Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Krapyak (1601 1613). Peran mas Jolang tidak banyak yang menarik untuk dicatat.
Setelah mas jolang meninggal, ia digantikan oleh Mas Rangsang (1613 1645). Pada
masa pemerintahannyalah Mataram mearik kejayaan. Baik dalam bidang perluasan
daerah kekuasaan, maupun agama dan kebudayaan.
Pangeran Jatmiko atau Mas Rangsang Menjadi raja mataram ketiga. Ia mendapat
nama gelar Agung Hanyakrakusuma selama masa kekuasaan, Agung Hanyakrakusuma
berhasil membawa Mataram ke puncak kejayaan dengan pusat pemerintahan di
Yogyakarta. Gelar sultan yang disandang oleh Sultan Agung menunjukkan bahwa ia
mempunyai kelebihan dari raja-raja sebelumnya, yaitu panembahan Senopati dan
Panembahan Seda Ing Krapyak. Ia dinobatkan sebagai raja pada tahun 1613 pada
umur sekitar 20 tahun, dengan gelar Panembahan. Pada tahun 1624, gelar
Panembahan diganti menjadi Susuhunan atau Sunan. Pada tahun 1641, Agung
Hanyakrakusuma menerima pengakuan dari Mekah sebagai sultan, kemudian
mengambil gelar selengkapnya Sultan Agung Hanyakrakusuma Senopati Ing Alaga
Ngabdurrahman.
Karena cita-cita Sultan Agung untuk memerintah seluruh pulau jawa, kerajaan
Mataram pun terlibat dalam perang yang berkepanjangan baik dengan penguasapenguasa daerah, maupun dengan kompeni VOC yang mengincar pulau Jawa.
Pada tahun 1614, sultan agung mempersatukan kediri, pasuruan, lumajang, dan
malang. Pada tahun 1615, kekuatan tentara mataram lebih difokuskan ke daerah
wirasaba, tempat yang sangat strategis untuk menghadapi jawa timur. Daerah ini pun
berhasil ditaklukkan. pada tahun 1616, terjadi pertempuran antara tentara mataram
dan tentara surabaya, pasuruan, Tuban, Jepara, wirasaba, Arosbaya dan Sumenep.
Peperangan ini dapat dimenangi oleh tentara mataram, dan merupakan kunci
kemenangan untuk masa selanjutnya. Di tahun yang sama Lasem menyerah. Tahun
1619, tuban dan Pasuruan dapat dipersatukan. Selanjutnya mataram berhadapan
langsung dengan Surabaya. Untuk menghadapi surabaya, mataram melakukan strategi
mengepung, yaitu lebih dahulu menggempur daerah-daerah pedalaman seperti
Sukadana (1622) dan Madura (1624). Akhirnya, Surabaya dapat dikuasai pada tahun
1625.
Dengan penaklukan-penaklukan tersebut, Mataram menjadi kerajaan yang sangat
kuat secara militer. Pada tahun, 1627, seluruh pulau jawa kecuali kesultanan Banten
dan wilayah kekuasaan kompeni VOC di Batavia ttelah berhasil dipersatukan di bawah
mataram. Sukses besar tersebut menumbuhkan kepercayaan diri sultan agung untuk
menantang kompeni yang masih bercongkol di Batavia. Maka, pada tahun 1628,
Mataram mempersiapkan pasukan di bawah pimpinan Tumenggung Baureksa dan
Tumenggung Sura Agul-agul, untuk mengempung Batavia.
Sayang sekali, karena kuatnya pertahanan Belanda, serangan ini gagal, bahkan
tumenggung Baureksa gugur. Kegagalan tersebut menyebabkan matara bersemangat
menyusun kekuatan yang lebih terlatih, dengan persiapan yang lebih matang. Maka
pada pada 1629, pasukan Sultan Agung kembali menyerbu Batavia. Kali ini, ki ageng
Juminah, Ki Ageng Purbaya, ki Ageng Puger adalah para pimpinannya. Penyerbuan
dilancarkan terhadap benteng Hollandia, Bommel, dan weesp. Akan tetapi serangan ini
kembali dapat dipatahkan, hingga menyebabkan pasukan mataram ditarik mundur
pada tahun itu juga. Selanjutnya, serangan mataram diarahkan ke blambangan yang
dapat diintegrasikan pada tahun 1639.
Sayang sekali, karena kuatnya pertahanan Belanda, serangan ini gagal, bahkan
tumenggung Baureksa gugur. Kegagalan tersebut menyebabkan matara bersemangat
menyusun kekuatan yang lebih terlatih, dengan persiapan yang lebih matang. Maka
pada pada 1629, pasukan Sultan Agung kembali menyerbu Batavia. Kali ini, ki ageng
Juminah, Ki Ageng Purbaya, ki Ageng Puger adalah para pimpinannya. Penyerbuan
dilancarkan terhadap benteng Hollandia, Bommel, dan weesp. Akan tetapi serangan ini
kembali dapat dipatahkan, hingga menyebabkan pasukan mataram ditarik mundur
pada tahun itu juga. Selanjutnya, serangan mataram diarahkan ke blambangan yang
dapat diintegrasikan pada tahun 1639.
Bagi Sultan Agung, Kerajaan Mataram adalah kerajaan islam yang mengemban
amanat Tuhan di tanah Jawa. Oleh sebab itu, struktur serta jabatan kepenghuluan
dibangun dalam sistem kekuasaan kerajaan. Tradisi kekuasaan seperti sholat jumat di
masjid, grebeg ramadan, dan upaya pengamanalan syariat islam merupakan bagian tak
terpisahkan dari tatanan istana.
Sultan agung juga berprediksi sebagai pujangga. Karyanya yang terkenal yaitu kitab
Serat Sastra Gendhing. Adapun kitab serat Nitipraja digubahnya pada tahun 1641 M.
