome ketika anak keduanya, Muhammad Bagja
Madani, didiagnosis sebagai down syndrome, di usia 4 bulan. Tidak heran muncul sikap
ambivalensi sebagai orang tua. Di satu sisi ia sangat mencintai dan ingin melindungi, di sisi

lain muncul perasaan sedih dan berduka. Awal dari sikap penerimaan orang tua dapat terlihat
ketika mereka mulai fokus memperhatikan aspek-aspek tumbuh kembang anak mereka.
Seperti perkembangan motorik kasar, motorik halus, pemahaman bicara dan sosialisasi.
Aktivitas Bagja, meskipun perkembangannya mengalami keterlambatan, Bagja juga
beraktifitas seperti anak lainnya. Selain itu, dia juga mengikuti terapi untuk mengoptimalkan
tumbuh kembangnya. Terapi yang diikuti Bagja antara lain:
a. Terapi Okupasi: merupakan stimulasi yang bertujuan meningkatkan kemampuan fungisional
dan kemandirian fisik maupun mental melalui aktivitas bermain yang memiliki tujuan/makna
tertentu.
b. Terapi wicara: merupakan stimulasi untuk meningkatkan kemampuan berbahasa verbal
dengan baik, melalui komunikasi dua arah, artikulasi, bahasa dan pengembangan bicara suara
dan irama.
c. Program akustik: merupakan program yang bertujuan untuk menstimulasi kegiatan yang
lebih terarah dan bermakna, melalui latihan koordinasi auditori, visual, kinestetik, ekspresi
dan persepsi bunyi.
d. Pedagogi: adalah etode pembelajaran untuk membantu meningkatkan kemampuan akademik
dengan memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam proses belajar.
e. Program life skill: melatih anak-anak berkebutuhan khusus agar memiliki keterampilan dasar.
Dan juga menstimulasi pengenalan konsep, pemahaman, kemandirian serta mengarahkan
minat dan bakat anak.
f. Berenang: dapat mengembangkan aspek kognitif, afeksi dan psikomotorik. Hal ini dapat
bermanfaat dalam menumbuhkan keberanian, percaya diri, disiplin, kerja sama, modofikasi
peilaku dan emosi serta pengalaman relaksasi.
Kini di usia yang ke-13 Bagja dapat berlari kencang padahal dia lahir dengan tonus
otot yang lemah. Bagja dapat menonton film kesukaannya padahal dia terlahir dengan kondisi
mata minus 5. Selanjutnya Bagja dapat turut berjamaah di mushola padahal dulu dia tidak
dapat duduk dengan tenang sekalipun dalam hitungan detik. Dan yang paling mengharukan,
Bagja bisa membuatkan segelas teh manis kepada ibunya jika sedang sibuk mengetik,
memeluk orang tua dan kakaknya ketika lelah, betul-betul Bagja penuh empati.
4. Michael Anthony, Peraih Rekor Muri
Michael Antony (9) ketika berusia 6,5 tahun pernah meraih rekor MURI sebagai:
pianis tunanetra dan autis termuda. Ibunya, Meta, bercakap dengan saya ketika mengisahkan
awal mula putranya diketahui berkubutuhan khusus. Michael baru berusia tiga bulan ketika
Meta membawanya spesialis mata. Hasil pemeriksaan dokter menunjukkan bahwa bayi Meta
yang lahir prematur ini menderita retinopathy of prematury (ROP) stadium 4. Pengobatan
bagi Michael dilanjutkan ke Amerika Serikat untuk menjalani operasi mata dan hasilnya baik,

