Вы находитесь на странице: 1из 36

MAKALAH KASUS 2

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK (LANSIA)


Community Nursing Program (CNP) 5
Disusun oleh :
TUTOR 7
Nur Asia

220110120007

Rosana Dwirianti H.

220110120118

Winda Riska

220110120010

Ellys Suryani

220110120133

Ratu Irbath K. N

220110120029

Aisyah Arrasyid M .L

220110120139

Farina Anggraeni

220110120032

Arini Dinda Pratiwi

220110120149

Annisa Nuraisyah

220110120061

Anggi Widiastuti

220110120155

Ghina Aghisna

220110120097

Rahmi Sri Awalianti

220110120164

Hanifah Shalihah A.

220110120107

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016

Daftar Isi

Daftar Isi........................................................................................................................2
A. Latar Belakang.......................................................................................................3
B. Konsep Dasar Lansia..............................................................................................4
1.

Definisi...............................................................................................................4

2.

Kategori Lansia...................................................................................................4

3.

Healthy Ageing dan Active Ageing.....................................................................5

4.

Teori Teori Proses Penuaan..............................................................................7

5.

Perubahan Fisiologis Lansia.............................................................................12

6.

Penyakit pada Lansia........................................................................................14

7.

Pengkajian Biopsikososial, Spiritual pada Lansia............................................15

8.

Pengkajian Status Fungsional, Mental, Intelektual..........................................19


a.

Indeks Barthel...............................................................................................19

b.

Indeks KATZ.................................................................................................20

c.

Mini Mental State Examination (MMSE).....................................................22

d.

Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)...............................24

C. Asuhan Keperawatan pada Lansia.......................................................................25


1.

Pengkajian Kasus..............................................................................................25
a.

Pengkajian Riwayat Kesehatan.....................................................................25

2.

Analisis Data.....................................................................................................27

3.

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan.............................................................29

4.

Peran perawat dalam Keperawatan Gerontik...................................................34

Daftar Pustaka..............................................................................................................37

A. Latar Belakang
Proses penuaan merupakan proses yang disertai penurunan fisik, psikologis,
maupun sosial, yang saling berinteraktif satu sama lain serta memiliki potensi
menimbulkannya masalah kesehatan jiwa, karena adanya perasaan tak berdaya. Pada
lansia terjadi tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh yang
menyebabkan semakin rentannya lansia terkena berbagai penyakit dan bahkan dapat
menyebabkan

kematian.

Perubahan

tersebut

pada

umunya

mengakibatkan

kemunduran kesehatan baik fisik maupun psikologis yang akan berpengaruh pada
aspek sosial pada lansia (BKKBN, 2011). Semakin bertambahnya usia maka lansia
lebih rentan terhadap berbagai keluhan fisik, baik karena faktor alamiah maupun
faktor penyakit.
Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 pasal 19 ayat 1
Manusia usia lanjut (Growing Old) adalah seseorang yang karena usianya
mengalami perubahan biologis, fisik, sikap, perubahan akan memberikan pengaruh
pada keseluruhan aspek kehidupan termasuk kesehatan. Oleh karena itu, lansia
merupakan usia yang rentan mengalami masalah kesehatan khususnya penyakit
degeneratif. Semakin bertambahnya usia maka lansia lebih rentan terhadap berbagai
keluhan fisik, baik karena faktor alamiah maupun faktor penyakit.
Keperawatan gerontik adalah suatu bentuk pelayanan keperawatan yang
professional dengan menggunakan ilmu dan kiat keperwatan gerontik, mencakup
biopsikososial dan spiritual, dimana klien adalah orang yang berusia lebih dari 60
tahun, baik yang kondisinya sehat maupun sakit (viaryam dkk, 2008). Keperawatan
gerontik mencakup pengkajian kesehatan dan status fungsional lansia, diagnosa,
perencanaan dan implementasi perawatan dan pelayanan kesehatan untuk memenuhi
kebutuhan yang teridentifikasi; dan mengevaluasi kefektifvan perawatan tersebut
(Potter & Perry, 2005).

B. Konsep Dasar Lansia


1. Definisi
Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap
perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia
lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Usia lanjut adalah
kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap
dalam jangka waktu beberapa dekade. Menurut WHO (1989), dikatakan usia lanjut
tergantung dari konteks kebutuhan yang tidak dipisah-pisahkan. Konteks kebutuhan
tersebut dihubungkan secara biologis, sosial, dan ekonomi dan dikatakan usia lanjut
dimulai paling tidak saat masa puber dan prosesnya berlansung sampai kehidupan
dewasa (Depkes RI, 1999). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), lanjut
usia adalah tahap masa tua dalam perkembangan individu dengan batas usia 60 tahun
ke atas. Dengan demikian lansia adalah sekelompok orang yang mengalami suatu
perubahan secara biologis, sosial dan ekonomi dengan batas usia 60 tahun ke atas.
Pengertian lansia menurut para ahli:

Pengertian Lansia Menurut Smith (1999): Lansia terbagi menjadi tiga,


yaitu:young old (65-74 tahun); middle old (75-84 tahun); dan old old (lebih
dari 85 tahun).

Pengertian Lansia Menurut Setyonegoro: Lansia adalah orang yang berusia


lebih dari 65 tahun. Selanjutnya terbagi ke dalam 70-75 tahun (young old);
75-80 tahun(old); dan lebih dari 80 tahun (very old).

Pengertian Lansia Menurut UU No. 13 Tahun 1998: Lansia adalah seseorang


yang mencapai usia 60 tahun ke atas.

Pengertian Lansia Menurut WHO: Lansia adalah pria dan wanita yang telah
mencapai usia 60-74 tahun.

Pengertian Lansia Menurut Sumiati AM: Seseorang dikatakan masuk usia


lansia jika usianya telah mencapai 65 tahun ke atas.

2. Kategori Lansia
Batasan usia lanjut didasarkan atas Undang-Undang No.13 Tahun 1998 adalah 60
tahun. Namun, berdasarkan pendapat beberapa ahli dalam program kesehatan Usia

Lanjut, Departemen Kesehatan membuat pengelompokan seperti di bawah ini


(Notoadmodjo, 2007):
a) Kelompok Pertengahan Umur Kelompok usia dalam masa verilitas, yaitu
masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan
kematangan jiwa (45-54 tahun).
b) Kelompok Usia Lanjut Dini Kelompok dalam masa prasenium, yaitu
kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun).
c) Kelompok Usia Lanjut Kelompok dalam masa senium (65 tahun ke atas)
d) Kelompok Usia Lanjut dengan Resiko Tinggi Kelompok yang berusia lebih
dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil,
menderita penyakit berat atau cacat.

Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lanjut usia meliputi


(Notoadmodjo, 2007):
a)
b)
c)
d)

Usia pertengahan adalah kelompok usia 45-59 tahun


Usia lanjut adalah kelompok usia antara 60-70 tahun
Usia lanjut tua adalah kelompok usia antara 75-90 tahun
Usia sangat tua adalah kelompok usia di atas 90 tahun

3. Healthy Ageing dan Active Ageing


Menua Sehat (healthy ageing) adalah istilah yang sering digunakan oleh para
ahli dan praktisi gerontologi untuk mengkampanyekan, mempromosikan dan
mendidik masyarakat untuk dapat menjalani kehidupan yang sehat pada masa tua.
Menua sehat merupakan salah satu dari tiga program pokok dari lembaga-lembaga
pemerhati hak-hak lansia (lanjut usia) untuk menghadapi tren penuaan penduduk
yang terjadi di sejumlah negara. Dua program pokok lainnya dalah menua aktif
(active ageing) dan menua produktif (produktive ageing)
Konsep menua sehat pertama kali diperkenalkan secara luas oleh WHO pada
tahun 1982 yang dicanangkan sebagai Tahun Usia Lanjut, melalui slogan yang
berbunyi Do not put years into life, but life into years; Long life without continous
usefulness, productivity and good quality of life is not a blessing. Inti dari slogan dan
kampanye WHO tersebut adalah umur panjang mesti didukung dengan kualitas
hidup. Salah satu kriteria untuk mengukur kualitas hidup adalah kesehatan sebagai
pilar utama untuk tetap dapat menjalani hidup yang produktif, berguna dan tentu
bahagia. Para pemerhati gerontologi sadar bahwa para lansia sangat rentan terhadap
berbagai penyakit, karena itu para lansia perlu dibekali dengan managemen hidup
sehat agar dapat menjalani sisa hidup mereka dengan baik.

Healthy ageing dipengaruhi oleh 2 faktor utama :


1. Endogenic factor, yakni berhubungan dengan proses penuaan organ-organ
tubuh yang terjadi secara alamiah yang dimulai dengan dengan penuaan sel,
jaringan hingga organ tubuh. Perawatan organ tubuh dengan baik dapat
memperlambat proses penuaan tersebut.
Exogenic factor, yakni lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya.
Seorang lansia akan lebih mudah menjalani hidup yang sehat jika ditempatkan
dilingkungan yang sehat, aman dan di tengah masyarakat yang sesuai dengan
budaya dan kepribadiannya.
Selanjutnya menua sehat harus diikuti dengan menua aktif (active aging). Menua
aktif adalah suatu proses yang mengoptimalkan kemampuan untuk sehat, partisipatif,
dan kesejahteraan dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kualitas hidup di usia
tua. Menua aktif ini dapat terjadi pada individu maupun sekelompok lansia. Kata aktif
menunjukan peran serta berkelanjutan dalam bidang sosial, ekonomi, kultura,
spiritual dan pemerintahan. Sedangkan kata sehat mengacu pada kesehatan fisik
mental dan sosial.
Agar lansia dapat menjalani menua sehat dan menua aktif maka dibutuhkan
langkah-langkah sebagai berikut :

Memberikan pendidikan dan pelatihan bagi kaum lanjut usia tentang


managemen hidup sehat

Pencegahan dan penurunan beban kecacatan, penyakit kronis dan penuaan


dini.

Meminimalisir risiko terhadap penyakit kronis yang sering dialami oleh lanjut
usia pada umumnya dan meningkatkan faktor determinan yang membantu
peningkatan kesehatan.

Melaksanakan pelayanan kesehatan yang ramah terhadap lanjut usia dengan


memperhatikan hak dan kebutuhan mereka (perempuan dan laki-laki)

4. Teori Teori Proses Penuaan


Berikut ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang mendukung terjadinya
proses penuaan, antara lain: teori biologis, teori kejiwaan sosial, teori psikologis, dan
teori kesalahan genetik.
a. Teori Biologis

Mary Ann Christ et al. (1993) meyebutkan bahwa penuaan merupakan


proses berangsur-angsur yang mengakibatkan perubahan yang kumulatif dan
mengakibatkan perubahan yang berakhir dengan kematian. Penuaan juga
menyangkut

perubahan

struktur

sel

akibat

interaksi

sel

dengan

lingkungannya, yang pada akhirnya dapat menimbulkan perubahan generatif.


Teori biologis penuaan dibagi menjadi teori intrinsik dan ekstrinsik. Intrinsik
berarti perubahan yang timbul akibat penyebab di dalam sel sendiri,
sedangkan teori ekstrinsik menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi akibat
pengaruh dari lingkungan. Penuaan menurut teori biologis diantaranya adalah
sebagai berikut.
1) Teori Genetika Clock
Menurut teori ini, menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies-spesies tertentu. Tiap spesies di dalam inti selnya
mempunyai suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu
replika tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan
replikasi tersebut. Jadi menurut konsep ini, bila jam kita ini berhenti
maka kita akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai
kecelakaan lingkugan atau penyakit.
2) Teori Mutasi Somatik (Error Catastrophe Theory)
Menurut teori ini penuaan disebabkan karena terjadi kesalahan
yang berurutan dalam jangka waktu lama melalui transkripsi dan
translasi. Kesalahan tersebut menyebabkan terbentuknya enzim yang
salah dan berakibat pada metabolisme yang salah sehingga
mengurangi fungsional sel.
3) Teori Autoimun ( Auto Immune Theory)
Menurut teori ini penuaan terjadi karena ada jaringan tubuh
tertentu yang tidak tahan terhadap suatu zat, sehingga jaringan tubuh
menjadi lemah dan sakit.
4) Teori Radikal Bebas
Menurut teori ini penuaan terjadi karena adanya radikal bebas
dalam tubuh. Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) yang
masuk kedalam tubuh akan mengakibatkan oksidasi oksigen bahanbahan organik, seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini akan
menyebabkan sel-sel tidak dapat begenerasi. Radikal bebas bersifat
merusak karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan
DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam membran sel,
dan dengan gugus SH. Walaupun telah ada sistem penangkal, namun
sebagian radikal bebas tetap lolos, bahkan makin lanjut usia makin

banyak radikal bebas terbentuk sehingga proses pengrusakan terus


terjadi, kerusakan organel sel makin banyak dan akhirnya sel mati.
5) Teori Virus yang Perlahan-lahan Menyerang Sistem Kekebalan
Tubuh ( Immunologi SlowVirus Theory)
Menurut teori ini penuaan terjadi sebagai akibat dari sistem
imun yang kurang efektif seiring dengan bertambahnya usia.
Masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan pada
organ tubuh.
6) Teori Stres
Menurut teori ini penuaan terjadi akibat hilangnya sel-sel yang
biasa

digunakan

tubuh.

