Вы находитесь на странице: 1из 20

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Endometriosis sudah diketahui sejak berabad yang lampau berdasarkan catatan pada
Papyrus 1600 SM. Publikasi lengkap yang pertama dibuat oleh Sampson pada tahun 1921.
Namun demikian hingga kini etiologi endometriosis masih belum diketahui secara pasti sehingga
pengobatan maupun penanganan yang selama ini telah banyak digunakan ternyata tidak ada satu
pun yang benar benar ampuh untuk semua keadaan endometriosis.
Endometriosis adalah gangguan ginekologi jinak umum yang didefinisikan

sebagai

adanya jaringan kelenjar endometrium dan stroma di luar lokasi normal. Endometriosis paling
sering ditemukan pada peritoneum panggul, tetapi dapat juga ditemukan di ovarium, septum
rektovaginal, ureter, namun jarang ditemukan di vesika urinaria, perikardium, dan pleura.
Endometriosis merupakan penyakit yang pertumbuhannya tergantung pada hormone estrogen.
Insidensi endometriosis sulit dikuantifikasi oleh karena sering kali gejalanya
asimptomatis dan pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis sensitivitasnya
rendah. Perempuan dengan endometriosis bisa tanpa gejala, subfertil atau menderita rasa sakit
pada daerah pelvis terutama pada menstruasi (dismenorhea). Metode utama diagnosis adalah
laparoskopi, dengan atau tanpa biopsi untuk diagnosis histologis.
Pada wanita tanpa gejala, prevalensi endometriosis berkisar antara 2-22 persen,
tergantung pada populasi yang diteliti. Namun karena ada kaitan dengan infertilitas dan nyeri
panggul maka endometriosis lebih umum ditemukan pada wanita dengan keluhan ini. Pada
wanita subur, prevalensi telah dilaporkan antara 20 sampai 50 persen dan pada mereka dengan
nyeri panggul, 40 sampai 50 persen. Endometriosis secara signifikan memberikan pengaruh
terhadap kehidupan wanita, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam produktivitas kerja.
Dari penelitian yang dilakukan pada 16 rumah sakit di 10 negara, tahun 2008 sampai 2010, pada
3 grup pasien, endometriosis, dan 2 grup kontrol yaitu pasien yang mempunyai gejala namun
tidak terdapat endometriosis, dan pasien yang telah menjalani sterilisasi, didapatkan bahwa

1 | Page

kesehatan fisik pasien dengan endometriosis lebih buruk dibandingkan dengan pasien yang
memiliki gejala yang sama namun tidak terdiagnosis endometriosis.

1.2 TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami tentang penyakit endometriosis yang dapat berguna di kemudian
hari dalam menangani pasien
2. Mengetahui dan memahami bagaimana alur diagnosis pasien dengan endometriosis
3. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan yang tepat pada pasien endometriosis agar
tercapai tingkat kesehatan yang lebih baik di masyarakat

2 | Page

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI DAN KLASIFIKASI


Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih berfungsi
terletak diluar kavum uteri. Jaringan edometrium ini terdiri dari kelenjar-kelenjar dan stroma
yang terdapat didalam miometrium ataupun diluar uterus.
Klasifikasi endometriosis:
a. Endometriosis eksterna (endometriosis), yaitu implantasi jaringan endometrium diluar
cavum uteri.
b. Endometriosis interna (adenomiosis), yaitu implantasi jaringan endometrium didalam
otot Rahim.
Namun, pembagian ini sekarang sudah tidak dianut lagi karena baik secara patologik,
klinik ataupun etiologic adenomiosis dan endometriosis berbeda.
Sistem klasifikasi untuk endometriosis pertama kali dibuat oleh American Fertility Society
(AFS) pada tahun 1979, yang kemudian berubah nama menjadi ASRM pada tahun 1996,
klasifikasi ini kemudian direvisi oleh AFS tahun 1985. Revisi ini memungkinakan pandangan
tiga dimensi dari endometriosis dan membedakan antara penyakit superfisial dan invasif.
Sayangnya, penelitian - penelitian menunjukkan bahwa kedua klasifikasi ini tidak memberikan
informasi prognostik. Pada tahun 1996, dalam usaha untuk menemukan hubungan lebih lanjut
penemuan secara operasi dengan keluaran klinis, ASRM lalu merevisi sistem klasifikasinya,
yang dikenal dengan sistem skoring revised-AFS (r-AFS). Dalam sistem ini dibagi menjadi
empat derajat keparahan, yakni:

