Вы находитесь на странице: 1из 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Edema paru merupakan peningkatan abnormal jumlah cairan intertisial di
dalam paru, dimana adanya peningkatan volume cairan ekstraseluler dan
ekstravaskuler (intertisium) serta penimbunan cairan abnormal dalam sela-sela
jaringan dan rongga serosa (jaringan ikat longgar dan rongga badan). 1 Hal ini
merupakan manifestasi klinis dari penyakit penyerta yang serius. Penyebab gangguan
sering dapat diketahui, dan dikoreksi, namun terapi yang efektif adalah untuk
menyelamatkan pasien dari gangguan yang mendasari keseimbangan cairan paru.1
Penyebab edema paru adalah akibat tekanan intravaskular yang tinggi (edem
paru kardia) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edem paru non
kardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga
terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan
hipoksia. Edema paru merupakan suatu keadaan gawat darurat dengan tingkat
mortalitas yang masih tinggi.2 Secara keseluruhan terdapat 74,4 juta penderita edema
paru di dunia. Di Inggris sekitar 2,1 juta penderita edema paru yang perlu pengobatan
dan pengawasan secara komprehensif dan di Amerika Serikat diperkirakan 5,5 juta
penduduk menderita edema. Penyakit edema paru pertama kali di Indonesia
ditemukan pada tahun 1971. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah,
sehingga sampai tahun 1980 seluruh provinsi di Indonesia. Sejak pertama kali
ditemukan, jumlah kasus menunjukan kecenderungan yang meningkat.3
1

Secara patofisiologi edema paru kardiogenik berlangsung dengan derajat yang


berbeda-beda, dan dibagi menjadi 3 stadium.2 Stadium 1 ditandai adanya distensi
pembuluh kapiler paru prominen yang akan memperbaiki pertukaran gas di
paru dan sedikit meningkatkan kapasitas dilusi gas CO. Keluhan pada stadium
ini mungkin hanya berupa sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tidak jelas
ditemukan kelainan, kecuali ronki pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas
yang tertutup pada saat inspirasi. Pada stadium 2 terjadi edema paru intersisial. Batas
pembuluh darah paru dan hilus m e n j a d i k a b u r. G a r i s - g a r i s ya n g memanjang
dari hilus ke arah perifer (garis Kerley A), septa interlobularis (garis Kerley B) dan
garis-garis yang mirip sarang laba-laba pada bagian tengah paru (garis Kerley C)
menebal. Penumpukan cairan di jaringan intersisial, akan lebih memperkecil
saluran napas bagian kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh
gravitasi, dapat juga terjadi refleks bronkhokonstriksi, dan sering terdapat takipnea.
Pada stadium 3 terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita tampak sesak sekali dengan batuk
berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata dan
terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.2
Prinsip penanganan edema paru kardiogenik adalah mengistirahatkan pasien,
pemberian oksigen bila perlu, dan pemberian obat-obatan untuk efek vasodilator.
Agar penanganan optimal perlu diagnosis secara cepat dan tepat sehingga pasien
dapat ditatalaksana dengan baik, karena edema paru merupakan kasus dengan
mortalitas tinggi jika tidak secepatnya ditangani.4

Pemeriksaan khusus seperti foto polos, Computed Tomography-Scan (CT-Scan


dan lain-lain juga diperlukan untuk mengetahui stadium-stadium yang terjadi pada
edema paru kardiogenik.5 Oleh karena itu, penulis mengangkat judul Gambaran
Radiologis pada Edema Paru Alveolar dan Intertisial sehingga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
1.1 Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang anatomi paru-paru, definisi, epidemiologi,
klasifikasi, etiopatogenesis, diagnosis (anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis
banding, dan pemeriksaan penunjang radiologi), tatalaksana pada edema paru.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis dan
pembaca

mengenai

anatomi

paru-paru,

definisi,

epidemiologi,

klasifikasi,

etiopatogenesis, diagnosis (anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis banding, dan


pemeriksaan penunjang radiologi), tatalaksana pada edema paru.
1.3 Metode Penulisan
Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk
kepada berbagai literatur, termasuk buku teks, makalah ilmiah, dan jurnal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi
Edema paru adalah peningkatan cairan di paru yang disebabkan oleh

ekstravasasi cairan dari pembuluh darah pulmonal menuju ruang interstisial dan
alveoli paru. Adanya cairan tersebut akan menyebabkan gangguan pertukaran udara
di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia.1
2.2