lalu mereka kembali ke tanah air. Enam bulan setelah di operasi, matanya diperiksa lagi,
ternyata retinanya tidak berkembangnya.
Sejak itu, perempuan yang berprnti membawa profesi sebagai dokter gigi tersebut
berhenti membawa Michael berobat dan hanya fokus pada perkembangan yang ada. Palingpaling hanya ke pengobatan alternatif dan ke seorang Romo. Suatu ketika Michael merasa
terganggu oleh piano yang dimainkan oleh kakaknya. Tetapi tanpa diduga, di sia 2 tahun, dia
malah mendekati piano dan mulai menekan-nekan tutsnya. Barangkali karena sering
mendengar, tiba-tiba dia bisa meniru lagu yang biasa dibunyikan oleh tukang es keliling.
Sejak itu setiap hari Michael diajari main piano oleh kakaknya. Meta juga mendaftarkan
Michael les piano klasik. Terlihat sekali jika Michael kesemsem pada piano.
Walaupun Michael pernah menjadi juara 1 lomba piano untuk anak-anak autis dan
juara 3 lomba piano untuk umum, dia tidak mengerti apa itu arti juara. Menurut Meta kalau
lomba, Michael hanya tahu harus latihan lagu wajib berulang-ulang, tampil sebaik mungkin
dan tersenyum ketika mendengar tepuk tangan hadirin. Menangani anak seperti Michael
menurut Meta tidak susah asalkan sesuai dengan kemauan dia dan setiap rutinitas terjadwal
dengan baik. Misalnya pagi ke sekolah, siang terapi, sore les dan seterusnya. Jika ada
perubahan mendadak tanpa pemberitahuan pasti Michael kesal. Sama seperti ribuan orang tua
lain, Meta tentunya ingin punya anak normal. Namun Meta enjoy, anak ada jalannya sendirisendiri. Tidak perlu dipikirkan berkepanjangan. Karena ia melihat ada perkembangan dalam
diri Michael. Jadi jalani saja.
2.6 Dedikasi Sosok di Belakang Anak Special Needs
Jika ingin melihat senyum mengembang yang tak pernah lepas dari anak-anak
speciaal needs , itu tak lepas dari peran serta guru, terapis, care giver serta para pendamping
yang dengan ikhlas menuntun mereka ke arah kemandirin. Berikut adalah sedikit perbincangbincangan dengan mereka, yaitu:
1. Krustina, Kepala Panti Sekaligus Ibu
Kristanti ingat betul sewaktu datang ke panti tunaganda dengan niat sekedar mampir
belaka. Kristanti memiliki ijazah sebagai pelajar Sekolah Menengah Atas Pekerja Sosial di
Semarang, sehimgga tak asing dengan anak-anak berkebutuhan khusus. Hal yang mula-mula
mengusik perhatian Kristanti justru adalah penampilan para penghuni pengasuh panti yang di
matanya begitu-begitu saja dan kurang menarik. Merasa punya kebiasaan dalam hal merias,
ia menahan gemas dan minta izin kepada kepala panti saat itu untuk mengajari para pengasuh
trik bermake up. Kegemasannya merambat ke urusan potongan ala kadarnya rambut anakanak panti, maka dengan suka rela Kristanti menjadi semacam penata rambut disana.
Hati kecil berbisik mengajak Kristanti bekerja sepenuhnya di panti. Namun
idealisme atas materi tersebut akhirnya runtuh juga, saat menyadari bahwa sambutan gembira
selalu diterimanyadari anak-anak panti setiap ia muncul. Tekadnya pun berseru, mengapa

