Вы находитесь на странице: 1из 30

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

AUDIO (FUNGSI PENDENGARAN)

Disusun oleh:
KELOMPOK 1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

AYU FITRYANITA
TRI AYU APRIYANI
MITHA MAULIDYA
RIKA TRIYANA PURI
YOHAN BUDHI ALIM
ESTER CHRISTIANAWATI
IKE AMELIA
AYU MAYANGSARI
AGUNG MUHARAM
GALIH PRIANDANI
RETNA PANCAWATI
RUPA LESTY

NAMA ASISTEN

(G1F009003)
(G1F009004)
(G1F009008)
(G1F009009)
(G1F009018)
(G1F009019)
(G1F009021)
(G1F009022)
(G1F009028)
(G1F009029)
(G1F009034)
(G1F009059)

: MUHAMMAD RIZKI FADLAN (G1A007130)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2011
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

AUDIO (FUNGSI PENDENGARAN)

Disusun oleh:
KELOMPOK 1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

AYU FITRYANITA
TRI AYU APRIYANI
MITHA MAULIDYA
RIKA TRIYANA PURI
YOHAN BUDHI ALIM
ESTER CHRISTIANAWATI
IKE AMELIA
AYU MAYANGSARI
AGUNG MUHARAM
GALIH PRIANDANI
RETNA PANCAWATI
RUPA LESTY

NAMA ASISTEN

(G1F009003)
(G1F009004)
(G1F009008)
(G1F009009)
(G1F009018)
(G1F009019)
(G1F009021)
(G1F009022)
(G1F009028)
(G1F009029)
(G1F009034)
(G1F009059)

: MUHAMMAD RIZKI FADLAN (G1A007130)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2011
I.
II.

JUDUL PRAKTIKUM
WAKTU PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Jumat, 1 April 2011

III. TUJUAN
Memahami pemeriksaan fungsi pendengaran, fungsi penghidu dan
keseimbangan.

IV.

V.

DASAR TEORI

ALAT DAN BAHAN


A.
Alat dan Bahan
1. Ruang sunyi ( tingkat kebisingan 30dB )
2. Penala berfrekuensi 512
B.
Cara Kerja
1. RINNE
Penala digetarkan pada punggung tangan atau siku, dengan tujuan
agar tidak supaya terlalu keras ( meja, besi )
Frekuensi yang dipakai biasanya 512,1024, dan 2048 Hz
Tekankan ujung tangkai penala pada prosessis mastoideus salah
satu telinga OP tangan pemeriksa tidak boleh menyentuh jari-jari
penala.
Tanyakan pada OP apakah ia mendengar bunyi penala mendengung
di telinga yang diperiksa. Bila mendengar, OP disuruh
mengacungkan jari telunjuk. Begitu tidak mendengar lagi, jari
telunjuk diturunkan
Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala
dari prosesus
mastoideus OP dan kemudian ujung jari penala ditempatkan
sedekat-dekatnya ke depan liang telinga OP. Tanyakan apakah OP
mendengar dengungan itu.
Catat pemeriksaan Rinne sebagai berikut
AC lebih lama atau sama dengan BC ( Rinne = + : Bila OP
masih mendengar dengungan melalui hantaran udara )
normal atau sensorineural hearing loss ( SNHL )
AC lebih kecil daripada BC ( Rinne = - : Bila OP tidak lagi
mendengar dengungan melalui hantaran udara )
conductive hearing loss ( CHL )
2. SCHWABACH
Getarkan penala berfrekuensi 512 seperti cara diatas.
Tekankan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah
satu telinga OP
Suruh OP mengacungkan jarinya pada saat dengungan bunyi
menghilang
Pada saat itu dengan segera pemeriksaan memindahkan penala dari
prosesus mastoideus OP ke prosesus mastoideus sendiri. Bila
dengungan penala masih dapat didengar oleh pemeriksa maka hasil

VI.

pemeriksaan ialah SCHWABACH MEMENDEK ( BC penderita


kecil / pendek BC pemeriksa
SNHL )
Apabila dengungan penala yang telah dinyatakan berhenti oleh OP,
juga tidak terdengar oleh pemeriksa, maka hasil pemeriksaan
mungkin SCHAWACH NORMAL ATAU SCHAWACH
MEMANJANG. Untuk memastikan, dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut:
Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula
ditekankan ke prosesus mastoideus pemeriksa sampai tidak
terdengar lagi dengungan.
Kemudian, ujung tangkai penala seger ditekankan ke
prosesus mastoideus OP
Bila dengungan masih dapat didengar oleh OP, hasil
pemeriksaan ialah SCHWABACH MEMANJANG ( BC
penderita panjang BC pemeriksa
CHL )
Bila dengungan setelah dinyatakan berhenti oleh pemeriksa,
juga tidak dapat didengar oleh OP maka hasil pemeriksaan
ialah SCHWABACH NORMAL ( BC penderita = BC
pemeriksa )
3. WEBER
Getarkan penala yang berfrekuensi 512 seperti pada butir
sebelumnya
Tekanlah ujung penala pada dahi OP di garis median
Tanyakan kepala OP, apakah ia mendengar dengungan bunyi
penala sama kuat di kedua telinganya atau terjadi lateralisasi
Aural dextra / telinga kanan ( AD ), aural sinistra ( AS )
AD = AS
Normal AD/AS
AD lebih keras dari AS
LATERALISASI KANAN
CHL AD / SNHL AS
AD lebih kecil dari AS
LATERALISASI KIRI
CHL AS / SNHL AD
HASIL PRAKTIKUM

VII. PEMBAHASAN
Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul di
lingkungan eksternal, yaitu masa pemadatan dan pelonggaran molekul yang terjadi
berselang seling mengenai membran tympani. Plot gerakan-gerakan ini sebagai
perubahan tekanan di membran tympani persatuan waktu adalah satuan gelombang,
dan gerakan semacam itu dalam lingukangan secara umum disebut gelombang suara.

Secara umum kekerasan suara berkaitan dengan amplitudo gelombang suara


dan nada berkaitan dengan frekuensi (jumlah gelombang persatuan waktu). Semakin
besar suara semakin besar amplitudo, semakin tinggi frekuensi dan semakin tinggi
nada. Namun nada juga ditentukan oleh faktor-faktor lain yang belum sepenuhnya
dipahami selain frekuensi. Gelombang suara memiliki pola berulang, walaupun
masing-masing gelombang bersifat kompleks, didengar sebagai suara musik, getaran
apriodik yang tidak berulang menyebabakan sensasi bising. Sebagian dari suara musik
berasal dari gelombang dan frekuensi primer yang menentukan suara ditambah
sejumlah getaran harmonik yang menyebabkan suara memiliki timbre yang khas.
Variasi timbre mempengaruhi mengetahhi suara berbagai alat musik walaupun alat
tersebut memberikan nada yang sama.
Telah diketahui bahwa adanya suatu suara akan menurunkan kemampuan
seseorang mendengar suara lain. Fenomena ini dikenal sebagai masking
(penyamaran). Fenomena ini diperkirakan disebabkan oleh refrakter relatif atau
absolut pada reseptor dan urat saraf pada saraf audiotik yang sebelumnya terangsang
oleh rangsangan lain. Tingkat suatu suara menutupi suara lain berkaitan dengan
nadanya. Kecuali pada lingkungan yang sangat kedap suara. Efek penyamaran suara
akan meningkatan ambang pendengaran dengan besar yang tertentu dan dapat diukur.
Telinga merupakan alat indera dalam tubuh manusia yang berfungsi sebagai
alat pendengaran. Bagian-bagian telinga antara lain :
1. telinga luar,
2. telindga tengah, dan
3. telinga dalam.

