Вы находитесь на странице: 1из 8

Manifestasi Klinik

Masa tunas typhoid 10 14 hari


a. Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari.
Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan
mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang
khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus,
penurunan kesadaran.ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN TYPHOID
Definisi
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan
dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. (Penyakit Infeksi Tropik Pada
Anak, 1993).
Etilogi
Salmonella typhii, basil Gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak
berspora, mempunyai sekurang - kurangnya empat macam antigen yaitu :
antigen 0 (somatik), H (flagella), Vi dan protein membran hialin. (Mansjoer,
2000).
Pathofisiologi
Kuman salmonella masuk bersama makanan atau minuman, setelah berada
dalam usus halus akan mengadakan invasi ke jaringan limfoid pada usus
halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesentrika. Setelah
menyebabkan peradangan dan nekrosis, kuman lewat pembuluh limfe
masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem
(RES) terutama hati dan limpa. Pada akhir masa inkubasi 5 - 9 hari kuman
kembali masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu ke rongga
usus halus dan menyebabkan reinfeksi di usus.
Dalam masa bakteremia ini kuman yang mengeluarkan endotoksin yang susunan
kimianya sama dengan somatik antigen (lipopolisakarida), yang semula di
duga bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala - gejala dari demam
tifoid.
Demam tifoid disebabkan karena salmonella typhosa dan endotoksinnya yang
merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleb leukosit pada jaringan
yang meradang. Selanjutnya beredar mempengaruhi pusat termoregulator
di hipotalamus yang akhirnya menimbulkan gejala demam. (Penyakit infeksi
Tropik Pada Anak, 1993).
Penatalaksanaan
1. Perawatan

Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk di isolasi, observasi
serta pengobatan. Penderita harus istirahat 5 - 7 hari bebas panas, tetapi
tidak harus tirah baring sempurna seperti pada perawatan demam tifoid
dimasa lampau. Mobilisasi dilakukan sewajarnya, sesuai dengan situasi dan
kondisi penderita.
Penderita dengan kesadaran menurun posisi tubuhnya perlu diubah - ubah untuk
menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.
2. Diet
Dimasa lampau, penderita diberi makan diet yang terdiri dan bubur saring,
kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan kondisi pasien.
Pemberian bubur saring tersebut dimaksudkan untuk menghindari
perdarahan usus atau perforasi usus. Banyak penderita tidak senang diet
demikian, ini mengakibatkan keadaan umum dan gizi penderita memburuk
dan masa penyembuhan menjadi semakin lama. Beberapa peneliti
menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk
pauk rendah selulosa (pantang sayuran yang berserat kasar) dapat
diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.
3. Obat
Obat - obat antimikrobia yang sering digunakan :
a. Kloramfenikol
b. Tiamfenikol
c. Cotrimoxazole
d. Ampicilin dan amoxilin
Obat - obat simtomatik
a. Antipiretika
b.Kortikosteroid
ASKEP PADA KLIEN DENGAN THYPOID
A. Pengkajian
I.
IDENTITAS PASIEN
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal MRS, dan
diagnosa medis.
II.
RIWAYAT KESEHATAN PASIEN
1. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan panas sudah 2 hari, muntah 3x
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien datang dengan diantar keluarganya dengan keluhan panas, pusing, mual
muntah 3x, semula di rumah sudah diperiksakan ke mantri setempat, tetapi
karena panas lagi maka segera dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Pasien belum pernah menderita sakit seperti ini dan tidak pernah dirawat di
rumah sakit, hanya pilek atau batuk dan biasanya diperiksakan ke mantri
setempat. Tidak ada riwayat alergi.