mesti setengah-setengah jika bisa terjun total dalam jenis kebaikan yang disukainya pula.
Profesi care griver yang memerlukan kesabaran tinggi dengan honor yang membuat kita
bertanya-tanya apakah itu cukup, tentunya manusiawi jika mereka dihinggapi rasa jenuh dan
kekesalan yang sewaktu-waktu dapat meledak. Menyikapi kondisi care giver yang sedang
turun, Kristanti selalu berupaya memberikan penyejuk dan pereda emosi.
2. Remaja-remaja diajak berbagi
Dalam melakukan kebaikan kepada sesama Kristanti berusaha tidak statis tetapi
terus melakukan pengembangan dan perbaikan. Kristanti tak percaya hukuman atau sanksi
tegas kepada siswa bermasalah bisa memberikan efek jera. Ia lebih condong pada metode
pendekatan secara kemanusiaan untuk memberikan efek membangunkan nurani. Remajaremaja peserta konseling diajak terlibat langsung dalam kegiatan merawat para tunaganda di
panti agar mereka benar-benar meresapi makna hidup adalah menjadi bermanfaat bagi
lingkungan dan sesama mereka.
3. Shilfi Jatuh Cinta pada anak-anak SLB
Bagi Shilfiani Kaisi, pengalaman paling berharga yang didapatnya ketika menjadi
guru SLB C (tunagrahita) adalah berhasil memotivasi anak-anak yang dibimbingnya menjadi
suka pergi ke sekolah, menumbuhkan rasa kasih sayang dan kepercayaan diri mereka.
Kecintaan kepada murid-muridnya akhirnya membuat dia menjalani profesinya itu selam 2,5
tahun dan keluar dari sanahanya karena sarjana jurusan administrasi negara ini ingin lebih
mencurahkan perhatian pada pengasuhan bayinya yang baru berusia 18 bulan. Tidak pernah
terlintas sebelumnya dalam benak Shilfi akan menjadi guru di sana. Pertama karena jurusan
pendidikannya bukan untuk itu, kedua karena dia tidak minat. Namun, ia suka bermain ke
SLB karena ayahnya kepala sekolah disana. Namun kemudian ia malah bertahan disana.
Suatu ketika ibunda Shilfi meninggal dunia, mengakibatkan luka di hatinya, rasa
kehilangan dan kesedihan mendalam yang berkepanjangan. Melihat kesedihan ini, ajakan
untuk menjadi shadow teacher (guru pendamping) malah datang dari teman-teman ayahnya.
Salah satu dari alasan yang mendorong dia untuk menerima tawaran menjadi shadow teacher
adalah agar bisa terus mendampingi ayahnya yang mulai kurang sehat akibat penyakit
diabetesnya. Setelah beberapa bulan menjadi shadow teacher, Shilfi diangkat menjadi guru
tetap kelas yang harus mengajar semua mata pelajaran seperti yang diajarkan di SD dan SMP
reguler. Hanya saja untuk SLB Tunagrahita ada pelajaran lain yang disebut binadiri agar
anak-anak SD dan SMP itu bisa mandiri serta pelajaran keterampilan bagi siswa-siswa SMA.
Belajar menjadi guru berarti bagi Shilfi harus terus membuka mata, banyak bertanya baik
kepada guru lain, maupun kepada para orang tua siswa sera membaca sebagai literatur.

Situasi tak biasa yang pernah dihadapinya sebagai guru SLB adalah menenangkan
anak-anak yang suka mengamuk. Pada beberapa siswa tunagrahita, kondisi yang tidak
nyaman dalam dirinya apakah itu datang dari teman-temannya atau dari dirinya sendiri, bisa
memicu kemarahan dan dilampiaskan dengan mengamuk. Jadi kalau sudah terlihat gejalanya,
muter-muter dan gelisah, anak-anak lain diminta guru menjauh. Pengalaman tak terduga pada
Shilfi saat pelajaran olahraga, ia berusaha menahan dengan kuat agar kerudung tidak terlepas,
akibatnya lehernya keseleo. Mengajar anak-anak yang masih SD selama dua tahun berturutturut kerap melibatkan emosi. Bagaimana tidak, dua anak duduk sebangku, tetapi mereka
tidak bisa saling bicara dan saling kenal. Diam-diam Shilfi menangis di kelas. saya
mencucurkan air mata ketika ibu meninggal dan selalu berulang ketika terkenang
almarhumah. Tetapi saya bisa membayangkan berapa banyak air mata yang tertumpah dari
mata para ibu yang anaknya berkebutuhan khusus, kata Shilfi terharu.
4. Pak To Kesayangan Keluarga
Saya kenalkan seorang anak spesial, tapi sudah berumur kepala 7. Bukan sekedar
Pak To nya yang penyandang tunagrahita dan sebatang kara, tapi, siapa di balik sosok sepuh
iniyang tidak pernah bersekolah, tidak mengenal siapapun kecuali lingkungan terdekatnya
hingga mampu eksis sampai usia 77 tahun? Siapa orang yang mengasuhnya? Saya hanya
ingin memberikan gambaran bahwa perhatian khusus bagi penyandang disabilitas tidak hanya
harus di panti-panti, tapi rumah yang nyaman, kasih sayang dari orag-orang terdekat
membuat mereka merasa diorangkan. Adakah Tiwi Sidarto kakak sepupu Pak To yang
membawanya ketika dia ditinggal satu demi satu oleh ayah ibu, disusul saudara-saudara
kandungnya dan pernah dititipkan di sebuah panti yang situasinya sangat memprihatinkan.
Tiwi tidak menyekolahkan Pak To karena pada zaman itu belum ada sekolah-sekolah khusus.
Tiwi juga kurang paham apa sebenarnya yag diderita sepupunya itu. Bicara kurang tertata,
kemampuan berpikir lambat, tapi yang jelas Pak To dilahirkan oleh seorang ibu yang sedang
sakit dan sempat mengonsumsi obat di masa kehamilan.
Meski tidak bersekolah, tidak pernah diterapi khusus, keluarga besar Tiwi
melimpahinya dengan kasih sayang yang tulus serta kamar sendiri tempat Pak To beristirahat
dengan nyaman setelah nonton film kartun kesukaannya. Perhatian kecil itu sudah membuat
Pak To tertawa kegirangan dan kembali nonton tayangan komedi di televisi. Sikap Tiwi yang
penuh perhatian tapi tegas, sedikit demi sedikit membawa dampak positif bagi mental Pak To,
diantaranya kebiasaan ngompol langsung berhenti akibat ancaman halus Tiwi. Demikian
juga terapi untuk membersihkan diri sendiri sehabis membuang hajat besar, dipatuhi Pak
To dengan benar.