Serat sastra Gendhing berisi tetang budi pekerti luhur dan keselarasan lahir batin. Serat
Nitipraja berisi tata aturan moral, agar tatanan masyarakat dan negara dapat menjadi
harmonis. Selain menulis, Sultan Agung juga memerintahkan para pujangga kraton
untuk menulis sejarah babad tanah Jawi.
Di antara semua karyanya , peran sultan agung yang lebih membawa pengaruh luas
adalah dalam penanggalan. Sultan agung memadukan tradisi pesantren islam dengan
tradisi kejawen dalam perhitungan tahun. Masyarakat pesantren biasa menggunakan
tahun hijriah, masyarakat kejawen menggunakan tahun Caka atau saka. Pada tahun
1633, Sultan Agung berhasil menyusun dan mengumumkan berlakunya sistem
perhitungan tahun yang baru bagi seluruh mataram. Perhitungan itu hampir
seluruhnya disesuaikan dengan tahun hijriah, berdasarkan perhitungan bulan. Namun,
awal perhitungan tahun jawa ini tetap sama dengan tahun saka, yaitu 78 m. Kesatuan
perhitungan tahun sangat penting bagi penulisan serat babad. Perubahan perhitungan
itu merupakan sumbangan yang sangat penting bagi perkembangan proses
pengislaman tradisi dan kebudayaan jawa yang sudah terjadi sejak berdirinya
kerajaan demak. Hingga saat ini, sistem penanggalan ala sultan Agung ini masih
banyak digunakan.
Sejak masa sebelum sultan Agung pembangunan non-militer memang telah dilakukan.
Satu yang layak disebut, panembahan Senopati menyempurnakan bentuk wayang
dengan tatanan gempuran. Setelah zaman senopati, mas jolang juga berjasa dalam
kebudayaan, dengan berusaha menyusun sejarah negeri demak, serta menulis beberapa
kitap suluk. Misalnya Sulu Wujil (1607 M) yang berisi wejangan Sunan bonang kepada
abdi raja majapahit yang bernama Wujil. Pangeran Karanggayam juga menggubah
Serat Nitisruti (1612 m) pada masa mas jolang.
Menjelang akhir hayatnya. Sultan Agung menerapkan peraturan yang bertujuan
mencegah perebutan tahta, antara keluarga raja dan putra mahkota. Di bawah
kepemimpinan Sultan Agung, Mataram tidak hanya menjadi pusat kekuasaan, tapi
juga menjadi pusat penyebaran islam.
C. Kemajuan yang dicapai pada masa pemerintahan Sultan Agung
Kemajuan yang dicapai meliputi kemajuan di bidang politik, ekonomi, sosial, dan
budaya, yaitu :
a. Bidang Politik
Kemajuan politik yang dicapai Sultan Agung adalah menyatukan kerajaan-kerajaan
Islam di Jawa dan menyerang Belanda di Batavia.
a. Penyatuan kerajaan-kerajaan Islam
Sultan Agung berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Usaha inidimulai
dengan menguasai Gresik, Jaratan, Pamekasan, Sumenep, Sampang,Pasuruhan,
kemudian Surabaya. Salah satu usahanya mempersatukan kerajaan Islamdi Pulau
Jawa ini ada yang dilakukan dengan ikatan perkawinan. Sultan Agung mengambil
menantu Bupati Surabaya Pangeran Pekik dijodohkan dengan putrinya yaitu Ratu
Wandansari
b. Anti penjajah Belanda
Sultan Agung adalah raja yang sangat benci terhadap penjajah Belanda. Hal ini
terbukti dengan dua kali menyerang Belanda ke Batavia, yaitu yang pertama tahun
1628 dan yang kedua tahun 1629. Kedua penyerangan ini mengalami
kegagalan.Adapun penyebab kegagalannya, antara lain:
- Jarak yang terlalu jauh berakibat mengurangi ketahanan prajurit mataram. Mereka
harus menempuh jalan kaki selama satu bulan dengan medan yang sangat sulit.
- Kekurangan dukungan logistik menyebabkan pertahanan prajurit Mataram di
Batavia menjadi lemah.
- Kalah dalam sistem persenjataan dengan senjataa yang dimiliki kompeni Belanda
yang serba modern.
- Banyak prajurit Mataram yang terjangkit penyakit dan meninggal, sehingga semakin
memperlemah kekuatan.
- Portugis bersedia membantu Mataram dengan menyerang Batavia lewat
laut,sedangkan Mataram lewat darat. Ternyata Portugis mengingkari. Akhirnya
Mataram dalam menghadapai Belanda tanpa bantuan Portugis.
- Kesalahan politik Sultan Agung yang tidak menadakan kerja sama dengan Banten
dalam menyerang Belanda. Waktu itu mereka saling bersaing.
- Sistem koordinasi yang kurang kompak antara angkatan laut dengan angkatan darat.
Ternyata angkatan laut mengadakan penyerangan lebih awal sehingga rencana
penyerangan Mataram ini diketahui Belanda.
- Akibat penghianatan oleh salah seorang pribumi, sehingga rencana penyerangan ini
diketahui Belanda sebelumnya.
b. Bidang Ekonomi
karena direbut oleh kompeni VOC. Yang paling mengenaskan, pada tahun1675, Rade
Trunajaya dari Madura memberontak. Pemberontakannya demikian tak terbendung,
sampai-sampai Trunajaya berhasil menguasai keraton Mataram yang waktu ituteletak
di Plered. Amangkurat terlunta-lunta mengungsi, dan akhirnya meninggal di
Tegal.Sepeninggal Amangkurat I, Mataram dipegang oleh Amangkurat II yang
menurunkanDinasti Paku Buwana di Solo dan Hamengku Buwana di Yogyakarta.