Bagian luar dan tengah berfungsi untuk menyalurkan gelombang suara dari
udara ke telinga dalam yang berisi cairan untuk memperkuat energi suara pada proses
tersebut. Vestibulum pada telinga dalam berfungsi untuk sensasi keseimbangan

sedangkan koklea mengandung reseptor-reseptor untuk mengubah gelombang suara


menjadi impuls-impuls saraf.
1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
tympani. Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi
kulit. Liang telinga berbentuk huruf S dengan tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kirakira 2 -3 cm.
Membran tympani atau gendang telinga adalah suatu bangunan berbentuk
kerucut dengan puncaknya, umbo, mengarah ke medial. Membran tympani pada
umumnya bulat. Penting untuk disadari bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu
epitimpanum yang mengandung korpus malleus dan inkus, meluas melampaui batas
atas membran tympani, dan bahwa ada bagian hipotimpanum yang meluas melalui
batas atas membran tympani.
a. Auricula, berfungsi untuk mengumpulkan suara yang diterima.
b. Meatus acusticus eksternus, berfungsi untuk menyalurkan atau
meneruskan suara ke canalis auditorius eksterna
c. Canalis auditorius eksternus, berfungsi untuk meneruskan suara ke
membran tympani
d. Membran tympani, berfungsi untuk sebagai resonator yang mengubah
gelombang udara menjadi gelombang mekanik.
Pada meatus auditorius externus ada 2 bagian, diantaranya :
a. Pars ossea, dan
b. Pars kartelagenia, yaitu bagian yang menghasilkan serumenosa untuk
membersihkan/menguapakan serumen (kotoran telinga).
Saluran luar yang dekat dengan lubang telinga dilengkapi dengan rambutrambut halus yang menjaga agar benda asing tidak masuk, dan kelenjar lilin yang
menjaga agar permukaan saluran luar dan gendang telinga tidak kering. Rambut getar
yang panjang disebut dengan kinosilia sedangkan yang pendek disebut stereosilia.
Rambut getar memilki 2 tipe, antara lain :
a. Sel rambut tipe I, fungsinya untuk suara-suara yang keras karena
diselubungi oleh serabut saraf afferen.
b. Sel rambut tipe II, fungsinya untuk suara-suara yang lemah karena tidak
diselubungi oleh serabut saraf afferen.
2. Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
a.
Batas luar
:
membran tympani
b.
Batas depan
:
tuba eustachius
c.
Batas bawah :
vena jugularis (bulbus jugularis)
d.
Batas belakang :
aditus ad antrum, canalis fasialis pars
vertikalis

e.
Batas atas
:
tegmen tympani (meningean/otak)
f.
Batas dalam
:
berturut-turut dari atas ke bawah canalis
semi sirkularis horizontal, canalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap
bundar (round window) dan promotorium
Tuba eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring.
Bagian lateral tuba eustakius adalah yang bertulang sementara 2/3 bagian medial
bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor tympani terletak di sebelah atas bagian
bertulang sementara canalis carotikus terletak dibagian bawahnya. Bagian bertulang
rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring diatas otot konstriktor
superior. Bagian ini biasanya tertutup tapi dapat dibuka melalui kontraksi otot levator
palatinum dan tensor palatinum yang masing-masing disarafi pleksus faringealis dan
saraf mandibularis. Tuba eustachius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara
pada kedua sisi membran tympani.
Selain itu terdapat pula tiga tulang pendengaran yang tersusun seperti rantai
yang menghubungkan gendang telinga dengan jendela oval. Ketiga tulang tersebut
adalah tulang martil (malleus) menempel pada gendang telinga dan tulang landasan
(incus). Kedua tulang ini terikat erat oleh ligamentum sehingga mereka bergerak
sebagai satu tulang. Tulang yang ketiga adalah tulang sanggurdi (stapes) yang
berhubungan dengan jendela oval. Antara tulang landasan dan tulang sanggurdi
terdapat sendi yang memungkinkan gerakan bebas.
a. Tuba auditorius (eustachius), berfungsi sebagai penghubung faring dan
cavum naso faring untuk :
1)
Proteksi :
melindungi dari kuman
2)
Drainase :
mengeluarkan cairan.
3)
Aerufungsi :
menyamakan tekanan luar dan dalam.
b. Tuba pendengaran, berfungsi untuk memperkuat gerakan mekanik dan
membran tympani untuk diteruskan ke foramen ovale pada koklea sehingga perlimife
pada skala vestibule akan berkembang.
3. Telinga dalam
Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut sebagai
labirin. Derivat vesikel otika membentuk suatu rongga tertutup yaitu labirin membran
yang terisi endolimfe. Labirin membran dikelilingi oleh cairan perilimfe yang terdapat
dalam kapsula otika bertulang. Labirin tulang dan membran memiliki bagian
vestibular dan cochlear. Bagian vestibularis (pars superior) berhubungan dengan
keseimbangan, sementara bagian cochlearis (pars inferior) merupakan organ
pendengaran kita.
Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua dan satu setengah putaran.
Aksis dari spiral tersebut dikenal sebagai modiolus, berisi berkas saraf dan suplai
arteri vertebralis. Serabut saraf kemudian berjalan menerobos suatu lamina tulang
yaitu lamina spiralis oseus untuk mencapai sel-sel sensorik organ corti. Organ corti

terdiri dari satu baris sel rambut dalam dan tiga baris sel rambut luar. Bagian
vestibulum telinga dalam dibentuk oleh saculus, utriculus dan canalis semisirkularis.
Pada koklea ada 3 skala pendengaran, yaitu :
a. Skala media, berisi endolimfe yang kaya akan kalium.
b. Skala vestibuli, berisi perilimfe yang miskin kalium.
c. Skala tympani, berisi perilimfe yang miskin kalium.
Koklea mengandung organ corti untuk pendengaran. koklea terdiri dari tiga
saluran yang sejajar, yaitu: saluran vestibulum yang berhubungan dengan jendela oval,
saluran tengah dan saluran timpani yang berhubungan dengan jendela bundar, dan
saluran (kanal) yang dipisahkan satu dengan lainnya oleh membran. Di antara saluran
vestibulum dengan saluran tengah terdapat membran Reissner, sedangkan di antara
saluran tengah dengan saluran timpani terdapat membran basiler. Dalam saluran
tengah terdapat suatu tonjolan yang dikenal sebagai membran tektorial yang paralel
dengan membran basiler dan ada di sepanjang koklea. Sel sensori untuk mendengar
tersebar di permukaan membran basiler dan ujungnya berhadapan dengan membran
tektorial. Dasar dari sel pendengar terletak pada membran basiler dan berhubungan
dengan serabut saraf yang bergabung membentuk saraf pendengar. Bagian yang peka
terhadap rangsang bunyi ini disebut organ Korti.

Penyaluran suara prosesnya adalah telinga mengubah gelombang suara di


lingkungan eksternal menjadi potensi aksi di saraf pendengaran Gelombang diubah
oleh gendang telinga dan tulang-tulang pendengaran menjadi gerakan-gerakan
lempeng kaki stapes. Gerakan ini menimbulkan gelombang dalam cairan telinga
dalam. Efek gelombang pada organ Corti menimbulkan potensial aksidi serat-serat
saraf.
Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke cochlea. Getaran

tersebut menggetarkan membran tympani, diteruskan ke telinga tengah melalui


rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit
tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran tympani dan tingkap
lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan, tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada skala vestibula bergerak.
Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga
akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran tektoria. Proses
ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia
sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pengelepasan ion bermuatan
listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut,
sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius, sampai ke
korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.
Proses Kimiawi Pada Fisiologi Pendengaran
Gelombang suara pertama kali ditangkap oleh pinna kemudian gelombang
suara disalurkan ke meatus dan canalis auditorius externus. Gelombang suara akan
dihantarkan ke membrane tympani yang mempunyai luas permukaan 55 mm2 ,
membrane tympani berfungsi sebagai resonator yang menghasilkan ulang getaran dari
sumber suara sebagai respon terhadap perubahan tekanan yang dihasilkan oleh
gelombang suara dipermukaan luarnya, dibagian tengah membrane tympani menempel
manubrium malleus. Membran tympani bergerak keluar masuk kemudian disalurkan
ke manubrium malleus, malleus bergoyang pada suatu sumbu melalui taut prosseus
panjang & pendeknya sehingga prosseus pendek menyalurkan getaran ke manubrium
incus yang kemudian akan disalurkan ke kepala stapes. Luas permukaan stapes sendiri
3,2 mm2, system ini akan meningkatkan gaya pergerakan sekitar 1,3 kali. Selisih luas
permukaan sebesar 17 kali dikalikan rasio dari system pengungkit memungkinkan
semua energi gelombang suara yang mengenai membrane tympani dikerahkan pada
stapes yang yang kecil (lempeng kaki stapes akan berakhir pada foramen ovale) yang
akan menyebabkan tekanan pada cairan koklea (perilimfe dan endolimfe) kira kira
22 kali besar tekanan yang ditimbulkan oleh gelombang suara yang mengenai
membrane
tympani.
Peningkatan tekanan tersebut untuk menimbulkan gelombang pada cairan perilimfe
dan endolimfe pada telinga bagian dalam, karena cairan mempunyai inersi yang lebih
besar dari pada udara. Gelombang cairan tersebut akan melalui skala vestibule, skala
media dan skala tympani sebelum mencapai sel - sel rambut yg merupakan reseptor
pendengaran. Terdiri dari sel rambut luar 3 baris sebanyak 20.000 (neuron aferen 510% dan serat eferen berakhir disini),1 baris sel rambut dalam (neuron aferen 95%).
Sel-sel rambut ini dirangsang oleh gelombang cairan akibat dari gerakan osikulus
auditorius pada jendela oval yang menghasilkan potensial aksi di serat-serat saraf yg

