Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
mengenai
anatomi
paru-paru,
definisi,
epidemiologi,
klasifikasi,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Edema paru adalah peningkatan cairan di paru yang disebabkan oleh
ekstravasasi cairan dari pembuluh darah pulmonal menuju ruang interstisial dan
alveoli paru. Adanya cairan tersebut akan menyebabkan gangguan pertukaran udara
di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia.1
2.2
2.2.1
Alveolus
Alveolus merupakan kantung yang dilapisi oleh epitel simpel skuamosa dan
didukung oleh membran basement yang elastik. Dinding alveolus terdiri dari dua tipe
sel epitel alveolar. Sel alveolar tipe 1 jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan
sel alveolar tipe 2. Sel alveolar tipe 1 merupakan epitel simpel skuamosa yang berada
sepanjang dinding alveolus. Sel alveolar tipe 2 atau biasanya disebut sebagai sel
septal, merupakan sel epitel kuboid yang berada diantara sel alveolar tipe 1. Sel
alveolar tipe 1 berfungsi sebagai tempat utama pertukaran gas. Sedangkan sel
alveolar tipe 2 merupakan sel yang permukaannya terdapat mikrofili yang mensekresi
cairan alveolar dan berfungsi untuk menjaga permukaan alveolus. Salah satu cairan
alveolar tersebut adalah surfaktan, yang terdiri dari fosfolipid dan lipoprotein.
Surfaktan berfungsi menurunkan tekanan cairan alveolus, yang menurunkan tendensi
alveolus untuk kolaps.6
lapisan ketiga adalah membrane basement kapiler; dan lapisan terakhir adalah endotel
kapiler. Walaupun terdiri dari beberapa lapisan, ketebalan lapisan ini hanya 0,5 m
sehingga difusi gas dapat terjadi. Perkiraan jumlah alveoli di dalam paru-paru adalah
sekitar 300 juta alveoli.6
2.2.2
Diantara sel endotel dan epitel, terdapat lubang atau penghubung yang
memungkinkan aliran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial, dan
akhirnya dari ruang interstitial menuju ruang alveolar. Penghubung antara sel endotel
biasanya lebih besar dan disebut loose, sedangkan penghubung antara sel epitel
relative lebih kecil yang disebut tight. Untuk mengetahui bagaimana cairan interstitial
paru diproduksi, disimpan, dan dibersihkan, maka kita harus mengetahui konsepnya.
Konsep pertama adalah ruang interstitial paru merupakan terusan dari ruangan di
antara jaringan ikat perianteriolar dan peribronchial yang berlanjut menjadi ruang
interstitial di antara membrane basement endotel dan epitel di alveolus; kedua,
tekanan negatifnya progresif dari distal ke proksimal.7
Tidak ada sistem limfatik di ruang interstitial di septum alveolus. Kapiler
limfatik mulai ada di ruang interstitial yang mengelilingi terminal bronkiolus dan
arteri kecil. Cairan interstitial normalnya dibuang dari ruang interstitial alveolar ke
saluran limfa oleh mekanisme gradient tekanan, yang disebabkan karena tekanan
ruang interstitial yang lebih negatif di daerah arteri besar dan brokus. Aliran cairan
interstitial yang menuju hilum dibantu oleh perbedaan tekanan negative, katub
limfatik, dan pulsasi arteri pulmonalis. Cairan tersebut akhirnya diteruskan dari
limfonodi ke sirkulasi vena sentral. Peningkatan tekanan vena sentral menurunkan
aliran limfa di paru-paru, yang dapat menjadi faktor edema interstitial.7
2.2.3
Radioanatomi
Beberapa pemeriksaan modalitas yang digunakan untuk pemeriksaan paru:
a. Foto Toraks
Foto toraks merupakan jenis pencitraan yang paling sering digunakan. Pada
foto toraks struktur tulang tampak kurang padat, memungkinkan visualisasi
yang lebih baik dari parenkin yang mendasari serta mediastinum. Selain
itu, dengan pemeriksaan ini dapat dilihat aorta, hillus, meningkat atau
tidaknya corakan bronkovaskular, adanya infiltrate dan nodul pada
lapangan paru. Pada posisi lateral decubitus,biasa diguakan untuk
menentukan ada atau mobilitas efusi pleura.5
Epidemiologi
Edema paru merupakan kondisi klinis yang sering dijumpai pada pasien gagal
jantung akut maupun kronis, namun tidak banyak data mengenai insiden edema paru