Amangkurat II meminta bantuan VOC untuk memadamkan pemberontakan
Trunajaya. Setelah berakhirnya Perang Giyanti (1755), wilayah kekuasaan mataram
semakin terpecah belah. Berdasarkan perjanjian giyanti, mataram dipecah menjadi
dua, yakni mataram sukrakarta dan mataram yogyakarta. Pada tahun 1757 dan 1813,
perpecahan terjadi lagi dengan munculnya Mangkunegara dan pakualaman. Di masa
pemerintahan Hindia Belanda, keempat pecahan kerajaan mataram ini disebut sebagai
vorstenlanden. Saat ini, keempat pecahan Kesultanan Mataram tersebut masih
melanjutkan dinasti masing-masing. Bahkan peran dan pengaruh pecahan mataram
tersebut, terutama kesultanan Yogyakarta masih cukup besar dan diakui masyarakat.
Aspek Kehidupan Sosial
Kehidupan masyarakat di kerajaan Mataram, tertata dengan baik berdasarkan hukum
Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Dalam pemerintahan
Kerajaan Mataram Islam, Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, kemudian
diikuti oleh sejumlah pejabat kerajaan. Di bidang keagamaan terdapat penghulu,
khotib, naid, dan surantana yang bertugas memimpin upacara-upacara keagamaan. Di
bidang pengadilan,dalam istana terdapat jabatan jaksa yang bertugas menjalankan
pengadilan istana. Untuk menciptakan ketertiban di seluruh kerajaan, diciptakan
peraturan yang dinamakan anger-anger yang harus dipatuhi oleh seluruh penduduk
Aspek Kehidupan Ekonomi dan Kebudayaan
Kerajaan Mataram adalah kelanjutan dari Kerajaan Demak dan Pajang. Kerajaan ini
menggantungkan kehidupan ekonominya dari sektor agraris. Hal ini karena letaknya
yang berada di pedalaman. Akan tetapi, Mataram juga memiliki daerah kekuasan di
daerah pesisir utara Jawa yang mayoritas sebagai pelaut. Daerah pesisir inilah yang
berperan penting bagi arus perdagangan Kerajaan Mataram. Kebudayaan yang
berkembang pesat pada masa Kerajaan Mataram berupa seni tari, pahat, suara, dan
sastra. Bentuk kebudayaan yang berkembang adalah Upacara Kejawen yang
merupakan akulturasi antara kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam. Di samping itu,
perkembangan di bidang kesusastraan memunculkan karya sastra yang cukup
terkenal, yaitu Kitab Sastra Gending yang merupakan perpaduan dari hukum Islam
dengan adat istiadat Jawa yang disebut Hukum Surya Alam.E.
Puncak Kejayaan Mataram Islam
Mataram Islam mencapai puncak kejayaannya pada jaman Sultan Agung
Hanyokrokusumo (1613-1646). Daerah kekuasaannya mencakup Pulau Jawa (kecuali
Banten dan Batavia), Pulau Madura, dan daerah Sukadana di Kalimantan Barat. Pada
waktu itu, Batavia dikuasai VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie )
Belanda.Kekuatan militer Mataram sangat besar. Sultan Agung yang sangat anti
kolonialisme itumenyerang VOC di Batavia sebanyak dua kali (1628 dan 1629).
Menurut Moejanto sepertiyang dikutip oleh Purwadi (2007), Sultan Agung memakai
konsep politik keagungbinataran yang berarti bahwa kerajaan Mataram harus berupa
ketunggalan, utuh, bulat, tidak tersaingi,dan tidak terbagi-bagi.
- Sutawijaya juga diambil sebagai anak angkat oleh Hadiwijaya bupati Pajang sebagai
pancingan, karena pernikahan Hadiwijaya dan istrinya sampai saat itu belum
dikaruniai anak. Sutawijaya kemudian diberi tempat tinggal di sebelah utara pasar
sehingga ia pun terkenal dengan sebutan Raden Ngabehi Loring Pasar.
- Sayembara menumpas Arya Penangsang tahun 1549 merupakan pengalaman perang
pertama bagi Sutawijaya. Ia diajak ayahnya ikut serta dalam rombongan pasukan
supaya Hadiwijaya merasa tidak tega dan menyertakan pasukan Pajang sebagai bala
bantuan. Saat itu Sutawijaya masih berusia belasan tahun.
- meninggal dunia pada tahun 1601 saat berada di desa Kajenar. Ia kemudian
dimakamkan di Kotagede.
3. Raden Mas Jolang ( Panembahan Hanyakrawati / Sri Susuhunan Adi Prabu
Hanyakrawati Senapati-ing-Ngalaga Mataram )
- raja kedua Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1601-1613
- putra Panembahan Senapati raja pertama Kesultanan Mataram. Ibunya bernama
Ratu Mas Waskitajawi, putri Ki Ageng Panjawi, penguasa Pati
- Ketika menjabat sebagai Adipati Anom (putra mahkota), Mas Jolang menikah dengan
Ratu Tulungayu putri dari Ponorogo. Namun perkawinan tersebut tidak juga
dikaruniai putra, kemudian menikah lagi dengan Dyah Banowati putri Pangeran
Benawa raja Pajang. Dyah Banowati yang kemudian bergelar Ratu Mas Hadi
melahirkan Raden Mas Rangsang dan Ratu Pandansari (kelak menjadi istri Pangeran
Pekik). Empat tahun setelah Mas Jolang naik takhta, ternyata Ratu Tulungayu
melahirkan seorang putra bernama Raden Mas Wuryah alias Adipati Martapura.
Padahal saat itu jabatan adipati anom telah dipegang oleh Mas Rangsang.
- Pada tahun 1610 melanjutkan usaha ayahnya, yaitu menaklukkan Surabaya, musuh
terkuat Mataram. Serangan-serangan yang dilakukannya sampai akhir
pemerintahannya tahun 1613 hanya mampu memperlemah perekonomian Surabaya
namun tidak mampu menjatuhkan kota tersebut. Serangan pada tahun 1613 sempat
menyebabkan pos-pos VOC di Gresik dan Jortan ikut terbakar. Sebagai permintaan
maaf, Hanyakrawati mengizinkan VOC mendirikan pos dagang baru di Jepara. Ia juga
mencoba menjalin hubungan dengan markas besar VOC di Ambon.
