Вы находитесь на странице: 1из 36

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan
kecepatan

perambatan

komponen

dalam

medium

tertentu.

Komponen-

komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase
gerak. Fase diam menahan komponen campuran sedangkan fase gerak
melarutkan

zat

komponen

yang

ada

pada

campuran

(Adnan,

1997).

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran


senyawa menjadi senyawa murninya. Kromatografi juga merupakan analisis cepat
yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.
KLT berguna untuk mengidentifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi
senyawa murni skala kecil (Anwar, 2008).
Buah lada hitam mengandung alkaloid piperin, piperitin, piperidin, zat
pahit, dan minyak lemak (Amalina, 2008).
Rimpang dan biji pacing mengandung diosgenin (sapogenin steroid),
saponin dan tannin. Rimpang kunyit mengandung kurkuminoid , mineral minyak
atsiri serta minyak lemak (Wahyuningsih, 2008).
Kecubung mengandung alkaloid (skopolamina, hiosiamina, atropina),
Flavonoid (Depkes RI, 1995).
Berdasarkan uraian diatas, maka pada percobaan ini akan dilakukan
pemisahan piperin dari lada hitam (Piper nigrum), alkaloida dari daun kecubung
(Datura metel), diosgenin dari rimpang pacing (Coctus specious) dan minyak
atsiri dari kunyit (Curcuma longa Linn) menggunakan kromatografi lapis tipis.

1.2

Prinsip Percobaan
Memisahkan dan mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder yang

memiliki aktivitas biologi dari suatu tumbuhan dengan meggunakan kromatografi


lapis tipis yang berdasarkan kepolaran sampel dengan pelarutnya, komponenya
akan dipisahkan menjadi dua buah fase yaitu fase gerak dan fase diam, dimana
fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan
melarutkan senyawa yang ada pada campuran.
1.2

Tujuan Percobaan

Untuk mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder dengan menentukan


harga Rf dari kromatografi lapis tipis yang terdapat pada lada hitam, daun

kecubung, rimpang pacing, dan rimpang kunyit.


Untuk mengetahui jumlah minimum senyawa yang teridentifikasi pada
hasil kromatografi lapis tipis dari lada hitam, daun kecubung, rimpang

1.3

pacing dan rimpang kunyit.


Manfaat Percobaan
Praktikan dapat mengetahui

cara

isolasi

senyawa

menggunakan

kromatografi lapis tipis.


Sebagai sumber informasi tentang warna, harga Rf dan jumlah minimum
senyawa yang teridentifikasi pada hasil kromatografi lapis tipis dari lada
hitam, daun kecubung, rimpang pacing dan rimpang kunyit.
Sebagai sumber informasi tentang pelarut / fase gerak yang dapat
digunakan untuk isolasi piperin dari lada hitam, alkaloid dari daun
kecubung, diosgenis dari rimpang pacing dan minyak atsiri dari rimpang
kunyit menggunakan kromatografi lapis tipis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Uraian Tumbuhan

2.1.1

Lada hitam (Piper nigrum)

2.1.1.1 Sistematika tumbuhan

Gambar 1. Lada Hitam


Divisio

: Spermatophyta

Subdivisio

: Angiospermae

Classis

: Dicotyledoneae

Ordo

: Piperales

Familia

: Piperaceae

Genus

: Piper

Species

: Piper nigrum L. (Amalina, 2008).

2.1.1.2 Habitat
Ditemukan pertama kali di Malabar, pantai barat India bagian Selatan
sekitar 2000 tahun yang lalu. Kini lada banyak ditanam di wilayah Asia, terutama
Malaysia dan Indonesia (Muhammad, 2011).

2.1.1.3 Morfologi
Tanaman lada hitam berupa tanaman yang memanjat, dengan akar pelekat,
batang 5-15 m. Daun berseling atau tersebar, bertangkai, dengan daun penumpu

yang mudah gugur dan meninggalkan berkas yang berupa suatu lingkaran.
Helaian daun bulat telur, memanjang dengan ujung meruncing, 5-15 cm x 8-20
cm, pada sisi buah pada kelenjar-kelenjar yang tenggelam. Bulir terpisah-pisah,
bergantungan terdapat pada ujung atau berhadapan dengan daun. Bulir terpisahpisah, bergantungan terdapat pada ujung atau berhadapan dengan daun. Daun
pelindung memanjang, 4-5 mm panjang. Buah berupa buah buni, bangun bulat
(Amalina, 2008).
2.1.1.4 Sinonim (nama latin)
Tanaman lada hitam mempunyai sinonim Piper globrispicum DC.
(Amalina, 2008).
2.1.1.5 Nama lain ( nama daerah)
Lada hitam (Piper nigrum L.) mempunyai nama Sumatera: lada (Aceh),
leudeu pedih (Gayo), lada (Batak), lada (Nias), raro (Mentawai), lada kecik
(Bengkulu), lade ketek (Minangkabau), lada (Lampung). Jawa: Lada, pedes
(Sunda), merica (Jawa). Nusa Tenggara: maicam, mica (Bali), saha (Bima), saang
(Flores). Kalimantan: sahang laut (Dayak), sahang (Sampit). Sulawesi: kaluya
jawa, marisa jawa, malita lodawa (Gorontalo) (Amalina, 2008).
2.1.1.6 Kandungan kimia
Buah lada hitam mengandung minyak atsiri, pipen, kariofilen, limonen,
filandren, alkaloid piperin, kavisin, piperitin, piperidin, zat pahit, dan minyak
lemak (Amalina, 2008).
2.1.1.7 Kegunaan
Buah lada hitam berkhasiat sebagai bahan penyegar, menghangatkan
badan, merangsang semangat, obat perut kembung, merangsang keluarnya

keringat, dan obat sesak nafas. Selain itu juga sebagai karminatif, diaforetik, dan
analgesik (Amalina, 2008).
2.1.2

Kecubung (Datura metel)

2.1.2.1 Sistematika tumbuhan

Gambar 2. Daun kecubung


Kingdom

: Plantae

Divisio

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Solanales

Famili

: Solanaceae

Genus

: Datura

Spesies

: Datura metel (Depkes RI, 1995).

2.1.2.2 Habitat
Kecubung adalah tumbuhan penghasil bahan obat-obatan yang telah
dikenal sejak ribuan tahun. Diperkirakan tanaman ini pertama kali dipakai sebagai
obat-obat pada abad kesepuluh. Kecubung ada yang berasal dari Asia Tenggara,
namun ada juga yang berasal dari Benua Amerika (Depkes RI, 1995).