Anatomi dan Fisiologi

2.2.1

Alveolus
Alveolus merupakan kantung yang dilapisi oleh epitel simpel skuamosa dan

didukung oleh membran basement yang elastik. Dinding alveolus terdiri dari dua tipe
sel epitel alveolar. Sel alveolar tipe 1 jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan
sel alveolar tipe 2. Sel alveolar tipe 1 merupakan epitel simpel skuamosa yang berada
sepanjang dinding alveolus. Sel alveolar tipe 2 atau biasanya disebut sebagai sel
septal, merupakan sel epitel kuboid yang berada diantara sel alveolar tipe 1. Sel
alveolar tipe 1 berfungsi sebagai tempat utama pertukaran gas. Sedangkan sel
alveolar tipe 2 merupakan sel yang permukaannya terdapat mikrofili yang mensekresi
cairan alveolar dan berfungsi untuk menjaga permukaan alveolus. Salah satu cairan
alveolar tersebut adalah surfaktan, yang terdiri dari fosfolipid dan lipoprotein.
Surfaktan berfungsi menurunkan tekanan cairan alveolus, yang menurunkan tendensi
alveolus untuk kolaps.6

Gambar 1. Anatomi Alveolus


Pada dinding alveolus terdapat pula alveolar makrofag atau disebut juga
sebagai sel dust, fungsi dari alveolar makrofag ini adalah untuk memfagosit atau
membuang partikel debu atau debris di ruang alveolar. Selain itu, terdapat juga
fibroblast yang memproduksi retikular dan serat elastik. Pada bagian luar permukaan
alveolus, arteriole dan venula lobules menyatuu menjadi pembuluh darah kapiler
yang terdiri dari satu lapis sel endotel dan membrane basement. Pertukaran O2 dan
CO2 antara ruang udara di paru dan pembuluh darah melalui proses difusi melalui
dinding alveolus dan endotel, yang bersama disebut sebagai membran pernafasan atau
respiratory membrane. Jika dimulai dari rongga udara alveolus menuju ke plasma
darah, membrane pernafasan terdiri dari empat lapisan. Lapisan pertama adalah
dinding alveolus yang terdiri dari sel alveolar tipe 1, 2, dan alveolar makrofag;
lapisan kedua adalah epitel membran basemen yang berada di luar dinding alveolus;

lapisan ketiga adalah membrane basement kapiler; dan lapisan terakhir adalah endotel
kapiler. Walaupun terdiri dari beberapa lapisan, ketebalan lapisan ini hanya 0,5 m
sehingga difusi gas dapat terjadi. Perkiraan jumlah alveoli di dalam paru-paru adalah
sekitar 300 juta alveoli.6
2.2.2

Ruang Intersisial Paru


Kapiler darah dipisahkan dengan gas alveolar oleh beberapa lapisan anatomi,

diantaranya adalah endotel kapiler, endotel membrane basement, ruang interstitial,


epitel membrane basement, dan epitel alveolus (tipe 1 pneumosit). Membrane
basement epitel dan endotel dipisahkan oleh ruang yang mengandung jaringan ikat
fibrosa, ikat elastic, fibroblast, dan makrofag. Tidak ada sistem limfatik di ruang
interstitial pada septum alveoli, kapiler limfatik pertama muncul di ruang interstitial
mengelilingi bronkiolus terminal, arteri, dan vena kecil.7

Gambar 2. Aliran Cairan Interstitial

Diantara sel endotel dan epitel, terdapat lubang atau penghubung yang
memungkinkan aliran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial, dan
akhirnya dari ruang interstitial menuju ruang alveolar. Penghubung antara sel endotel
biasanya lebih besar dan disebut loose, sedangkan penghubung antara sel epitel
relative lebih kecil yang disebut tight. Untuk mengetahui bagaimana cairan interstitial
paru diproduksi, disimpan, dan dibersihkan, maka kita harus mengetahui konsepnya.
Konsep pertama adalah ruang interstitial paru merupakan terusan dari ruangan di
antara jaringan ikat perianteriolar dan peribronchial yang berlanjut menjadi ruang
interstitial di antara membrane basement endotel dan epitel di alveolus; kedua,
tekanan negatifnya progresif dari distal ke proksimal.7
Tidak ada sistem limfatik di ruang interstitial di septum alveolus. Kapiler
limfatik mulai ada di ruang interstitial yang mengelilingi terminal bronkiolus dan
arteri kecil. Cairan interstitial normalnya dibuang dari ruang interstitial alveolar ke
saluran limfa oleh mekanisme gradient tekanan, yang disebabkan karena tekanan
ruang interstitial yang lebih negatif di daerah arteri besar dan brokus. Aliran cairan
interstitial yang menuju hilum dibantu oleh perbedaan tekanan negative, katub
limfatik, dan pulsasi arteri pulmonalis. Cairan tersebut akhirnya diteruskan dari
limfonodi ke sirkulasi vena sentral. Peningkatan tekanan vena sentral menurunkan
aliran limfa di paru-paru, yang dapat menjadi faktor edema interstitial.7
2.2.3