- meninggal dunia pada tahun 1613 karena kecelakaan sewaktu berburu kijang di
Hutan Krapyak. Oleh karena itu, ia pun terkenal dengan gelar anumerta Panembahan
Seda ing Krapyak, atau cukup Panembahan Seda Krapyak, yang bermakna "Baginda
yang wafat di Krapyak"
4. Raden Mas Rangsang (Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma )( nama asli :
Raden Mas Jatmika )
- lahir: Kutagede, Kesultanan Mataram, 1593 - wafat: Karta (Plered, Bantul),
Kesultanan Mataram, 1645
- raja ketiga Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645
- Di bawah kepemimpinannya, Mataram berkembang menjadi kerajaan terbesar di
Jawa dan Nusantara pada saat itu.( puncak kejayaan )
- Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung telah ditetapkan
menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975
tanggal3 November 1975.
- putra dari pasangan Prabu Hanyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati.( putri
Pangeran Benawa raja Pajang ( Dyah Banowati ))
- Pada tahun 1620 pasukan Mataram mulai mengepung kota Surabaya secara periodik.
- kemunduran kerajaan mataram Islam akibat kalah dalam perang merebut Batavia
dengan VOC
- menyerang Batavia sebanyak 2x.
serangan pertama ( 1628 ) terjadi di benteng Holandia, dipimpin oleh Tumenggung
Bahureksa, dan Pangeran Mandurareja sebanyak 10.000 pasukan akan tetapi gagal.
Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung
beras di Karawang dan Cirebon. Namun pihak VOC berhasil memusnahkan semuanya.
Serangan kedua ( 1629 ) dipimpin Adipati Ukur dan Adipati Juminah Total semua
14.000 orang prajurit. serangan kedua Sultan Agung berhasil membendung dan
mengotori Sungai Ciliwung, yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera
melanda Batavia. Gubernur jenderal VOC yaitu J.P. Coen meninggal menjadi korban
wabah tersebut.
5. Amangkurat I (Sri Susuhunan Amangkurat Agung)
- Memerintah pada tahun 1646-1677
- Memiliki gelar anumertaSunan Tegalwangi atau Sunan Tegalarum
- Nama aslinya adalah Raden Mas Sayidin putra Sultan Agung. Ibunya bergelar Ratu
Wetan, yaitu putri Tumenggung Upasanta bupatiBatang (keturunan Ki Juru Martani).
- Ketika menjabat Adipati Anom ia bergelar Pangeran Arya Prabu Adi Mataram.
- memiliki dua orang permaisuri. Putri Pangeran Pekik dari Surabaya menjadi Ratu
Kulon yang melahirkan Raden Mas Rahmat, kelak menjadi Amangkurat II. Sedangkan
putri keluarga Kajoran menjadi Ratu Wetan yang melahirkan Raden Mas Drajat,
kelak menjadi Pakubuwana I.
- mendapatkan warisan Sultan Agung berupa wilayah Mataram yang sangat luas
- menerapkan sentralisasi atau sistem pemerintahan terpusat.
- Pada tahun 1647 ibu kota Mataram dipindah ke Plered. Perpindahan istana tersebut
diwarnai pemberontakan Raden Mas Alit atau Pangeran Danupoyo, adik Amangkurat
I yang menentang penumpasan tokoh-tokoh senior. Pemberontakan ini mendapat
dukungan para ulama namun berakhir dengan kematian Mas Alit. Amangkurat I ganti
menghadapi para ulama. Mereka semua, termasuk anggota keluarganya, sebanyak
5.000 orang lebih dikumpulkan di alun-alun untuk dibantai.
- Amangkurat I menjalin hubungan dengan VOC yang pernah diperangi ayahnya. Pada
tahun 1646 ia mengadakan perjanjian, antara lain pihak VOC diizinkan membuka pospos dagang di wilayah Mataram, sedangkan pihak Mataram diizinkan berdagang ke
pulau-pulau lain yang dikuasai VOC. Kedua pihak juga saling melakukan pembebasan
tawanan. Perjanjian tersebut oleh Amangkurat I dianggap sebagai bukti takluk VOC
terhadap kekuasaan Mataram. Namun ia kemudian tergoncang saat VOC merebut
Palembang tahun 1659.
- hubungan diplomatik Mataram dan Makasar yang dijalin Sultan Agung akhirnya
hancur di tangan putranya setelah tahun 1658. Amangkurat I menolak duta-duta
Makasar dan menyuruh Sultan Hasanuddin datang sendiri ke Jawa. Tentu saja
permintaan itu ditolak.
- tanggal 28 Juni 1677 Trunajaya berhasil merebut istana Plered. Amangkurat I dan
Mas Rahmat melarikan diri ke barat.Babad Tanah Jawi menyatakan, dengan jatuhnya
istana Plered menandai berakhirnya Kesultanan Mataram. Pelarian Amangkurat I
membuatnya jatuh sakit dan meninggal pada 13 Juli 1677 di desa Wanayasa, Banyumas
dan berwasiat agar dimakamkan dekat gurunya di Tegal
6. Amangkurat II (Nama asli Amangkurat II ialah Raden Mas Rahmat )
- putra Amangkurat I raja Mataram yang lahir dari Ratu Kulon putri Pangeran
Pekikdari Surabaya.
- memiliki banyak istri namun hanya satu yang melahirkan putra (kelak menjadi
Amangkurat III)
- Pada bulan September 1680 Amangkurat II membangun istana baru di hutan
Wanakerta karena istana Plered diduduki adiknya, yaituPangeran Puger. Istana baru
tersebut bernama Kartasura.
- Amangkurat II akhirnya meninggal dunia tahun 1703. Sepeninggalnya, terjadi
perebutan takhta Kartasura antara putranya, yaituAmangkurat III melawan adiknya,
yaitu Pangeran Puger.