Kecubung tumbuh di tempat yang beriklim panas dan dibudidayakan di


seluruh belahan dunia karena khasiat yang dikandungnya dan juga untuk tanaman
hias. Pertama kali diperkenalkan oleh Linnaeus pada tahun 1753, tapi secara
botani masih belum tepat mengenai gambaran dan penjelasan tentang kecubung.
Bagian-bagian kecubung, tetapi terutama bijinya, mengandung alkaloid yang
berefek halusinogen (Depkes RI, 1995).
2.1.2.3 Morfologi
Kecubung (Datura metel) termasuk jenis tumbuhan perdu tahunan yang
mempunyai pokok batang kayu, keras dan tebal. Cabangnya banyak dan
mengembang ke kanan dan ke kiri sehingga membentuk ruang yang lebar. Tinggi
dari tumbuhan kecubung 0,5-2 m. Daun Berbentuk bulat telur, tunggal, tipis, dan
pada bagian tepinya berlekuk lekuk tajam dan letaknya berhadap-hadapan, serta
ujung dan pangkal meruncing dan pertulangannya menyirip. Daun Kecubung
berwarna hijau.
Bunga Kecubung tunggal menyerupai terompet dan berwarna putih atau
lembayung. Mahkotanya berwarna ungu. Panjang bunga lebih kurang 12-18 cm.
Bunga bergerigi 5-6 dan pendek. Tangkai bunga sekitar 1-3 cm. Kelopak bunga
bertaju 5 dengan taju runcing. Tabung mahkota berbentuk corong, rusuk kuat, dan
tepian bertaju 5. Buah duduk pada dasar bunga yang menebal dan melebar
ditambah sisa-sisa dari kelopak. Taju dimahkotai oleh suatu runcingan. Benang
sari tertancap pada ujung dari tabung mahkota dan sebagai bingkai berambut
mengecil ke bawah. Bunga mekar di malam hari. Bunga membuka menjelang
matahari tenggelam dan menutup sore berikutnya. Buah Kecubung hampir bulat
yang salah satu ujungnya didukung oleh tangkai tandan yang pendek dan melekat

kuat. Buah Kecubung bagian luarnya dihiasi duri-duri pendek dan dalamnya berisi
biji-biji kecil warna kuning kecoklatan.
Diameter buah ini sekitar 4-5 cm. Buah yang masih muda berwarna hijau,
sedangkan yang sudah tua berwarna hijau tua. Bakal buah dalam paroan bawah
beruang 4 dan pada puncak beruang 2. Buah duduk pada dasar bunga yang
menebal dan melebar ditambah sisa-sisa dari kelopak. Buah berbentuk bola,
dinding pada waktu masak terpecah kecil-kecil dan tidak teratur. Biji Berwarna
kuning coklat, gepeng berbentuk telinga, berbintik atau bersaluran (tidak terang).
Akar Kecubung adalah sistem perakaran tunggang (Depkes RI, 1995).
2.1.2.4 Sinonim (nama latin)
Datura fastuosa, Hindu datura, Datura sauveolens, Datura stramonium,
Hyoscyamus niger, Black henbane, Devil's trumpet, Metel, Downy thorn-apple
(Depkes RI, 1995).
2.1.2.5 Nama lain ( nama daerah)
Kecubung (Jawa, Sunda), Kacobhung (Madura), Bemebe (Madura),
Bulutube (Gorontalo), Taruapalo(Seram), Tampong-tampong (Bugis), Kecubu
(Halmahera, Ternate), Padura (Tidore), Karontungan, Tahuntungan (Minahasa),
Kechubung, Terung pengar, Terung pungak ( Melayu) (Depkes RI, 1995).
2.1.2.6 Kandungan kimia
Alkaloid

(skopolamina,

hiosiamina,

RI,1995).

2.1.2.7 Kegunaan

atropina),

flavonoid

(Depkes

Asma, reumatik, Sakit pinggang, pegal linu, bisul, eksim, ketombe,


terkilir, sakit perut saat haid, lendir di tenggorokan, sakit gigi (Depkes RI, 1995).
2.1.3

Pacing (Coctus speciosus Smith)

2.1.3.1 Sistematika tumbuhan

Gambar 3. Rimpang Pacing


Kingdom

: Plantae

Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Liliopsida

Sub Kelas

: Commelinidae

Ordo

: Zingiberales

Famili

: Zingiberaceae

Genus

: Costus

Spesies

: Costus speciosus (Koenig) Sm. (Waller, dkk., 1978).

2.1.3.2 Habitat

Tumbuh liar di tempat yang lembab dengan sedikit naungan atau tumbuh
liar di bawah tumbuh-tumbuhan yang tinggi seperti di hutan primer, hutan
sekunder dan hutan jati pada dataran rendah sampai ketinggian 1050 meter di atas
permukaan laut. Banyak ditemukan di pulau Jawa (Wahyuningsih, 2008).
2.1.3.3 Morfologi
Tumbuhan berupa herba tahunan, tegak, tingginya dapat mencapai 0,5-4
meter. Batangnya banyak mengandung air, mudah dipatahkan, dari luar kasar dan
dari dalam licin dan mengkilat. Batang tertutup oleh pelepah daun, berwarna hijau
keunguan. Daunnya merupakan daun tunggal, berwarna hijau, berbentuk lonjong
sampai lanset memanjang, tersusun secara spiral melingkari batang. Ujung daun
meruncing, tepi rata, pangkal daun tumpul, panjang 11-28 cm dan lebarnya 8-11
cm. Permukaan daun bagian bawah berbulu lembut, sedangkan permukaan atas
beralur. Tangkai daun pendek. Perbungaan berbentuk bulir besar yang terletak
pada ujung batang. Bunganya berwarna putih atau kuning. Daun pelindung bulat
telur dengan ujung runcing (Wahyuningsih, 2008).
Mahkota berbentuk tabung, panjang lebih kurang 1 cm dan diameter
sekitar 5 mm. Benang sari sepanjang 6 cm, ujungnya runcing, berwarna hijau.
Putik tersembul di atas kepala sari, warnanya putih. Buahnya buah kotak
berbentuk bulat telur, berwarna merah. Biji keras, kecil, diameter lebih kurang 2
mm, berwarna hitam. Akar serabut berwarna putih atau kuning kotor. Rimpang
mengandung pati (Wahyuningsih, 2008).