Radioanatomi
Beberapa pemeriksaan modalitas yang digunakan untuk pemeriksaan paru:
a. Foto Toraks

Foto toraks merupakan jenis pencitraan yang paling sering digunakan. Pada
foto toraks struktur tulang tampak kurang padat, memungkinkan visualisasi
yang lebih baik dari parenkin yang mendasari serta mediastinum. Selain
itu, dengan pemeriksaan ini dapat dilihat aorta, hillus, meningkat atau
tidaknya corakan bronkovaskular, adanya infiltrate dan nodul pada
lapangan paru. Pada posisi lateral decubitus,biasa diguakan untuk
menentukan ada atau mobilitas efusi pleura.5

Gambar 3. Foto Toraks Normal (Collins)


b. CT Scan
Indikasi dilakukan CT-scan antara lain untuk menentukan staging
kanker paru-paru, nodul paru soliter, mediastinum membesar, adanya
massa di mediastinum, hillus abnormal, dan adanya diagnosis emboli
paru. Selain itu, CT-scan dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit
8

metastasi dari neoplasma ekstra toraks, kecurigaan bronkiektasis,


evaluasi pasien dengan kelainan endokrin yang terkait dengan dugaan
tumor paru-paru, cari sumber infeksi yang diketahui terutama pada
pasien immunocompromised.8
c. Magnetic Resonance Angiography (MRA)
Pemeriksaan ini merupakan teknik non-invasif yang telah digunakan
sebagai alternative untuk angiografi konvensional. Teknik yang
digunakan ada dua, ada yang memakai kontras dan ada yang tidak
memakai kontras. Teknik MRA yang tidak memakai kontras
memanfaatkan gerak darah untuk memvisualisasikan struktur vascular
langsung tanpa menggunakan bahan kontras intravena. Sedangkan,
pemeriksaan dengan kontras memanfaatkan perbandingan kedua
gradient bipolar yang positif dan negative. Pengukuran fase kontras
akan diolah menjadi magnitude gambar ato fase kontras gambar.9
2.3

Epidemiologi
Edema paru merupakan kondisi klinis yang sering dijumpai pada pasien gagal

jantung akut maupun kronis, namun tidak banyak data mengenai insiden edema paru
ini. Suatu penelitian yang berbasis survey-observasional berskala internasional, Acute
Heart Failure Global of Standard Treatment (ALARM-HF) tahun 2010, terhadap
4953 pasien yang dirawat dengan gagal jantung akut di 666 rumah sakit yang tersebar
di Eropa, Amerika Latin dan Australia mendapatlan edema paru akut merupakan
salah satu kondisi klinis terbanyak yang dijumpai dengan presentase 37% dari

keseluruhan pasien. Penelitian sebelumnya EuroHeart Failure Survey II didapatkan


hasil 16% pasien yang dirawat akibat gagal jantung akut mengalami EPA.10

2.4

Klasifikasi dan Patofisiologi


Edema paru dapat disebabkan oleh banyak faktor yang berbeda. Ia dapat

dihubungkan dengan gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema (edema


paru kardiak), atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai noncardiogenic pulmonary edema (edema paru nonkardiak).1,11
Diagnosis Banding Edema Paru Kardiak dan Nonkardiak.1,11
Edema paru kardiak
Riwayat Penyakit :

Edema paru nonkardiak

Penyakit Jantung Akut


Pemeriksaan Klinik :