Stadium I (minimal) : 1-5


Stadium II (ringan) : 6-15
Stadium III (sedang) : 16-40
Stadium IV (berat) : >40

3 | Page

Walaupun tidak ada perubahan stagingdari klasifikasi tahun 1985, sistem klasifikasi tahun
1996 memberikan deskripsi morfologi lesi endometriosis, yakni putih, merah, dan hitam.
Modifikasi ini didasarkan dari beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa terjadi beberapa
aktivitas biokimia di dalam implan dan mungkin prognosis penyakit dapat diprediksi melalui
morfologi implan.
Walaupun tidak ada perubahan stagingdari klasifikasi tahun 1985, sistem klasifikasi tahun
1996 memberikan deskripsi morfologi lesi endometriosis, yakni putih, merah, dan hitam.
Modifikasi ini didasarkan dari beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa terjadi beberapa
aktivitas biokimia di dalam implan dan mungkin prognosis penyakit dapat diprediksi melalui
morfologi implan.
Menurut ASRM, Endometriosis dapat diklasifikasikan kedalam 4 derajat keparahan
tergantung pada lokasi, luas, kedalaman implantasi dari sel endometriosis, adanya perlengketan,
dan ukuran dari endometrioma ovarium.

4 | Page

5 | Page

LOKASI ENDOMETRIOSIS

Berdasarkan urutan tersering endometriosis ditemukan ditempat-tempat sebagai berikut:


1. Ovarium
2. Peritoneum dan ligamentum sakro uterinum, cavum douglassi, dinding belakang uterus,
tuba fallopi, plika vesiko uterine, ligamentum rotundum, dan sigmoid.
3. Septum rektovaginal
4. Kanalis inguinalis
5. Apendiks
6. Umbilikus
7. Serviks uteri, vagina, kandung kencing, vulva, perineum.
8. Parut laparotomy
9. Kelenjar limfe, dan
10. Walaupun sangat jarang, endometriosis dapat ditemukan pada lengan, paha, plura, dan
pericardium.
PATOFISIOLOGI ENDOMETRIOSIS

6 | Page

Saat ini patofisiologi dari endometriosis belum jelas didapatkan, namun terdapat beberapa
teori hipotesis yaitu:

Teori refluks haid dan implantasi sel endometrium didalam rongga peritoneum. Hal ini
pertama kali diterangkan oleh John Sampson (1921). Teori ini dibuktikan dengan
ditemukan adanya darah haid dalam rongga peritoneum pada waktu haid dengan
laparoskopi, dan sel endometrium yang ada dalam haid itu dapat dikultur dan dapat hidup

menempel dan tumbuh berkembang pada sel mesotel peritoneum.


Teori koelemik metaplasia, dimana akibat stimulus tertentu terutama hormone, sel
mesotel dapat mengalami perubahan menjadi sel endometrium ektopik. Teori ini terbukti
dengan ditemukannya endometriosis pada perempuan pramenarke dan pada daerah yang

tidak berhubungan langsung dengan refluks haid seperti dirongga paru.


Penyebaran melalui aliran darah (hematogen) dan limfogen
Pengaruh genetic. Pola penurunan penyakit endometriosis terlihat berperan secara
genetic. Risiko menjadi 7 kali lebih besar bila ditemukan endometriosis pada ibi atau

saudara kandung.
Patoimunologi, reaksi abnormal imunologi yang tidak berusaha membersihkan refluks
haid dalam rongga peritoneum, malah memfasilitasi terjadinya endometriosis. Apoptosis
sel sel endometrium ektopik menurun. Pada endometriosis ditemukan adanya
peningkatan jumlah makrofag dan monosit didalam cairan peritoneum, yang teraktifasi
menghasilkan factor pertumbuhan dan sitokin yang merangsang tumbuhnya endometrium
ektopik.