- Pada bulan September 1677 diadakanlah perjanjian di Jepara. Pihak VOC diwakili
Cornelis Speelman. Daerah-daerah pesisir utaraJawa mulai Kerawang sampai ujung
timur digadaikan pada VOC sebagai jaminan pembayaran biaya perang Trunajaya.
- Mas Rahmat pun diangkat sebagai Amangkurat II, seorang raja tanpa istana. Dengan
bantuan VOC, ia berhasil mengakhiri pemberontakan Trunajaya tanggal 26 Desember
1679. Amangkurat II bahkan menghukum mati Trunajaya dengan tangannya sendiri
pada 2 Januari 1680.
7. Amangkurat III (Nama aslinya adalah Raden Mas Sutikna )
- memerintah antara tahun 1703 1705.
- dijuluki Pangeran Kencet, karena menderita cacat di bagian tumit.
- Ketika menjabat sebagai Adipati Anom, ia menikah dengan sepupunya, bernama
Raden Ayu Lembah putri Pangeran Puger. Namun istrinya itu kemudian dicerai karena
berselingkuh dengan Raden Sukra putra Patih Sindureja.
- Raden Sukra kemudian dibunuh utusan Mas Sutikna, sedangkan Pangeran Puger
dipaksa menghukum mati Ayu Lembah, putrinya sendiri. Mas Sutikna kemudian
menikahi Ayu Himpun adik Ayu Lembah.
- Rombongan Amangkurat III melarikan diri ke Ponorogo sambil membawa semua
pusaka keraton. Di kota itu ia menyiksa Adipati Martowongso hanya karena salah
paham. Melihat bupatinya disakiti, rakyat Ponorogo memberontak. Amangkurat III
pun lari ke Madiun. Dari sana ia kemudian pindah ke Kediri.
- Sepanjang tahun 1707 Amangkurat III mengalami penderitaan karena diburu
pasukan Pakubuwana I. Dari Malang ia pindah ke Blitar, kemudian ke Kediri,
akhirnya memutuskan menyerah di Surabaya tahun 1708.
- Pangeran Blitar, putra Pakubuwana I, datang ke Surabaya meminta Amangkurat III
supaya menyerahkan pusaka-pusaka keraton, namun ditolak. Amangkurat III hanya
sudi menyerahkannya langsung kepada Pakubuwana I.
- VOC kemudian memindahkan Amangkurat III ke tahanan Batavia. Dari sana ia
diangkut untuk diasingkan ke Sri Lanka.
- Meninggal di negeri itu pada tahun 1734.
- Konon, harta pusaka warisan Kesultanan Mataram ikut terbawa ke Sri Lanka.
Namun demikian, Pakubuwana I berusaha tabah dengan mengumumkan bahwa
pusaka Pulau Jawa yang sejati adalah Masjid Agung Demak dan makam Sunan
Kalijaga di Kadilangu, Demak.
- Perang Suksesi Jawa I (17041708), antara Amangkurat III melawan Pakubuwana I.
- Perang Suksesi Jawa II (17191723), antara Amangkurat IV melawan Pangeran Blitar
dan Pangeran Purbaya.
- Perang Suksesi Jawa III (17471757), antara Pakubuwana II yang dilanjutkan oleh
Pakubuwana III melawan Hamengkubuwana I dan Mangkunegara I.
E. Peninggalan sejarah kerajaan mataram Islam :
d. Kalang Obong
Upacara tradisional kematian orang Kalang, upacara ini seperti Ngaben di Bali, tetapi
upacara Kalang Obong ini bukan mayatnya yg dibakar melainkan pakaian dan
barang-barang peninggalannya
e. KUE KIPO
Makanan tradisional ini sangat khas dan hanya ada di Kotagede, terbuat dari kelapa,
tepung, dan gula merah.
b. Puing - puing / candi- candi Siwa dan Budha di daerah aliran Sungai Opak dan
Progo yang bermuara di Laut Selatan
i. Bangsal Duda
j. Rumah Kalang
Sumedang. Batavia dikepung dari darat dan laut selama 2 bulan, namun tidak mau
menyerah bahkan sebaliknya akhirnya tentara Mataram terpukul mundur.
Dipersiapkan serangan yang kedua dan dipersiapkan lebih matang dengan membuat
pusat-pusat perbekalan makanan di Tegal, Cirebon dan Krawang serta dipersiapkan
angkatan laut. Serangan kedua dilancarkan bulan September 1629 di bawah
pimpinan Sura Agul-Agul, Mandurarejo, dan Uposonto. Namun nampaknya VOC
telah mengetahui lebih dahulu rencana tersebut, sehingga VOC membakar dan
memusnahkan gudang-gudang perbekalan. Serangan ke Batavia mengalami
kegagalan, karena kurangnya perbekalan makanan, kalah persenjataan, jarak
MataramJakarta sangat jauh, dan tentara Mataram terjangkit wabah penyakit
Setelah Sultan Agung meninggal, penetrasi politik VOC di Mataram makin kuat.
Akibat campur tangan VOC dan adanya perang saudara dalam memperebutkan
takhta pemerintahan menjadikan kerajaan Mataram lemah dan akhirnya terpecahpecah menjadi kerajaan kecil.
Perseturuan antara Paku Buwono II yang dibantu Kompeni dengan Pangeran
Mangkubumi dapat diakhiri dengan Perjanjian Giyanti tanggal 13 Februari 1755 yang
isinya Mataram dipecah menjadi dua, yakni:
1. Mataram Barat yakni KesultananYogakarta, diberikan kepada Mangkubumi
dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I.
2. Mataram Timur yakni Kasunanan Surakarta diberikan kepada Paku Buwono
III.