ini. Suatu penelitian yang berbasis survey-observasional berskala internasional, Acute
Heart Failure Global of Standard Treatment (ALARM-HF) tahun 2010, terhadap
4953 pasien yang dirawat dengan gagal jantung akut di 666 rumah sakit yang tersebar
di Eropa, Amerika Latin dan Australia mendapatlan edema paru akut merupakan
salah satu kondisi klinis terbanyak yang dijumpai dengan presentase 37% dari
2.4
Akral dingin
Akral hangat
S3 gallop/Kardiomegali
Ronki basah
Tes Laboratorium :
EKG : Iskhemia/infark
shunting
sangat
ringan
meningkat
10
11
dan trauma berat; Peningkatan tekanan kapiler paru : pada sindrom vena kava
superior, pemberian cairan berlebih, dan transfusi darah; penurunan tekanan onkotik
plasma : sindrom nefrotik dan malnutrisi (Braunwald).13
2.5
Gambaran Klinis
Kejadian edem paru bisa sangat cepat dan terjadinya hipertensi pada kapiler
paru secara ekstrim. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar dapat mempergunakan
otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi, atau sedikit membungkuk ke
depan, sesak hebat, mungkin disertai sianosis, sering berkeringat dingin, batuk
dengan sputum yang berwarna kemerahan (frothy sputum).2
2.6 Diagnosis
1. Anamnesis : dapat ditanyakan ada riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan
gambaran klinis pada pasien seperti; Pasien biasanya dalam posisi duduk agar
dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi,
atau sedikit membungkuk ke depan, sesak hebat, mungkin disertai sianosis,
sering berkeringat dingin, batuk dengan sputum yang berwarna kemerahan
(frothy sputum).
2. Pemeriksaan fisik : dapat ditemukan frekuensi nafas yang meningkat, dilatasi
alae nasi, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela intercostal dan fossa
supraklavikula yang menunjukkan tekanan negative intrapleural yang besar
dibutuhkan pada saat inspirasi. Pemeriksaan pada paru akan terdengar ronki
basah kasar setengah lapangan paru atau lebih, sering disertai wheezing.
12
Radiologi
Pemeriksaan EKG : bisa normal atau seringkali didapatkan tandatanda iskemia atau infark pada infark miokard akut dengan edema
paru. Pasien dengan krisis hipertensi gambaran elektrokardiografi
biasanya menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kiri. Pasien
dengan edema paru kardiogenik tetapi yang non-iskemik biasanya
menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang lebar dengan QT
memanjang yang khas.2
2.7
Gambaran Radiologi
2.7.1
Foto Thorax
Foto polos lebih sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan klinis dalam
mendeteksi edema paru fase awal, sehingga foto polos dada adalah pemeriksaan yang
penting pada pasien dengan suspek edema paru.14
13
Beberapa hal dibawah ini perlu kita nilai pada foto polos untuk menentukan
edema paru (cardinal)15 :
Ukuran jantung / rasio kardio-toraks : diperlukan untuk menentukan
disebabkan oleh kelainan jantung atau tidak.
Efusi pleura
Opasitas vascular redistribusi terhadap lobus atas paru dan distensi vena
paru atas
Pelebaran atau hilangnya struktur hillus
Peri-bronchial cuffing
Garis septal : Garis kerley
Pada foto polos dapat ditemukan beberapa fase dari edema paru, mulai dari
gambaran normal, edema intertisial paru dan edema paru alveolar. Perubahan ini
terjadi secara bertahap, seperti yang diperlihatkan tabel dibawah.16
a. Intertisial Edema
Edema interstisial terjadi dengan peningkatan sebesar 15-25 mm Hg dalam
tekanan arteri rata-rata transmural dan mengakibatkan hilangnya awal definisi
14
pembuluh
subsegmental
dan
segmental,
pembesaran
ringan
dari
ruang
Garis Kerley A (panah) : garis opak yang menyebar dari hillus ke perifer, garis
ini timbul disebabkan karena distensi dari anastomosis limfe perifer dan
15
16
17
Opasitas akan menjadi lebih jelas pada foto polos dikarenakan cairan berpindah
dari intertisium ke alveoli. Perubahan distribusi bervariasi, bisa dibandingkan apakah