DIAGNOSIS DAN GEJALA KLINIK

7 | Page

Dismenorhea
Nyeri haid yang disebabkan oleh reaksi peradangan akibat sekresi sitokin dalam
rongga perineum, akibat perdarahan local pada sarang endometriosis dan oleh adanya
infiltrasi endometriosis ke dalam syaraf pada rongga panggul.

Gangguan haid
Gangguan haid dan siklusnya dapat terjadi pada endometriosis apabila kelainan
pada ovarium demikian luasnya sehingga fungsi ovarium dapat terganggu.

Nyeri pelvik
Akibat perlengketan, lama lama dapat mengakibatkan nyeri pelvik yang kronis.
Rasa nyeri bisa menyebar jauh ke dalam panggul, punggung, dan paha dan bahkan dapat
menjalar sampai ke rectum. Dupertiga perempuan dengan endometriosis mengalami rasa
nyeri intramenstrual.
Inflamasi merupakan salah satu mekanisme yang menyebabkan nyeri viseral.
Endometriosis dianggap sebagai proses inflamasi pelvik yang menghasilkan respons
inflamasi yang signifikan, sehingga banyak hipotesis nyeri endometriosis dikaitkan
berasal dari proses inflamasi. Konsentrasi TNF-di cairan peritoneum wanita dengan
endometriosis lebih tinggi dibandingkan wanita normal. TNF akan menstimulasi ekspresi
prostaglandin

synthase-2

yang

akan

meningkatkan

produksi

PGE2

dan

PGF2.Interleukin 1, 6 dan 8 juga ditemukan menigkat di cairan peritoneal pasien


endometriosis. Interleukin 1 menginduksi sintesis prostaglandin dan juga menstimulasi
proliferasi fibroblast yang dapat berkontribusi terhadap perlektan dan fibrosis pada
endometriosis. Interleukin 8 adalah sitokin yang bersifat angiogenik dan pro inflamasi.
Ekspresi nerve growth factor (NGF) juga ditemukan meningkat pada lesi endometriosis.
NGF akan meningkatkan kepadatannosiseptor, peningkatan neuron sensorik dan juga
meningkatkan ekspresi substans P yang merupakan neuropeptide yang terlibat dalam
modulasi nyeri. Beberapa hasil penelitianmenunjukkan adanya pertumbuhan serabut saraf
pada implant ektopik yang juga dipikirkan menjadi salah satu mekanisme timbulnya
nyeri.

Dispareunia

8 | Page

Paling sering timbul terutama bila endometriosis sudah tumbuh di sekitar cavum
douglasi dan ligamentum sakrouterina dan terjadi perlengketan sehingga uterus dalam
posisi retrofleksi.

Diskezia
Keluhan sakit buang air besar bila endometriosis sudah tumbuh dalam dinding
rekto sigmoid dan terjadi hematokezia pada saat siklus haid. Pada wanita dengan
endometriosis berat, sering didapatkan dyschezia (nyeri saat buang air besar)
dibandingkan pada wanita dengan endometriosis ringan.