Pada tahun 1813 sebagian daerah Kesultanan Yogyakarta diberikan kepada Paku
Alam selaku Adipati. Dengan demikian kerajaan Mataram yang satu, kuat dan kokoh
pada masa pemerintahan Sultan Agung akhirnya terpecah-pecah menjadi kerajaankerajaan kecil, yakni:
1. Kerajaan Yogyakarta
2. Kasunanan Surakarta
3. Pakualaman
4. Mangkunegaran
Upacara Grebeg yang bersumber pada pemujaan roh nenek moyang berupa kenduri
gunungan yang merupakan tradisi sejak zaman Majapahit dijatuhkan pada waktu
perayaan hari besar Islam, sehingga muncul Grebeg Syawal pada hari raya idul Fitri.;
Grebeg Maulud pada bulan Rabiulawal. Hitungan tahun yang sebelumnya
merupakan tarikh Hindu yang didasarkan pada peredaran matahari (tarikh
Samsiah) dan sejak tahun 1633 diubah menjadi tarikh Islam yang berdasarkan pada
peredaran bulan (tarikh Kamariah). Tahun Hindu 1555 diteruskan dengan
perhitungan baru dan dikenal dengan Tahun Jawa.
Adanya suasana yang aman, damai dan tenteram, maka berkembang juga
Kesusastraan Jawa. Sultan Agung sendiri mengarang Kitab Sastra Gending yang
berupa kitab filsafat. Demikian juga muncul kitab Nitisruti, Nitisastra, dan Astabrata
yang berisi ajaran tabiat baik yang bersumber pada kitab Ramayana.
Setelah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Cirebon berhasil dikuasai, Sultan Agung
merencanakan untuk menyerang Batavia. Serangan pertama dilancarkan pada bulan Agustus
1628 di bawah pimpinan Bupati Baurekso dari Kendal dan Bupati Ukur dari Sumedang.
Batavia dikepung dari darat dan laut selama dua bulan, namun tidak mau menyera,h bahkan
sebaliknya tentara Mataram dipukul mundur.
Dipersiapkan serangan yang kedua lebih matang dengan membuat pusat-pusat perbekalan
makanan di Tegal, Cirebon, dan Krawang. Serangan kedua dilancarkan bulan September
1629 di bawah pimpinan Bupati Sura Agul-Agul, Mandurarejo, dan Uposonto. Namun, VOC
telah mengetahui lebih dahulu rencana tersebut. Hal itu dibuktikan dengan tindakan VOC
membakar dan memusnahkan gudang-gudang perbekalan. Serangan kedua Mataram ke
Batavia mengalami kegagalan karena kurangnya perbekalan makanan, kalah persenjataan,
jarak MataramJakarta sangat jauh, dan tentara Mataram terjangkit wabah penyakit.
Setelah Sultan Agung meninggal, takhta kerajaan digantikan oleh putranya yang bergelar
Sultan Amangkurat I (16451677). Berbeda dengan ayahnya, raja ini tidak bijaksana dan
cenderung kejam dan kurang memperhatikan kepentingan rakyat. Banyak rakyat dan kaum
bangsawan tidak menyukainya.
Hal yang sangat tidak disenangi ialah persahabatannya dengan VOC yang dahulu sangat
dibenci oleh ayahnya. Akibat muncullah pemberontakan Trunojoyo (16741680). Trunojoyo
adalah pangeran dari Madura yang tidak senang terhadap tindakan Amangkurat I sehingga
menghimpun kekuatan untuk menyerang Mataram. Pada tahun 1677 pasukan Trunojoyo
berhasil menduduki Plered, ibu kota Mataram. Amangkuat I bermaksud minta bantuan VOC
ke Batavia, namun baru sampai di Tegalarum meninggal sehingga dimakamkan di tempat itu
juga. Oleh karena itu, Amangkurat I dikenal juga sebagai Sultan Tegalarum. Pengganti
Amangkurat I adalah putra mahkota yang bergelar Sultan Amangkurat II (16771703).
Untuk menghadapi Trunojoyo, Amangkurat II meminta bantuan VOC di Semarang. Pimpinan
VOC, Speelman menyetujui permintan Amangkurat II dengan suatu perjanjian (1670) yang
isinya sebagai berikut.
gugur pada tanggal 12 Oktober 1706. Sunan Mas bisa tertangkap dan kemudian dibuang ke
Sailan/Sri Langka (1708).
Pada tahun 1719 Sunan Paku Buwono I wafat dan digantikan oleh Amangkurat IV (Sunan
Prabu) di bawah mandat VOC. Makin eratnya hubungan denganVOC membuat para
bangsawan benci kepada kompeni. Mereka mengadakan perlawanan, antara lain Pangeran
Purboyo (adik Sunan) dan Pangeran Mangkunegoro (putra Sunan sendiri). Perlawanan
terhadap Kompeni dapat dipadamkan dan para pemimpinya ditangkap dan dibuang ke Sailan
dan Afrika Selatan, kecuali Pangeran Mangkunegoro yang diampuni ayahnya.
Pada masa pemerintahan Paku Buwono II (17271749) Mataram diguncang lagi perlawanan
yang dipimpin oleh Mas Garendi (cucu Sunan Mas). Perlawanan ini di dukung oleh orangorang Tionghoa yang gagal mengadakan pemberontakan terhadap VOC di Batavia. Mas
Garendi berhasil menduduki ibu kota Kartasura.
Paku Buwono II melarikan diri ke Ponorogo. VOC meminta bantuan kepada Bupati Madura,
Cakraningrat untuk merebut kembali Kartasura dengan imbalan keinginan Cakraningrat
untuk melepaskan diri dari Mataram akan dikabulkan. Cakraningrat berhasil merebut kembali
Kartasura dan Paku Buwono II berhasil kembali ke Kartasura sebagai raja. Namun, antara
VOC dan Cakraningrat terjadi perselisihan karena Cakraningrat keberatan meninggalkan
Kartasura. Perselisihan berakhir dengan ditangkapnya dan di buang ke Afrika Selatan (1745).