Adapun Imam, seorang asisten laki-laki yang tugasnya bersih-bersih rumah dan
taman (yang kini disekolahkan Tiwi untuk kuliah lagi) adalah pendamping setia Pak To.
Imam menemani tidur bahkan mengolesi tubuh Pak To dengan obat gosok apabila masuk
angin. Riang nian wajah pak To ketika saya menyapanya. Berulang kali dia mengatakan
tinggal di rumah mbak Tiwi yang baik hati, senang jalan di sekitar kebun dan tak berani
keluar rumah karena takut diculik.
2.7 Fakta, Dilema, dan Harapan
1. Aksebilitas Kurang Memadai
Rina Prasarani seorang aktivis penyandang cacat yang juga menjabat Sekjen World
Blind Union, dan juga Sekjen Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) mengingatkan
sebetulnya Indonesia sudah meratifikasi konvensi hak-hak penyandang disabilitas dalam
menerima pendidikan yang bermutu tingggi dan memperoleh pekerjaan yang bermartabat.
Selama ini masyarakat belum menyadari bahwa tinggi rendahnya seorang disabilitas
tergantung dari sikap dan interaksi masyarakat itu sendiri. Bagaimana mungkin seorang
tunanetra akan mengembangkan daya intelektualnya bila masyarakatnya sendiri tidak
bersedia memfasilitasi, seperti laptop yang bisa bicara, buku-buku braille, browsing internet
bahkan facebookan yang sedang marak sekarang.
Selain itu fasilitas sering sekali salah garap karena pihak pengembang tidak
bersedia berkonsultasi dengan penyandang disabilitas yang mereka anggap lemah dan tidak
mengerti apa-apa. Akhirnya terjadilah akses jalan bagi tunanetra yang pemasangannya tidak
tepat, seperti guilding blok dan warning blok sering tertukar. Seharusnya sekolah luar biasa
yang memiliki guru-guru spesialis anak-anak berkebutuhan khusus (GPK), memberikan
konstribusinya selain untuk mendampingi anak-anak spesial bagi guru pendamping, juga
mengajarkan kepada Sekolah dan guru-guru reguler bagaimana mengatur kurikulum yang
tepat, mempergunakan bahasa isyarat atau konsep berhitung yang serta menciptakan
lingkungan yang kondusif. Kepada anak spesial nedds Rina berharap mereka mau
berinteraksi dengan mengenalkan diri terlebih dahulu kepada masyarakat.
2. Sumber Manusia
Pendidikan inklusif tidaklah sekedar menempatkan siswa berkelainan secara fisik
dalam kelas reguler dan bukan pula sekedar memasukan mereka sebanyak mungkin dalam
lingkungan belajar siswa normal. Selain itu pendidikan inklusif juga berkaitan dengan cara
guru dan teman sekelas yang normal menyambut semua siswa dalam kelas dan secara