2.1.3.4 Sinonim (nama latin)

Sinonim dari tumbuhan pacing adalah sebagai berikut : Costus sericeous


Bl.; Costus laureiri Horan; Amomum arboreum Lour.; Amomum hirsutum Lamk.;
Banksia speciosa Koenig (Wahyuningsih, 2008).
2.1.3.5 Nama lain ( nama daerah)
Nama daerah dari tumbuhan pacing adalah sebagai berikut: tepung tawar,
galoba utan (Melayu); tabar-tabar, totar (Batak); sitawar (Minangkabau); tabartabar, tawar-tawar, kalacim, kalacing (Bangka); pacing, pacing tawar (Sunda);
pacing, poncangpancing, pacing tawa (Jawa); bunto, binto (Madura); palai batang,
lingkuas in talun (Minahasa); galoba utan (Manado); tampung tawara, tapung
tawara (Makasar); tepu tawa (Bugis); tehe tepu, tubu-tubu (Ambon); uga-uga
(Ternate); muri-muri, tebe pusa (Seram) (Wahyuningsih, 2008).
2.1.3.6 Kandungan kimia
Rimpang dan biji pacing mengandung diosgenin (sapogenin steroid),
tigogenin, diosin, grasillin, sitosterol, metiltriakontan, 8-hidroksitriakontan-25-on,
5-alfa-stigmast-9(11)-en-3-beta-ol-24-hidroksitriakontan-26-on. Selain itu pada
rimpang juga mengandung saponin, flavonoida, dan tanin. Daun mengandung
saponin, flavanoida, dan tanin. Batang juga mengandung saponin, flavonoida, dan
tanin. Bunga mengandung saponin, flavonoida, dan senyawa- senyawa polifenol
(Wahyuningsih, 2008).
2.1.3.7 Kegunaan
Obat luka digigit ular, obat disentri, Obat radang selaput lendir mata,
menyuburkan rambut, obat demam, obat cacar (Depkes RI, 2000).
2.1.4

Kunyit (Curcuma longa Linn)

2.1.4.1 Sistematika tumbuhan

10

Gambar 4. Rimpang Kunyit


Kingdom

: Plantae

Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledonae

Ordo

: Zingiberales

Famili

: Zingiberaceae

Marga

: Curcuma

Species

: Curcuma longa Linn (Wahyuningsih, 2008).

2.1.4.2 Habitat
Tumbuh di seluruh pulau Jawa, tumbuh liar di bawah naungan di hutan
jati, di tanah yang kering dan di padang alang-alang, ditanam atau tumbuh liar di
tegalan, tumbuh pada ketinggian tempat 5m sampain 1500 m di atas permukaan
laut (Wahyuningsih, 2008).

2.1.4.3

Morfologi

2.1.4.3.1 Batang

11

Batang kunyit termasuk tanaman tahunan yang tumbuh merumpun.


Tanaman ini berbatang semu dan habitusnya dapat mencapai ketinggian 2 2,5
meter. Tiap rumpun tanaman terdiri atas beberapa tanaman (anakan), dan tiap
tanaman memiliki 2-9 helai daun (Wahyuningsih, 2008).
2.1.4.3.2 Daun
Daun tanaman kunyit bentuknya panjang dan agak lebar. Lamina daun dan
seluruh ibu tulang daun bergaris hitam. Panjang daun sekitar 20 40 cm, lebarnya
8 - 12 cm, dan tiap helai daun melekat pada tangkai daun yang posisinya saling
menutupi secara teratur. Daun berbentuk lanset memanjang berwana hijau tua
dengan garis garis coklat. Habitus tanaman dapat mencapai lebar 30 90 cm,
dengan jumlah anakan perumpun antara 3 9 anak (Wahyuningsih, 2008).
2.1.4.3.3 Bunga
Bunga tanaman kunyit dapat berbunga terus-menerus sepanjang tahun
secara bergantian yang keluar dari rimpangnya (tipe erantha), atau dari samping
batang semunya setelah tanaman cukup dewasa. Warna bunga umumnya kuning
dengan kelopak bunga kuning tua, serta pangkal bunganya berwarna ungu.
Panjang tangkai bunga + 3 cm dan rangkaian bunga (inflorescentia) mencapai 1,5
cm. Dalam satu ketiak terdapat 3-4 bunga (Wahyuningsih, 2008).
2.1.4.3.4 Rimpang
Rimpang induk kunyit bentuknya bulat seperti telur, dan berukuran besar,
sedangkan rimpang cabang terdapat pada bagian samping yang bentuknya
memanjang. Tiap tanaman memiliki rimpang cabang antara 3 4 buah. Warna
rimpang

cabang

umumnya

lebih

muda

dari

pada

rimpang

induk.

Warna kulit rimpang sewaktu masih muda maupun tua adalah kuning-kotor. Atau

12

coklat kemerahan. Warna rimpang cabang umumnya lebih muda dari pada
rimpang induk. Warna daging rimpang adalah kuning atau oranye tua, dengan cita
rasanya amat pahit, atau coklat kemerahan berbau tajam, serta keharumannya
sedang. Rimpang terbentuk dalam tanah pada kedalaman + 16 cm. Tiap rumpun
tanaman kunyit umumnya memiliki enam buah rimpang tua dan lima buah
rimpang muda (Wahyuningsih, 2008).
2.1.4.3.5 Akar
Sistem perakaran tanaman kunyit termasuk akar serabut. Akar-akarnya
melekat dan keluar dari rimpang induk. Panjang akar sekitar 25 cm dan letaknya
tidak beraturan (Wahyuningsih, 2008).
2.1.4.4 Sinonim (nama latin)
Sinonim dari tumbuhan pacing adalah sebagai berikut : Curcuma
domestica Val (Wahyuningsih, 2008).
2.1.4.5 Nama lain ( nama daerah)
Kunyot mempunyai berbagai nama daerah yang berbeda beda
diantaranya : Kuning (Gayo), Undre (Nias), Kunyir (Sunda), Kunir (Jawa
Tengah), Temo Kuneng (Madura), Kunit (Banjar), Huni (Bima), Unini (Ambon)
(Wahyuningsih, 2008).
2.1.4.6 Kandungan kimia
Rimpang kunyit mengandung kurkuminoid , mineral minyak atsiri serta
minyak lemak. Tepung merupakan kandungan utama, jumlahnya bervariasi antara
48 54 % tergantung dari ketinggian tempat tumbuhnya, makin tinggi tempat
tumbuhnya makin rendah kadar tepungnya. Selain tepung , kunyit juga
mengandung zat gizi antara lain karbohidrat, protein dan lemak serta serat kasar

13

mineral seperti kalium ( K ), natrium ( Na), magnesium (Mg ), zat besi (Fe),
mangan (Mn ) dan Kadmium ( Cd). Komponen utama kandungan zat yang
terdapat dalam rimpang kunyita dalah zat kuning yang disebut kurkumin dan
juga protein ,pati, serta zat zat minyak atsiri. Minyak atsiri kunyit mengandung
phelandren, kamfer, borneol, xanthorrizol, tumerol dan sineal. Kandungan
kurkumin berkisar antara 1,6% 2,22% dihitung berdasarkan berat kering. Berkat
kandungan dan zat zat minyak atsiri tadi, diduga penyebab berkhasiatnya kunyit
(Wahyuningsih, 2008).
2.1.4.7 Kegunaan
Obat

liver,

demam,

gangguan

pencernaan,

encok,

dan

untuk

menghilangkan batu empedu, disentri (Depkes RI, 1995).