Regenerasi

jaringan

tidak

dapat

mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha,


dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
7) Teori Lantai Silang
Menurut teori ini penuaan terjadi sebagai akibat adanya reaksi
kimia sel-sel yan tua atau yang telah usang menghasilkan ikatan
yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan
jaringan menjadi kurang elastis, kaku, dan kehilangan fungsi. Proses
kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan
kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada lansia,
beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan elastin pada kulit)
dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari
protein yang lebih muda. Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan
dengan perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya
dan cenderung berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan
kecepatan pada sistem muskuloskeletal (Tortora and Anagnostakos,
1990).
8) Teori Program
Menurut teori ini penuaan terjadi karena kemampuan
organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah selsel tersebut mati.
9) Teori seluler : kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah
tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh diprogram untuk membelah
50 kali. Jika sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan
di laboratorium, lalu diobservasi, jumlah sel-sel yang akan
membelah akan terlihat sedikit (Spence and Masson in Watson,
1992).
10) Teori keracunan oksigen : adanya sejumlah penurunan kemampuan
sel di dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang

mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme


pertahanan diri tertentu. Ketidakmampuan mempertahankan diri dari
toksik tersebut membuat struktur membran sel mengalami
perubahan dari rigid, serta terjadi kesalahan genetik (Tortora and
Anagnostakos, 1990).
11) Teori menua akibat metabolisme : pengurangan intake kalori pada
rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan memperpanjang
umur. Perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut antara lain
disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses
metabolisme.

Terjadi

merangsang

pruferasi

penurunan
sel,

pengeluaran

misalnya

insulin

hormon
dan

yang

hormon

pertumbuhan (MC Kay et all, 1935 dikutip Darmojo dan Martono,


2004).
b. Teori Kejiwaan Sosial
1) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
a) Teori aktivitas, menurut Havighrusrst dan Albrecht, 1953 berpendapat
bahwa sangat penting bagi individu usia lanjut untuk tetap aktivitas dan
mencapai kepuasan hidup.
b) Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara
langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah
mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
c) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia
d) Mempertahankan hubungan antara system sosial dan individu agar tetap
stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
2) Kepribadian belanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.
Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan
bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat
dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
3) Teori pembebasan (disengagement theory)
Salah satu teori sosial yang berkenaan dengan proses penuaan
adalah teori pembebasan atau disengagement theory. Teori ini
menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lansia menurun, baik secara
kuantitas maupun kualitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda
(Tripple Lost), yakni :
- Kehilangan peran (Loss of role)
- Hambatan kontak sosial (restraction of contacs and relation ships)

Berkurangnya komitmen.

c. Teori Psikologis
Teori ini akan menjelaskan bagaimana seseorang berespon pada tugas
perkembangannya. Pada dasarnya perkembangan seseorang akan terus
berjalan meskipun orang tersebut telah menua.
a. Teori Hierarki Kebutuhan Manusia Maslow (Maslows Hierarchy
of Human Needs)
Teori Hierarki Maslow kebutuhan dasar menusia dibagi dalam
lima tingkatan dari mulai yang terendah kebutuhan fisiologi, rasa
aman, kasih sayang, harga diri sampai pada yang paling tinggi
yaitu aktualisasi diri. Seseorang akan memenuhi kebutuhan
tersebut dari mulai tingkat yang paling rendah menuju ke tingkat
yang paling tinggi. Menurut Maslow semakin tua usia individu
maka individu tersebut akan mulai berusaha mencapai aktualisasi
dirinya. Jika individu telah mencapai aktualisasi diri maka individu
tersebut telah mencapai kedewasaan dan kematangan dengan
semua sifat yang ada di dalamnya; otonomi, kreatif, independent
dan hubungan interpersonal yang positif.
b. Teori Individualism Jung (Jungs Theory of Individualism)
Menurut Carl Jung sifat dasar menusia terbagi menjadi dua
yaitu ekstrovert dan introvert. Individu yang telah mencapai lansia
dia akan cenderung introvert, dia lebih suka menyendiri seperti
bernostalgia tentang masa lalunya. Menua yang sukses adalah jika
dia bisa menyeimbangkan antari sisi introvertnya dengan sisi
ekstrovertnya namun lebih condong kearah introvert. Dia tidak
hanya senang dengan dunianya sendiri tapi juga terkadang dia
ekstrovert juga melihat orang lain dan bergantung pada mereka.
c. Teori Delapan Tingkat Perkembangan Erikson (Eriksons Eight
Stages of Life)
Menurut Erikson tugas perkembangan terakhir yang harus
dicapai individu adalah ego integrity vs disapear. Jika individu
tersebut sukses mencapai tugas ini maka dia akan berkembang
menjadi individu yang arif dan bijaksana (menerima dirinya apa
adanya, merasa hidup penuh arti, menjadi lansia yang bertanggung
jawab dan kehidupannya berhasil). Namun jika individu tersebut
gagal mencapai tahap ini maka dia akan hidup penuh dengan

keputusasaan (lansia takut mati, penyesalan diri, merasakan


kegetiran dan merasa terlambat untuk memperbaiki diri).
d. Optimalisasi Selektif dengan Kompensasi (Selective Optimization
with Compensation)
Menurut teori ini, kompensasi terhadap penurunan tubuh ada 3
elemen yaitu:
Seleksi. Adanya penurunan dari fungsi tubuh karena proses
penuaan maka mau tidak mau harus ada peningkatan

pembatasan terhadap aktivitas sehari-hari.


Optimalisasi. Lansia tetap menoptimalkan kemampuan yang

masih dia punya guna meningkatkan kehidupannya.


Kompensasi. Aktivitas-aktivitas yang sudah tidak dapat
dijalakan arena proses penuaan diganti dengan aktifitasaktifitas lain yang mungkin bisa dilakukan dan bermanfaat
bagi lansia.

d. Teori Kesalahan Genetik


Proses menjadi tua ditentukan oleh kesalahan sel genetic DNA dimana
sel genetic memperbanyak diri (ada yang memperbanyak diri sebelum
pembelahan sel) sehingga mengakibatkan kesalahan-kesalahan yang berakibat
pula

dengan

terhambatnya

pembentukan

sel

berikutnya

sehingga

mengakibatkan kematian sel. Pada saat sel mengalami kematian orang akan
tampak menjadi tua.
5. Perubahan Fisiologis Lansia
Kesehatan lansia memerlukan perhatian khusus dikarenakan banyak perubahan
yang terjadi sehingga kondisinya tidak lagi seperti manusia dewasa. Perubahan
-perubahan itu seringkali mendorong lansia untuk menjadi lebih rapuh dibanding
anak-anak ataupun manusia dewasa. Perubahan yang terjadi ini merupakan proses
fisiologis usia tua.20 Adapun perubahan karakteristik pada lansia mencakup:
a. Perubahan fisik
Perubahan fisik yang terjadi pada lansia digolongkan menjadi
perubahan yang dapat terlihat dan tidak dapat terlihat. Perubahan yang dapat
terlihat antara lain berkurangnya elastisitas kulit, kulit menjadi berkeriput,
rambut yang memutih, tubuh yang terlihat lebih pendek, dan bungkuk.
Sedangkan perubahan fisik yang kurang terlihat pada lansia meliputi :

