Вы находитесь на странице: 1из 11

TUGAS KELOMPOK B

BELLS PALSY

DISUSUN OLEH :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

ALISA ZAYADI, S.KG


ANDRI CORENTUS LEO, S.KG
APRIL ANDRA LEKA, S.KG
DANIA PEBRIANA, S.KG
DAVID ALZABER, S.KG
DEWI SULISTIAWAN, S.KG
ECA TRIANI, S.KG

04124707009
04124707010
04124707012
04124707013
04124707014
04124707015
04124707016

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN

Nervus fasialis merupakan saraf kranial yang mempersarafi otot ekspresi


wajah dan menerima sensorik dari lidah. Dalam perjalanannya bekerja sama dengan
nervus kranialis yang lain, karena itu dimasukkan ke dalam mix cranial nerve.1
Nervus fasialis dapat mengalami kerusakan karena berbagai hal seperti trauma
atau fraktur tulang temporal, tumor, kongenital, Bells Palsy, dan penyakit-penyakit
tertentu, seperti diabetes melitus, hipertensi berat, dan sebagainya. Kerusakan saraf
fasialis akan menyebabkan kelemahan pada otot-otot wajah. Berat ringannya
kelemahan saraf tersebut ditimbulkan sesuai dengan derajat kerusakan saraf fasialis
itu sendiri.1
Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah,
kelopak mata tidak bisa di tutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa
pengecap di bagian belakang lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis).
Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis mengakibatkan otot-otot wajah pada satu
sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan hidung bibir, sudut mulut
turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan mengunyah
dan menelan. Air ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun. Kelopak mata tidak
bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata di kelopak mata bawah
(epifora) dan hilangnya refleks kornea.2
Bells palsy adalah salah satu gangguan neurologis yang paling sering
menyerang nervus kranialis dan penyebab kelumpuhan fasial yang paling sering di
seluruh dunia. 60-75 % dari Acute Unilateral Facial Paralysis atau kelumpuhan
nervus fasial akut unilateral di seluruh dunia merupakan suatu bells palsy. Bells
palsy lebih sering menyerang individu usia dewasa dengan predominasi sedikit lebih
tinggi pada usia diatas 65 tahun, orang dengan diabetes melitus, atau pada wanita
hamil.3
Dokter gigi harus mengetahui berbagai gejala yang timbul pada pasien yang
mengalami kelainan saraf fasialis, hal ini dapat membantu praktisi melakukan
penatalaksanaan yang tepat, terutama perawatan yang berhubungan dengan menjaga
kesehatan gigi dan rongga mulut.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Bells palsy adalah paralisis fasialis dimana paralisis ini terjadi secara tiba-tiba
pada satu sisi muka. Bells palsy ditemukan oleh dokter dari Inggris yang bernama
Charles Bell. Bells palsy merupakan suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang
akut dan idiopatik akibat disfungsi nervus fasialis perifer.1

2.2. Etiologi
Pada masa yang lalu, paparan dingin terhadap wajah, seperti angin dingin,
terkena AC terus menerus, dianggap sebagai satu-satunya penyebab bells palsy.2
Pada masa kini, beberapa hal diduga dapat menyebabkan bells palsy, salah satu
diantaranya adalah infeksi. Pada tahun 1972, McCormick yang pertama kali
menyinggung bahwa HSV (Herpes Simplex Virus) bertanggung jawab dalam
menyebabkan kelumpuhan fasial idiopatik.3 Penemuan ini berdasarkan suatu analogi
bahwa HSV ditemukan di vesikel-vesikel, kemudian menetap dan bersifat laten di
ganglion genikulatum. Sejak saat itu, sering dilakukan autopsi pada pasien bells
palsy dan hasilnya mengarah kepada terdapatnya HSV di ganglion genikulatum pada
pasien bells palsy. Apabila hal ini benar, maka diduga virus ini berjalan melalui
akson sensoris dan menetap di sel ganglion. Sehingga pada saat stres, virusnya akan
mengalami reaktivasi dan merusak selubung mielin.3
2.3. Struktur Anatomi
Nervus kranialis VII (fasialis) berfungsi terutama sebagai saraf motoris
(beberapa serabut sensoris dari meatus akustikus eksternus, serabut pengendali salivasi
dan serabut pengecapan dari lidah bagian depan dalam cabang chorda tympani). Saraf
ini juga mempersarafi stapedius (sehingga lesi saraf total akan merubah kepekaan
pendengaran pada daerah yang terkena).