2.2 Uraian teori
2.2.1 Alkaloida
Alkaloid, sekitar 5500 telah diketahui, merupakan golongan zat tumbuhan
sekunder yang terbesar. Banyak sekali alkaloid yang khas pada suatu suku
tumbuhan atau beberapa tumbuhan sekerabat. Jadi, nama alkaloid sering kali
diturunkan dari sumber tumbuhan penghasilnya. Uji sederhana, tetapi yang sama
sekali tidak sempurna untuk alkaloid dalam daun atau buah segar adalah rasa
pahitnya di lidah. Prazat alkaloid yang paling umum adalah asam amino meskipun
sebenarnya biosintesis kebanyakan alkaloid lebih rumit. Secara kimia, alkaloid
merupakan suatu golongan heterogen. Alkaloid banyak yang mempunyai kegiatan
fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan
(Harbone, 1987).
2.2.1.1 Defenisi

14

Alkaloida adalah senyawa kimia yang secara khas diperoleh dari


tumbuhan dan hewan, bersifat basa, mengandung satu atau lebih atom nitrogen
(biasanya dalam cincin heterosiklik), dibiosintesis dari asam amino, banyak
diantaranya memiliki aktivitas biologis pada manusia dan hewan (Trease dan
Evans, 1983).
Alkaloid merupakan senyawa yang berpengaruh terhadap susunan syaraf
pusat, mempunyai atom nitrogen heterosiklis dan disintesis oleh tumbuhan dari
asam amino atau turunannya (Waller, 1978).
2.2.1.2 Sifat
Alkaloid sebagai golongan dibedakan dari sebagian besar komponen
tumbuhan lain berdasarkan sifat basanya (kation). Oleh karena itu senyawa ini
biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai garam berbagai asam organik dan
sering ditangani di laboratorium sebagai garam dengan asam hidroklorida dan
asam sulfat. Garam ini, dan sering alkaloid bebas, berupa senyawa padat
berbentuk kristal dan warna. Beberapa alkaloid berupa cairan, dan alkaloid yang
berwarna pun langka (berberina dan serpentina berwarna kuning) (Robinson,
1995).
2.2.1.3 Klasifikasi
Alkaloid dibagi menjadi dua golongan berdasarkan letak atom nitrogennya
yaitu :
A. Non heterosiklis disebut juga protoalkaloida. Contohnya efedrin yang terdapat
pada tumbuhan Ephedra sinica.
B. Heterosiklis, dibagi dalam 12 golongan berdasarkan struktur cincinnya yaitu :

15

1. Alkaloid golongan pirol dan pirolidin, yaitu alkaloid yang mengandung inti
pirol dan pirolidin dalam struktur kimianya. Contohnya higrin pada tumbuhan
Erythtroxylon coca.
2. Alkaloid golongan pirolizidin, yaitu alkaloid yang mengandung inti pirolizidin
dalam struktur kimianya. Contoh retronesin pada tumbuhan Senecio jacobaea.
3. Alkaloid golongan piridin dan piperidin, yaitu alkaloid yang mengandung inti
piridin dan piperidin dalam struktur kimianya. Contohnya nikotin pada
tumbuhan Nicotiana tabaccum yang mempunyai inti piridin.
4. Alkaloid golongan tropan, yaitu alkaloid yang mengandung inti tropan dalam
struktur kimianya. Contohnya atropin pada tumbuhan Atropa belladonna.
5. Alkaloid golongan kuinolin, yaitu alkaloid yang mengandung inti kuinolian
dalam struktur kimianya. Contohnya kuinin pada tumbuhan Cinchona
officinalis.
6. Alkaloid golongan isokuinolin, yaitu alkaloid yang mengandung inti
isokuinolin dalam struktrur kimianya. Contohnya papaverin pada tumbuhan
Papaver somniferum.
7. Alkaloid golongan aporfin, yaitu alkaloid yang mengandung inti aporfin dalam
struktrur kimianya. Contohnya boldin pada tumbuhan Peumus boldus.
8. Alkaloid golongan norlupinan, yaitu alkaloid yang mengandung inti norlupinan
dalam struktrur kimianya. Contohnya sitisin pada tumbuhan Cytisus scoparius.
9. Alkaloid golongan indol atau benzopirol, yaitu alkaloid yang mengandung inti
indol dalam struktrur kimianya. Contohnya psilosin pada tumbuhan Psilocybe
sp.

16

10. Alkaloid golongan imidazol atau glioksalin, yaitu alkaloid yang mengandung
inti imidazol dalam struktrur kimianya. Contohnya pilokarpin pada tumbuhan
Pilocarpus jaborandi.
11. Alkaloid golongan purin, yaitu alkaloid yang mengandung inti purin dalam
struktrur kimianya. Contohnya kafein pada tumbuhan Coffea arabica.
12. Alkaloid steroida, yaitu alkaloid yang mengandung inti steroida (siklopentano
perhidrofenantren) dalam struktrur kimianya. Contohnya solanidin pada
tumbuhan Lycopersicon esculentum (Robinson, 1995).
2.2.2 Glikosida saponin
Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin.
Glikosida saponin bisa berupa saponin steroid maupun saponin triterpenoid.
Saponin adalah segolongan senyawa glikosida yang mempunyai struktur steroid
dan mempunyai sifat-sifat khas dapat membentuk larutan koloidal dalam air dan
membui bila dikocok. Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan
menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir.
Saponin juga bersifat bisa menghancurkan butir darah merah lewat reaksi
hemolisis, bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, dan banyak diantaranya
digunakan sebagai racun ikan (Gunawan, 2004).
Saponin bila terhidrolisis akan menghasilkan aglikon yang disebut
sapogenin. Ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi
sehingga dapat dimurnikan dan dipelajari lebih lanjut. Saponin yang berpotensi
keras atau beracun seringkali disebut sebagai sapotoksin (Gunawan, 2004).
Berdasarkan struktur aglikonnya (sapogeninnya), saponin dapat dibedakan
menjadi 2 macam yaitu tipe steroid dan tipe triterpenoid. Kedua senyawa ini