Subfertilitas
Endometriosis sering disertai dengan infertilitas. Kadang-kadang diagnose
endometriosis baru terdeteksi setelah pemeriksaan infertilitas dengan menggunakan
laparoskopi.
Perlengketan pada ruang pelvis yang diakibatkan endometriosis dapat menggangu
pelepasan oosit dari ovarium atau menghambat perjalanan ovum untuk bertemu dengan
sperma.
Endometriosis meningkatkan volume cairan peritoneal, peningkatan konsentrasi
makrofag yang terakivasi, prostaglandin, interleukin-1, tumor nekrosis factor, dan
protease. Cairan peritoneum mengandung inhibitor penangkap ovum yang menghambat
interaksi normal fimbrial cumulus. Perubahan ini dapat memberikan efek buruk bagi
oosit, sperma, embrio, dan fungsi tuba. Kadar tinggi nitric oxidase akan memperburuk
motilitas sperma, implantasi, dan fungsi tuba.
Antibodi IgA dan IgG serta limfosit dapat meningkat di endometrium perempuan
yang terkena endometriosis. Abnormalitas ini dapat mengubah reseptivitas endometrium
dan implantasi embrio. Autoantibodi terhadap antigen endometrium meningkat dalam
serum, implant endometrium, dan cairan peritoneum dari penderita endometriosis. Pada
penderita endometriosis dapat terjadi gangguan hormonal (hiperprolaktinemia) dan
ovulasi, termasuk sindroma Luteinized Unruptured Follicle (LUF), defek fase luteal,
pertumbuhan folikel abnormal, dan lonjakan LH dini.

9 | Page

Mekanisme endometriosis menyebabkan penurunan fertilitas

Sistem

Mekanisme

Fungsi koitus

Dispareunia ( menurunkan frekuensi sanggama )

Fungsi sperma

Inaktivasi sperma dengan antibodi tertentu


Fagositosis sperma dengan makrofag

Fungsi tuba falopii

Kerusakan fimbriae
Penurunan motilitas tuba akibat prostaglandin

Fungsi ovarium

Anovulasi
Sindroma akibat luteinisasi folikel yang tidak pecah
Luetolisis akibat Prostaglandin F2
Pelepasan gonadotropin yang terganggu

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada endometriosis dimulai dengan melakukan inspeksi pada vagina
menggunakan spekulum, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan bimanual dan palpasi
rektovagina. Pemeriksaan bimanual dapat menilai ukuran, posisi dan mobilitas dari uterus.
Pemeriksaan rektovagina diperlukan untuk mempalpasi ligamentum sakrouterina dan septum

10 | P a g e

rektovagina untuk mencari ada atau tidaknya nodul endometriosis. Pemeriksaan saat haid dapat
meningkatkan peluang mendeteksi nodul endometriosis dan juga menilai nyeri.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ultrasonografi
USG hanya dapat digunakan untuk mendiagnosis endometriosis (kista endometriosis) > 1
cm, tidak dapat digunakan untuk melihat bintik-bintik endometriosis ataupun perlengketan.
Dengan menggunakan USG transvaginal kita dapat melihat gambaran karakteristik kista
endometriosis dengan bentuk kistik dan adanya interval eko didalam kista.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI tidak menawarkan pemeriksaan yang lebih superior dibandingkan dengan USG.
MRI dapat digunakan untuk melihat kista, massa ektraperitoneal, adanya invasi ke usus dan
septum rektovagina.
Pemeriksaan serum CA 125
Serum CA 125 adalah penanda tumor yang sering digunakan pada kanker ovarium. Pada
endometriosis juga terjadi peningkatan kadar CA 125. Namun, pemeriksaan ini mempunyai nilai
sensitivitas yang rendah. Kadar CA 125 juga meningkat pada keadaan infeksi radang panggul,
mioma, dan trimester awal kehamilan. CA 125 dapat digunakan sebagai monitor prognostic
pascaoperatif endometriosis bila nilainya tinggi berarti prognostic kekambuhannya tinggi. Bila
didapati CA 125 > 65 mIU/ml praoperatif menunjukkan derajat beratnya endometriosis.
Bedah Laparoskopi
Laparoskopi merupakan alat diagnostic baku emas untuk mendiagnosis endometriosis.
Lesi aktif yang baru berwarna merah terang, sedangkan lesi aktif yang sudah lama berwarna
merah kehitaman. Leis non-aktif terlihat berwarna putih dengan jaringan parut. Pada
endometriosis yang tumbuh diovarium dapat terbentuk kista yang disebut endometrioma.
Biasanya isinya berwarna coklat kehitaman, sehingga juga diberi nama kista cokelat. Sering
endometriosis ditemukan pada laparoskopik diagnostic, tetapi pasien tidak mengeluh.
11 | P a g e