Penyakit Dasar di luar Jantung

Akral dingin

Akral hangat

S3 gallop/Kardiomegali

Pulsasi nadi meningkat

Distensi vena jugularis

Tidak terdengar gallop

Ronki basah

Tidak ada distensi vena jugularis


Ronki kering

Tes Laboratorium :
EKG : Iskhemia/infark

EKG : biasanya normal

Ro : distribusi edema perihiler

Ro : distribusi edema perifer

Enzim jantung mungkin meningkat

Enzim jantung biasanya normal

Tekanan Kapiler Paru > 18mmHg

Tekanan Kapiler Paru < 18mmHg

Intrapulmonary shunting : meningkat Intrapulmonary

shunting

sangat

ringan

meningkat

Cairan edema/protein serum < 0,5

Cairan edema/serum protein > 0,7

10

Klasifikasi edema paru 4


Disertai perubahan tekanan kapiler
Kardiak
Gagal ventrikel kiri
Penyakit katup mitral
Penyakit pada vena pulmonal
Penyakit oklusi vena primer
Mediastinitis sklerotik kronik
Aliran vena pulmonal yang abnormal
Stenosis atau atresi vena congenital
Neurogenik
Trauma kepala
Tekanan intrakranial meningkat
Tekanan kapiler normal
Ketoasidosis diabetik
Feokromositoma
Pankreatitis
Obstruksi saluran nafas
Penurunan tekanan onkotik kapiler
Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiak dibagi
menjadi 3 kelompok : Peningkatan afterload (pressure overload) : terjadi beban yang
berlebihan terhadap ventrikel pada saat sistolik, contohnya ialah hipertensi dan
stenosis aorta; Peningkatan preload (volume overload) : terjadi beban yang berlebihan
saat diastolic, contohnya ialah insufisiensi mitral, insufisiensi aorta, dan penyakit
jantung dengan left-to-right shunt (ventricular septal defect); Gangguan kontraksi otot
jantung primer : pada infark miokard akut jaringan otot yang sehat berkurang,
sedangkan pada kardiomiopati kongestif terdapat gangguan kontraksi otot jantung
secara umum.11,12
Penyebab edema paru non kardiak secara patofisiologi dibagi menjadi :
Peningkatan permeabilitas kapiler paru (ARDS) : tenggelam, inhalasi bahan kimia,

11

dan trauma berat; Peningkatan tekanan kapiler paru : pada sindrom vena kava
superior, pemberian cairan berlebih, dan transfusi darah; penurunan tekanan onkotik
plasma : sindrom nefrotik dan malnutrisi (Braunwald).13
2.5

Gambaran Klinis
Kejadian edem paru bisa sangat cepat dan terjadinya hipertensi pada kapiler

paru secara ekstrim. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar dapat mempergunakan
otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi, atau sedikit membungkuk ke
depan, sesak hebat, mungkin disertai sianosis, sering berkeringat dingin, batuk
dengan sputum yang berwarna kemerahan (frothy sputum).2

2.6 Diagnosis
1. Anamnesis : dapat ditanyakan ada riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan
gambaran klinis pada pasien seperti; Pasien biasanya dalam posisi duduk agar
dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi,
atau sedikit membungkuk ke depan, sesak hebat, mungkin disertai sianosis,
sering berkeringat dingin, batuk dengan sputum yang berwarna kemerahan
(frothy sputum).
2. Pemeriksaan fisik : dapat ditemukan frekuensi nafas yang meningkat, dilatasi
alae nasi, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela intercostal dan fossa
supraklavikula yang menunjukkan tekanan negative intrapleural yang besar
dibutuhkan pada saat inspirasi. Pemeriksaan pada paru akan terdengar ronki
basah kasar setengah lapangan paru atau lebih, sering disertai wheezing.

12

Pemeriksaan jantung dapat ditemukan protodiastolik gallop, bunyi jantung II


pulmonal mengeras, dan tekanan darah dapat meningkat.
3. Pemeriksaan penunjang :

Radiologi

Laboratorium : kelainan pemeriksan laboratorium sesuai dengan


penyakit dasar. Uji diagnostik yang dapat dipergunakan untuk
membedakan dengan penyakit lain misalnya asma bronkial adalah
pemeriksaan kadar BNP (brain natriuretic peptide) plasma.