menuju medula oblongata yang akan diteruskan ke nervus cochlearis dan berakhir
pada cortex pendengaran.
Potensial membran sel rambut adalah sekitar -60mV. Apabila stereosilia
terdorong ke kinosilium, potensial membran menurun menjadi sekitar -50mV. Sewaktu
berkas prosesus terdorong dengan arah yang berlawanan, sel mengalami
hiperpolarisasi. Pergerakan prosesus dengan arah tegak lurus terhadap sumbu ini tidak
menyebabkan perubahan potensial membran, dan pergerakan prosesus dengan arah di
antara keda arah tersebut menimbulkan depolarisasi atau hiperpolarisasi yang setara
dengan besar derajat arah menuju atau menjauhi kilonosilum. Dengan demikian
prosesus rambut membentuk mekanisme untuk menimbulkan perubahan potensial
menbran yang setara dengan arah pergeseran.
Seperti yang telah diuraikan di atas, prosesus sel-sel rambut menonjol ke dalam
endolimfe, sementara dasarnya teredam dalam perilimfe. Susunan ini penting untuk
pembentukan potensial generator nirmal. Periimfe terutama terbentuk dari plasma.
Masuknya manitol dan sukrosa dari plasma ke dalam perilimfe di skaa tympani lebih
lambat daripada masuknya ke dalam perilimve di skala vestibule, dan terdapat
perbedaan kecil dalam komposisi antara cairan-cairan dalam kedua skala ini, tetapi
keduannya mirip dengan cairan ekstrasel. Di pihak lain, endolimfe dibentuk oleh stria
vaskularis dan memiliki konsentrasi K+ yang tinggi dan konsentrasi Na+ yang rendah.
Sel-sel di stria vaskularis memiliki konsentrasi Na+ K+ ATPase yang tinggi. Selain
itu, tampaknya terdapat pompa K elektrogenik yang unik di stria vaskularis yang
merupakan penyebab mengapa skala media sevara elektrik bermuatan positif sebesar
85mV, relatif terhadap skala vestibuli dan skala tympani.
Ujung rosesus yang halus, disebut tip link, yang mengikat ujung tiap
streosilium dengan tepi sl disebelahnya yang lebih tinggi, dan pada hubungan ini
terdapat kanal kation yang peka terhadap rangsang mekanis, yaitu di prosesus yang
lebih tinggi. Bila sterosila yang lebih pendek didorong ke arah yang lebih tinggi, kanal
lebih lama terbuka. Diduga tegangan tiap kanal disesuaikan oleh motor adaptasi
yang dibentuk dari myosin pada seterosilia yang lebih tinggi. Pergeseran sterosilia kea
rah yang berlawanan akan mempersingkat waktu buka kanal. Sub-unit kanal netrium
epitel mungkin terlibat karena sub-unit ini dapat membentuk sendiri kanal kation yang
relatif tidak selektif, amilorida terikat pad bangunan yang menyerupai taut pada titiktitik antara temu sterosilia yang pendek dengna yang lebih tinggi. Jadi, karena kanal
kation relatif nonspesifik, dan endolimfenya mengandung kadar K+, ion ini akan
masuk ke dalam sel rambut apabila saluran terbuka, dan menimbulkan depolarisasi.
Ca2+ juga masuk ke dalam sel, dan terjadi pelepasan transmitter sinaps yang
menyebabkan depolarisasi neuron aferen atau neuron yang berkontak dengan sel
rambut. Jenis transmitter ini bekku mfikrtahui, tapi kemungkinan adalah glutamate.
K+ yang masuk ke sel rambut melalui kanal kation peka rangsang mekanik ini
mengalami proses daur ulang. Ion ini masuk sel sustentakular dan kemudian meuju sel

sustentakular lain melalui taut erat di cochlea. Ion ini akhirnya mencapai stria vasklaris
dan disekresi kembali kedalam endolimfe, sehingga siklus daur ulang lengkap.
Diskriminasi arah asal suara
Destruksi korteks. pendengaran pada kedua sisi otak baik pada manusia atau pada
mamalia yang lebih rendah menyebabkan kehilangan sebagian besar kemampuannya
mendeteksi arah asal suara. Namun, mekanisme untuk deteksi ini berlangsung mulai
pada nuklei superior walaupun memerlukan semua lintasan saraf dari nuklei ini ke
korteks untuk interpretasi isyarat mekanisme ini diduga sebagai berikut :
Bila suara masuk satu telinga segera sebelum ia masuk telinga lainnya isyarat dari
telinga pertama menghambat neuron-neuron pada nukleus olivaris superior ipsilateral
dan penghanbatan ini berlangsung selama kurang dari saru milidetik, oleh karena itu
beberapa saat setelah suara mencapai telinga pertama lintasan untuk isyarat eksitasi
dari telinga sisi yang lain berada dalam keadaan terhambat. Selanjutnya neuron-neuron
tertentu dari nuklei olivaris superior medialis mempunyai waktu penghambatan yang
lebih lama daripada neuron lainnya oleh karena itu bila isyarat suara dari telinga yang
lain masuk ke nuklaus olivaris superior yang dihambat isyarat tidak dapat mendaki
lintasan pendengaran melalui beberapa neuron tetepi tedak melalui neuron lainnya.
Dan neuron tertentu tempat isyarat lewat ditentukan oleh selisih waktu suara antara
kedua
telinga.
Batas Frekuensi Pendengaran
Frekuensi suara yang dapat didengar oleh seorang muda sebelum proses penemuan
terjadi pada telinga umumnya dinyatakan antara 30 dan 20.000 sikluasi per detik akan
tatapi, batas suara sangat tergantung pada intensitas. Bila intensitas hanya -60 desiber.
Batas suara adalah 500 sampai 5.000 siklus per detik tetapi, bila intensitas suara
adalah -20 dB batas frekuensi sekitar 70 sampai 15.000 siklus per detik dan hanya
dengan suara yang kuat dapat di capai batas lengkap 30 sampai 20.000 siklus perdetik
pada orang tua batas frekuensi turun dari 50 dampai 8.000 siklus per detik atau kurang.
Frekuensi suara yang berdasarkan penggunaannya adalah :
1. Frekuensi suara, antara 20-20.000 Hz
2. Frekuensi percakapan, antara 500 Hz, 1000 Hz, sampai 2000 Hz.
3. Frekuensi peka terbaik, antara 1000-4000 Hz.
Bahaya Mengorek Telinga
Bentuk telinga dirancang untuk mengantisipasi masuknya kotoran. Liang telinga yang
bersudut membuat kotoran, seperti debu atau serangga, sulit menembus bagian yang
lebih dalam. Tugas menghalau kotoran juga dilakukan kelenjar rambut yang terdapat
di bagian depan setelah liang telinga. Di sini juga diproduksi getah telinga yang
bernama serumen. Kita lebih mengenalnya sebagai kotoran telinga atau getah. kotoran
telinga inilah yang akan menangkap kotoran dan dengan sendirinya membersihkannya.

Orang sering salah kaprah menyangka kotoran telinga sebagai kotoran. Padahal,
fungsinya sangat penting untuk membersihkan kotoran yang masuk. Secara alamaiah,
kotoran yang masuk akan kering dan keluar sendiri. Dalam kadar normal, kotoran
telinga hanya menutupi permukaan dinding telinga. Jika dibersihkan, getah akan
diproduksi lagi. Maka, telinga sebaiknya tidak dibersihkan dengan cara dikorek.
Cukup bersihkan bagian luar saja, yaitu daun dan muara liang telinga.
Salah satu yang sering dilakukan orang adalah mengorek telinga. Tak banyak yang
tahu, mengorek telinga justru akan mengakibatkan terdorongnya getah telinga ke
bagian yang lebih dalam yang bukan tempatnya. Jika getah ini dibersihkan, maka
getah akan diproduksi lagi. Jika pengorekan dilakukan terus-menerus, getah yang
terdorong akan menumpuk dan menyumbat, sehingga pendengaran pun menurun
karena gelombang suara tak bisa disalurkan dengan baik.
Mengorek telinga juga bisa mengakibatkan perbenturan sebab telinga kita bentuknya
bersudut. Perbenturan ini akan mengakibatkan pembengkakan atau perdarahan.
Pengorekan yang terlalu keras atau dalam juga bisa mengakibatkan trauma, ditambah
dinding telinga kita mudah berdarah. Masih ada lagi, mengorek telinga juga bisa bikin
kolaps. Hal ini terjadi karena adanya refleks saraf pagus yang terdapat di dinding
telinga. Saraf pagus membentang ke tenggorokan, dada sampai perut. Batuk-batuk
adalah refleks yang ringan. Refleks yang berat dan berbahaya bisa mengakibatkan
kolaps.
Banyak hal bisa menjadi penyebab menurunnya kualitas pendengaran. Dalam
gangguan taraf ringan, orang hanya akan mampu mendengar bunyi dengan kapasitas
25-40 dB saja, taraf sedang 40-60 dB, dan jika lebih dari 60 dB berarti berada dalam
taraf berat.
Gangguan Pendengaran
Banyak orang beranggapan dirinya hanya akan mengalami gangguan pendengaran jika
telah tua. Padahal fakta membuktikan tak hanya yang tua yang bisa mengalami
gangguan pendengaran. Yang muda pun bisa mengalaminya. Gangguan pendengaran
ada 2 macam, yaitu :
1. Tipe konduksi, yaitu terjadinya gangguan dari penghantaran dari meatus
auditorius externa sampai dengan cochlea. Ada sejumlah kondisi yang menyebabkan
gangguan konduktif. Di antaranya adalah infeksi di bagian tengah telinga, sambungan
tulang retak, gendang telinga berlubang, kelainan pada bagian telinga luar,
otosclerosis, juga serumen/kotoran telinga. Gangguan ini bisa diatasi dengan
menggunakan obat-obatan atau dengan operasi.
2. Tuli saraf, yaitu terjadinya gangguan impuls dari koklea ke Nn. auditorius sampai
dengan pusat. Tuli saraf terbagi atas :