Pemeriksaan Patologi Anatomi


Pemeriksaan pasti dari lesi endometriosis adalah didapatkan adanya kelenjar dan stroma
endometrium.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Medikamentosa
Pengobatan endometriosis sulit mengalami penyembuhan karena adanya risiko
kekambuhan. Tujuan pengobatan endometriosis lebih disebabkan oleh akibat endometriosis itu
sendiri, seperti nyeri panggul dan infertilitas.

Pengobatan simptomatik
Pengobatan dengan memberikan anti nyeri seperti paracetamol 500 mg 3 kali sehari, Non
Steroid Anti Inflammatory Drugs (NSAID) seperti ibuprofen 400 mg 3 kali sehari, asam
mefenamat 500 mg 3 kali sehari. Tramadol, paracetamol dengan codein, GABA inhibitor
seperti gabapentin.

Kontrasepsi Oral
Penanganan terhadap endometriosis dengan pemberian pil kontrasepsi dosis rendah.
Kombinasi monofasik (sekali sehari selama 6 12 bulan) merupakan pilihan pertama
yang sering dilakukan untuk menimbulkan konsidi kehamilan palsu dengan timbulnya
amenorrhea dan desidualis jaringan endometrium.
Kombinasi pil kontrasepsi apa pun dalam dosis rendah yang mengandung 30-35 mikro
gram etinilestradiol yang digunakan secara terus-menerus bisa menjadi efektif terhadap
penanganan endometriosis. Tujuan pengobatan itu sendiri adalah induksi amenorrhea,
dengan pemberian berlanjut selama 6 12 bulan. Membaiknya gejala dismenorhea dan
nyei panggul dirasakan oleh 60 95% pasien. Tingkat kambuh pada tahun pertama
terjadi sekitar 17-18%.

12 | P a g e

Kontrasepsi oral merupakan pengobatan dengan biaya lebih rendah dibandingkan dengan
lainnya dan bisa sangat membantu terhadap penangannan endometriosis jangka pendek,
dengan potensi keuntungan yang bisa dirasakan dalam jangka panjang.

Progestin
Progestin memungkinkan efek antiendometriosis dengan menyebabkan desidualisasi
awal pada jaringan endometrium dan diikuti dengan atrofi. Progestin dapat dianggap
sebagai pilihan utama terhadap penanganan endometriosis karena efektif mengurangi rasa
sakit, seperti danazol.
Hasil dari pengobatan telah dievaluasi pada 3 6 bulan setelah terapi.
Medroxyprogesterone Acetate (MPA) adalah hal yang paling sering diteliti dan sangat
efektif dalam meringankan rasa nyeri. Dimulai dengan dosis 30 mg perhari dan kemudian
ditingkatkan sesuai dengan respon klinis dan pola perdarahan. MPA 150 mg yang
diberikan intramuskuler setiap 3 bulan, juga efektif terhadap penanganan rasa nyeri pada
endometriosis.
Pengobatan dengan suntikan progesterone. Pemberian suntikan progesterone depot
seperti suntikan KB dapat membantu mengurangi gejala nyeri dan perdarahan. Efek
samping progestin adalah peningkatan berat badan, perdarahan lecut, dan nausea. Pilihan
lain dengan menggunakan alat kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) yang mengandung
progesterone, levonorgestrel dengan efek timbulnya amenorrhea dapat digunakan untuk
pengobatan endometriosis.
Strategi pengobatan lain meliputi didrogesteron (20-30 mg perhari baik itu terus-menerus
maupun pada hari ke 5-25) dan lynestrenol 10 mg perhari. Efek samping progestine
meliputi nausea, bertambahnya berat badan, depresi, nyeri payudara, dan perdarahan.