Pemeriksaan EKG : bisa normal atau seringkali didapatkan tandatanda iskemia atau infark pada infark miokard akut dengan edema
paru. Pasien dengan krisis hipertensi gambaran elektrokardiografi
biasanya menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kiri. Pasien
dengan edema paru kardiogenik tetapi yang non-iskemik biasanya
menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang lebar dengan QT
memanjang yang khas.2

2.7

Gambaran Radiologi

2.7.1

Foto Thorax
Foto polos lebih sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan klinis dalam

mendeteksi edema paru fase awal, sehingga foto polos dada adalah pemeriksaan yang
penting pada pasien dengan suspek edema paru.14

13

Beberapa hal dibawah ini perlu kita nilai pada foto polos untuk menentukan
edema paru (cardinal)15 :
Ukuran jantung / rasio kardio-toraks : diperlukan untuk menentukan
disebabkan oleh kelainan jantung atau tidak.
Efusi pleura
Opasitas vascular redistribusi terhadap lobus atas paru dan distensi vena
paru atas
Pelebaran atau hilangnya struktur hillus
Peri-bronchial cuffing
Garis septal : Garis kerley
Pada foto polos dapat ditemukan beberapa fase dari edema paru, mulai dari
gambaran normal, edema intertisial paru dan edema paru alveolar. Perubahan ini
terjadi secara bertahap, seperti yang diperlihatkan tabel dibawah.16

a. Intertisial Edema
Edema interstisial terjadi dengan peningkatan sebesar 15-25 mm Hg dalam
tekanan arteri rata-rata transmural dan mengakibatkan hilangnya awal definisi

14

pembuluh

subsegmental

dan

segmental,

pembesaran

ringan

dari

ruang

peribronchovascular, munculnya garis Kerley, dan efusi subpleural.17,18


Salah satu gambaran klasik dari

edema intertisial adalah pelebaran dari

septum interlobular. Dapat ditemukan garis Kerley B, yang menandakan adanya


cairan di septum interlobular, biasanya terlihat di subpleura, tegak lurus terhadap
permukaan pleura. Selain garis Kerley B dapat ditemukan garis Kerley A yang
cenderung menyebar dari hillus ke perifer. Penebalan dari garis septal juga dapat
ditemukan pada kasus fibrosis dan infiltrasi keganasan (koga).19

Garis Kerley A (panah) : garis opak yang menyebar dari hillus ke perifer, garis
ini timbul disebabkan karena distensi dari anastomosis limfe perifer dan

sentral. Biasanya terdapat pada edema paru intertisial.


Garis Kerley B (kepala panah putih) : garis horizontal pendek yang terletak
tegak lurus ke permukaan pleura didasar paru-paru. Hal ini mengindikasikan

edema dari septum interlobular.


Garis Kerley C (kepala panah hitam) : gambaran garis opak reticular di dasar
paru-paru

15

Gambar . Garis Kerley A, B dan C Garis Kerley A (panah putih),


Garis Kerley B (kepala panah putih) dan Garis Kerley C
(kepala panah hitam).19
Tanda lain dari edema intertisial pada gambaran foto polos dada adalah
peribronchial cuffing, yang normalnya tipis, namun pada edema intertisial akan
menebal disebabkan oleh overload cairan. Peribronchial cuffing adalah penebalan
dinding bronkus dan terlihat seperti ringlike density. Peribronchial cuffing terjadi
ketika terdapatnnya akumulasi cairan di jaringan ikat sekitar dinding bronkus.
Peribronchial cuffing bentuknya ringerlike, kecil, multiple, seperti donat. Gambaran
hilus yang melebar dan mengabur juga dapat ditemukan, bisa disertai cairan edema
yang terkumpul di ruang subpleura.20,21

16

b. Edema Paru Alveolar


Edema paru alveolar merupakan tahap lanjut dari edema intertisial yang
disebabkan peningkatan tekanan arteri transmural > 25 mmHg, sehingga peningkatan
tekanan akan menyebabkan kerusakan pada epitel alveolar.16

17

Opasitas akan menjadi lebih jelas pada foto polos dikarenakan cairan berpindah
dari intertisium ke alveoli. Perubahan distribusi bervariasi, bisa dibandingkan apakah
terdapat pada apeks ataupun basal paru, selain itu bisa saja terdapat satu bagian paru
yang predominan, sehingga enimbulkan distribusi yang asimetris. Pada beberapa
gambaran, dapat ditemukan opasitas yang berlebih pada sentral paru, sehingga
terlihat seperti gambaran butterfly atau bat wing. Edema yang terus berlanjut,
opasitas akan terlihat seperti gambaran

white-out. Air bronchogram atau

alveologram dapat ditemukan intra-alveolar udem. Opasitas dapat dijadikan indicator


dalam menentukan keparahan dari udem paru, biasanya opasitas akan meningkat
dalam waktu cepat.20

Gambar . (A-C) Gambaran perubahan foto toraks pada udem paru.