terdapat pada apeks ataupun basal paru, selain itu bisa saja terdapat satu bagian paru
yang predominan, sehingga enimbulkan distribusi yang asimetris. Pada beberapa
gambaran, dapat ditemukan opasitas yang berlebih pada sentral paru, sehingga
terlihat seperti gambaran butterfly atau bat wing. Edema yang terus berlanjut,
opasitas akan terlihat seperti gambaran
18
dan fibrosis pada bagian paru bagian atas dan tengah (sering ditemukan pada kasus
end-stage tuberculosis, sarcoidosis, atau asbestosis) akan terlihat pada kasus edema
paru yang predominan pada bagian yang kurang berpengaruh pada proses penyakit
ini.21
Faktor hemodinamik mungkin juga berpengaruh pada distribusi asimeteris
edema paru ini. Edema paru yang berhubungan dengan regurgitasi mitral
menunjukkan bagian lobus atas kanan yang predominan dikarenakan gangguan aliran
yang disebabkan oleh refluks langsung pada vena paru bagian atas kanan. Distribusi
asimetris ini terjadi pada 9% dewasa dan 22% pada anak-anak dengan regurgitasi
mitral derajat 3 dan 4.20,21
19
Gambar . Edema paru asimetris pada pasien laki-laki 70 tahun, dengan endstage fibrosis dan emfisema bulosa dikarenakan asbestosis dengan gagal
jantung. Pada gambaran radiografi didapatkan infiltrat edema paru
predominan pada basis paru karena aliran darah paru mengalir ke bagian ini
dari bula lobus bagian atas. Fibrosis interstitial yang disebabkan karena
asbestosis dapat menjadi tempat masuknya edema ke ruang alveolus.21
Bat wing edema
Bat wing edema mengarah pada distribusi edema alveolar di bagian sentral dan
dengan distribusi non-gravitasional. Gambaran radiologis ini biasanya terdapat pada
10% kasus edema paru, dan secara keseluruhan terjadi pada kasus perkembangan
cepat gagal jantung berat seperti pada insufisiensi katub mitral akut (yang
berhubungan dengan rupturnya otot papilar, infark miokard masif, dan destruksi
katup seperti pada endokarditis septik) atau pada kasus gagal ginjal. Pada kasus bat
wing edema, korteks paru bersih dari cairan alveolar ataupun interstitial. Kondisi
patologis ini berkembang secara cepat yang ditandai secara radiologis dengan infiltrat
alveolus, dan gambaran tipikal edem pulmo jarang ditemukan.21
20
Gambar . Bat wing edema pada pasien wanita, 77 tahun dengan kelebihan cairan dan
gagal jantung. Pada gambaran foto thorax dada (3a) dan gambaran CT-scan (3b)
menunjukkan adanya wing alveolar edema yang distribusinya sentral dan sparing dari
konteks paru. Infiltrat pada pasien ini berkurang setelah 32 jam menjalani
pengobatan.21
Beberapa teori diungkapkan dalam patofisiologis bat wing edema. Salah satu
teorinya menyebutkan peningkatan konduktifitas hidraulik. Hal ini menyebabkan
mukopolisakarida mengisi ruang sitokeleton perivaskular dan menghambat aliran
cairan. Namun, dengan meningkatnya hidrasi cairan, matrix ekstraseluler ini
memberikan jalan agar cairan dapat mengalir ke central. Penemuan lainnya
mengungkapkan efek pumping dari siklus pernafasan, yang lebih besar berada di
kortex paru, yang menyebabkan banyak cairan dialirkan ke hilus. Penemuan lainnya
mengungkapakn kontraktilitas septum alveolus menjadi faktor pendukung untuk
mengalirkan cairan interstitial ke hilus.21
Redistribusi
21
Redistribusi aliran darah ke zona atas, dapat terlihat pada beberapa pasien
dengan peningkatan tekanan vena pulmonary, ketika hal ini terjadi, pembuluh darah
di bagian atas akan kelihatan lebih melebar dari pembuluh darah bagian bawah.
Mekanisme yang mendasari redistribusi aliran darah belum sepenuhnya jelas, namun
pada pada pasien dengan posisi pemeriksaan tegak, edema berkumpul pada paru yang
terbawah, dan akan menyebabkan edema intertisial pada bagian basal paru akan
menekan pembuluh darah, sehingga meningkatkan resistensi aliran darah, dan
menyebabkan aliran darah berpindah ke pembuluh darah bagian atas.
Gambar . Diversi pembuluh darah lobus atas. Pembuluh darah di bagian atas
paru (panah) lebih menonjol dibandingkan bagian bawah paru.