langsung mengenali nilai nilai keanekaragaman siswa. Dr Mudjito, A.K., M. Si, Direktur
Pembinaan PKLK Pendidikan Dasar menyatakn ketidaksiapan sekolah melakukan
penyesuaian terhadap program inklusif pada dasarnya menyangkut ketersediaan sumber daya
manusia yang belum memadai. Disamping pemberdayaan guru umum, juga keterbatasan guru
pembimbing khusus.
GBK peranannya adalah memberikan program pendampingan pembelajaran bagi
peserta didik berkebutuhan khusus. Kendala itu belum termasuk rendahnya dukungan warga
sekolah dan masyarakat terhadap pendidikan mereka. Menyadari kekurangan di atas, maka
perlu adanya kompetensi guru secara khusus diantaranya melalui diklat dan dalam kontek
sekolah, perlu penyesuaian dalam manajemen sekolah, yaitu mulai dari cara pandang, sikap
personil sekolah sampai pada proses pembelajaran (kurikulum) yang berorientasi pada
kebutuhan individual tanpa diskriminasi.
3. Keteteran Menampung ABK Karena Sekolah Lain Enggan Menerim
Meski program setiap sekolah harus mampu jadi sekolah inklusif ini telah bertahuntahun didengungkan pemerintah, pada kenyataanya justru penolakan untuk ikut serta
menjadi inklusif terjadi bukan hanya dari sekolah yang belum mempunyai nama besar. Ada
juga sekolah yang sudah memiliki predikat unggulan atau favorit, tidak bersedia menerima
anak-anak disabilitas. Karena sekolah itu khawatir namanya anjlok. Jalannya sistem
pendidikan inklusif di sekolah-sekolah dasar kini justru jadi kebingungan, mereka mencoba
mendaftarkan putra atau puterinya ke SD Negeri yang jelas -jelas telah ditunjuk Diknas
sebagai SD Inklusif tetapi malah mendapat penolakan.
Kami membatasi jumlah ABK hanya 1 murid dalam setiap kelas karena
pertimbangan kemampuan SDM yang dimiliki. Lia Amalia Wakil Kepala Sekolah Dasar
Tunas Unggul, yang merupakan SD Swasta Inklusif di wilayah Bandung Timur, terang
terangan mengakui keterbatasan SDM di tempatnya bekerja berimbas kepada minimnya
kouta bagi murid berkebutuhan khusus.
4. Ketika Dilema Bersumber dari Orang Tua
Julie Salama, pimpinan Yayasan Salaman Al Farizi yang mengelola Taman Kanakkanak menjumpai langsung dilema tersebut. Di satu sisi dia mengerti benar bahwa ABK
mempunyai hak yang sama menerima pendidikan di Sekolah reguler. Namun terkadang orang
tua yang anak-anaknya normal keberatan ada ABK bergabung bersama dengan alasan klise
khawatir mengganggu murid lainnya. Sebenarnya kekhawatiran itu dapat diatasi bila murid
ABK
memiliki guru pendamping yang seyogyanya dibayar oleh orang tua murid, karena
pihak sekolah belum mampu menyediakan guru pendamping. Ironisnya orang tua ABK yang
mendaftar, kebanyakan dari golongan menengah kebawah yang ekonominya terbatas.
Psikolog

pun

memeratakan

profil

setiap

murid

seperti

karakter, sikap belajar, kemandirian, kendala belajar dan bagi anak anak spesial, dilengkapi
juga dengan identifikasi hambatan.
5. Hak Berpolitik Belum Berprioritas
Nuning Suryatiningsih ketua CIQAL (Centre for Improving Qualifred Activity in
Life of People With Disabilites) sebuah organisasi penyandang cacat di Yogya dan juga
anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sleman menyampaikan pengalaman para
penyandang disabilitas dalam hak berpolitiknya.
Mengenai hak berpolitik penyandang disabilitas, Nuning mengakui kalau selama ini
mereka diajak bergabung dalam Parpol, hanya sebagai pelengkap bukan komitmen. Peran dan
partisipasinya belum menjadi prioritas, sehingga belum diperhitungkan secara tegas. Oleh
karena itu Nuning menyarankan agar dalam UU tentang Parpol penting dimasukkan tentang
qouta bagi penyandang disabilitas dalam daftar calon, sehingga bukan hanya sebagai
pelengkap penderita.
6.