17

memiliki hubungan glikosidik pada atom C-3 dan memiliki asal usul biogenetika
yang sama lewat asam mevalonat dan satuan-satuan isoprenoid (Gunawan, 2004).
Keberadaan saponin steroid pada tanaman monokotil, terutama terkandung
dalam famili Dioscoreaceae (Dioscorea hispida), Amaryllidaceae (Agave
Americana), dan Liliaceae (Yucca sp. dan Trillium sp.). Pada tanaman dikotil.
Terutama terkandung dalam Leguminosae (Foenigraeci) dan Solanaceae. Berbeda
dengan saponin steroid , saponin triterpenoid jarang terdapat pada monokotil.
Saponin triterpenoid banyak terkandung dalam famili-famili dikotil seperti
Caryophyllaceae, Sapindaceae, Polygalaceae, dan Sapotaceae (Gunawan, 2004).
Penelitian yang dilakukan terhadap saponin biasanya didasari untuk
memperoleh bahan baku pembuatan hormon steroid dan kortison (Gunawan,
2004).
Sintesis total untuk memproduksi hormon kelamin dan kortison
langkahnya terlalu panjang dan mahal sehingga dibutuhkan steroid alami yang
dapat digunakan sebagai sarana dasar dalam modifikasi struktur dan bahan dasar.
Secara kimiawi, kortison dan turunannya merupakan 11-oksosteroid, sedangkan
hormon kelamin (termasuk kontrasepsi oral) tidak memiliki substitusi oksigen
pada lingkaran cincin C. Oleh karena itu, hekogenin merupakan bahan pemula
yang paling praktis untuk dapat dilakukan modifikasi struktur menuju kortikosteroid dan diosgenin cocok untuk pembuatan hormon kelamin dan kontrasepsi
oral. Selain itu, diosgenin ternyata dapat pula digunkan sebagai bahan sintesis
kortikosteroid dengan menggunakan cara fermentasi mikrobiologi, yakni dengan
memasukkan oksigen ke kedudukan 11-a dari inti pregnene pada tahap sintesis
yang sesuai (Gunawan, 2004).
Kebutuhan akan senyawa steroid terus meningkat dan lebih kurang 600700 ton diosgenin digunakan setiap tahun. Kegiatan besar dilakukan untuk

18

memperoleh varietas baru tanamanpenghasil yang lebih tinggi dan untuk


menjamin suplai bahan baku yang teratur dengan budi daya tanaman dan
pemuliaan (Gunawan, 2004).
2.2.3 Minyak atsiri
Minyak atsiri atau dikenal juga sebagai minyak eterik (aetheric oil),
minyak esensial (essential oil), minyak terbang (volatile oil), adalah kelompok
besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruangan namun
mudah menguap sehungga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri
merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok untuk pengobatan
alami. Di dalam perdagangan, hasil sulingan (destilasi) minyak atsiri dikenal
sebagai bibit minyak wangi (Gunawan, 2004).
2.2.4 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Ditjen
POM, 2000).
Metode ekstraksi dipilih berdasarkan faktor seperti sifat bahan mentah
obat dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan
dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna dari obat.
Sifat bahan mentah obat merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan
dalam memilih metode ekstraksi (Goeswin, 2007).
Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut :
- Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan (kamar). Maserasi dilakukan dengan cara merendam
serbuk simplisia dalam cairan penyari yang akan menembus dinding sel dan
masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut
dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif yang ada di
dalam dengan di luar sel maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa

19

tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di


luar dan di dalam sel. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan
pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya
-

(Amalina, 2008).
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan
pengembangan bahan, tahap perkolasi sebenarnya(penetesan/ penampungan
ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya

1-5 kali bahan (Rita, dkk., 2008).


Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna

(Purwani, 2008).
Soklet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya
dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan

jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Anwar, 2008)
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu
pada suhu 40-50 C. Cara ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat
aktifnya tahan terhadap pemanasan. Daya melarutkan cairan penyari akan
meningkat sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama

dengan pengadukan (Ditjen POM, 1995).


Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana
infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98C)
selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM, 1995).

20

Dekok adalah penyarian menggunakan simplisia dengan perbandingan dan


derajat kehalusan tertentu. Cairan penyari air digunakan pada suhu 90-95C

selama 30 menit (Goeswin, 2007).


2.2.5 Kromatografi
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan proses migrasi
dari komponen-komponen senyawa diantara dua fase, yaitu fase diam dan fase
gerak. Fase gerak membawa zat terlarut melakui media sehingga terpisah dari zat
terlarut lainnya yang terelusi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut
dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau
gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak melarutkan zat terlarut
sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak. Dalam proses ini suatu
lapisan cairan pada penyangga yang inert berfungsi sebagai fase diam (Depkes RI,
1995).
2.2.5.1 Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis termasuk kromatografi adsorpsi (serapan), dimana
sebagai fase diam digunakan zat padat yang disebut adsorben (penyerap) dan fase
gerak adalah zat cair yang disebut dengan larutan pengembang (Gritter, 1991).
Kromatografi lapis tipis dapat dipakai untuk dua tujuan, yaitu:
1. Sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif.
2. Untuk mencari sistem pelarut yang akan dipakai dalam kromatografi kolom
(Gritter, 1991).
Pada kromatografi lapis tipis, fase diam berupa lapisan tipis yang terdiri
atas bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya
terbuat dari kaca. Lapisan melekat pada permukaan dengan bantuan bahan
pengikat. Beberapa contoh fase diam yang digunakan untuk pemisahan dalam
kromatografi lapis tipis yaitu silika gel, alumina, kieselguhr dan selulosa (Gritter,
1991).
Kromatografi lapis tipis merupakan jenis kromatografi dimana fase
diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar

21

yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik (Rohman,
2007). Bila KLT dibandingkan dengan KKt, kelebihan khas KLT ialah
keserbagunaan, kecepatan dan kepekaannya (Harbone, 1987).
Pada kromatografi lapis tipis , sifat yang penting dari penyerap adalah besar
partikel dan homogenitasnya karena adhesi terhadap penyokong sangat tergantung
pada dua sifat tersebut. Besar partikel yang biasa digunakan adalah 1-21 mikron.
Partikel yang butirannya sangat kasar tidak akan memberikan hasil yang
memuaskan dan salah satu alasan untuk menaikkan hasil pemisahn adalah
menggunakan penyerap yang butirannya halus. Beberapa contoh penyerap yang
digunakan untuk pemisahan-pemisahan dalam kromatografi lapis tipis antara lain
silika gel, alumina, kieselguhr, bubuk selulose dan pati (Sastrohamidjojo, 1985).
Fase gerak ialah medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa pelarut
dan bergerak di dalam fase diam karena ada gaya kapiler. Bila diperlukan sistem
pelarut multi komponen, harus berupa suatu campuran sesederhana mungkin yang
terdiri atas maksimum tiga komponen (Stahl, 1985). Sistem pelarut untuk KLT
dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu
yang diperlukan hanya sebentar (Gritter, 1991). Pemilihan sistem pelarut yang
dipakai didasarkan atas prinsip like dissolves like, artinya untuk memisahkan
sampel yang bersifat nonpolar digunakan sistem pelarut yang bersifat nonpolar
juga (Adnan, 1997).
Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan
dengan angka Rf atau hRf.