Setelah beberapa kali terjadi perlawanan di Kartasura, Kartasura dianggap tidak layak sebagai
ibu kota kerajaan sehingga pusat pemerintahan dipindahkan ke Surakarta. Makin bercokolnya
VOC di Mataram menyebabkan pada masa Paku Buwono II ini juga terjadi perlawanan lagi
di bawah pimpinan Raden Mas Said (putra Pangeran Mangkunegoro) dan menduduki
Sukowati. Oleh Paku Buwono II dikeluarkan semacam sayembara, siapa yang dapat merebut
daerah Sukowati akan mendapat daerah itu sebagai imbalannya. Pangeran Mangkubumi, adik
Paku Buwono II berhasil merebut Sukowati, tetapi ternyata daerah itu tidak diberikan.
Pangeran Mangkubumi meninggalkan kota dan bergabung dengan Raden Mas Said
melakukan perlawanan.
Mataram Terpecah Belah
Setelah Mangkubumi bergabung dengan Mas Said, terjadilah persekutuan antara
Mangkubumi dan Mas Said melawan Paku Buwono II dan III. Pada waktu Paku Buwono II
sakit keras, utusan VOC dari Batavia datang ke Surakarta. Dalam keadaan lemah dan tidak
sadar, Paku Buwono II menyerahkan Mataram kepada VOC. Hasl yang demikian mungkin
saja terjadi. Menurut tradisi Timur orang yang akan meninggal biasanya menyerahkan
keluarganya kepada orang yang menjadi kepercayaannya. Hal ini diartikan oleh Belanda
bahwa sejak itu VOC berkuasa penuh atas Mataram.
Pada tahun 1749 Paku Buwono II wafat dan digantikan oleh putranya yang bergelar Paku
Buwono III. Awalnya, Belanda mengakuinya sebagai Sultan Mataram yang baru, tetapi
setelah itu VOC berusaha untuk memecah belah Mataram sehingga dapat dikuasainya.
Perlawanan Mangkubumi dan Mas Said cukup tangguh. Raden Mas Said mendapat julukan
Pangeran Samber Nyowo (pangeran perenggut jiwa). Namun, karena di antara keduanya
kterjadi perselisihan sehingga dimanfaatkan oleh Belanda untuk memecah belah Mataram.
Perseteruan antara Paku Buwono II yang dibantu Kompeni dan Pangeran Mangkubumi dapat
diakhiri dengan Perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755
Isi Perjanjian Giyanti pada intinya Mataram dipecah menjadi dua.
1. Mataram baratn yakni Kasultanan Yogakarta diberikan kepada Mangkubumi dengan
gelar Sultan Hamengku Buwono I.
2. Mataram timur ,yakni Kasunanan Surakarta diberikan kepada Paku Buwono III.
Selanjutnya ,untuk memadamkan perlawanan Raden Mas Said diadakan Perjanjian Salatiga
pada tanggal 17 Maret 175. Isi Perjanjian Salatiga pada intinya Surakarta dibagi menjadi dua.
1. Surakarta utara diberikan kepada Mas Said dengan gelar Mangkunegoro I,
kerajaannya dinamakan Mangkunegaran.
2. Surakarta selatan diberikan kepada Paku Buwono III kerajaannya dinamakan
Kasunanan Surakarta.
Pada tahun 1813 sebagian daerah Kasultanan Yogyakarta diberikan kepada Paku Alam selaku
bupati. Dengan demikian, Kerajaan Mataram yang dahulinya satu, kuat, dan kokoh pada
masa pemerintahan Sultan Agung akhirnya terpecah-pecah menjadi kerajaan-kerajan kecil
berikt ini:
1. Kerajaan Yogyakarta;
2. Kasunanan Surakarta;
3. Pakualaman;
4. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Mataram yang terletak di pedalaman merupakan sebuah kerajaan agraris dengan
hasil utamanya beras. Pada masa Sultan Agung, kehidupan masyarakat Mataram mengalami
perkembangan pesat. Pada masa ini hasil bumi Mataram cukup melimpah.
Kehidupan Sosial-Budaya Kerajaan Mataram Islam
Pada masa Pembangunan, maka Sultan Agung melakukan usaha-usaha antara lain untuk
meningkatkan daerah-daerah persawahan maka memprogramkan pemindahan para petani ke
daerah Krawang yang subur. Atas dasar kehidupan agraris itulah disusun suatu masyarakat
yang bersifat feodal. Para pejabat pemerintahan memperoleh imbalan berupa tanah garapan
(lungguh), sehingga sistem kehidupan ini menjadi dasar munculnya tuan-tuan tanah di Jawa.
Pada masa kebesaran Mataram, kebudayaan juga berkembang, antara lain seni tari, seni
pahat, seni sastra, dan sebagainya. Di samping itu juga muncul kebudayaan kejawen yang
merupakan akulturasi antara kebudayan jawa, Hindu, Buddha dengan Islam.
Upacara Garebeg yang bersumber pada pemujaan roh nenek moyang berupa kenduri
gunungan yang merupakan tradisi sejak zaman Majapahit dijatuhkan pada waktu perayaan
hari besar Islam sehingga muncul Garebeg Syawal pada hari raya Idul Fitri dan Garebeg
Maulud pada bulan Rabiulawal. Hitungan tahun yang sebelumnya merupakan tarikh Hindu
yang didasarkan pada peredaran matahari (tarikh samsiah) maka sejak tahun 1633 diubah
menjadi tarikh Islam yang berdasarkan pada peredaran bulan (tarikh komariah). Tahun Hindu
1555 diteruskan dengan perhitungan baru dan dikenal dengan tahun Jawa.
Adanya suasana yang aman, damai dan tenteram menyebabkan berkembangnyaa
kesusastraan Jawa. Sultan Agung mengarang kitab Sastra Gending yang berupa filsafat.
Demikian juga muncul kitab Nitisruti, Nitisastra, dan Astabrata yang berisi ajaran tabiat baik
yang bersumber pada kitab Ramayana.[ps]
Sejarah Kerajaan Mataram Islam - Kesultanan Mataram ( Kerajaan mataram yang
bercorak islam ) tidak ada hubungannya sama sekali dengan kerajaan mataram hindu.