1) Penurunan berat otak akibat menurunnya jumlah sel neuron, dan


menyebabkan keterlambatan respon
2) Penurunan fungsi alat indra, yang sering menghambat aktivitas lansia,
3) Penurunan kekuatan otot dan keseimbangan tubuh
4) Penurunan fungsi seksual, dimana terjadi penurunan libido, dan
menopause

pada

wanita

sehingga

secara

hormonal

akan

mempengaruhi perubahan tubuh


5) Cenderung mengalami penurunan fungsi kognitif. Lansia dengan
penurunan status kognitif ini sering berakhir sebagai penderita
Alzheimer dan Parkinson (Santoso, 2009).
b. Perubahan Kondisi Mental
Pada umumnya lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Perubahan ini erat kaitanya dengan perubahan fisik yang terjadi
yang akhirnya membuat lansia merasa pesimis, timbul perasaan tidak aman
dan cemas, juga merasa tidak berguna lagi (Santoso, 2009).
c. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial pada lansia berhubungan erat dengan perubahan
gaya hidup. Hal ini terutama diakibatkan karena banyaknya waktu luang
setelah pensiun (tidak bekerja). Lansia yang sebelumnya bekerja seringkali
merasa kehilangan identitas dirinya setelah masa pensiun. Di samping itu
hubungan konsensual seperti pernikahan, menjada, ataupun hidup sendiri juga
mempengaruhi perubahan psikososial pada lansia. Penelitian menyebutkan
janda atau duda lansia yang terlibat dalam aktivitas luang memiliki tingkat
stress lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak. Aktivitas ini dilakukan
membantu mereka untuk merasa tidak terisolasi.
Latihan fisik saat waktu luang sangat dianjurkan bagi para lansia untuk
mempertahankan status kesehatan dan meningkatkan kepercayaan diri, serta
semangat hidup. Aktivitas waktu luang pada lansia juga bermanfaat untuk
memenuhi kebutuhan akan persahabatan, kebutuhan untuk mengalami hal
baru dan berbeda, sehingga lansia mampu untuk melepaskan diri dari tekanan
dalam berhubungan dengan orang lain, menemukan ketenangan dan
keamanan, serta menemukan kesempatan memperoleh stimulasi intelektual,
ekspresi diri, dan pelayanan.
d. Perubahan kognitif

Perubahan pada fungsi kognitif yang dialami lansia berkaitan dengan


dua hal, yaitukenangan dan Intelegensia. Lansia akan mengingat kenangan
masa terdahulu namun sering lupa pada kenangan masa yang baru, sedangkan
intelegensia

tidak

berubah

namun

terjadi

perubahan

dalam

gaya

membayangkan. Terjadinya kemunduran intelegensia dipengaruhi oleh


penyakit yang dialami lansia (Nugroho, 2000).
e. Perubahan Spiritual
Menurut Maslow (1970, dalam Nugroho, 2000) perubahan spiritual
yang terjadi pada lansia adalah semakin terintegrasinya kepercaaan atau
agama yang dianut oleh lansiadalam menjalani kehidupanya.
6. Penyakit pada Lansia
Proses penuaan akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik sosial,
ekonomi, maupun kesehatan. Semakin bertambahnya usia maka lansia lebih rentan
terhadap berbagai keluhan fisik, baik karena faktor alamiah maupun faktor penyakit.
Beberapa masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia antara lain :
a. Demensia adalah kerusakan umum fungsi intelektual yang menggagnggu
fungsi sosial dan okupasi. Sindrom ini dicirikan oleh adanya disfungsi
serebral irreversible dan progresif.
b. Hipertensi
Hipertensi yang terjadi pada lansia biasanya hipertensa sistolik isolasi yaitu
jika tekanan darah sistolik 140 mmHg ataupun lebih dengan tekanan diastolik
kurang dari 90 mmHg
c. Diabetes Mellitus
Diabetes terjadi pada ansia karena gangguan metabolisme dari distribusi gula
oleh tubuh. Penyakit ini juga bisa disebabkan kekurangan produksi hormon
insulin dalam tubuh atau tubuh tidak dapat menggunakannya secara efktif
sehingga terjadi kelebihan gula di dalam darah.
d. Angina pektoris adalah nyeri toraksis paroksimal yang disebabkan paling
sering oleh penyakit kardiovaskular. Serangan ini sering disebabkan oleh
pemerasan tenaga, stress emosi atau terpajan udara dingin.
e. Cedera serebrovaskular atau stroke terjadi saat pembuluh darah yang
menyuplai darah ke bagian otak mengalami oklusi, mengakibatkan
penurunan sirkulasi.
f. Artritis
Hampir 44% lansia mengalami artritis. Derajat kerusakan mobilitas lansia
bergantung pada menyebarnya penyakit dan sendi yang terkena.
g. Kerusakan sensori lansia bisnya mengalami perubahan pada penglihatan,
pendengaran, pengecapan dan penghidu karena penuaan normal.

h. Masalah gigi pada lansia terjadi perubahan rasa dan menurunnya masukan
nutrisi. Karena kehillangan gigi atau pemasangan gigi palsu yang buruk
,lansia hanya dpat mekan makanan yang lunak.
i. Inkontinensia urin adalah ketidakmampuan lansia untuk mengontrol keluarnya
urin.
j. Gangguan pola tidur merupakan keadaan dimana individu mengalami atau
mempunyai resiko perubahan dalam jumlah dan kualitas pola istirahat yang
menyebabkan ketidaknyamanan atau mengganggu gaya hidup dari lansia.
7. Pengkajian Biopsikososial, Spiritual pada Lansia
a. Pendekatan fisik (Bio)
Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadiankejadian yang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada
organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bias di capai dan dikembangkan,
dan penyakit yang yang dapat dicegah atau ditekan progresifitasnya.
Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua
bagian yaitu:
- Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih
mampu
-

bergerak

tanpa

bantuan

orang

lain

sehingga

untuk

kebutuhannya sehari-hari masih mampu melakukan sendiri.


Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang
keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus
mengetahui dasar perawatan klien usia lanjut ini terutama tentang halhal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk
mempertahankan kesehatannya.

Dalam pengkajian fisik atau biologis ini dapat dilakukan dengan cara:
wawancara riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik.
1) Wawancara riwayat kesehatan
Dalam wawancara ini perawat kesehatan masyarakat dapat menanyakan
tentang bagaimana:
- Pandangan lanjut usia tentang kesehatannya.
- Kegiatan yang mampu dilakukan lanjut usia.
- Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri.
- Kekuatan fisik lanjut usia: otot, sendi, penglihatan, dan
-

pendengaran.
Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, buang air besar/kecil.
Kebiasaan gerak badan/olahraga/senam lanjut usia.
Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna
dirasakan.

Kebiasaan lanjut usia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan

dalam minum obat.


- Masalah-masalah seksual yang dirasakan.
2) Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan
-

auskultasi untuk mengetahui perubahan sistem tubuh.