Rf =

22

Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal.
Angka hRf ialah Rf dikalikan faktor 10 (h), menghasilkan nilai berjangka 0
sampai 100 (Stahl, 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf pada KLT, antara lain:
a. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan.
b. Sifat dari penyerap dan derajat aktivitasnya.
c. Tebal dan kerataan lapisan penyerap.
d. Derajat kemurnian fase gerak.
e. Derajat kejenuhan uap pengembang dalam bejana.
f. Jumlah cuplikan.
g. Suhu (Sastrohamidjojo, 1985).
2.2.5.2 KLT Preparatif
Salah satu metode pemisahan senyawa bahan alam yang memakai
peralatan yang paling dasar ialah kromatografi lapis tipis preparatif. KLT
preparatif dapat memisahkan bahan alam dalam jumlah gram, sebagian besar
pemakaian hanya dalam jumlah milligram. Ukuran pelat yang biasa digunakan
yaitu 20 x 20 cm atau 20x 40 cm. Penjerap yang paling umum ialah silika gel dan
dipakai untuk pemisahan senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil
(Sastrohamidjojo, 1985).

23

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah corong 75 ml
(Pyrex), chamber, tutup chamber, cawan penguap 75 ml, gelas ukur 50 ml (Pyrex),
kertas saring, kertas karkil, lumpang dan alu, pipet totol, pensil warna, pipet tetes,
tissue, plastik dan karet, cutter, sudip, spatula, plat pra tipis silikal silica GF 254,
vial, kromatografi lapis tipis.
3.2 Sampel
Sampel yang digunakan dalam percobaan ini adalah lada hitam (Piper
nigrum), daun kecubung (Datura metel L), rimpang pacing (Coctus speciousus
Smith), dan rimpang kunyit (Curcuma longa Linn ).
3.3 Bahan kimia
Bahan kimia

yang digunakan dalam percobaan ini adalah kloroform,

metanol, amoniak, etanol 95%, n-heksan, etil asetat, pereaksi vanillin dalam asam
sulfat, LP Dragendorf, HCL (p).
3.4

Prosedur

24

3.4.1 Prosedur isolasi


3.4.1.2 Isolasi piperin dari lada hitam
Sebanyak 10 g lada hitam diserbuk, kemudian diekstraksi dengan 150 ml
etanol 96% memakai alat sokhlet selama 2 jam. Filtrat disaring dan dipekatkan
kemudian ditambah sebanyak 10 ml larutan KOH 10% dalam alkohol dan residu
yang terbentuk dibuang. Larutan didamkan sehari semalam (24 jam), piperin akan
menghablur berupa kristal jarum berwarna kuning.
3.4.1.2 Isolasi alkaloid dari daun kecubung
Sebanyak 10 g daun segar/serbuk kering daun Kecubung ditambahkan 20
ml etanol, dihaluskan dalam lumpang (sampai terbentuk masa kental). Kemudian
disaring, filtratnya disisihkan. Ampas ditambah 10 ml etanol, diaduk, disaring,
filtratnya digabung dengan filtrat yang pertama. Filtrat dipekatkan dengan
menguapkan sebagian dari pelarut. Kemudian filtrat sisa dibasakan dengan
beberapa tetes NH4OH. Kemudian filtrat yang sudah dibasakan dimasukkan ke
dalam corong pisah, sari 2x dengan masing-masing sebanyak 10 ml CHCl3. Sari
CHCl3 digabung, kumpulkan sari dikocok 2x dengan 10 ml HCl 1N. Dipisahkan
sari CHCL3 dengan asam. Selanjutnya sari asam dibasakan dengan Nh4OH
sampai alkalis. Kemudian sari asam yang telah dibasakan dikcocok 2x dengan 10
ml kloroform, lapisan kloroform dipisahkan, kemudian diuapkan sehingga
diperoleh ekstrak yang mengandung alkaloida kasar.
3.4.1.3 Isolasi diosgenin dari rimpang pacing
Rimpang Pacing dihaluskan, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
Kemudian ditambahkan aquadest dan 5 ml HCl pekat dan direfluks selama 4 jam.
Peras Kemudian disaring dan dibuang ampasnya. Filtrat dimasukkan kedalam
corong pisah disari dengan 20 ml CHCl3 sebanyak 3 kali. Kumpulkan sari CHCl3
dan diuapkan pelarutnya sehingga diperoleh sari kasar diosgenin.
3.4.1.4 Isolasi minyak atsiri dari kunyit

25

Sampel yang telah dihaluskan lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan


ditambahkan etanol. Dimaserasi selama 30 menit sambil dikocok. Selajutnya
campuran disaring dan diperoleh filtrat yang mengandung minyak atsiri.
3.4.2

Prosedur pemisahan dengan kromatografi lapis tipis

3.4.2.1 Pemisahan piperin dan alkaloid dengan kromatografi lapis tipis


Ekstrak ditotolkan pada plat lapis tipis hingga jenuh, lalu dimasukkan ke
dalam chamber yang telah dijenuhkan dengan fase pengembang yaitu campuran
kloroform:metanol:amoniak (84:15:1) dalam 5 ml. Setelah noda dari titik
penotolan merambat sampai garis batas pegembangan keluarkan plat lapis tipis
dari chamber dan dikeringkan. Lalu dilihat secara visual, diamati, dihitung harga
Rf. Lalu disemprot plat lapis tipis tadi dengan pereaksi Dragendorf. Diamati noda
yang terbentuk dan dihitung harga Rf.
3.4.2.2 Pemisahan diosgenin dengan kromatografi lapis tipis
Ekstrak ditotolkan pada plat lapis tipis hingga jenuh, lalu dimasukkan ke
dalam chamber yang telah dijenuhkan dengan fase pengembang yaitu campuran
kloroform:etanol 95% (95:5) dalam 5 ml. Setelah noda dari titik penotolan
merambat sampai garis batas pegembangan keluarkan plat lapis tipis dari chamber
dan dikeringkan. Lalu dilihat secara visual, diamati, dihitung harga Rf. Lalu
disemprot plat lapis tipis tadi dengan pereaksi Vanillin-asam sulfat. Diamati noda
yang terbentuk dan dihitung harga Rf.
3.4.2.3 Pemisahan minyak atsiri dengan kromatografi lapis tipis
Ekstrak ditotolkan pada plat lapis tipis hingga jenuh, lalu dimasukkan ke
dalam chamber yang telah dijenuhkan dengan fase pengembang yaitu campuran
n-heksan:etil asetat (8:2) dalam 5 ml. Setelah noda dari titik penotolan merambat

26

sampai garis batas pegembangan keluarkan plat lapis tipis dari chamber dan
dikeringkan. Lalu dilihat secara visual, diamati, dihitung harga Rf. Lalu disemprot
plat lapis tipis tadi dengan pereaksi Vanillin-asam sulfat. Diamati noda dan hitung
Rf.