Kebetulan nama yang digunakan sama. Pemindahan pusat pemerintahan dari pajang ke
mataram pada tahun 1586 M di lakukan oleh Sutowijaya menandai berdirinya kesultanan
mataram. Pusat pemerintahannya berada di kota gede yogyakarta. Kesultanan Mataram
merupakan kerajaan Islam yang berada di Pulau Jawa yang berdiri pada tahun 1586 M
sampai tahun 1755 M. Kerajaan ini di pimpin oleh keturunan-keturunan dari Ki Ageng Sela
dan Ki Ageng Pemanahan, yang dipercaya masih mempunyai keturunan dari penguasa
Kerajaan Majapahit. Kerajaan ini berawal dari sebuah Kadipaten di bawah kekuasaan
Kesultanan Pajang, yang berada di Bumi Mentaok yang diberikan kepada Ki Ageng
Pemanahan oleh Raja Pajang sebagai hadiah atas jasanya mengalahkan arya panangsang.
Raja pertama yang memimpin adalah Sutawijaya ( ia mempunyai gelar Panembahan Senopati
ing Alaga Sayidin Panatagama ), yang merupakan anak dari Ki Ageng Pemanahan.
Berdirinya Kerajaan Mataram islam
Kerajaan ini berawal dari sebuah Kadipaten di bawah kekuasaan Kerajaan Pajang, yang
berada di Bumi Mentaok yang diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan oleh Raja Pajang Jaka
Tingkir sebagai hadiah atas jasanya mengalahkan arya panangsang dari jipang. Ki Ageng
Pemanahan sebagai bupati di Mataram ia mempunyai seorang anak yang bernama
Sutawijaya. Sutawijaya sendiri merupakan yang membunuh arya panangsang sangat berbakat
di bidang militer. Ia kemudian diangkat menjadi anak angkat Sultan Adiwijaya ( Jaka
Tingkir ) dan ia dijadikan saudara dengan putra mahkota yaitu Pangeran Benawa. Pada tahun
1575 M, Ki Ageng Pemanahan wafat. Oleh Raja Pajang kemudian Sutawijaya di angkat
sebagai Bupati Mataram menggantikan ayahnya. Dibawah kepemimpinannya mataram
semakin pesat berkembang.
Di tahun 1582, Sultan Hadiwijaya atau Jaka tingkir Raja Pajang meninggal dunia. Arya
Panggiri yang saat itu menjadi adipati di Demak merebut Pajang. Putra Sultan Hadiwijaya
yang bernama Pangeran Benawa dapat ia singkirkan. Kemudian Arya Panggiri naik takhta
menjadi Raja Pajang untuk melanjutkan darah dari keturunan Demak. Dalam masa
kepemimpinannya Arya Panggiri kurang disukai oleh rakyat Pajang. Melihat hal tersebut,
pangeran Benawa berniat untuk merebut kembali kekuasaannya. Dengan bantuan dari bupati
mataram yaitu Sutawijaya, Arya Panggiri bisa dikalahkan. Kemudian di tahun 1586 M,
Pajang diambil alih oleh Sutawijaya karena tidak ada putra mahkota yang menggantikan
kepemimpinan pangeran benawa dan pusat pemerintahan pajang kemudian di pindahkan ke
Mataram. Pemindahan pusat pemerintahan dari pajang ke mataram sekaligus menandai
berdirinya Kesultanan Mataram.
Pada tahun 1625 hampir seluruh wilayah pulau jawa berada di bawah kekuasaan mataram
kecuali banten, cirebon, blambangan, dan batavia. Sultan agung juga pernah berusaha
merebjut banten dan batavia, karena saat itu banten dan batavia masih dalam kekuasaan VOC
maka ia harus terlebih dahulu mengalahkan pasukan VOC. Serangan tersebut terjadi pada
tahun 1628 dan 1629. Tetapi kedua serangan Sultan Agung tersebut mengalami kekalahan
karena kapal-kapal pengangkut beras perbekalan ditenggelamkan oleh VOC dan gudanggudang beras pasukan Mataram dibakar, selain itu pasukan mataram juga mengalami
kelelahan karena melakukan perjalanan yang cukup jauh.
Sultan Agung wafat pada tahun 1645, ia kemudian digantikan oleh putranya Amangkurat 1.
Pada masa pemerintahan sultan agung ia juga menciptakan sistem penanggalan jawa
menggunakan sistem perhitungan yang sama dengan tahun hijriyah.
Amangkurat I
Amangkurat II
Pakubuwana I (1704-1719)
Amangkurat IV (1719-1726)
Pakubuwana II (1726-1749)
VOC tidak menyukai Amangkurat III karena menentang VOC sehingga VOC
mengangkat Pakubuwana I (Puger) sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua raja dan
ini menyebabkan perpecahan internal. Amangkurat III memberontak hingga tertangkap di
Batavia lalu dibuang ke Ceylon ( sri lanka ).
Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III, setelah wilayah
mataram di bagi menjadi dua. Pada tahun 1755 tanggal 13 februari wilayah mataram di bagi
menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasuhunan Surakarta, pembagian wilayah
ini tertuang dalam perjanjian Giyanti. Kemudian pada tahun 1757 dengan intervensi belanda
dan berdasarkan perjanjian salatiga, kesultanan mataram dipecah lagi menjadi tiga bagian
yaitu Kesultanan yogyakarta, Kasuhunan Surakarta dan Mangkunegaran. Dan di tahun 1813
Kesultanan yogyakarta di pecah lagi menjadi dua yaitu Kesultanan yogyakarta dan
Pakualaman.
Demikian informasi tentang Sejarah Kerajaan( Kesultanan ) Mataram Islam yang saya
rangkum dari berbagai sumber, semoga dapat memberi manfaat bagi para pembaca. Apabila
terdapat kesalahan dalam penulisan dan pembahasan di atas mohon saran perbaikannya agar
kiranya bisa lebih baik lagi.[]