Pasien mendapat immunisasi lengkap yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, DT dan
Hepatitis.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota keluarga tidak ada yang menderita sakit seperti ini dan tidak ada
penyakit herediter yang lain.
III.
POLA KEBIASAAN PASIEN SEHARI-HARI
1. Pola Nutrisi
Sebelum sakit: Makan 3 x sehari, dengan nasi, lauk dan sayur, makanan yang
tidak
disukai yaitu kubis dan yang paling disukai yaitu mie ayam.
Pasien makan dengan piring dan sendok biasa, tanpa memperhatikan
warna dan bahannya. Minum 7 - 8 gelas sehari.
Selama sakit : Makan 3x sehari, dengan diet bubur halus, hanya habis porsi,
karena lidahnya terasa pahit. Pasien makan dari tempat yang disediakan
oleh rumah sakit. Minum 7 - 8 gelas sehari.

2. Pola Eleminasi
Sebelum sakit: BAB 1 x sehari dengan konsistensi lunak, warna kuning. BAK 3-4 x
sehari , warna kuning jernih.
Selama sakit: selama 2 hari pasien belum BAB. BAK 3-4 x sehari, warna kuning
jernih
3. Pola Istirahat - Tidur
Sebelum sakit: pasien tidur dengan teratur setiap hari pada pukul 20.00 WIB
sampai jam 05.00 WIB. Kadang-kadang terbangun untuk BAK. Pasien juga
terbiasa tidur siang dengan waktu sekitar 2 jam. Ibu pasien selalu
membacakan cerita sebagai pengantar tidurnya.
Selama sakit : pasien susah tidur karena suasana yang ramai.
4. Pola Aktivitas
Sebelum sakit: pasien bermain dengan teman - temannya sepulang sekolah
dengan pola permainan berkelompok dan jenis permainan menurut
kelompok.
Selama sakit: pasien hanya terbaring di tempat tidur.
IV.
PENGKAJIAN PSIKO - SOSIO - SPIRITUAL
1. Pandangan pasien dengan kondisi sakitnya.
Pasien menyadari kalau dia berada dirumah sakit dan dia mengetahui bahwa dia
sakit dan perlu perawatan tetapin dia masih ketakutan dengan lingkungan
barunya.
2. Hubungan pasien dengan tetangga, keluarga, dan pasien lain.
Hubungan pasien dengan tetangga dan keluarga sangat baik, banyak tetangga
dan sanak saudara yang menjenguknya di rumah sakit. Sedangkan
hubungan dengan pasien lain tidak begitu akrab. Pasien ketakutan.
3. Apakah pasien terganggu dalam beribadah akibat kondisi sakitnya.
Pasien beragama Islam, dalam menjalankan ibadahnya pasien dibantu oleh
keluarganya. Ibu pasien selalu mengajakya berdoa untuk kesembuhannya.

V.
PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : pasien tampak lemah.
b. Kesadaran : composmentis.
c. Kepala : normochepalic, rambut hitam, pendek dan lurus dengan penyebaran
yang merata.. Tidak ada lesi.
d. Mata : letak simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
e. Hidung : pernapasan tidak menggunakan cuping hidung, tidak ada polip,
bersih.
f. Mulut : tidak ada stomatitis, bibir tidak kering.
- gigi
: kotor dan terdapat caries
- lidah
: kotor
g. Telinga : pendengaran baik, tidak ada serumen.
h. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid.
i. Dada : simetris, pernapasan vesikuler.
j. Abdomen : nyeri tekan pada epigastrium.
k. Ekstremitas :
- atas : tangan kanan terpasang infus dan aktifitasnya dibantu oleh keluarga.
- bawah : tidak ada lesi
l. Anus : tidak ada haemorroid.
m. Tanda - tanda Vital :
Tekanan Darah: 120/80 mmHg
Nadi
: 120 x/menit
Suhu
: 39 C
Respirasi
: 24 x/menit
VI.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium
a. Hematologi
Hb
: 11,6 d/dl
(14 18 d/dl)
Ht
: 34,7%
(34 48%)
Entrosit
: 4,11 juta/uI (3,7 5,9.106 juta/uI)
VER
: 84,5 fl
(78 90 fl)
KHER
: 33,6 g/dl
(30 37 g/dl)
Leukosit : 12.200 /uI
(4,6 11.103 /uI)
LED 1 jam
: 40 /1 jam
(P = 7 15 /jam)
2 jam: 80 /1jam
(L = 3 -11 /jam)
Trombosit : 232.000 /uI (150 400.103 /uI)
Hitung jenis
Eosinofil : Segmen: 91%
Basofil
:Limfosit: 9%
N. Batang : Monosit: -