Terdapat pembersihan progesif dari opasitas paru dalam waktu 48 jam.20

Distribusi asimetris pada edema paru


Penyebab tersering terjadinya distribusi asimetris dari edema tekanan adalah
perubahan morfologi dari parenkim paru pada kasus penyakit paru obstruksi kronis.
Selain itu, pada kasus gagal jantung, emfisema pada apices atau gambaran destruksi

18

dan fibrosis pada bagian paru bagian atas dan tengah (sering ditemukan pada kasus
end-stage tuberculosis, sarcoidosis, atau asbestosis) akan terlihat pada kasus edema
paru yang predominan pada bagian yang kurang berpengaruh pada proses penyakit
ini.21
Faktor hemodinamik mungkin juga berpengaruh pada distribusi asimeteris
edema paru ini. Edema paru yang berhubungan dengan regurgitasi mitral
menunjukkan bagian lobus atas kanan yang predominan dikarenakan gangguan aliran
yang disebabkan oleh refluks langsung pada vena paru bagian atas kanan. Distribusi
asimetris ini terjadi pada 9% dewasa dan 22% pada anak-anak dengan regurgitasi
mitral derajat 3 dan 4.20,21

Gambar . Distribusi asimetris dari opasitas pada pasien dengan


edema paru. Terdapat opasitas yang relative bergerombol di paru
kanan dibandingkan dengan paru kiri.20

19

Gambar . Edema paru asimetris pada pasien laki-laki 70 tahun, dengan endstage fibrosis dan emfisema bulosa dikarenakan asbestosis dengan gagal
jantung. Pada gambaran radiografi didapatkan infiltrat edema paru
predominan pada basis paru karena aliran darah paru mengalir ke bagian ini
dari bula lobus bagian atas. Fibrosis interstitial yang disebabkan karena
asbestosis dapat menjadi tempat masuknya edema ke ruang alveolus.21
Bat wing edema
Bat wing edema mengarah pada distribusi edema alveolar di bagian sentral dan
dengan distribusi non-gravitasional. Gambaran radiologis ini biasanya terdapat pada
10% kasus edema paru, dan secara keseluruhan terjadi pada kasus perkembangan
cepat gagal jantung berat seperti pada insufisiensi katub mitral akut (yang
berhubungan dengan rupturnya otot papilar, infark miokard masif, dan destruksi
katup seperti pada endokarditis septik) atau pada kasus gagal ginjal. Pada kasus bat
wing edema, korteks paru bersih dari cairan alveolar ataupun interstitial. Kondisi
patologis ini berkembang secara cepat yang ditandai secara radiologis dengan infiltrat
alveolus, dan gambaran tipikal edem pulmo jarang ditemukan.21

20

Gambar . Bat wing edema pada pasien wanita, 77 tahun dengan kelebihan cairan dan
gagal jantung. Pada gambaran foto thorax dada (3a) dan gambaran CT-scan (3b)
menunjukkan adanya wing alveolar edema yang distribusinya sentral dan sparing dari
konteks paru. Infiltrat pada pasien ini berkurang setelah 32 jam menjalani
pengobatan.21
Beberapa teori diungkapkan dalam patofisiologis bat wing edema. Salah satu
teorinya menyebutkan peningkatan konduktifitas hidraulik. Hal ini menyebabkan
mukopolisakarida mengisi ruang sitokeleton perivaskular dan menghambat aliran
cairan. Namun, dengan meningkatnya hidrasi cairan, matrix ekstraseluler ini
memberikan jalan agar cairan dapat mengalir ke central. Penemuan lainnya
mengungkapkan efek pumping dari siklus pernafasan, yang lebih besar berada di
kortex paru, yang menyebabkan banyak cairan dialirkan ke hilus. Penemuan lainnya
mengungkapakn kontraktilitas septum alveolus menjadi faktor pendukung untuk
mengalirkan cairan interstitial ke hilus.21
Redistribusi

21

Redistribusi aliran darah ke zona atas, dapat terlihat pada beberapa pasien
dengan peningkatan tekanan vena pulmonary, ketika hal ini terjadi, pembuluh darah
di bagian atas akan kelihatan lebih melebar dari pembuluh darah bagian bawah.
Mekanisme yang mendasari redistribusi aliran darah belum sepenuhnya jelas, namun
pada pada pasien dengan posisi pemeriksaan tegak, edema berkumpul pada paru yang
terbawah, dan akan menyebabkan edema intertisial pada bagian basal paru akan
menekan pembuluh darah, sehingga meningkatkan resistensi aliran darah, dan
menyebabkan aliran darah berpindah ke pembuluh darah bagian atas.