3.4. Flowsheet
3.5.1 Flowsheet pemisahan piperin dari lada hitam
Sampel
27

diekstraksi dengan 150 ml etanol 96%


selama 2 jam memakai alat soklet
disaring

Filtrat

dipekatkan
ditambah 10 ml larutan KOH 10% dalam alkohol
Residu
didiamkan sehari semalam (24 jam)

Larutan kristal ditotolkan


jarum
pada plat KLT
dielusi
dengan
fase gerak sampai batas pengembangan
berwarna kuning
dimasukkan plat ke dalam chamber yang telah dijenuhkan
dikeluarkan plat dari chamber
dikeringkan, diamati secara visual dan dihitung harga Rf
disemprot dengan penampak bercak pereaksi Dragendorf
ditentukan harga Rf nya
Fase diam
: plat pra lapis silika GF254
Fase gerak
: kloroform:metanol:amoniak (84:15:1) dalam 5ml
Hasil
: positif : pereaksi Dragendorf
Penampak
bercak
3.5.2 Flowsheet pemisahan alkaloid dari daun kecubung
ditambahkan 20 ml ml etanol
Daun kecubungdihaluskan
disaring

Residu

Filtrat I

Filtrat

ditambahkan
etanol 10 ml
diaduk
disaring

diuapkan hingga pekat


FiltratNH
II 4OH
dibasakan dengan
dimasukkan ke corong pisah
disari 2x dengan 10 ml CHCl3, sari
digabung.
dikocok 2x dengan HCl
dipisahkan sari CHCl3 dengan sari asam

dibasakan dengan NH4OH sampai alkalis


Sari asam dikocok 2x dengan kloroform
Sari CHCl3
dipisahkan lapisan kloroform
diuapkan

Alkaloid kasar

28

Alkaloid kasar
ditotolkan pada plat KLT
dielusi dengan fase gerak sampai batas pengembangan
dimasukkan plat ke dalam chamber yang telah
dijenuhkan
dikeluarkan plat dari chamber
dikeringkan, diamati secara visual dan dihitung harga Rf
disemprot dengan penampak bercak Vanilin H2SO4
ditentukan harga Rf nya
Fase diam
: plat pra lapis silika GF254
Fase gerak Hasil :: negatif
campuran kloroform:metanol:amoniak (84:15:1) dalam 5 ml
Penampak bercak : pereaksi Dragendorf

3.5.3 Flowsheet pemisahan diosgenin dari rimpang pacing


ditambahkan 20 ml air
Rimpang Pacing
dihaluskan
direfluks dengan 5 ml HCl(p) selama 4 jam
disaring

Filtrat

dimasukkan ke dalam corong pisah


disari dengan 20 ml CHCl3 sebanyak 3x
dikumpulkan sari dan diuapkan.

Residu

ditotolkan pada plat KLT


dielusi dengan fase gerak sampai batas pengembangan
Sari kasar diosgenin
dimasukkan plat ke dalam chamber yang telah dijenuhkan
dikeluarkan plat dari chamber
dikeringkan, diamati secara visual dan dihitung harga Rf
disemprot dengan penampak bercak Vanilin H2SO4
ditentukan harga Rf nya
Fase diam
: plat pra lapis silika GF254
Hasil
:
negatif
Fase gerak
: Campuran kloroform:etanol 95% (95:5) dalam 5 ml

29

Penampak bercak
: pereaksi Vanilin-H2SO4
3.5.1 Flowsheet pemisahan minyak atsiri dari kunyit
Sampel

dihaluskan
ditambahkan

10

ml

terendam
diekstraksi/dimaserasi

akuades
selama

30

sampai
menit

sambil dikocok
disaring

Filtrat

ditotolkan pada plat KLT


dielusi dengan fase gerak sampai batas pengembangan
Residu
dimasukkan plat ke dalam chamber yang telah dijenuhkan
dikeluarkan plat dari chamber
dikeringkan, diamati secara visual dan dihitung harga Rf
disemprot dengan penampak bercak Vanilin H2SO4
ditentukan harga Rf nya

Fase diam
: plat pra lapis silika GF254
Hasil
:
positif
Fase gerak
: campuran n-heksan:etil asetat (8:2) dalam 5 ml
Penampak bercak
: pereaksi Vanilin H2SO4

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Hasil pemisahan piperin dari lada hitam
Tabel harga Rf ekstrak dari lada hitam pengembang kloroform : metanol :
amoniak ( 84 : 15 : 1 ) dalam 5 ml.
Sebelum penyemprotan dengan dagendorff
Noda
Noda I
Noda II
Noda III

Harga Rf
0,5/8 cm = 0,063
1/8 cm = 0,125
1,5/3 cm = 0,938

30

Warna
Hijau-kuning
Orange
Kuning

Kesimpulan : terdapat 3 senyawa


Sesudah penyemprotan dengan dragendorff
Noda
Harga Rf
Noda I
0,6/8 cm = 0,075
Noda II
7,2/ 8 cm = 0,9
Noda III
7,7/ 8 cm = 0,96
Kesimpulan : terdapat 3 senyawa

Warna
Hijau
Orange
Hijau

Kesimpulan akhir : Dari hasil percobaan yang dilakukan terhadap isolasi


piperin dari lada hitam terdapat 3 senyawa yang teridentifikasi .
4.1.2 Hasil pemisahan alkaloid dari kecubung
Tabel harga Rf ekstrak daun kecubung pengembang kloroform : metanol :
amoniak ( 84 : 15 : 1 ) dalam 5 ml.
Sebelum penyemprotan dengan dragendorff
Noda
Harga Rf
Tidak ada
Kesimpulan : tidak terdapat senyawa

Warna
Tidak ada

Sesudah penyemprotan dengan dragendorff


Noda

Harga Rf

Tidak ada
Kesimpulan : tidak terdapat senyawa

Warna
Tidak ada

Kesimpulan akhir : Dari hasil percobaan yang dilakukan terhadap pemisahan


alkaloid dari kecubung tidak terdapat senyawa yang teridentifikasi.
4.1.3 Hasil pemisahan diosgenin dari rimpang pacing
Tabel harga Rf ekstrak rimpang pacing pengembang kloroform : etanol (95
: 5) dalam 5 ml.
Sebelum penyemprotan dengan vanillin-H2SO4
Noda
Harga Rf
Noda
1/ 8 cm = 0,125
Kesimpulan : terdapat 1 senyawa
Sesudah penyemprotan dengan vanillin - H2SO4

31

Warna
Hijau

Noda

Harga Rf

Warna

Noda I
1,2/ 8 cm = 0,163
Hijau
Noda II
2,5/ 8 cm = 0,325
Biru
Noda III
5,6/ 8 cm = 0,71
Hijau Tua
Noda IV
7,2/ 8 cm = 0,93
Pink
Kesimpulan : terdapat 4 senyawa
Kesimpulan akhir : Dari hasil percobaan yang dilakukan terhadap pemisahan
diosgenin dari rimpang pacing terdapat 5 senyawa yang teridentifikasi.
4.1.4 Hasil pemisahan minyak atsiri rimpang kunyit
Tabel harga Rf ekstrak rimpang kunyit dengan pengembang n-heksan :
Etil asetat (8:2) dalam 5 ml.
Sebelum penyemprotan dengan vanillin - H2SO4
Noda
Harga Rf
Noda I
0,6/ 8 cm = 0,0063
Kesimpulan : Terdapat satu senyawa.
Sesudah penyemprotan dengan vanillin - H2SO4

Warna
Hijau

Noda

Harga Rf

Warna

noda I

6,4/ 8 cm = 0,8

Biru

noda II

7,4/ 8 cm = 0,93

Pink

Kesimpulan : terdapat 2 senyawa


Kesimpulan akhir : Dari hasil percobaan yang dilakukan terhadap
pemisahan minyak atsiri dari rimpang kunyit terdapat 3 senyawa yang
teridentifikasi.