a. Tuli sensorineural cochlea, disebabkan aplasia, labirintitis, intoksikasi obat


ototoksik atau alkohol. Dapat juga disebabkan tuli mendadak, trauma kapitis, trauma
akustik, dan pemaparan bising.
b. Tuli sensorineural retrocochlea, disebabkan neuroma akustik, tumor sudut ponsserebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, atau kelainan otak
lainnya.
Agar mendapatkan kembali, penderita gangguan pendengaran sensorineunal harus
memakai alat bantu dengar sepanjang hidupnya. Pilihan lainnya adalah dengan
menjalani operasi implan cochlea.
Gangguan pendengaran ini mempunyai gejala yang cukup mudah dikenali. Beberapa
gejala, sebagaimana dirilis The National Institute on Deafness and Other
Communications Disorders, sebagai berikut.
1. Sulit mengikuti pembicaraan ketika dua orang atau lebih bicara pada saat yang
sama.
2. Mengalami masalah melakukan pembicaraan di telepon.
3. Harus berkonsentrasi penuh untuk mengikuti dengan baik pembicaraan yang
sedang berlangsung.
4. Sulit mendengar saat berada dalam lingkungan yang bising.
5. Ada yang mengeluh karena kita menyalakan televisi atau radio dengan suara yang
terlalu keras.
6. Merasa bahwa banyak lawan bicara yang kelihatannya berbicara tidak jelas atau
hanya bergumam.
7. Sering meminta lawan bicara untuk mengulang ucapan yang dikatakan.
8. Sering salah menjawab atau salah paham atas lawan bicara.
9. Sering mengalami kesulitan untuk memahami pembicaraan dengan wanita dan
anak-anak, karena mereka berbicara dengan frekuensi yang lebih tinggi. Pada
gangguan yang disebabkan karena suara bising, penderita sering mendengar frekuensi
tinggi pada awal gangguan pendengaran terjadi.
Jika mengalami tiga gejala atau lebih, kita disarankan untuk segera memeriksaakan
diri ke dokter spesialis THT (Telinga, Hidung, Tenggorok) guna memperoleh
diagnosis yang lebih jelas. Dokter biasanya melakukan pemeriksaan baik secara
kualitatif dengan mempergunakan garpu tala maupun kuantitatif dengan audiometer.
Yang dimaksud dengan kekurangan pendengaran (KP) adalah keadaan dimana seorang
kurang dpat mendengar dan mengerti suara atau percakpan yang didengar untuk
mendiagnosis kurang pendengaran. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara
lain :
1. Penentuan pada penderita apakah ada kurang pendengaran atau tidak.
2. Jenis kurang pendengaran
3. Derajat kurang pendengaran
4. Menentukan penyebab kurang pendengaran
1.

Penentuan pada Penderita Apakah Ada KP atau Tidak

Dalam penentuan apakah ada KP atau tidak pada penderita hal penting yang harus
diperhatikan adalah umur penderita. Respon manusia terhadap suara atau percakapan
yang didengranya tergantung pada umur pertumbuhannya. Usia 6 tahun diambil
sebagai batas, kurang dari 6 tahun respon anak terhadap suara atau percakapan
berbeda-beda tergantung umurnya, sedangkan lebih dari 6 tahun respon anak terhadap
suara atau percakapan yang didengar sama dengan orang dewasa karena luasnya aspek
diagnostik KP. Pad kedua golongan umur tersbut, maka dalam makalah ini yang
diuraikan hanya diagnosis KP pada anak-anak umur 6 tahun keatas dan dewasa.
2. Jenis KP
Jenis KP berdasarkan lokalisasi lesi :
a. KP jenis hantaran
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada telinga luar dan atau telinga tengah
b. KP jenis sensorineural
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada telinga dalam (pada koklea dan N.VIII)
c. KP jenis campuran
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada telinga tengah dan telinga dalam.
d. KP jenis sentral
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada nucleus auditorius dibatang otak sampai
dengan korteks otak.
e. KP jenis fungsional
Pada KP jenis ini tidak dijumpai adanya gangguan atau lesi organic pada system
pendengaran baik perifer maupun sentral, melainkan berdadasarkan adanya masalah
psikologis atau omosional.
Untuk KP jenis sentral dan fungsional mengingat masih terbatasnya pengetahuan
proses pendengara di wilayah tersebut, disamping masih belum banyak dikenal teknik
uji pendengaran yang dapat dimanfaatkan untuk bahan diagnostik, maka pada makalah
ini akan dibatasi pada diagnosis KP jenis hantaran sensorineural dan campuran saja.
3. Menentukan penyebab KP
Menetukan penyebab KP merupakan hal yang paling sukar diantara kempat batasan
atau aspek tersebut diatas, untuk itu diperlukan:
a. Anamnesis yang luas dan cermat tentang riwayat terjadinya KP tersebut
b. Pemeriksaan umum dan khusus (telinga, hidung dan tenggorokan ) yang teliti.
c. Pemeriksaan penunjang (bila diperlukan seperti foto laboratorium)
Cara-cara yang dapat kita lakukan untuk mengetes fungsi pendengaran penderita,
yaitu:
1. Tes tutur
2. Tes garputala
a. Tes rinne

b.
c.
3.

Tes schwabah
Tes weber
Pemeriksaan audiometri

Tes Fungsi Pendengaran


1. Tes Tutur
Tes tutur adalah sistem uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang
telah dibakukan, dituturkan melalui bisikan kepada penderita untuk mengukur
beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip tes tutur sebagai alat uji
pendengaran digunakan daftar kata terpuilih yang dituturkan pada penderita.
Pemeriksa membisikkan kata yang dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal dalam jarak
6 meter dari penderita. Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata
yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena
intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk maju sejauh 1 meter.
Pemeriksa mencatat presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah
pada tiap intensitas. Hasil ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya
adalah intensitas suara kata-kata yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah
presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan benar. Dari audiogram tutur dapat
diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :
1) Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang
dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi
tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan desibel (dB).
2) Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi
(fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi
tutur atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata
yang ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara barapa saja. Tes tutur pada
prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas artinya pada intensitas mana
mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan kata-kata dengan tepat.
Interpretasi :
1) Normal, dapat mendengar dengan jarak 6 meter.
2) Tuli ringan, dapat mendengar dengan jarak 5-4 meter.
3) Tuli sedang, dapat mendengar dengan jarak 3-2 meter.
4) Tuli berat, dapat mendengar dengan jarak 2-1 meter.
2. Tes Garputala
a. Tes Rinne
Tujuan melakukan tes rinne adalah untuk membandingkan antara hantaran tulang
dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.
Ada 2 macam tes rinne , yaitu :
1) Garputala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak
lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus acusticus externus). Setelah

pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus
acusticus externus pasien. Tes rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya.
Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya
2) Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya
secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan
meatus acusticus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala
didepan meatus acusticusexternus lebih keras dari pada dibelakang meatus acusticus
externus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus
acusticuscexternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar
didepan meatus acusticus externus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne :
1) Normal
:
tes rinne positif, bisa juga menimbulkan
interpretasi terjadinya SNHL
2) Tuli konduksi
:
tes rinne negatif (getaran dapat didengar
melalui tulang lebih lama)
3) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :
a) Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.
b) Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)
c) Pseudo negatif, terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I
yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa
maupun pasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak
lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai
aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.
Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah
tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid
pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan
garputala kedepan meatus akustukus eksternus.
b. Test Swabach
Tujuan tes ini adalah membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara
pemeriksa (normal) dengan probandus. Gelombang-gelombang dalam endolimfe dapat
ditimbulkan oleh:
1) Hantaran udara (getaran yang datang melalui udara)
2) Hantaran tulang (etaran yang datang melalui tengkorak), khususnya osteo
temporale
Cara Kerja :
Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak prosesus
maltoideus probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama
makin melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat
probandus tidak mendengar suara garputala, maka penguji akan segera memindahkan