Gambaran radiologi kardiogenik dan nonkardiogenik edema paru
22
2.6.2
CT Scan
23
Gambaran edema paru pada CT scan akan bervariasi. Sama dengan radiografi
dada, perubahan pada CT san bisa terjadi bilateral ataupun terbatas pada satu paru
saja dan bisa dipengaruhi oleh penyakit yang menyebabkan. CT scan dapat
mendeteksi perubahan sebelum transudasi cairan ke intertisium dan alveoli: dalam
percobaan pada hewan, pada cairan yang overload akan ditemukan peningkatan latar
paru. Selain itu dapat ditemukan peribronchovascular cuffing, septa interlobaris yang
menonjol, ground glass opacification dan konsolidasi. Distribusi perihilar mungkin
dapat terlihat pada beberapa pasien.20
24
Untuk
membedakan
edema
paru
kardiogenik
dengan
edema
paru
nonkardiogenik secara pasti ialah dengan mengukur tekanan kapiler pasak paru
dengan memasang kateter Swan-Ganz. Pada penderita dengan tekanan kapiler pasak
paru atau tekanan diastolik arteri pulmonalis melebihi 25 mmHg (atau melebihi 30
mmHg pada penderita yang sebelumnya terdapat peningkatan kronik tekanan kapiler
paru) dan dengan gambaran klinik edema paru, sangat mencurigakan edema paru
kardiogenik.
2.8 Tatalaksana
Ada dua langkah untuk mengatasi edema paru23 :
1. Langkah pertama:
- Pasien dalam posisi duduk sehingga meningkatkan volume dan kapasitas
vital paru, mengurangi usaha otot pernafasan, dan menurunkan aliran darah
vena balik ke jantung. Sungkup O2 dengan dosis 6-10 L/menit diberikan
bersamaan dengan pemasangan jalur IV dan monitor EKG (O, I, M).
Nonrebreather mask with reservoir O2 dapat menyalurkan 90-100% O2.
- Oksimetri denyut dapat memberi informasi keberhasilan terapi walaupun
saturasi O2 kurang akurat karena terjadi penurunan perfusi perifer. Oleh
karena itu, dianjurkan melakukan pemeriksaan analisis gas darah untuk
mengetahui ventilasi dan asam basa.
- Tekanan ekspirasi akhir positif (positive end expiratory pressure) dapat
diberikan untuk mencegah kolaps alveoli dan memperbaiki pertukaran gas.
25
BAB III
27
KESIMPULAN
1.
2.
paru.
Edema paru berdasarkan data epidemiologi termasuk kasus dengan mortalitas
3.
4.
5.
6.
pencitraan
pilihan,
dan
terdapat
pemeriksaan
penunjang
7.
8.
DAFTAR PUSTAKA
1.
28
2.
Harun S dan Sally N. Edem paru akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, SetiatiS,editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5 th ed. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2009.
3.
4.
Santoso Karo, SpJP et al. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut
ACLS 2008. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia,
2008.
5.
6.
7.
8.
pada .
McLoud T, 2016. Imaging The Lungs. Diakses di ClinicalKey.com at
9.
10.
11.
12.
593-617, 2008.
Ruggie N. 1986. Congestive heart failure. Med. Clin: Amerika Selatan. 70:829-
13.
51.
Braunwauld, 2001. Clinical aspect of heart failure; pulmonary edema. In :
Braunwauld Heart Disease: A textbook of cardiovascular medicine. 6th edition.
WB Saunders. 7:553.
29
14.
Adam A, Dixon AK, 2008. Grainger and Allisons Diagnostic Radiology, 5 th ed.
15.
Elsevier
Cardinale L et al, 2014. Effectiveness of chest radiography, lung ultrasound and
thoracic computed tomography in the diagnosis of congestive heart failure.
16.
World J Radiol. Vol 6 (6) : 230-37. Didownload pada tanggal 16 Mei 2016
Wolfgang, D, 2007. Radiology Review Manual, 6th Edition. Lippincott Williams
17.
& Wilkins.
Staub NC, 1988. New concepts about the pathophysiology of pulmonary
18.
19.
20.
2016.
Adam A, Dixon AK, 2008. Grainger and Allisons Diagnostic Radiology, 5 th ed.
21.
Elsevier
Gluecker, T., Capasso, P., Schnyder, P., Guidinchet, F., Schaller, M.D., Revelly,
Jean P., Chiolero, R., Vock, P., Wicky, S., 1999. Clinical and Radiologic
22.
23.
30