4.2
Pembahasan
4.2.1 Pemisahan piperin dari lada hitam

32

Dari hasil percobaan yang dilakukan diperoleh hasil dimana pemisahan


senyawa piperin dari lada hitam (Piper nigrum) diuji kemurniannya menggunakan
KLT dimana fase diam yang digunakan adalah silika gel GF 254 dan fase
geraknya adalah campuran dari CHCl3-MeOH-NH4OH (84 : 15 : 1) dalam 5 ml.
diperoleh harga Rf sebelum penyemprotan adalah 0,063; 0,125 dan 0,938
sedangkan harga Rf setelah penyemprotan dengan pereaksi Dragendorf adalah
0,075; 0,9 dan 0,96 .
Piperidin terkandung dalam tanaman lada menyebabakan bau lada yang
tajam Wahyuningsih, (2008).
Nilai Rf standar dari piperin adalah 0,42 0,03. Jika nilai Rf percobaan
menunjukkan nilai yang sama dengan nilai tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa senyawa yang terkandung dalam ekstrak memiliki karakteristik yang sama
dengan piperin Vyas et, al., (2011).
4.2.2 Pemisahan alkaloid dari daun kecubung
Pemisahan alkaloid pada daun kecubung (Datura metel L) menggunakan
KLT dimana fase diam yang digunakan adalah silika gel GF 245 dan fase
geraknya adalah campuran dari CHCL3-MeOH-NH4OH (84 : 15 : 1) dalam 5 ml .
Pada percobaan ini tidak ada adanya noda yang terbentuk sehingga tidak dapat
ditentukan harga Rf dengan kata lain tidak ada senyawa yang terkandung. Hal ini
dapat terjadi karena adanya kesalahan pada saat ekstraksi.
Kandungan alkaloid tanaman Kecubung dalam masing-masing organ
bervariasi, pada daun muda 0,813%, daun tua 0,038% dan bunga 0,2%. Alkaloid
dalam tanaman kecubung terdiri dari antropin, hiosiamin dan sklopamin
(Wahyuningsih, 2008).
Senyawa positif mengandung alkaloid jika setelah penyemprotan dengan
pereaksi dragendorff membentuk warna jingga (Sastrohamidjojo, 1996).
Ada dua segi penting mengenai penggunaan pereaksi semprot khas . Segi
pertama ialah mengenai informasi gugus fungsi yang dapat diperoleh. Segi kedua

33

ialah mengenai derajat warna yang kecil terjadi jika pereaksi semprot dipakai,
contohnya tidak ada alkaloid yang menghasilkan warna tepat sama apabila
pereaksi dragendorff dipakai (Gritter dkk, 1991).
4.2.3 Pemisahan diosgenin dari rimpang pacing
Pemisahan diosgenin dari rimpang pacing (Coctus specious Smith)
menggunakan fase diam silica gel GF 254 dan fase geraknya adalah larutan
kloroform : etanaol ( 95 : 5 ) dalam 5 ml. diperoleh harga Rf sebelum
penyemprotan adalah 0,125 sedangkan harga Rf setelah penyemprotan dengan
pereaksi Dragendorf adalah 0,163; 0,325; 0,71 dan 0,93. Sesudah penyemprotan
warna coklat muda tidak ada setelah penyemprotan. Hal ini disebabkan setelah
divisualisasi dengan penyemprotan LP vanilin-H2SO4 beberapa senyawa tidak
terdeteksi karena merupakan zat pengotor.
Diosgenin merupakan konstituen utama yang ditemukan dalam tanaman
pacing. Pemberian reagen spesifik vanillin H2SO4 meberikan warna merah,
hijau dan pink pada rimpang pacing (Gritter dkk, 1991).
4.2.4 Pemisahan minyak atsiri dari rimpang kunyit
Isolasi minyak atsiri dari rimpang kunyit (Curcuma longa Linn)
menggunakan fase diam silica gel GF 254 dan fase geraknya larutan n-heksana :
etilasetat ( 8 : 2 ) dalam 5 ml. Percobaan ini didapatkan nilai Rf sebelum
penyemprotan 0,075 dan setelah penyemprotan terdapat 2 noda dengan harga Rf
0,8 dan 0,93.
Komponen utama yang terpenting dalam rimpang kunyit adalah
kurkuminoid dan minyak atsiri. Hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat (Balittro) bahwa kandungan kurkumin rimpang kunyit rata-rata
10,92% (Rita, 2008).

34

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa :
Harga Rf pada sampel piperin sebelum penyemprotan penampak bercak yaitu
0,063; 0,125 dan 0,938 dengan warna hijau-kuning, orange dan kuning lalu
sesudah penyemprotan yaitu 0,075; 0,9 dan 0,96 dengan warna hijau, orange
dan hijau. Pada kecubung tidak ditemukannya senyawa dalam sampel karena
noda tidak terbentuk. Harga Rf pada sampel rimpang pacing sebelum
penyemprotan penampak bercak yaitu 0,125 dengan warna hijau lalu sesudah

35

penyemprotan yaitu 0,163; 0,325; 0,71 dan 0,93 dengan warna hijau, biru,
hijau tua dan pink. Harga Rf pada sampel rimpang kunyit sebelum
penyemprotan penampak bercak yaitu 0,075 dengan warna hijau dan sesudah
penyemprotan yaitu 0,8 dan 0,93 dengan warna biru serta pink.
Jumlah minimum senyawa yang teridentifikasi pada pemisahan lada hitam
sebanyak 3 senyawa, pada kecubung tidak teridentifikasi lalu pada rimpang
pacing diperoleh 5 senyawa sedangkan rimpang kunyit teridentifikasi
sebanyak 3 senyawa.
Saran
Disarankan untuk percobaan selanjutnya untuk :

Digunakan jenis penampak bercak lain seperti larutan bouchardat pada

5.2

isolasi alkaloid.
Pada percobaan berikutnya digunakan sampel yang lain seperti katuk
untuk mengidentifikasi senyawa steroid.

36

Вам также может понравиться