Gambar . Diversi pembuluh darah lobus atas. Pembuluh darah di bagian atas
paru (panah) lebih menonjol dibandingkan bagian bawah paru.
Gambaran radiologi kardiogenik dan nonkardiogenik edema paru

22

Foto polos dada lebih akurat dibandingkan pemeriksaan klinis dalam


membedakan edema hidrostatik dan peningkatan permeabilitas. Selain itu, foto polos
dada, dapat membedakan kardiogenik dan non kardiogenik edema. Perbedaan dapat
dilihat pada pola aliran darah, distribusi edema, dan lebar dari pedikel vascular.
Dalam 50% dengan udema kardiogenik, terdapat diversi pembuluh darah lobus aats,
dan pada pasien dengan edema peningkatan permeabilitas karena ARDS hanya 10%
yang memperlihatkan gambaran tersebut. Distribusi perifer yang mencolok rtidak
terlihat pada pasien dengan edema kardiogenik, tapi pada pasien edema dengan
ARDS sering terlihat.
Edema paru kardiogenik terutama ditemukan pada pasien dengan gagal jantung
kongestif. Pada pasien ini, selain ditemukan gambaran edema paru ditas, juga dapat
ditemukan kardiomegali yang dapat diukur dengan Cardiothoraxic Ratio (CTR),
selain itu dapat juga ditemukan efusi pleura dan tanda-tanda kelianan jantung
laininya.22
Berikut perbedaan edema paru kerdiogenik dan non kardiogenik :

2.6.2

CT Scan
23

Gambaran edema paru pada CT scan akan bervariasi. Sama dengan radiografi
dada, perubahan pada CT san bisa terjadi bilateral ataupun terbatas pada satu paru
saja dan bisa dipengaruhi oleh penyakit yang menyebabkan. CT scan dapat
mendeteksi perubahan sebelum transudasi cairan ke intertisium dan alveoli: dalam
percobaan pada hewan, pada cairan yang overload akan ditemukan peningkatan latar
paru. Selain itu dapat ditemukan peribronchovascular cuffing, septa interlobaris yang
menonjol, ground glass opacification dan konsolidasi. Distribusi perihilar mungkin
dapat terlihat pada beberapa pasien.20

Gambar . CT scan edema paru. Terdapat gambaran ground-glass


opacification, penebalan septa interlobaris dan peribronchovasculer cuffing.
Efusi pleura bilateral juga dapat terlihat.20
2.7 Diagnosis banding

24

Untuk

membedakan

edema

paru

kardiogenik

dengan

edema

paru

nonkardiogenik secara pasti ialah dengan mengukur tekanan kapiler pasak paru
dengan memasang kateter Swan-Ganz. Pada penderita dengan tekanan kapiler pasak
paru atau tekanan diastolik arteri pulmonalis melebihi 25 mmHg (atau melebihi 30
mmHg pada penderita yang sebelumnya terdapat peningkatan kronik tekanan kapiler
paru) dan dengan gambaran klinik edema paru, sangat mencurigakan edema paru
kardiogenik.

2.8 Tatalaksana
Ada dua langkah untuk mengatasi edema paru23 :
1. Langkah pertama:
- Pasien dalam posisi duduk sehingga meningkatkan volume dan kapasitas
vital paru, mengurangi usaha otot pernafasan, dan menurunkan aliran darah
vena balik ke jantung. Sungkup O2 dengan dosis 6-10 L/menit diberikan
bersamaan dengan pemasangan jalur IV dan monitor EKG (O, I, M).
Nonrebreather mask with reservoir O2 dapat menyalurkan 90-100% O2.
- Oksimetri denyut dapat memberi informasi keberhasilan terapi walaupun
saturasi O2 kurang akurat karena terjadi penurunan perfusi perifer. Oleh
karena itu, dianjurkan melakukan pemeriksaan analisis gas darah untuk
mengetahui ventilasi dan asam basa.
- Tekanan ekspirasi akhir positif (positive end expiratory pressure) dapat
diberikan untuk mencegah kolaps alveoli dan memperbaiki pertukaran gas.