Pendekatan yang digunakan dalam pemeriksaan fisik, yaitu: head

to tea dan sistem tubuh.


b. Pendekatan psikis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter ,
interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia
yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki
kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang
cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia
merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip Tripple, yaitu sabar,
simpatik dan service.
Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih
sayang dari lingkungan, termasuk perawat yang memberikan perawatan..
Untuk itu perawat harus selalu menciptakan suasana yang aman , tidak gaduh,
membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi
yang dimilikinya.
Dalam pengkajian psikis ini dapat dilakukan dengan cara:
1) Dilakukan saat berkomunikasi dengan pasien untuk mengetahui
fungsi kognitf termasuk daya ingat, alam perasaan, orientasi
terhadap realitas, kemampuan dalam menyelesaikan masalah.
2) Serta perubahan umum yang terjadi, antara lain:
- Penurunan daya ingat.
- Proses pikir lambat.
- Adanya perasaan sedih.
- Merasa kurang perhatian.
3) Hal-hal lain yang perlu dikaji dalam aspek psikologis meliputi:
- Apakah mengenal masalah-masalah utamanya.
- Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan.
- Apakah dirinya merasa dibutuhkan atau tidak.
- Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan.
- Bagaimana mengatasi stress yang dialami.
- Apakah mudah dalam menyesuaikan diri.
- Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan
- Apakah harapan pada saat ini dan akan datang.
- Perlu dikaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses
pikir, alam perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam
penyelesaian masalah.
c. Pendekatan sosial

Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu


upaya perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk
berkumpul bersama dengan sesama klien usia berarti menciptakan sosialisasi
mereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu pegangan bagi perawat
bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan
orang lain.
Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para
lanjut usia untuk mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan
pagi, nonton film, atau hiburan lain. Tidak sedikit klien tidak tidur terasa,
stress memikirkan penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang dirumah sehingga
menimbulkan

kekecewaan,

ketakutan

atau

kekhawatiran,

dan

rasa

kecemasan.Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut


usia, hal ini dapat diatasi dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan
kewajiban bersama. Dengan demikian perawat tetap mempunyai hubungan
komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap petugas yang secara
langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia di
Panti Werda.
Dalam pengkajian sosial ekonomi pada pasien tanyakan tentang:
1) Bagaimana lansia membina keakraban dengan teman sebaya
maupun dengan lingkungannya dan bagaimana keterlibatan lansia
dalam organisasi sosial.
2) Penghasilan yang diperoleh.
3) Perasaan sejahtera dalam kaitannya dengan sosial ekonomi.
Hal-hal yang perlu dikaji:
- Darimana sumber keuangan lanjut usia.
- Apa saja kesibukan lanjut usia dalam mengisi waktu luang.
- Dengan siapa dia tinggal
- Kegiatan organisasi apa yang diikuti lanjut usia.
- Bagaimana pandangan lanjut usia terhadap lingkungannya.
- Berapa sering lanjut usia berhubungan dengan orang lain di
-

luar rumah.
Siapa saja yang biasa mengunjungi.
Seberapa besar ketergantungannya.
Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginannya dengan
fasilitas yang ada.

d. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam
hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya dalam kedaan sakit
atau mendeteksikematian.Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia
akan memberikan reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara

dalam mengahadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan


oleh persoalan keluarga perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa
kalaupun kelurga tadi di tinggalkan , masih ada orang lain yang mengurus
mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.
Umumnya pada waktu kematian akan datang agama atau kepercayaan
seseorang merupakan factor yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran
seorang iman sangat perlu untuk melapangkan dada klien lanjut usia.Dengan
demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap
fisik saja, melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut
usia melalui agama mereka.
Dalam pengkajian spiritual pada pasien pertanyaan berkaitan dengan
keyakinan agama yang dimiliki dan sejumlah makna keyakinan tersebut dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari lansia.
Hal-hal yang perlu dikaji:
- Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan
-

keyakinan agamanya.
Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam
kegiatan keagamaan.Misalnya: pengajian dan penyantunan

anak yatim atau fakir miskin.


Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalah apakah

dengan berdoa.
Apakah lanjut usia terlihat sabar dan tawakal.

8. Pengkajian Status Fungsional, Mental, Intelektual


Kemampuan fungsional adalah suatu bentuk pengukuran kemampuan
seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari hari secara
mandiri.Penentuan kemampuan fungsional dapat mengidentifikasi kemampuan
danketerbatasan klien sehingga memudahkan pemilihan intervensi yang tepat
(Maryam dkk, 2008). Kemandirian lansia mengalami kemunduran seiring
bertambahnya usia. Oleh karena itu diperlukan pengkajian secara holistik dan
komprehensif. Pengkajian - ini diperlukan untuk mengetahui tingkat kualitas
hidup lansia sehingga, mampu mempertahankan fungsi yang ada dan memperluas
harapan hidup.
a. Indeks Barthel
Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam
meningkatkan aktivitas fungsional. Penilaian meliputi 10 kemampuan
diantaranya makan, berpindah tempat, kebersihan diri, aktivitas di toilet,

mandi, berjalan di jalan datar,naik turun tangga, berpakaian, mengontrol


defekasi, dan mengontrol berkemih.
Cara penilaiannya antara lain :
-

Makan, jika memerlukan bantuan di beri nilai 5 dan jika mandiri 10.
Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dan sebaliknya termasuk
duduk di tempat tidur, jika memerlukan bantuan di beri nilai 5-10 dan

jika mandiri 15.


Kebersihan diri (mencuci muka, menyisir, mencukur, menggosok gigi),

jika memerlukan bantuan diberi nilai 0 dan jika mandiri 5.


Aktivitas di toilet, jika memerlukan bantuan diberi nilai 5 dan jika

mandiri 10.
Mandi, jika memerlukan bantuan di beri nilai 0 dan jika mandiri 5.
Berjalan di jalan yang datar, jika memerlukan bantuan di beri nilai 10

dan jika mandiri 15.


Naik turun tangga, jika memerlukan bantuan di berinilai 5 dan jika

mandiri 10.
Berpakaian termasuk menggunakan sepatu, jika memerlukan bantuan

di beri nilai 5 dan jika mandiri 10.


Mengontol defekasi (BAB), jika memerlukan bantuan di beri nilai 5

dan jika mandiri 10.


Mengontrol berkemih (BAK), jika memerlukan bantuan di beri nilai 5
dan jika mandiri diberi nilai 10.

No.

Nilai

Aktivitas

1.
2.

Makan
Berpidah dari kursi roda ke

3.

tempat tidur
Kebersihan diri,

mencuci

Bantuan
5
5-10

Mandiri
10
15

10

0
10

5
15

5
5
5
5

10
10
10
10

muka, menyisir, mencukur,


4.

dan menggosok gigi.


Aktifitas
di

5.
6.

(menyemprot, mengelap)
Mandi
Berjalan di jalan yang datar

toilet

(jika tidak mampu berjalan


lakukan dengan kursi roda)
7.
Naik turun tangga
8.
Berpakaian
9.
Mengontrol BAB
10.
Mengontrol BAK
JUMLAH

100

Dengan penilaian:
0-20 : ketergantungan penuh
21-61: ketergantungan berat/sangat tergantung
62-90: ketergantungan moderat
91.99: ketergantungan ringan
100
: mandiri.
b. Indeks KATZ
Pengkajian menggunakan indeks kemandirian katz untukaktivitas
kehidupan sehari hari yang berdasarkan pada evaluasifungsi mandiri atau
bergantung dari klien dalam 6 hal yaitu makan,kontinen(BAB/BAK),
berpindah, ke kamar mandi, mandi dan berpakaian.