garputala itu ke prosesus maltoideusnya sendiri atau orang yang diketahui normal
ketajaman pendengarannya (pembanding).
Untuk memastikan lakukan pemeriksaan berikut :
Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak prosesus
maltoideusnya sendiri. Pada saat pemeriksa tidak mendengar suara garputala, maka
pemeriksa akan segera memindahkan garputala itu ke prosesus maltoideus probandus.
Interpretasi :
1) Normal, apabila dengungan sudah tidak dapat didengar baik oleh pemeriksa
maupun probandus.
2) Schwabah memendek (tuli saraf), apabila dengungan sudah tidak dapat didengar
oleh probandus namun masih dapat didengar oleh pemeriksa.
3) Schwabah memanjang (tuli konduksi), apabila dengungan sudah tidak dapat
didengar oleh pemeriksa namun masih dapat didengar oleh probandus.
c. Tes Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara
kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu dengan menggetarkan
garputala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal,
misalnya pada dahi pasien.
Interpretasi :
1) Normal, apabila yang didengar oleh pasien di telinga kanan dan kiri sama
kerasnya.
2) Lateralisasi kiri, (CHL AS / SNHL AD), apabila dengungan lebih keras di telinga
kiri.
3) Lateralisasi kanan (CHL AD / SNHL AS), apabila dengungan lebih keras di
telinga kanan. Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:
a) Tuli konduksi sebelah kanan, misal adanya ototis media disebelah kanan.
b) Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan lebih
hebat.
c) Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di
dengar sebelah kanan.
d) Tuli persepsi pada kedua telinga, tetapi sebelah kiri lebih hebat dari pada sebelah
kanan.
e) Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kanan jarang terdapat.
3. Tes Audiometri
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan
nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap frekuensi ditentukan
intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai presentasi dari
pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan
gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur
(uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman

pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan


anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.
Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengetahui level pendengaran
seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat
ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi
seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yag akan
bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendengaran.
Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis dan
pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :
a. Audiometri Nada Murni
Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat
menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000,
4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan
disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ke telinga orang yang diperiksa
pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui
hantaran udara dan hantaran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga
akan didapatkan kurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca
audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang.
Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan
berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada
muri.
Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekuensi 20-20.000
Hz. Frekuensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan
sehari-hari.
Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran
Kehilangan dalam Desibel

Klasifikasi

Pendengaran normal
0-15
Kehilangan pendengaran kecil
>15-25
Kehilangan pendengaran ringan
>25-40
Kehilangan pendengaran sedang
>40-55
Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat
>55-70
Kehilangan pendengaran berat
>70-90
Kehilangan pendengaran berat sekali
>90
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada stimulus
nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar
bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala
desibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air condution) dan skala skull vibrator

(bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL.
Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.
Manfaat audiometri, diantaranya :
a. Untuk kedokteran klinik, khususnya penyakit telinga
b. Untuk kedokteran klinik Kehakiman,tuntutan ganti rugi
c. Untuk kedokteran klinik Pencegahan, deteksi ktulian pada anak-anak
Tujuannya yaitu :
a. Mediagnostik penyakit telinga
b. Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan sehari-hari, atau
dengan kata lain validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan, apakah
butuh alat pembantu mendengar atau pndidikan khusus, ganti rugi (misalnya dalam
bidang kedokteran kehkiman dan asuransi).
c. Skrinig anak balita dan SD
d. Memonitor untuk pekerja-pekerja dinetpat bising.
Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini.
1. Suara-suara keras, misalnya :
a. Barotrauma, disebabkan oleh suara yang sangat keras sehingga membrane
tympani pecah, contohnya suara bom.
b. Acustictrauma, disebabkan oleh suara bising sehari-hari, contohnya seseorang
yang bekerja di pabrik plastik akan mendengar suara bising terus menerus.
2. Degeneratif (penuaan), umumnya terjadi pada orang-orang yang lanjut usia.
Gangguan ini biasanya diawali oleh tuli saraf akibat rusaknya sel-sel rambut karena
penuaan yang dilanjutkan oleh tuli konduksi akibat kekakuan pada membrana
tympany dan tulang-tulang pendengaran. Keseluruhan gangguan ini kemudian
mengakibatkan tuli campuran.
3. Infeksi, biasanya mengaibatkan tuli konduksi. Penyebabnya adalah otitis media
nonserosa dan otitis media serosa yang paling sering menjadi penyebab. Ganggunan
ini diawali oleh radang pada faring (faringitis) atau membrana tympani (miringitis)
yang menyebabkan produksi mukus yang berlebihan. Mukus yang berlebihan ini
kemudian menimbulkan radang abses, yaitu munculnya rongga berisi nanah. Abses
menekan membran tympani sampai menonjol bahkan pecah.
4. Toksin, gangguan ini disebabkan oleh obat, khususnya antibiotik. Misalnya,
antibiotik yang mengandung amino glikosida yang mempunya derivat amino glikosit.
Kandungan ini akan memblok/menutup kanal K+ sehingga suara tidak bisa
diterjemahkan ke otak. Akibatnya adalah terjadi tuli saraf.
5. Hereditas
Sekitar satu dari tiga kelahiran anak yang memiliki kesulitan mendengar disebabkan
oleh faktor hereditas. Artinya bahwa bila ada kasus gangguan pendengaran dalam
keluarga, maka keturunannya akan memiliki kemungkinan besar mengalami gangguan
pendengaran.

VIII. APLIKASI KLINIS

1. Otitis
Otitis media adalah peradangan dari telinga tengah. Menurut spesialis THT RSI
Sultan Agung Semarang, dr Andriana SpTHT MSiMed, radang telinga tengah sering
dipicu oleh infeksi-infeksi yang menyebabkan sakit tenggorokan dan selesma-selesma
atau persoalan-persoalan pernapasan lainnya yang menyebar ke telinga tengah.
Penyebabnya bisa virus atau bakteri yang menjadi akut atau kronis.
Nama otitis media diambil dari kata oto yang berarti telinga, itis (radang), dan media
(tengah). Jadi, otitis media itu peradangan sebagian atau seluruh telinga tengah.
Radang telinga bisa terjadi di ketiga bagian, namun yang paling sering pada telinga
luar
(otitis
eksternal)
dan
telinga
tengah
(otitis
media).
Infeksi Otak Otitis media ditandai dengan nyeri, berdenging, dan rasa penuh di telinga.
Jika sudah parah akan keluar cairan. Kalau cairannya kental seperti nanah (congek),
penyakitnya disebut otitis media supuratif. Sebaliknya, jika cairannya masih encer
disebut nonsupuratif (otitis media serosa).
Otitis bisa menimbulkan berbagai komplikasi. Tidak hanya gangguan fungsi
telinga, tetapi bisa mengakibatkan kematian. Proses menjadi kronis ini bisa
menyebabkan hancurnya struktur di dalam telinga dan tulang-tulang di sekitarnya
yang merupakan bagian dari tengkorak.Infeksi dapat terus menyebar sampai ke selaput
pembungkus otak dan ke jaringan otak sendiri. Ini terjadi karena benteng pertahanan
di telinga berhasil diruntuhkan kuman penyakit. Reaksi pertama yang terjadi biasanya
berupa pembentukan abses lokal. Selanjutnya, melalui proses cukup rumit, abses ini
bisa menyebar ke selaput pembungkus otak, lalu ke jaringan otak. Walaupun tidak
khas, nyeri kepala di daerah atas dan belakang telinga bisa menjadi petunjuk infeksi
telinga yang sudah masuk ke rongga tengkorak. Komplikasi otitis media bisa terjadi di
telinga saja (lokal) atau di dalam rongga tengkorak (intrakranial). Kelumpuhan saraf
wajah dan labirintitis (yang gejalanya vertigo dan tuli saraf berat) adalah contoh
komplikasi lokal. Sementara infeksi sampai ke otak bisa berlanjut menjadi meningitis
dan abses otak. Pada keadaan ini, penanganannya menjadi lebih rumit, melibatkan
tidak hanya dokter spesialis THT, tetapi juga dokter spesialis saraf atau bedah saraf.
Hasil terapi pun lebih sulit diperkirakan.
Dibanding orang dewasa otitis media lebih rentan diderita bayi dan anak kecil.
Hal ini karena bentuk tuba pada telinga anak kecil lebih pendek, lebar, dan mendatar.
Karenanya jika terjadi infeksi di saluran pernapasan atas seperti batuk pilek atau
influenza, kuman-kumannya lebih leluasa sampai ke rongga telinga tengah sehingga
memicu OMA.Tuli Konduktif Infeksi dapat menimbulkan perubahan lapisan mukosa
telinga tengah. Perubahan ini terjadi berangsur-angsur, tidak langsung. Mula-mula
tuba eustachius tersumbat, sehingga penderita merasa pendengarannya terganggu. Lalu
terjadi perubahan pada lapisan mukosa di dalam telinga, terbentuk cairan di rongga
telinga, dan gendang telinga membengkak. Penderita akan merasa sangat sakit dengan

demam tinggi dan nyeri di telinga semakin bertambah. Kalau cairan tidak segera
dikeluarkan, gendang telinga bisa pecah atau robek (perforasi), dan meninggalkan
lubang sehingga menyebabkan ketulian.