Sinergikan Penyandang Cacat dan Masyarakat


Praktisi Bidang Kesejahteraan Sosial bagi Penyandang Cacat Sarsito Sarwono,
menyatakan bahwa dunia sosial terdiri atas dua kelompok, yaitu mereka yang perlu dibantu
disebut sebagai mampu membantu. Mereka yang perlu dibantu disebut sebagai penyandang
masalah kesejahteraan sosial (PMKS), sedangkan mereka yang mampu membantu disebut
potensi sumber kesejahteraan sosial (PSKS) yang mencakup masyarakat, dunia usahadan
pemerintah. Perlu dipahami adalah bahwa masalah sosial merupakan masalah multi dimensi,
sehingga untuk menyelesaikannya perlu keterpaduan upaya dari berbagai pihak dan berbagai
disiplin ilmu. Hal lain yang perlu digarisbawahi juga adalah bahwa masalah sosial tidak akan
dapat terselesaikan tanpa kemauan dan usaha dari penyandang masalahnya sendiri.
Masalah penyandang cacat merupakan salah satu bagian dari 7 prioritas
penanggulangan masalah sosial yaitu kemiskinan , kacacatan, keterpencilan, ketunaan sosial,
dan penyimpangan perilaku, korban bencana serta korban tindak kekerasan, eksploitasi dan
kriminisasi. Dukungan pemeritah dalam bentuk peraturan perundang-undangan di bidang
kesejahteraan sosial sudah banyak, apalagi yang berkaitan dengan penyandang cacat.
Termasuk ketentuan yang berkaitan dengan pemenuhan hak hak penyandang cacat dibidang
sosial, pendidikan dan ketenagakerjaan, hanya sangat disayangkan, peraturan perundangundangan, kurang disosialisasikan dan relatif tidak dijalankan dengan baik karena sanks
pelanggarannya
diterapkan.

tidak

jelas

atau

malah

tidak

Peran orang tua beserta keluarga sangat penting terhadap perkembangan anak
penyandang cacat. Kebanyakan penyandang cacat yang sukses dalam karirnya karena
mendapat dukungan penuh dari orang tua dan keluarganya. Masyarakat terkadang masih
menganggap memiliki anak cacat merupakan aib keluarga.padahal tidak ada satu pun
pasangan suami-istri yang menginginkan punya anak cacat.pandangan masyarakat ini perlu
diubah. Hal yang palinhg esensial dalam upaya merehabilitasi para penyandang cacat adalah
membangun kepercayaan diri dan kreativitasnya. Orang yang percaya diri akan berani tampil
dan berani menghadapi tantangan. Sedangkan pikiran dan kreatif akan mampu memecahan
masalah dan mengatasi masalah hambatan.
7.

Peran Orang Tua Nomor Satu


Menurut Teti Ichsan, Ketua Perkumpulan Peduli Anak, menegaskan sejak awal orang
tua anak-anak special nedds sudah harus memiliki aspirasi megenai perkembangan anak
nantinya, mau bagaimana dan mau diapakan. Semua hal tersebut menurutnya harus
disosialisasikan dan dibangun sejak dini di dalam masyarakat inklusif sehingga mereka akan
menghargai perbedaan serta tidak lagi memandang iba terhadap anak anak berkebutuhan
khusus. Diharuskan ada stimulasi dini sejak lahir terhadap anak dan orang tua mesti banyak
menyerap pengetahuan tentang jenis kelainan yang disandang anak-anak.
Orang tua juga mesti bersikap lebih terbuka kepada lingkungan dan selalu mengajak
anak-anaknya bersosialisasi dengan masyarakat. Seluruh keluarga harus dikondisikan
menerima anak-anak special needs ini dengan tangna terbuka. Itu berarti termasuk pembantu
rumah tangga, pengemudi atau pun orang-orang di sekitarnya yang perlu diberikan
pendidikan tentang cara merawat, mendampingi, dan mengajak bermain anakanak tersebut
sehingga mereka turut mengasuh dengan tulus. Banyak orang tua anak-anak special needs
berkaca pada keberhasilan sebagian dari mereka yang dianggap mampu mencapai rekor pada
bidang tertentu. Di saat anak itu tidak berhasil pada bidang tertentu. Di saat anaknya sendiri
tidak berhasil pada titik itu orang tua malah menjadi depresi sendiri, terutama bagi anak
down syndrome dimana mereka mempunyai keterlambatan berpikir dan penanganan yang
tidak sama jika dibandingkan dengan anak penyandang tunadaksa.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Anak-anak spesial adalah julukan manis untuk anak spesial needs, anak
berkebutuhan khusus (ABK), yang dipergunakan oleh para orang tua yang putra-putrinya
menyandang predikat tersebut. Biasanya pemakaian singkatan ABK ini diterapkan di