1.
2.

Mandi

Dapat mengerjakan

Bagian tertentu dibantu atau

Berpakaian

sendiri
Seluruhnya tanpa

seluruhnya dibantu
Bagian tertentu dibantu atau

bantuan
Dapat mengerjakan

seluruhnya dengan bantuan


Memerlukan bantuan atau

3.

Pergi ke toilet

4.

sendiri
Berpindah (berjalan) Tanpa bantuan

tidak dapat pergi ke toilet


Dengan bantuan atau tidak

BAB dan BAK

dapat melakukan
Kadangkadang mengompol /

5.

Dapat mengontrol

defekasi di tempat tidur


atau dibantu seluruhnya
6.

Makan

Tanpa bantuan

dengan alat
Perlu bantuan dalam halhal
tertentu atau seluruhnya
dibantu

Interprestasi :
A : Mandiri, untuk 6 fungsi
B : Mandiri, untuk 5 fungsi
C : Mandiri, kecuali untuk mandi dan 1 fungsi lain
D : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian dan 1 fungsi lain
E : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsilain
F : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsilain
G : Tergantung untuk 6 fungsi
Untuk mempermudah dalam penilaiannya maka penilainnya dimodifikasi
sebagai berikut :
A : Mandiri, untuk 6 fungsi
B : Mandiri, untuk 5 fungsi
C : Mandiri, untuk 4 fungsi
D : Mandiri, untuk 3 fungsi
E : Mandiri, untuk 2 fungsi
F : Mandiri, 1untuk 1 fungsi
G : Tergantung untuk 6 fungsi
Keterangan:
Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dariorang
lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak
melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu.

c. Mini Mental State Examination (MMSE)


Kuntjoro (2002) mengatakan pada umumnya setelah orang memasuki
lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi
kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian
dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi
semakin lambat. Sementara fungsi psikomotorik meliputi hal-hal yang
berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi, yang berakibat lansia menjadi kurang cekatan.
Kuntjoro (2002) mengatakan bahwa pada lansia dapat timbul
gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia kearah
kerusakan /kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek
psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental mencakup
penurunan kondisi fisik, penurunan fungsi dan potensi seksual, perubahan
aspek psikososial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan perubahan
dalam peran sosial di masyarakat.
Salah satu tes untuk mengkaji fungsi mental kognitif pasien yaituMini
Mental State Examination (MMSE) yang dikembangkan oleh Folstein pada
tahun 1975. Instrumen ini terdiri mengukur 5 aspek diantaranya :
1) Orientasi
2) Registrasi
3) Perhatian / kalkulasi
4) Mengingat
5) Bahasa

Item Tes
1. Orientasi

Nilai Max
5

Sekarang (tahun) (musim) (bulan) (tanggal) (hari ) apa?


Kita berada di mana? ( Negara ) (propinsi ) (kota ) (rumah ), (lantai/ kamar ) ?
2. Registrasi

Sebutkan 3 buah nama benda ( apel, meja, koin ) tiap benda 1detik, pasien
diminta mengulangi ketiga nama benda tersebut dengan benar dan catat jumlah
pengulangan
3. Kalkulasi

Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk setiap jawaban yang benar. Hentikan
setelah 5 jawaban. Atau diminta mengeja terbalik kata " WAHYU " (Nilai
diberikan pada huruf yang benar sebelum kesalahan misalnya uyahw = 2 nilai)
4. Mengingat Kembali (recall)

Pasien diminta mengingat kembali 3 nama benda di atas


5. Bahasa

Pasien diminta menyebutkan nama benda, yang ditunjukkan (pensil, buku)


6. Pasien diminta mengulang kata-kata: "namun", "tanpa, "bila".
7. Pasien diminta melakukan perintah: "ambil kertas dengan tangan anda, lipatlah

1
3

menjadi 2 dan letakkan di lantai


8. Pasien diminta membaca dan melakukan perintah "pejamkan mata anda
9. Pasien diminta menulis sebuah kalimat dengan spontan
10. Pasien diminta menggambarkan bentuk yang diperlihatkan, misalnya gambar

1
1
1

di bawah ini

Jumlah

30

Keterangan :
Baik / normal

: 25 30

Gangguan kognitif ringan

: 21 2

Gangguan kognitif sedang

: 10 20

Gangguan kognitif berat

: < 10

d. Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)


SPMSQ merupakan instrument pengkajian sederhana yang digunakan untuk
menilai fungsi intelektual maupun mental dari lansia.
Benar

Salah

Nomor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Pertanyaan
Tanggal berapa hari ini?
Hari apa sekarang?
Apa nama tempat ini?
Dimana alamat anda?
Berapa umur anda?
Kapan anda lahir?
Siapa Presiden Indonesia?
Siapa nama Presiden Indonesia sebelumnya?
Siapa nama ibu anda?
Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap
angka yang baru , semua secara menurun.

Jumlah

Interpretasi
Salah 0-3

: Fungsi Intelektual Utuh

Salah 4-5

: Fungsi Intelektual Kerusakan Ringan

Salah 6-8

: Fungsi Intelektual Kerusakan Sedang

Salah 9-10

: Fungsi Intelektual Kerusakan Berat

C. Asuhan Keperawatan pada Lansia


Kasus 2
Perawat I adalah perawat yang bertugas di Panti Werdha X. Hari ini ada ibu F
yang diantar oleh petugas departemen sosial kota. Perawat I melakukan

pengkajian pada Ibu F. Dari KTP yang ada pada kantongnya, Ibu F berasal dari
desa yang sangat jauh dari kota. Usia Ibu F 65 tahun. Hasil pengkajian dari Ibu F
adalah TD 180/100 mmHg, KATZ Index B, Barthel Indeks ketergantungan
sebagian, Fungsi mental MMSE kerusakan berat, fungsi Intelektual dari tes
SPSMQ mengalami kerusakan berat, Resiko jatuh sedang. Dari hasil pengkajian
fisik ada luka pada kaki kiri Ibu F. Kalau tidak ditanya Ibu F, diam aja. Ibu F
terlihat murung, saat ditanya masih sedih karena suaminya yang telah meninggal
5 tahun yang lalu. Saat perawat I melakukan pemeriksaan tensi yaitu hasilnya
150/100 mmHg. Perawat I akan membuat perencanaan agar Ibu F dapat
merasakan healthy aging dan active aging di panti werdha E sesuai dengan
kebutuhan dasar manusianya dan terhindar dari demensia.