Nervus fasialis mengandungi empat macam serabut :4


1. Serabut somatomotorik, yang memepersarafi otot-otot wajah (kecuali muskulus
levator palpebra (N.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan
stapedius di telinga tengah.
2. Serabut viseromotorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius superior.
Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung,
sinus paranasal dan glandula submaksiler serata sublingual dan maksilaris.
3. Serabut viserosensorik yang menghantar implus dari alat pengecap di dua pertiga
bagian depan lidah.
4. Serabut somatosensorik rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan rabadari bagian
daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi nervus trigeminus. Daerah overlapping
disarafi oleh dari satu saraf ini terdapat pada lidah, palatum, meatus akustikus
eksterna dan bagian luar dari gendang telinga.

Gambar. Nervus Fasialis


Nervus fasialis terutama merupakan saraf motorik, yang menginervasi otot-otot
ekspresi wajah. Disamping saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah
dan air mata dan ke selaput mukosa rongga hidung dan mulut dan juga menghantar
berbagai jenis sensasi termasuk sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga
sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, sensasi viseral umum dari kelenjar
ludah, mukosa hidung dan faring dan sensasi proprioseptif dari otot-otot yang
disarafinya.4
Inti motorik nervus fasialis terletak dipons. Serabut mengintari inti nervus
abdusen, dan kelenjar di bagian lateral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan

lateral pons diantara nervus fasialis dan nervus vestibukoklearis. Nervus fasialis
bersama dengan nervus intermedius dan nervus vestibulokoklearis kemudian memasuki
meatus akustikus internus. Di sini nervus fasialis bersatu dengan nervus intermedius
dan menjadi satu berkas yang berjalan di dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke
dalam os mastoid. Ia keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stilomastoideum,
dan bercabang untuk mempersarafi otot-otot wajah.4
2.4. Patofisiologis
Para ahli menyebutkan bahwa pada bells palsy terjadi proses inflamasi akut
pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus.
Bells palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologisnya belum jelas, tetapi
salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang
menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf
tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang
temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang
menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang
unik tersebut, adanya inflamasi, demielinisasi atau iskemik dapat menyebabkan
gangguan dari konduksi. Implus motorik yang dihantarkan oleh nevus fasialis bisa
mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi
supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras
kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah
somatotropik wajah di korteks motorik primer.5
Paparan udara seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca terbuka
diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya bells palsy. Karena itu nervus fasialis
bisa sembab, terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan
fasialis LMN. Pada lesi LMN bias terletak di pons, di sudut sereblo-pontin, di os
petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi
nervus fasialis.5
Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama bells palsy adalah
reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf
kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel
satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut
terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.