2. Presbikusis
Seperti organ-organ yang lain, telinga pun mengalami kemunduran pada usia
lanjut. Kemunduran ini dirasakan sebagai kurangnya pendengaran, dari derajat yang
ringan sampai dengan yang berat. Bila kekurangan pendengaran ini berat, akan
menimbulkan banyak masalah bagi penderita dengan orang-orang sekitarnya.
Misalnya salah faham dalam komunikasi. Penderita sering membantah karena mengira
orang lain marah-marah kepadanya, tak perduli kepadanya, atau malah
mentertawakannya, mengejeknya atau lain-lain lagi. Dalam perjalanan mencapai usia
lanjut, alat pendengaran dapat mengalami berbagai gangguan. Gangguan ini dibagi
dalam dua bagian besar; yaitu gangguan di bagian konduksi yang biasanya dapat
diobati dengan hasil memuaskan, dan pada bagian persepsi yang biasanya sulit diobati.
Berkurangnya fungsi sistem pendengaran kita pada usia senja, adalah sebagian
dari proses penuaan yang juga terjadi pada sistem-sistem lain di tubuh kita. Proses
berkurangnya fungsi oleh karena penuaan ini disebut juga proses degenerasi. Proses
degenerasi yang terjadi pada sistem pendengaran kita sehingga mengakibatkan
fungsinya berkurang sampai hilang disebut presbikusis.
Mulainya proses degenerasi tidak sama untuk setiap orang, tapi tergantung pada
faktor keturunan dan lingkungan tempat tinggalnya. Sedangkan kelainan yang terjadi
tidak hanya pada cochlea, tapi juga telinga tengah, saraf pendengaran, di nukleus
koklea dan di pusat pendengaran di susunan saraf pusat.
Presbikusis adalah tuli sensorineural yang biasanya simetris dan pada pasien
yang berusia diatas 60 tahun. Orang-orang diatas 60 tahun normal mengalami
penurunan pendengaran. Presbikusis dapat mulai pada frekuansi 100 Hz atau lebih dan
meningkat secara perlahan-lahan sampai dengan frekuensi diatas 2000 Hz.
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan terjadinya presbikusis antara
lain :
1) Sensory presbyacusis
Organ corti terletak pada skala media. Sel-sel sensori dari organ corti ini terdiri dari sel
rambut sebelah dalam dan sebelah luar. Fungsinya sel-sel rambut ini merobah energi
mekanis dari getaian suara ke impul listrik yang akan meneruskan ke pusat
pendengaran melalui n. cochlearis. Proses degenerasi dari organ Corti ini sudah mulai
sejak muda, bahkan sejak anak-anak dan terus berlanjut terus secara perlahan-lahan.
Karena prosesnya berlangsung secara perlahan-lahan, tidak berapa mengganggu
pendengaran, terutama pada frekuensi bicara. Dan pada usia lanjut degenerasi itu
terbatas hanya pada bagian basal cochlea. Degenerasi mulai dengan destorsi dan
pemicakan dari sel-sel rambut, diikuti oleh hilangnya sel-sel rambut dan sel-sel

penyokong yang perlu untuk menjaga kelangsungan hidup dari serabut ganglion
spiralis. Bila tindakan sampai ke fase ini maka organ cortipun menghilang.
Kekhususan dari tipe sensory presbyacusis ini adalah turunnya secara tiba-tiba
pendengaran untuk frekuensi tinggi.
2) Neural presbyacusis
Menurut Otte, Schuknecht dan Kerr (1978) sebagai hasil penyelidikannya pada sel-sel
ganglion dari cochlea, didapatkan-nya bahwa jumlah sel-sel ganglion (neurones) akan
berkurang dari 37.000 pada dekade pertama sampai 20.000 pada dekade ke-9.
Pengurangan jumlah sel-sel neurones ini sesuai dengan normal speech discrimination.
Bila jumlah neurones ini berkurang di bawah yang dibutuhkan untuk tranmisi getaran,
terjadilah neural presbyacusis. Biasanya kekurangannya neurones dari koklea lebih
parah pada basal koklea .
Gambaran klasik : speech discrimination sangat berkurang dan atrofi yang luas dari
ganglion spiralis
3) Strial presbyacusis
Fungsi dari stria vascularis ini belum diketahui betul. Ada anggapan bahwa mungkin
stria vascularis tempat sekresi endolimfe, yaitu suatu sumber potensil listrik di skala
media (Misrahy et al 1958), atau mungkin juga sumber energi untuk sel-sel pada
membrana basilaris. Strial presbyacusis ini merupakan tipe presbiakusis yang sering
didapati. Kekhasannya ialah, kekurangan pendengaran mulai datang pada dekade ke-3
sampai dekade ke-6 dan berlangsung secara perlahan-lahan. Dibedakan dari tipe
presbiakusis lain yaitu pada strial presbyacusis ini gambaran audiogramnya rata,
speech discrimination bagus sampai batas minimum pendengarannya melebihi 50 dB.
Histologi : Atrofi pada stria vascularis, di mana lebih parah pada koklea setengah
bagian apex.
4) Cochlear conductive presbyacusis
Cochlear conductive presbyacusis ini pertama kali dikemukakan oleh Schuknecht
(1974), yaitu suatu tipe kekurangan pendengaran dengan suatu gambaran khas
audiogram
yang
menurun
dan
simetris.
Histologi : Tidak ada perubahan morpologi pada struktur koklea untuk menerangkan
kekurangan pendengaran ini. Jadi kekurangan pendengaran ini disebabkan oleh
gangguan gerakan mekanis di membrana basalis. Perubahan atas respon fisik khusus
dari membrana basalis lebih besar di bagian basal karena lebih tebal dan jauh lebih
kurang di apical, di mana di sini lebih lebar dan lebih tipis. Nomura (1970)
mengatakan, terjadi deposit dari lemak & kolesterol di membrana basalis, dan ini
dapat menyebabkan perubahan pada respon fisik dari membrana basilaris. Selain pada
koklea juga dilaporkan terjadinya perubahan pada pusat pendengaran, seperti yang
diselidiki oleh Kirikae, Sato dan Shetara (1964) yang melaporkan terjadinya atrofi di
nuklei pada pusat pendengaran, dan ini menyebabkan penurunan dari speech
discrimination.

Satu dari penelitian yang sangat berpotensi untuk meluas disebabkan oleh mutasi
genetik pada DNA mitokondria. Perfusi yang berkurang pada koklea seiring dengan
usia memberikan dampak pada pada bentuk dari metabolik oksigen relatif, yang
memberikan dampak pada struktur saraf telinga dalam seiring dengan kerusakan DNA
mitokondria. Kerusakan pada DNA mitokondria menyebabkan berkurangnya
posporilasi oksidatif, yang dapat memberikan masalah pada fungsi neural telinga
dalam.
Ada
4
tipe
presbiakusis
yang
terjadi
akibat
degenerasi
ini:
1. Sensory presbyacusis: tiba-tiba pendengaran menurun untuk frekuensi tinggi oleh
karena proses degenerasi yang terjadi secara hebat di bagian basal organ corti. Speech
discrimination-nya masih cukup baik.
2. Neural presbyacusis: speech discrimination sangat berkurang oleh karena
berkurangnya jumlah neurones lebih dari biasa.
3. Strial presbyacusis: gambaran audiogram yang rata dan speech discrimination bagus
akibat atrofinya stria vascularis, terutama di bagian apex.
4. Cochlear conductive presbyacusis: gambaran audiogram yang menurun, simetris
oleh karena perubahan gerakan mekanis dari duktus cochlea.(2,7,9)
GEJALA KLINIS
Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara
perlahan-lahan dan progresif, simetris pada kedua telinga. Kapan berkurangnya
pendengaran tidak diketahui dengan pasti. Pertama-tama terjadi sedikit demi sedikit
kekurangan pendengaran pada frekuensi tinggi, dan kemudian diikuti oleh tidak bisa
mendengar dengan jelas akibat sukarnya menangkap huruf konsonan yang bersuara
mendesis (S, SH, Z, C dan T). Keluhan lainnya adalah telinga berdenging (tinitus nada
tinggi). Pasien dapat mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya,
terutama bila diucapkan dengan cepat di tempat dengan latar belakang yang ramai
(cocktail party deafness). Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di
telinga, hal ini disebabkan oleh faktor kelelahan saraf (recruitment). Pada kasus
presbikusis yang berat komunikasi dengan penderita lebih sukar. Umumnya penderita
presbikusis ini lebih suka bila kita berbicara lambat-lambat, jelas, kata-kata yang
pendek dan bicara agak ke dekat kuping, daripada suara yang keras. (2,3)
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
Anamnesis
Pemeriksaan telinga (Otoskopi)
Dengan pemeriksaan otoskopi, tampak membran tympani suram, mobilitasnya
berkurang.
Tes Pendengaran