1. Pengkajian Kasus
a. Pengkajian Riwayat Kesehatan
Identitas/Data Biografis Klien
Nama
: Ibu F
TTL/Usia
: - / 65 tahun
Pendidikan terakhir
:Golongan darah
:Agama
:Status perkawinan
: Janda
Alamat
: Desa yang sangat jauh dari kota
Telpon,
:Jenis kelamin
: Perempuan
Orang yang paling dekat
dihubungi
: Departemen Sosial Kota
Hubungan dengan lansia : Perwakilan dari pemerintah
Alamat dan jenis kelamin
orang/keluarga
: Departemen Sosial Kota terdekat
2) Riwayat Keluarga
a) Pasangan
: meninggal 5 tahun yang lalu
b) Anak
:3) Riwayat Pekerjaan : -

4) Riwayat Lingkungan Hidup

:-

5) Riwayat Rekreasi

:-

6) Sumber/Sistem Pendukung yang digunakan

:-

7) Kebiasaan Ritual

:-

8) Status Kesehatan Saat ini

a. Obat-obatan

:-

b. Status imunisasi

:-

c. Alergi

:-

d. Keadaan umum

: Terdapat luka pada kaki kiri ibu F

e. Status kesehatan saat ini

Mengalami kerusakan fungsi mental MMSE berat, KATZ Index B,


Barthel Indeks ketergantungan sebagian, fungsi intelektual dari test
SPSMQ mengalami kerusakan berat, dan resiko jatuh sedang.
f. Nutrisi
9) Status Kesehatan Masa Lalu

::-

10) ADL (activity daily living)


a. Berdasarkan indeks KATZS :
Ibu F masih bisa melakukan 5 kemandirian dalam 6aktifitas hidup
sehari-hari
b. Psikologi klien :
Ibu F terlihat murung, saat ditanya masih sedih karena suaminya
yang meninggal 5 tahun yang lalu.

2. Analisis Data
No
1.

2.

Data
Ds : Do :
- Penilaian KATZ Indeks
menunjukkan nilai B (5
dari 6 kriteria terpenuhi
atau mandiri).
- Penilaian Barthel indeks
menunjukkan kerusakan
sebagian.
- Penilaian Short Portable
Mental Status
Questionnaire (SPMSQ)
menunjukkan kerusakan
berat (kesalahan 8-10).
- Penilaian fungsi
intelektual Mini Mental
State Exam (MMSE)
menunjukkan kerusakan
berat (< 21).
- Klien diam saja jika
tidak ditanya.
- Usia klien 65 th.
Ds : Do :
- Terdapat luka pada kaki
kiri klien.
- Usia klien 65 th.
- Klien memiliki resiko
jatuh sedang.

Etiologi

Masalah
Gangguan
kognitif

Faktor predisposisi : penuaan

Pada otak terjadi penurunan jumlah


neuron secara bertahap yang meliputi
area girus temporal superior,
giruspresentralis dan area striata.

Penurunan jumlah neuron kolinergik

Gangguan kognitif dan perilaku

Usia : penuaan

Penurunan kekuatan ekstremitas bawah

Kesulitan menjaga keseimbangan

Luka pada ekstremitas bawah

Resiko
tinggi
cedera

3.

DS: Klien merasa sedih karena


ditinggal suaminya yang telah
meninggal 5 tahun yang lalu
DO: Klien tampak murung,
diam jika tidak ditanya

Reaksi
Berduka

3. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


1. Gangguan Fungsi Kognitif berhubungan dengan penurunan jumlah
neuron secara bertahap pada area girus temporal superior,
giruspresentralisdan area striata
2. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan resiko jatuh jatuh dan tingkat
ketergantungan sedang
3. Reaksi berduka berhubungan dengan koping tidak efektif ditandai dengan
berduka dan tidak menerima ditinggal pasangan
Diagnosa
Keperawatan
1. Gangguan

Tujuan

Intervensi

Rasional

Tujuan: membantu Orientasi realita dan Orientasi terhadap waktu,

Fungsi

Ibu F berfungsi di lingkungan

Kognitif

lingkungan

tempat dan orang yang baik

Tulis

nama akan dapat membantu daya

berhubungan

petugas

pada ingat pasien dengan gangguan

dengan

kamar Ibu F yang penurunan fungsi kognitif

penurunanjum

jelas,

lah neuron
secara
bertahap pada

terbaca
Orientasikan

barang pribadi,
Berikan

area girus

&

penerangan yang

temporal

cukup di malam

superior,
giruspresentral

besar

hari
Sediakan

kamar

isdan area

Ibu F dengan jam

striata

besar,

kalender

harian
Komunikasi

Pendekatan dengan komunikasi

Lakukan

terapeutik dan komunikasi

komunikasi yang

yang efektif akan membantu

jelas, ringkas, dan

pasien dalam kemampuan

tdk terburu-buru

berinteraksi

agar Ibu F dapat


-

memahaminya
Sarankan Ibu F
untuk memilih
topik
pembicaraan
untuk melatih
keampuan
memori yang

sudah menurun
Berikan
pertanyaan

tertutup
Berikan rasa
empati, hangat,
dan penuh
perhatian

Pertahankan

Hubungan yang penuh

hubungan

perhatian dengan orang lain

interpersonal

yang akan meningkatkan konsep diri

positif

yang positif

Bantu Ibu F dalam Pemenuhan kebutuhan dasar


pemenuhan

merupakan hal yang sangat

kebutuhan dasar dan eting untuk mempertahankan


2. Resiko tinggi Tujuan Umum:

perawatan diri
kehidupan
a. Observasi cara lansia a. Mengetahui

kebiasaan

cedera

Setelah dilakukan

menggunakan

alat

lansia menggunakan alat

berhubungan

tindakan

bantu

cara

bantu dan berjalan lansia

dengan resiko keperawatan


jatuh jatuh dan selama --- resiko
tingkat

jauh tidak terjadi

dan

berjalan lansia

apakah sudah benar atau


belum
b. Mengetahui

rentang

ketergantunga

Tujuan Khusus:

b. Evaluasi

n sedang

Setelah dilakukan

kembali

kekuatan otot

kekuatan otot lansia

intervensi
c.
diharapkan lansia
c. Evaluasi
kembali
mampu:
tingkat risiko jatuh
1.
menggunakan FMS
Mempertahankan
dan BBT
mobilitas
fisik
d.

Mengetahui

pada tingkat yangd. Latih

mengurangi risiko jatuh

optimal.

lansia

cara

berjalan yang benar

agar

dapat

risiko

jatuh

memberikan

penangan risiko jatuh yang


tepat
Berjalan

yang

benar

e. Mengurangi risiko jatuh

2.