Danazol
Danazol merupakan suatu turunan 17 alpha ethinyltestosterone yang menyebabkan level
androgen dalam jumlah yang tinggi dan estrogen dalam jumlah yang rendah sehingga
menekan berkembangnya endometriosis dan timbul amenorrhea yang diproduksi untuk
implant baru pada uterus sampai ke rongga peritoneal. Cara praktis penggunaan danazol
adalah memulai perawatan dengan 400-800 mg perhari, dapat dimulai dengan
memberikan 200 mg dua kali sehari selama 6 bulan. Dosis dapat ditingkatkan bila perlu
untuk mencapai amenorrhea dan menghilangkan gejala gejala. Tingkat kambuh pada

13 | P a g e

endometriosis terjadi kira kira 5 20 % per tahun sampai ke tingkat kumulatif yaitu 40
% setelah 5 tahun.
Efek samping yang paling umum adalah peningkatan berat badan, munculnya jerawat,
hirsutisme, vaginitis atrofik, kelelahan, pengecilan payudara, gangguan emosi,
peningkatan kadar LDL kolesterol, dan kolesterol total.

Gestrinon
Gestrinon adalah 19 nortesteron yang termasuk androgenic, antiprogestagenik, dan
antigonadotropik. Gestrinon bekerja sentral dan perifer untuk meningkatkan kadar
testosterone dan mengurangi kadar Sex Hormone Binding Globuline (SHBG),
menurunkan nilai serum estradiol ketingkat folikular awal (antiestrogenik), mengurangi
kadar Luteinizing Hormone (LH), dan menghalangi lonjakan LH. Amenorhea sendiri
terjadi pada 50-100% perempuan. Gestrinon diberikan dengan dosis 2,5 10 mg, dua
sampai tiga kali seminggu selama 6 bulan. Efek sampingnya sama dengan danazol tapi
lebih jarang.

Gonadotropin Releasing Hormone Agonist (GnRHa)


GnRHa menyebabkan sekresi terus-menerus FSH dan LH sehingga hipofisa mengalami
disensitisasi

dengan

menurunnya

sekresi

FSH

dan

LH

mencapai

keadaan

hipogonadotropik hipogonadisme, dimana ovarium tidak aktif sehingga tidak terjadi


siklus haid. GnRHa dapat diberikan intramuscular, subkutan, intranasal. Biasanya dalam
bentuk depot satu bulan ataupun depot tiga bulan. Efek samping antara lain, rasa
semburan panas, vagina kering, kelelahan, sakit kepala, pengurangan libido, depresi, atau
penurunan densitas tulang. Untuk mengurangi efek samping dapat disertai dengan terapi
add back dengan estrogen dan progesterone alamiah. GnRHa diberikan selama 6 12
bulan.

Aromatase Inhibitor
Fungsinya menghambat perubahan C19 androgen menjadi C18 estrogen. Aromatase P450
banyak ditemukan pada perempuan dengan gangguan organ reproduksi seperti
endometriosis, adenomiosis, dan mioma uteri.
Penatalaksanaan Pembedahan
Pembedahan pada endometriosis adalah untuk menangani efek endometriosis itu
sendiri,

14 | P a g e

yaitu

nyeri

panggul,

subfertilitas,

dan

kista.

Pembedahan

bertujuan

menghilangkan gejala, meningkatkan kesuburan, menghilangkan bintik-bintik dan kista


endometriosis, serta menahan laju kekambuhan.