- Tes garpu tala


Pada
tes
garpu
tala
didapatkan
tuli
sensorineural.
- Audiometri nada murni
Pada pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan suatu tuli saraf nada tinggi,
bilateral, dan simetris. Audiometri nada murni terutama kita gunakan untuk
menentukan berapa besar kekurangan pendengaran dan untuk menetapkan gambaran
audiogramnya. Gambaran audiogram dari pekak sensorineural yang disebabkan oleh
presbikusis ini bervariasi tergantung kepada di mana kelainan itu terjadi. Tapi pada
umumnya tidak ada gap antara hantaran udara dan hantaran tulang, simetris dan
gambaran audiogramnya dapat dibagi atas 3 tipe: rata, landai atau agak landai dan
curam.
-Audiometri bicara
Audiometri bicara dilakukan untuk mengetahui Speech discrimination score, yaitu
kemampuan pendengaran penderita dalam membeda-bedakan macam-macam kata
yang didengar. Pemeriksaan audiometri bicara menunjukkan adanya gangguan
diskriminasi bicara di mana keadaan ini jelas terlihat pada presbikusis jenis neural dan
cochlear.
PENATALAKSANAAN
1)Pengobatan
1.Vasodilator
Seperti asam nikotinat dan derivatnya menyebabkan vasodilatasi perifer, dan
pemberian dosis tinggi dalam waktu yang lama menurunkan bloodlipid pada orang
hiperkolesterolemia. Efek terapeutik pada presbiakusis disebabkan oleh dilatasi
cochlear dan pembuluh darah di otak akibat aksi lipoproteinolitik dari obat tersebut.
Contoh lain misalnya Ronicol dan Hydergin.
2.Obat lipoproteinolitik
Heparin i.v. 250 mg setiap hari selama 8 hari. Kemajuan audiometrik didapat pada
25% penderita. Vertigo dan tinitus menghilang pada 45% penderita.
3.Vitamin
Vitamin B kompleks memberikan 43,5% kemajuan dalam pendengaran. Vitamin A
banyak dicoba dengan hasil yang lebih memuaskan.
2)Rehabilitasi
Ini lebih ditujukan untuk memakai alat bantu dengar (Hearing Aid). Dengan memakai
alat bantu dengar ini penderita akan tertolong dalam berkomunikasi dengan orang lain,
terutama pada tipe presbikusis tertentu. Untuk penderita presbikusis ringan, biasanya
tidak membutuhkan alat bantu dengar hanya bila ingin bertelepon, maka sebaiknya
memakai suatu alat sebagai amplifier atau untuk mendengar TV & Radio sebaiknya
memakai sejenis earphone. Atau dengan Lipereading ditujukan bagi orang tua untuk

mempelajari gerakan mulut. Sebaiknya dijelaskan bahwa komunikasi akan lebih baik
bila pasien melihat ke wajah orang yang diajak berkomunikasi

3. Tuli Mendadak
Tuli mendadak adalah suatu ketulian yang terjadi secara tiba-tiba dalam
beberapa jam sampai beberapa hari, biasanya unilateral tetapi bisa juga bilateral,
bersifat tuli syaraf dengan penyebab yang tidak diketahui.. Penurunan
Penyebab tuli mendadak belum diketahui secara pasti, tetapi teori teori
yang banyak berkembang menyatakan bahwa kebanyakan penyebab tuli mendadak
adalah virus dan gangguan vaskuler. Beberapa faktor yang dianggap sebagai pencetus
tuli mendadak adalah gangguan emosional, kelelahan, diabetes militus, arterisklerosis,
umur dan kehamilan.7,8
Penyebab tuli mendadak dapat dikelompokkan sebagai berikut .
1. Infeksi :
Virus ataupun bakteri misalnya :
Meningococcal meningitis
Cryptococcal meningitis
Virus Herpes
Mumps
HIV
Toxoplasmosis
Syphilis
Rubella
2. Trauma :
Perilimph fistula
Inner ear decompression sickness
Fraktur temporal
Cedera telinga dalam
Pasca operasi THT, misalnya : Stapedectomy
Komplikasi pasca operasi non THT.
3. Keganasan :
Neuroma akustik
Leukemia
Myeloma
Metastasis pada internal auditory canal
Meningeal carsinomatosis
4. Racun :
Obat-obatan yang bersifat ototoksis
5. Reaksi immunologi :
Autoimmune inner ear disease (AIED)

Lupus erythematosus
Polyarteritis nodosa
Cogans syndrom
6. Gangguan sirkulasi :
Cardiopulmonary bypass
Deformitas sel darah merah
Sickle cell disease
Insufisiensi vertebrobasilar
Vascular disease yang disebabkan mitocondriopathy
7. Gangguan neurologi :
Multiple sclerosis
Migrain
8. Kelainan metabolik :
Diabetes mellitus
Gangguan kelenjar thyroid
10.
Idiopatik
GEJALA KLINIK
Gejala klinik tuli mendadak :
1. Tuli yang bersifat mendadak dalam beberapa jam atau hari, biasanya unilateral
kadang-kadang bilateral. Tuli bersifat sensorineural dimana derajat ketulian dari yang
ringan sampai berat dan dapat mengenai semua frekuensi yang paling sering pada
frekuensi tinggi
2. Tinitus
Kira-kira 70 % penderita tuli mendadak mengalami tinitus dan pada tuli mendadak
bilateral ditemukan 79%. Tinitus bisa terjadi beberapa jam sebelum terjadi penurunan
pendengaran dan biasanya berkurang dalam beberapa hari tetapi dapat juga menetap.
3. Vertigo
Secara umum 40 % penderita mengalami vertigo ringan , mual dan muntah.
4. Gejala tambahan
Telinga terasa penuh, sakit kepala dan demam ringan.
DIAGNOSIS BANDING
Gejala
Tuli
Menieres
Labirinitis
Ototoksik
Otosklerosis
mendadak
Disease
Tipe tuli Sensorineural Sensorineural Sensorineural Sensorineural - Konduktif
Sensorineural
Tinitus
( - / +)
(+)
( - / +)
( - / +)
( - / +)
Vertigo ( - / +)
(+)
(+)
( - / +)
( - / +)
Telinga ( - / +)
(+)
(-)
(-)
(-)
penuh,

sakit
kepala,
demam
ringan
Riwayat ( - )
(-)
(-)
(+)
(-)
pemakaia
n obat yg
bersifat
ototoksik
DIAGNOSIS
Diagnosis tuli mendadak dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Pada umumnya penderita mengeluhkan pendengaran menurun
secara tiba-tiba, dalam beberapa jam atau hari, biasanya unilateral.
Keluhan lain berupa tinitus, rasa penuh pada telinga dan vertigo yang
kadang disertai mual, muntah dan sakit kepala.
Disamping itu ditanyakan pula riwayat penyakit yang pernah
diderita, tindakan pembedahan yang pernah dialami, riwayat truma kepala,
riwayat pemakaian obat-obatan yang bersifat ototoksik, riwayat pekerjaan
apakah perenang, pilot pesawat, ataupun bekerja ditempat yang terpapar
bising, riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran dan riwayat
penyakit metabolik .
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan otoskopi biasanya didapati liang telinga dan
membran tympani yang normal .
3. Pemeriksaan Audiologi
A. Tes Penala
Di jumpai tes rinne positif, tes weber lateralisasi ketelinga yang
sehat, tes schwabach memendek.
Kesan : Tuli sensorineural.
B. Audiometri Nada Murni
Tuli sensorineural ringan sampai berat. Pemeriksaan harus diulang
dengan interval waktu 2 3 kali sampai menunjukkan hasil yang
stabil.
C. Tes tutur ( Speech Audiometri )
SDS ( Speech Discrimination Score ) kurang dari 100 %.
Kesan : Tuli sensorineural cochlea
4. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap, pembekuan darah, metabolik dan