Menyatakan
e. Latih lansia untuk
keinginan untuk
berjalan
dengan
berpartisipasi
berpegagan,
dalam aktivitas
menggunakan alat
3.
bantu walker dan
f. Nyeri
menghambat
Mempertahankan
mencari
tempat
mobilisasi lansia
atau meningkatkan
yang aman
kekuatan
dan
f. Evaluasi dan pantau
fungsi yang sakit
rasa sakit atau nyeri
4. Menunjukkan
g. Meningkatkan
semangat
pada sendi
perilaku
untuk
untuk
latihan
melakukan
g. Motivasi lansia untuk
fisik,meningkatkan
aktivitas
berpartisipasi pada
kekuatan
otot
dan
latihan fisik atau
pengetahuan
terhadap
senam yang ada di
risiko jatuh
panti
sesuai
kemampuan
dan

lansia

beri

pendkes h. Mencegah kelelahan dan


tentang risiko jatuh
mempertahankan kekuatan
lansia
otot dan sendi
h. Motivasi

lansia

membuat

jadwal

aktivitas

untuk

memberikan periode
istirahat

diantara i. Mempertahankan/meningk
atau
atkan
fungsi
sendi,

aktivitas

kegiatan
i. Tunjukkan

dan

latih lansia latihan


rentang

gerak

kekuatan otot dan stamina


umum, dan keseimbanagn
lansia.

aktif/pasif (ROM)
dan

latihan

keseimbangan

lingkungan yang aman bagi

j. Orientasikan

lansia,

lingkungan
beri

j. Mempertahankan

dan

menurangi

risiko

jatuh

peringatan

atau tanda pada


tempat

yang k. Memudahkan

berbahaya
k. Atur letak barang
lansia dengan rapi

mengambil

lansia
benda

yang

dibutuhkan

mudah l. Menurunkan risiko jatuh

dan
dijangkau
l. Motivasi

lansia

menggunakan
alas

kaki

selip

dan

tidak licin

anti m. Memenuhi kebutuhan dasar


yang
lansia dan memudahkan
ambulasi

m. Bantu lansia saat n. Memfasilitasi lingkungan


ambulasi
dan
yang aman untuk lansia
aktivitas seharihari

n. Kolaborasi
dengan

pihak

panti

dalam

memodifikasi
lingkungan yang
aman
lansia,

untuk
misalnya

memberi

tanda

khusus

pada

lansia

yang

berisiko jatuh
3.

Setelah dilakukan

a. Dorong

a. Mendistraksi

hal-hal

intervensi

aktivitas

yang

keperawatan

sosial

kesedihan/berduka

selama 3x24 jam


pasien

secara

pasien untuk

konsisten

b. Mengurangi

perasaan

kehilangan

mengembang

diharapkan

kan hubungan
c. Dukung

mampu :
1. Mendentifikasi
pola

komunitas
b. Dorong

menyebabkan

koping

efektif
2. Mengidentifika
si pola koping
yang

tidak

efektif
3. Melaporkan
penurunan stres
4. Beradaptasi
dengan
perubahan
perkembangan]

pasien untuk
menggunakan
mekanisme
pertahanan
yang sesuai
d. Kenalkan
pasien kepada
seseorang
yang
mempunyai
latar belakang

c. Koping
dapat

yang

tepat

meningkatkan

ketahanan
dalam

seseorang
menghadapi

suatu masalah.
d. Membantu

pasien

bercerita dan berbagi


pengalaman

menggunakan

pengalaman

dukungan

yang sama

sosial

yang

tersedia

4. Peran perawat dalam Keperawatan Gerontik


Keperawatan gerontik adalah suatu bentuk pelayanan keperawatan yang
professional dengan menggunakan ilmu dan kiat keperwatan gerontik, mencakup
biopsikososial dan spiritual, dimana klien adalah orang yang berusia lebih dari
60 tahun, baik yang kondisinya sehat maupun sakit (viaryam dkk, 2008).
Tujuan keperawatan gerontik adalah memenuhi kenyamanan lansia,
mempertahankan fungsi tubuh serta membantu lansia menghadapi kematian
dengan tenang dan damai melalui ilmu dan teknik keperawatan gerontik.
Lingkup asuhan keperawatan gerontik yaitu

Pencegahan ketidakmampuan sebagai akibat proses penuaan


Perawatan untuk pemenuhan kebutuhan lansia
Pemulihan untuk mengatasi keterbatasan lansia

Perawat gerontik memiliki tanggung jawab untuk membantu klien dalam


memperoleh kesehatan yang optimal, memelihara kesehatan, menerima
kondisinya serta persiapan dalam menghadapi ajal. Dalam praktek keperawatan
gerontik, perawat memiliki peran dan fungsinya sebagai berikut:
1. Sebagaicare giver/ pemberi asuhan langsung
Perawat memberikan asuhan keperawatan kepada lansia yang meliputi
intervensi/ tindakan keperawatan, observasi, pendidikankesehatan, dan
menjalankan tindakan medis sesuai dengan pendelegasian yang
diberikan.
2. Sebagai pendidik
Sebagai pendidik,

perawat

membantu

lansia

meningkatkan

kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan


kesehatan lansia baik kepada lansia maupun keluarga lansia sehingga,

lansia atau keluarga lansia dapat menerima tanggung jawab terhadap


hal-hal yang diketahuinya.
3. Sebagai motivator
Perawat memberikan motivasi kepada lansia untuk meningkatkan
kualitas kesehatan lansia.
4. Sebagai Advokasi
Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antar
klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan
klien, membela kepentingan klien dan membantu klien memahami
informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan
dengan pendekatan tradisional maupun professional. Peran advokat
sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai naraasumber dan
fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya
kesehatan yang harusdijalani oleh klien.
5. Sebagai konselor
Perawat memberikan konseling atau bimbingan kepada lansia ataupun
keluarga lansia tentang masalah kesehatan sesuai prioritas. Konseling
yang diberikan mengintegrasikan pengalaman kesehatan yang lalu,
pemecahan masalah yang difokuskan pada masalah keperawatan,
mengubah perilaku hidup ke arah perilaku hidup sehat.

Daftar Pustaka
Dewi, S.R. 2014. Buku Ajar KeperawatanGerontik. Yogyakarta: Deepublish.
Katz S, Downs TD, Cash HR, Grotz RC. Progress in development of the index of
ADL. Gerontologist. 1970;10(1):20-30.
Kuntjoro Z, S. (2002). Dukungan Sosial Pada Lansia. [Online]. Available at:
http://www.e-psikologi.com/epsi/lanjutusia_detail.asp?id=183

(diakses

pada tanggal 19 Maret 2016).


Maryam, S., dkk. (2008) . Mengenal Usia Lnjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika.
Mubarak, Iqbal Wahid. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas: Konsep dan
Aplikasi. Buku 2. Jakarta: Salemba Medika
Nugroho, W. 2000. Keperawatan Gerontik, Edisi 2. Jakarta : EGC.
Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Edisi ke-3.
Jakarta: EGC.
Potter, Praticia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : konsep, proses,
dan praktik ; alih bahasa, Yasmin Asih, et al; editor bahasa indonesia, Devi
Yulianti, Monica Ester.-edisi 4-. Jakarta: EGC
Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses dan Praktik.
EGC ; Jakarta
Rovner & Folstein. (1987). Mini-Mental State Examination (MMSE). Available at
: http://www.medicine.uiowa.edu/igec/tools/cognitive/MMSE.pdf(diakses
pada tanggal 19 Maret 2016).
S, Tamher dan Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Santoso, H. 2009. Memahami Kritis Lanjut Usia Uraian Medis dan Pedagosis
Patoral. Jakarta : Gunung Mulia
Thomas, Huw. (2009). Mini mental state Examination (MMSE). Available at :
http://patient.info/doctor/mini-mental-state-examination-mmse
pada tanggal 19 Maret 2016).

(diakses

Вам также может понравиться