b. Bakteriologi Serogi
Widal
St O 1/320
St H 1/160

St AH Spt BH 1/320
c. Urine
Phisis
= warna: kuning
Kimia
= PH : agak keruh
Protein
:- (negatif)
Glukosa
: - (negatif)
Sedimen = epitel : +
Lekosit
: + (6 8)
Eritrosit
: + (1 -2)
Kristal
: - (negatif)
Silinder
: - (negatif)
B. Diagnosa keperawatan
Setelah data-data terkumpul kemudian dianalisa untuk menentukan masalah
pasien dan merumuskan diagnosa keperawatan.
1.
Diagnosa keperawatan yang muncul dalam tinjauan kasus yang ada dalam
pathway :
2.
Hypertermi berhungan dengan pengaruh endotoksin pada hipotalamus.
3.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dan kebutuhan berhubungan dengan
intake yang kurang.
4.
Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada usus halus.
5.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan immobilisasi.
Diagnosa keperawatan yang tidak ada dalam kasus nyata tetapi dalam teori ada,
yaitu:
Diare berhubungan dengan inflamasi usus.
ANALISA DATA
NO
1

SYMTOM
DO : a. Suhu 39C
b. Nadi 120 x/
menit
c. Turgor sedang
DS : a. Pasien
mengatakan
badannya terasa
panas
b. Pasien
rnengeluh pusing
DO : a. Pasien
makan hanya
habis porsi
b. Muntah 3 x
c. Lidah kotor
d. Pasien tampak
lemah

ETIOLOGI
Pengaruh
endotoksin pada
hipothalamus
intake yang
kurang

PROBLEM
Hypertermi

intake yang
kurang

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

e. BB turun:
Sebelum sakit =
26 kg
Setelah sakit = 24
kg
DS : a. Pasien
mengatakan nafsu
makannya
berkurang
b. Pasien
mengatakan mual
c. Pasien.
mengatakan
lidahnya terasa
pahit
DO: a. Pasien
tampak
meringis
kesakitan jika
perutnya ditekan
b. Ekspresi wajah
pasien tegang
c. Skala nyeri 3
d. Leukosit =
12.200 uI
DS : a. Pasien
rnengeluh nyeri
epigastrium
b. Pasien
mengatakan mual
DO : a. Gigi
tampak kotor
b. Mulut bau
c. Kulit kotor
d. Pasien tampak
lemah
DS : Pasien
mengatakan
belum mandi dan
gosok gigi selama
2 hari

Nyeri akut

Peradangan usus
halus

Immobilisasi

Defisit perawatan
diri

C. Perencanaan
Pada tahap-tahap perencanaan asuhan keperawatan pada An. S dengan Typhus
Abdominalis meliputi penentuan prioritas, penentuan tujuan dan
menentukan tindakan keperawatan