berbagai lembaga pendidikan seperti di sekolah, tempat terapi atau universitas. Bagi
masyarakat, terutama di perkotaan, ABK yaitu anak-anak yang menyandang kelainan ataupun
kekurangan secara fisik dan mental.
Adapun yang disebut anak-anak berkebutuhan khusus atau anak-anak special needs
adalah: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, down syndrome, autis, ADHD, tunadaksa,
tunalaras, tunawicara, tunaganda, kesulitan belajar, dan anak-anak berkebutuhan khusus
lainnya.
Keberadaan SLB merupakan solusi pertama bagi pemenuhan seluruh warga negara
berkebutuhan khusus dalam mendapatkan keterampilan primer. Dengan adanya sekolah
inklusi saat ini merupakan alternatif bagi anak berkebutuhan khusus terutama bagi anak yang
kesulitan belajar. Yang dimaksud dengan kesulitan belajar atau gangguan belajar (learning
disorder) adalah gangguan belajar pada anak yang ditandai dengan adanya kesenjangan yang
signifikan antara intelegensi dengan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai. Adapun
pengenalan dini pada perkembangan anak merupakan suatu proses yang penting untuk
memahami potensi dan kebutuhan mereka. Semakin dini proses ini dilakukan, maka upaya
pengembangan potensi anak juga semakin efektif. Identifikasi dini pada masa sekolah sangat
menentukan perkembangan anak-anak di masa mendatang.
3.2 Saran
Adanya kerjasama antara orang tua dan pihak sekolah atau pembimbing dari peserta
didik yang mengalami kesulitan belajar. Menciptakan lingkungan yang mendukung potensi
serta minat dan bakat peserta didik, sehingga peserta didik dapat mengeksplor potensi yang
dimilikinya dan membangun kepercayaan diri dari peserta didik. Pendidik diharapkan
mempunyai wawasan dan pengetahuan yang luas mengenai penanganan kesulitan belajar
yang dialami peserta didik, pendidik serta orang tua berinovasi untuk memfasilitasi kegiatan
pembelajaran peserta didik. Selain itu, pendidik diharapkan melakukan komunikasi yang
intens dengan peserta didik ataupun dengan orang tua. Sehingga, dapat menemukan solusi
cara pembelajaran yang tepat untuk setiap peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Pandji, Dewi. 2013. Sudahkah Kita Ramah Anak Special Needs. PT. Gramedia : Jakarta.

Вам также может понравиться

  • RPP KD 3.14
    RPP KD 3.14
    Документ14 страниц
    RPP KD 3.14
    Emy Andriani
    Оценок пока нет
  • Analisis SKL
    Analisis SKL
    Документ1 страница
    Analisis SKL
    Emy Andriani
    Оценок пока нет
  • Lembar Kerja 1 Dan 2
    Lembar Kerja 1 Dan 2
    Документ3 страницы
    Lembar Kerja 1 Dan 2
    Emy Andriani
    Оценок пока нет
  • RPP 15.3 Segi 4
    RPP 15.3 Segi 4
    Документ9 страниц
    RPP 15.3 Segi 4
    Emy Andriani
    Оценок пока нет
  • Perancangan Penilaian
    Perancangan Penilaian
    Документ6 страниц
    Perancangan Penilaian
    Emy Andriani
    Оценок пока нет
  • RPP (Aritmatika Sosial 1)
    RPP (Aritmatika Sosial 1)
    Документ8 страниц
    RPP (Aritmatika Sosial 1)
    Emy Andriani
    Оценок пока нет
  • Pengaruh Manajemen Konflik Terhadap Kinerja
    Pengaruh Manajemen Konflik Terhadap Kinerja
    Документ3 страницы
    Pengaruh Manajemen Konflik Terhadap Kinerja
    Emy Andriani
    Оценок пока нет
  • Daftar Nama Siswa
    Daftar Nama Siswa
    Документ10 страниц
    Daftar Nama Siswa
    Emy Andriani
    Оценок пока нет
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Документ2 страницы
    Lembar Pengesahan
    Emy Andriani
    Оценок пока нет
  • ABSTRAK
    ABSTRAK
    Документ2 страницы
    ABSTRAK
    Emy Andriani
    Оценок пока нет
  • CTL
    CTL
    Документ3 страницы
    CTL
    Emy Andriani
    Оценок пока нет
  • Makalah BK
    Makalah BK
    Документ10 страниц
    Makalah BK
    Emy Andriani
    Оценок пока нет
  • MTK
    MTK
    Документ1 страница
    MTK
    Nur Faizah Oktafida
    Оценок пока нет
  • Sung Guh
    Sung Guh
    Документ2 страницы
    Sung Guh
    Emy Andriani
    Оценок пока нет