serologik. Tujuannya untuk mencari kelainan yang mungkin
berperan sebagai faktor pencetus atau predisposisi.
5. Pemeriksaan Radiologi
Ct-Scan ataupun MRI untuk melihat ada tidaknya kelainan pada
tulang temporal dan meatus acusticus internus.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan tuli mendadak sampai saat ini masih kontroversial, walaupun telah
banyak cara yang dilakukan. Adanya penyembuhan yang spontan dari gangguan
pendengaran menjadi normal ataupun mendekati normal membuat sulit diketahui
apakah penyembuhan tersebut akibat pengobatan atau spontan.3,8
Pengobatan ditujukan pada 9:
1. Faktor penyebab
2. Faktor disfungsi neurovaskular
3. Faktor edema
Diantara pengobatan yang sering dilakukan adalah 15-18:
1. Tirah baring total ( total bed rest )
Istirahat fisik dan mental selama 2 minggu untuk menghilangkan atau
mengurangi stres yang besar pengaruhnya pada kegagalan
neurovaskular.
2. Vasodilator
Berbagai vasodilator telah dicobakan beberapa ahli seperti Inhalasi
Carbogen ( 5% karbon dioksida 95% oksigen), histamin fosfat, asam
nikotinat dll.
3. Untuk menghilangkan edema
- Diet rendah garam dan diuretik
- Kortikosteroid
Kerja dari kortikosteroid secara nyata tidak diketahui,
kemungkinan berperan pada keadaan infeksi, radang, dan
reaksi imunologi. Kortikosteroid yang digunakan adalah
prednison dengan dosis 4 x 10 mg, tappering off tiap 3 hari.
Snow JB, Telian SA menganjurkan dosis prednison sekali
makan 40 60 mg per hari dan diberikan pagi hari selama satu
minggu penuh diikuti tappering off.
- Pemberian injeksi deksamethason intra tympani efektif
memperbaiki pendengaran penderita tuli mendadak setelah
pengobatan standar tidak berhasil.
4. Anti virus

- Acyclovir dan valacyclovir sangat terbatas digunakan pada


penderita tuli mendadak. Digunakan apabila perkiraan
disebabkan oleh virus.
5. Hyperbaric oksigen terapi (HBOT)
- Pemberian terapi tekanan oksigen 100%. Khasiat HBOT masih
dalam tahap evaluasi sebagai terapi tuli mendadak.
- Tetapi sebagian ahli meyakini bahwa penderita tuli mendadak
yang cepat terdiagnosa menunjukan hasil yang baik dengan
terapi HBOT
IX.

X.

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Gangguan Pendengaran Tak Hanya Pada Manula.
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2008/07/10/21296/
Gangguan-Pendengaran-Tak-Hanya-pada-Manula. Diakses tanggal 11
April 2011
Anonim.
2000.
Indera
Pendengaran.
http://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/sponsor/SponsorPendamping/Praweda/Biologi/0088%20Bio%202-10b.htm. Diakses
tanggal 11 April 2011.
Anonim.
2005.
Bahaya
Mengorek
Telinga.
http://www.lapilaboratories.com/news/bahaya_mengorek_telinga.php.
diakses tanggal 11 April 2011.
Anonim. 2010. Otitis Media, Infeksi Telinga akibat ISPA.
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/04/01/104
106/Otitis-Media-Infeksi-Telinga-akibat-ISPA. diakses tanggal 11
April 2011.
Megantara, Imam. 2008. Memahami Telinga Kita, bagaimana ia mendengar.
http://imammegantara.blogspot.com/2008/09/memahamibagaimana-telinga-kita.html. diakses tanggal 11 April 2011.
Ashari,
Irwan.
2009.
Presbikusis.
http://www.irwanashari.com/2009/12/presbikusis.html.
diakses
tanggal 11 April 2011.
Markian, T.R. et Haryuna, S. H. 2009. Tuli Mendadak.
http://medicalotolaryngology.blogspot.com/. Diakses tanggal 11
April 2011.
Lasyitha, A. N. 2009. PROSES KIMIAWI PADA FISIOLOGI
PENGLIHATAN,
PENDENGARAN,
PENCIUMAN,
DAN
PENGECAPAN.

http://lasyithaanindiya.blogspot.com/2009/05/proses-kimiawipada-fisiologi.html. diakses tanggal 11 April 2011.


Armanto,
Isha.
2010.
Pendengaran-Phono
Reseptor.
http://biologigonz.blogspot.com/2010/03/pendengaran-phonoreseptor.html. diakses tanggal 11 April 2011.
Koizora,
Neeya.
2009.
Pemeriksaan
tes
pendengaran.
http://pemeriksaantespendengaran.blogspot.com/. Diakses tanggal
11 April 2011.
(William F.Gannong, 1998)

Вам также может понравиться

  • Mars Papdi
    Mars Papdi
    Документ1 страница
    Mars Papdi
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Anamnesis Dan PF Penting Banget
    Anamnesis Dan PF Penting Banget
    Документ78 страниц
    Anamnesis Dan PF Penting Banget
    Cynthia AyuPermatasari
    Оценок пока нет
  • Lirik Band
    Lirik Band
    Документ6 страниц
    Lirik Band
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Kebaya
    Kebaya
    Документ4 страницы
    Kebaya
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Tangupan Prahu
    Tangupan Prahu
    Документ2 страницы
    Tangupan Prahu
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Lirik Band
    Lirik Band
    Документ6 страниц
    Lirik Band
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Data AKB
    Data AKB
    Документ3 страницы
    Data AKB
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Kebaya 2
    Kebaya 2
    Документ8 страниц
    Kebaya 2
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Analisis Kedokteran Keluarga
    Analisis Kedokteran Keluarga
    Документ2 страницы
    Analisis Kedokteran Keluarga
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Analisis Kedokteran Keluarga
    Analisis Kedokteran Keluarga
    Документ6 страниц
    Analisis Kedokteran Keluarga
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Absensi Kegiatan Internship
    Absensi Kegiatan Internship
    Документ1 страница
    Absensi Kegiatan Internship
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Komodo
    Komodo
    Документ2 страницы
    Komodo
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Bab 4
    Bab 4
    Документ10 страниц
    Bab 4
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Kliping Gotong Royong
    Kliping Gotong Royong
    Документ9 страниц
    Kliping Gotong Royong
    Shinta Amalia Kartika
    71% (7)
  • Band Engan
    Band Engan
    Документ3 страницы
    Band Engan
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Kliping Gotong Royong
    Kliping Gotong Royong
    Документ9 страниц
    Kliping Gotong Royong
    Shinta Amalia Kartika
    71% (7)
  • Budi Doremi 123456
    Budi Doremi 123456
    Документ1 страница
    Budi Doremi 123456
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Majapahit
    Majapahit
    Документ22 страницы
    Majapahit
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Budi Doremi 123456
    Budi Doremi 123456
    Документ1 страница
    Budi Doremi 123456
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Jadwal Bangsal Mei
    Jadwal Bangsal Mei
    Документ1 страница
    Jadwal Bangsal Mei
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • KUESIONER PENELITIAN Revisi
    KUESIONER PENELITIAN Revisi
    Документ5 страниц
    KUESIONER PENELITIAN Revisi
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Jadwal Bangsal Maret
    Jadwal Bangsal Maret
    Документ1 страница
    Jadwal Bangsal Maret
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Leaflet Hipertensi
    Leaflet Hipertensi
    Документ4 страницы
    Leaflet Hipertensi
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Asistensi Buah Kehamilan
    Asistensi Buah Kehamilan
    Документ21 страница
    Asistensi Buah Kehamilan
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Pre Test Penyuluhan HT
    Pre Test Penyuluhan HT
    Документ3 страницы
    Pre Test Penyuluhan HT
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Pembahasan Soal Ub 4
    Pembahasan Soal Ub 4
    Документ4 страницы
    Pembahasan Soal Ub 4
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Bali
    Bali
    Документ3 страницы
    Bali
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Lamp 2.format Laporan Akhir Mahasiswa KKN (Rev)
    Lamp 2.format Laporan Akhir Mahasiswa KKN (Rev)
    Документ6 страниц
    Lamp 2.format Laporan Akhir Mahasiswa KKN (Rev)
    Azedh Az-Zahra
    Оценок пока нет
  • Pembahasan Soal UB Blok 3 2011
    Pembahasan Soal UB Blok 3 2011
    Документ2 страницы
    Pembahasan Soal UB Blok 3 2011
    Shinta Amalia Kartika
    Оценок пока нет
  • Lamp 1.format Proposal Program Kerja (Rev)
    Lamp 1.format Proposal Program Kerja (Rev)
    Документ7 страниц
    Lamp 1.format Proposal Program Kerja (Rev)
    Rizal Nur Rohman
    Оценок пока нет