2.5. Gejala Klinis


Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat di diagnosa
dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. Lipatan-lipatan di
dahi akan menghilang dan nampak seluruh muka sisi yang sakit akan mencong tertarik
ke arah sisi yang sehat.6
Keluhan dan gejala bergantung kepada lokasi lesi sebagai berikut6:
1. Lesi pada nervus fasialis disekitar foramen stylomastoideus.
Mulut turun dan mencong ke sisi yang sehat sehingga sudut mulut yang lumpuh
tampaknya lebih tinggi kedudukannya daripada posisi yang sehat, maka berkumpul
di antara gigi dan mulut dan bagian samping mulut yang lumpuh penderitanya tidak
dapat bersiul, mengedip dan menutupkan matanya (lagoftalmus) disebabkan karena
vena paralisis dari otot orbikularis okuli, atau mengerutkan dahi. Lakrimalis yang
berlebihan akan terjadi jika mata tidak terlindungi/tidak bisa menutup mata
sehingga pada mata akan lebih mudah mendapat iritasi berupa angin, debu dan
sebagainya, selain itu pula lakrimalis yang berlebihan ini terjadi karena proses
regenerasi dan mengalirnya axon dari kelenjar liur ke kelenjar air mata pada waktu
makan. Lakrimalis yang berlebihan ini disebut juga dengan air mata buaya
(Crocodille Tears Syndrome).
2. Lesi pada kanalis fasialis mengenai nervus chorda tympani.
Seluruh gejala diatas terdapat, ditambah dengan hilangnya sensasi pengecapan dua
pertiga depan lidah berkurangnya salivasi yang terkena.
3. Lesi yang lebih tinggi dalam kanalis fasialis dan mengenal muskulus stapedius
gejala (1), (2), ditambah ganglion genikulatum.
4. Lesi yang mengenai ganglion genikulatum.
Onsetnya seringkali akut, dengan rasa nyeri di belakang dan didalam telinga.
Herpes zoster pada tympanium dan konkha dapat mendahului keadaan timbul
parese nervus fasilais. Sindrome Ramsay Hunt merupakan Bells palsy yang disertai
herpes zoster pada ganglion genikulatum, lesi lesi herpetik terlihat pada
membrana tympani, kanalis auditorium eksterna, dan pada pinna.
5. Lesi di dalam Meatus Auditorius Internus
Gejala - gejala bells palsy dan ketulian akibat terkenanya nervus VIII.
6. Lesi pada tempat keluarnya nervus fasialis dari pons
Lesi di pons yang terletak disekitar inti nervus abdduces bisa merusak akar nervus
fasialis, inti nervus abducens dan fasikulus longituinalis medialis. Lesi pada daerah.
Lesi pada daerah tersebut dapat menyebabkan kelumpuhan muskulus rectus lateralis
atau gerakan melirik kearah lesi.

7. Gangguan gerakan pada otot wajah yang sering dijumpai ialah gerakan involunter
yang dinamakan tic fasialis atau spasmus klonik fasialis. Sebab dan mekanisme
sebenarnya belum diketahui yang dianggap sebagai sebabnya adalah suatu
rangsangan iritatif di ganglion genikulatum. Namun demikian gerakan-gerakan otot
wajah involunter bisa bangkit juga sebagai suatu pencerminan kegelisahan atau
depresi. Pada gerakan involunter tersebut, sudut muka terangkat dan kelompok
mata memejam secara berlebihan.
2.6. Sistem Grading pada Bells Plasy7
Sistem grading pada pasien Bells palsy adalah skala I hingga VI:

Grade I adalah fungsi fasial yang normal.


Grade II adalah disfungsi yang ringan. Kelemahan yang ringan pada inspeksi
yang teliti. Tonus ototnya normal dan simetris, pergerakkan dahi normal, dapat
menutup mata secara sempurna, mulut sedikit asimetris dengan usaha

maksimal.
Grade III adalah disfungsi sedang dimana terjadi gangguan pergerakan dahi,
ada kontrktur, mata dapat menutup dengan usaha maksimal, pergerakan mulut

sedikit melemah, tonus otot normal.


Grade IV adalah disfungsi sedang yang berat. Kelemahan yang nyata terjadi
pada grade ini dimana tidak ada pergerakan dahi sama sekali, mata tidak

menutup secara sempurna, mulut asimetris.


Grade V adalah disfungsi yang parah dimana terjadi paresis unilateral, tidak
ada pergerakan dahi, mata tidak dapat menutup sama sekali, pergerakan mulut

sedikit.
Grade VI adalah paresis total. Tidak ada pergerakan sama sekali.

2.7. Diagnosa
Anamesa pada pasien bells palsy dilakukan dimana pasien biasanya
mengeluhkan bells palsy ini terjadi tiba-tiba dan pasien ada riwayat dalam situasi
yang dingin. Pemeriksaan fisik pada pasien bells palsy menunjukkan pasien tidak
dapat mengangkat alis, tidak menutup mata secara sempurna, serta senyuman tidak
simetris. Pada pemeriksaan otologik dilakukan, biasanya pada pasien bells palsy tidak
ada keluhan pendengaran namun jika ada, berarti bells palsy disebabkan oleh otitis
media. Pemeriksaan okular pada pasien bells palsy menunjukkan pasien logotalamus