Penanganan pembedahan konservatif


o Terapi bedah konservatif dilakukan pada :

Kasus infertilitas

Penyakit berat dengan perlekatan hebat

Usia tua

Pembedahan ini bertujuan untuk mengangkat semua sarang endometriosis dan


melepaskan perlengketan dan memperbaiki kembali struktur anatomi reproduksi. Sarang
endometriosis dibersihkan dengan eksisi, ablasi kauter, ataupun laser. Sementara itu kista
endometriosis <3cm di drainase dan dikauter dinding kista, kista > 3cm dilakukan
kistektomi dengan meninggalkan jaringan ovarium yang sehat. Penanganan pembedahan
dapat dilakukan secara laparotomy ataupun laparoskopi. Penanganan dengan laparoskopi
menawarkan keuntungan lama rawatan yang pendek, nyeri pasca operatif minimal , lebih
sedikit perlengketan, visualisasi operatif yang lebih baik terhadap bintik bintik
endometriosis. Penanganan konservatif ini menjadi pilihan pada perempuan yang masih
muda, yang menginginkan keturunan, memerlukan hormonreproduksi, mengingat
endometriosis ini merupakan suatu penyakit yang lambat progresif, tidak cenderung
ganas, dan akan regresi bila menopause.

Penanganan Pembedahan Radikal


Dilakukan dengan histerektomi dan bilateral salfingo-oovorektomi. Ditujukan pada
perempuan yang mengalami penangan medis ataupun bedah konservatif gagal dan tidak
membutuhkan fungsi reproduksi. Setelah pembedahan radikal diberikan terapi substitusi
hormone.

TERAPI FERTILITAS
15 | P a g e

Tidak ada bukti bahwa terapi medik pada endometriosis bernilai pada kasus subfertilitas. Ablasi
sirurgis pada kasus endometriosis ringan tidak memperbaiki fertilitas, namun manfaat tindakan
tersebut untuk kasus fertilitas berat tidak diketahui secara pasti.
Terapi pembedahan untuk kista endometriotik besar memperbaiki kemungkinan terjadinya
kehamilan dan memungkinkan tindakan intervensi transvaginal bila akan dilakukan IVF sebagai
bagian dari assisted reproductive technique.

PERBANDINGAN ANTARA INTERVENSI MEDIS DAN PEMBEDAHAN :


Keuntungan intervensi medis :
1. Biaya lebih murah
2. Terapi empiris ( dapat di modifikasi dengan mudah )
3. Efektif untuk menghilangkan rasa nyeri
Kerugian intervensi medis :
1. Sering ditemukan efek samping
2. Tidak memperbaiki fertilitas
3. Beberapa obat hanya dapat digunakan untuk waktu singkat
Keuntungan intervensi pembedahan :
1. Efektif untuk menghilangkan rasa nyeri
2. Lebih efisien dibandingkan terapi medis
3. Melalui biopsi dapat ditegakkan diagnosa pasti

16 | P a g e

Kerugian intervensi pembedahan :


1. Biaya
2. Resiko medis poorly defined ..and probably underestimated sekitar 3%
3. Efisiensi diragukan, efek menghilangkan rasa nyeri temporer 70 80%

PROGNOSIS
Endometriosis sulit disembuhkan kecuali perempuan yang sudah menopause.
Setelah diberikan penanganan bedah konservatif, angka kesembuhan 10-20% pertahun.
Endometriosis sangat jarang menjadi ganas.

17 | P a g e

PENGOBATAN TERKINI PADA ENDOMETRIOSIS DIADAPTASI DARI STRATTON


DAN BERKLEY

18 | P a g e

19 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

Prabowo, Raden P. Endometriosis. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T,


editor. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Edisi Ke-2, Jakarta 2005
Baziad A, Jacoeb TZ, Basalamah A, Rahman IA. Endometriosis. Dalam: Baziad A, Jacoeb TZ,
Surjana EJ, Alkaff Z, editor. Endokrinologi Ginekologi. Kelompok Studi Endokrinologi
Reproduksi Ginekologi. Kelompok Studi Endokrinologi Reproduksi Indonesia (KSERI), Edisi
ke-1, Jakarta 1993
Manuaba, Ida Bagus G. Endometriosis. Dalam : Manuaba, editor. Kapita Selekta
Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
2001
Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran. Nyeri Endometriosis. Himpunan Endokrinologi
Reproduksi dan Fertilitas Indonesia. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

20 | P a g e

Вам также может понравиться