Dalam menentukan tujuan yang akan dicapai, unsur-unsur tujuan yang


digunakan yaitu spesifik, bisa diukur, bisa dicapai, realistik dan waktu
pencapaianya juga perlu menentukan kriteria hasil. (Budi Anna Kelliat,1996)
Diagnosa keperawatan pertama, tujuan yang ingin dicapai adalah suhu tubuh
menjadi normal kembali setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1
x 24 jam, diharapkan dengan kriteria waktu tersebut tidak terjadi
kekurangan cairan karena perspirasi yang meningkat yang akan
menyebabkan kondisi tubuh makin lemah.
Rencana tindakannya antara lain dengan mengukur tanda-tanda vital, yang
ditekankan pada pengukuran suhu untuk memantau penurunan suhu
dengan tidak mengabaikan pengukuran pernafasan, nadi dan tekanan
darah.
Kompres dingin dan pemberian minum yang banyak untuk mengganti cairan
yang hilang lewat penguapan Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
anti piretik, untuk menurunkan suhu.
Diagnosa keperawatan ke dua, dengan kritenia waktu 1 x 24 jam diharapkan
pasien tidak mual dan tidak muntah sehingga dapat menghabiskan porsi
makannya dengan evaluasi terakhir terjadi kenaikan berat badan.
Penulis membuat rencana tindakan dengan melibatkan keluarga dalam
memberikan makanan yang disukai pasien dalam batas diet, melakukan
penimbangan berat badan tiap hari untuk mengetahui status gizi pasien
sehingga dapat dilakukan tindakan keperawatan lebih lanjut dan
memudahkan dalam pemberian terapi. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian anti emetik untuk mencegah rasa mual dan muntah, serta
pemberian cairan parenteral sebagai penambah asupan mineral yang
dibutuhkan oleh tubuh.
Diagnosa keperawatan ke tiga, tujuan yang ingin dicapai nyeri berkurang setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, karena kalau tidak
cepat diatasi akan mengganggu aktifitas pasien. Dengan rencana tindakan
yang lebih memfokuskan pada pengajaran tehnik relaksasi dan distraksi
serta latihan nafas dalam saat nyeri. Juga kompres dingin pada daerah yang
nyeri karena dengan vasokontriksi dapat memblok rasa nyeri. Pemberian
diet lunak dimaksudkan pada pasien Typhus Abdominalis terdapat tukaktukak pada usus halus sehingga tidak terjadi pendarahan atau perforasi
usus.
Diagnosa keperawatan ke empat, tujuan yang hendak dicapai adalah perawatan
diri terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan sekitar 20 menit.

D. Pelaksanaan
Pada diagnosa keperawatan yang pertama, semua rencana tindakan dapat
dilakukan seluruhnya. Pada saat kompres seharusnya dilakukan pada
lipatan ketiak, lipat paha dan dahi yang banyak pembuluh darahnya tetapi
hanya dilakukan di dahi karena pasien merasa risih. Mengukur tanda-tanda
vital dilakukan setiap 6 jam sekali. Kolaborasi dengan dokter dalam
memberikan anti piretik (paracetamol 3 x 500 mg) dan anti biotik (injeksi

ampicillin 2 x I gr). Injeksi antibiotik dilakukan sampai hari ke-6 dan diganti
anti biotik oral (amoxilin 3 x 500 mg).
Dalam diagnosa keperawatan ke dua, diberikan cairan parenteral (dextrose 5%
20 tetes/menit) dan anti emetik (primperan 1/2 cth). Semua tindakan dapat
dilakukan bersama perawat dan keluarga terutama dalam memberikan
makanan tambahan.
Untuk diagnosa keperawatan yang ketiga dan kelima rencana tindakan
keperawatan dapat dilakukan sepenuhnya.
Kompres dingin, tehnik relaksasi dan distraksi dilakukan pasien men jelang tidur
agar atau saat nyerinya datang dapat beristirahat dengan cukup dan untuk
mengurangi rasa nyeri.
Diagnosa keperawatan yang ke empat dilakukan tidak hanya sekali, tetapi setiap
pagi dan sore selama pasien dirawat.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan.
Evaluasi digunakan sebagai tolak ukur berhasil tidaknya tindakan keperawatan
yang telah dilakukan. Evaluasi dari keseluruhan diagnosa keperawatan
adalah sebagai berikut :
1. Hypertermi berhubungan dengan pengaruh endotoksin pada hipotalamus.
Masalah dapat diatasi sepenuhnya tanggal 13 Juli 2005, suhu tubuh kembali
normal menjadi normal 37C dan tetap diobservasi sampai pasien
diperbolehkan pulang.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang.
Masalah dapat teratasi pada tanggal 16 Juli 2005 dengan kenaikan berat badan
pasien yang semula 24 kg menjadi 24,1 kg
3. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada usus halus.
Masalah dapat teratasi sepenuhnya pada tanggal 14 Juli 2005, dari skala nyeri 3
menjadi skala nyeri 0. Rencana tindakan dihentikan.

Вам также может понравиться