dan gangguan pengeluaran tangisan. Pemeriksaan oral menunjukkan pasien bells


palsy ada gangguan pengecapan dan saliva.7
2.8. Diagnosa Banding
Diagnosa banding bells palsy adalah infeksi herpes zoster pada ganglion
genikulatum (Ramsay Hunt Syndrome), stroke sirkulasi anterior, tumor, aneurisme
cerebral, meningioma, meningococcal meningitis.6
2.9. Tatalaksana
Penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita Bells palsy adalah terapi
farmakologi, terapi lokal, pembedahan. Terapi farmakologi yang diberikan pada
pasien bells palsy adalah pemberian kortikosteroid dimana dapat mengurangi
inflamasi sehingga dapat memperbaiki mielinasasi saraf fasialis. Selain itu, pemberian
antiviral juga diberikan pada pasien bells palsy asiklovir karena dipercayai penyebab
bells palsy adalah HSV. Terapi lokal adalah seperti perawatan mata karena pasien
bells palsy ada resiko mata kering maka diberikan lubrikasi okular topikal. Selain itu,
terapi lokal adalah dengan penggunaan pemberat eksternal pada kelompok mata yang
dapat memperbaiki logoptalamus. Botulinum toksin dapat diinjeksi secara transkutan
yang dapat merelaksasi otot fasialis. Pembedahan yang dapat dilakukan pada pasien
bells palsy adalah dekompresi nervus fasialis dan pembedahan ini diindikasi apabila
tidak respon terhadap terapi yang lain.8
2.10. Prognosis
Prognosis bells palsy digolong ke 3 kelompok; dimana kelompok 1 terjadinya
kesembuhan komplit fungsi motorik tanpa sekuele, kelompok 2 terjadi penyembuhan
inkomplit fungsi motorik tetapi tidak ada defek kosmetik, kelompok 3 terjadi sekuele
neurologis yang tetap dan gangguan kosmetik. Pasien biasanya mempunyai prognosis
yang baik kira-kira 80-90%. Namun prognosis menjadi jelek kalau usia melebihi 60
tahun, terjadi paresis total, penurunan pengecapan atau saliva.8

BAB III
KESIMPULAN
Bells palsy didefenisikan sebagai suatu keadaan yang paresis atau
kelumpuhan yang akut dan idiopatik akibat disfungsi nervus fasialis perifer. Penyebab
Bells palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan (kompresi) pada nervus
fasialis.

Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat di


diagnosa dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. Lipatanlipatan di dahi akan menghilang dan nampak seluruh muka sisi yang sakit akan
mencong tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung
dari lokalisata kerusakan.
Pengobatan pasien dengan Bells palsy adalah dengan kombinasi obat-obatan
antiviral dan kortikosteroid serta perawatan mata yang berkesinambungan. Prognosis
pasien Bells palsy relatif baik meskipun pada beberpa pasien, gejala sisa dan
rekurensi dapat terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sullivan FM, Swan IR, Donnan PT Morrison JM, Smith BH, Mckinstry B, et al. Early
treatment with prednisolone oracyclovir in Bells palsy. N Engl J Med. Oct 18 2007;
357(16):1598-607.

2. Danette C Taylor, DO, MS; Chief Editor: B Mark Keegan, MD. Bell Palsy. Emedicine
online , available at http://emedicine.medscape.com/article/1146903- overview
http://www.google.com/bells palsy/medical.
3. McCormick DP. Herpes-simplex virus as a cause of Bells palsy. Lancet. Apr 29 2001;
1(7757):937-9.
4. Lumbantobing SM. Neurologi KlinikPemeriksaan Fisik dan Mental: Saraf Otak, FK
UI Jakarta 2004, hal 55-59.
5. Ropper AH, Brown RH. Bells Palsy Disease Of The Kranial Nerve. Adams and
Victors Principles of Neurology, 8th ed. New York : McGraw Hill, 2005.1181-1184.
6. Mardjono, M. Sidhrata. Nervus Fasialis dan Patologinya. Nuerologi Klinis Dasar, 5 th
ed. Jakarta : PT Dian Rakyat, 2005. 159-163.
7. Peitersen E. The natural history of Bells palsy. Am J Otol. Oct 2002;4(2):107-11.
8. Hashisaki GT. Medical management of Bells palsy. Compr Ther. Nov
2007;23(11):715-8.

Вам также может понравиться