25

- Kantung nafas-sungkup muka menggantikan simple mask bila terjadi


hipoventilasi.
- Continuous positive airway pressure diberikan bila pasien bernafas spontan
dengan sungkup muka atau pipa endotrakea.
- Intubasi dilakukan bila PaO2 tidak dapat dipertahankan di atas 60 mmHg
walau telah diberikan O2 100%, munculnya gejala hipoksi serebral,
meningkatnya PCO2 dan asidosis secara progresif.
- Bila TD 70-100 mmHg disertai gejala-gejala dan tanda syok, berikan
Dopamin 2-20mcg/kgBB/menit IV. Bila tidak membaik dengan Dopamin
dosis >20 mcg/kg/mnt segera tambahkan Norephinephrine 0,5-30 mcg/menit
IV, sedangkan Dopamine diturunkan sampai 10 mcg/kgBB/menit. Bila tanpa
gejala syok berikan Dobutamine 2-20 mcg/kgBB/menit IV.
- Bila TD > 100 mmHg, nitrogliserin paling efektif mengurangi edema paru
karena mengurangi preload, diberikan 2 tablet masing-masing 0,4 mg
sublingual atau semprot, dapat diulang 5-10 menit bila TD tetap >90-100
mmHg. Isosorbide semprot oral bisa diberikan tetapi nitrogliserin pasta
transkutan atau isosorbid oral kurang dianjurkan karena vasokonstriksi perifer
tidak memungkinkan penyerapan yang optimal.
2. Langkah kedua pemberian obat-obatan:
- Furosemide adalah obat pokok pada Edema paru, diberikan IV 0,5-1,0
mg/kg. Efek bifasik dicapai pertama dalam 5 menit terjadi venodilatasi
sehingga aliran (preload). Efek kedua adalah diuresis yang mencapai
puncaknya setelah 30-60 menit. Efektifitas furosemide tidak harus dicapai
26

dengan diuresis berlebihan. Bila furosemide sudah rutin diminum sebelumnya


maka dosis bisa digandakan. Bila dalam 20 menit belum didapat hasil yang
diharapkan, ulangi IV dua kali dosis awal dan dosis bisa lebih tinggi bila
retensi cairan menonjol dan bila fungsi ginjal terganggu.
- Morfin sulfate diencerkan dengan 9cc NaCl 0,9%, berikan 2-4 mg IV bila
TD >100mmHg. Obat ini merupakan salah satu obat pokok pada edema paru
namun dianjurkan diberikan di rumah sakit. Efek venodilator meningkatkan
kapasitas vena, mengurangi aliran darah balik ke vena sentral dan paru,
mengurangi tekanan pengisian ventrikel kiri (preload), dan juga mempunyai
efek vasodilator ringan sehingga afterload berkurang. Efek sedasi dari morfin
sulfat menurunkan aktifitas tulang-otot dan tenaga pernafasan.

BAB III
27

KESIMPULAN

1.

Edema paru adalah peningkatan abnormal jumlah cairan intertisial di dalam

2.

paru.
Edema paru berdasarkan data epidemiologi termasuk kasus dengan mortalitas

3.

yang tinggi sehingga harus ditangani dengan cepat dan benar.


Klasifikasi penyebab dari edema paru adalah edema paru akbiat gagal jantung
cardiogenic pulmonary edema (edema paru kardiak), dan edema paru yang
dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic

4.

pulmonary edema (edema paru non kardiak).


Patofisiologi edema paru dibagi menjadi 3 stadium, yaitu; stadium 1: adanya
distensi dan pembuluh darah kecil paru, stadium 2: terjadi edema paru

5.

intertisial, dan stadium 3: terjadi edema paru alveolar.


Diagnosis edema paru kardiogenik ditegakkan berdasarkan anammnesis
terutama riwayat, pemeriksaan fisik dapat ditemukan Pemeriksaan penunjang
pada edema paru terutama menggunakan radiologi. Foto X-ray adalah
modalitas

6.

pencitraan

pilihan,

dan

terdapat

pemeriksaan

penunjang

laboratorium, EKG, ekografi.


Pada gambaran radiologi bisa dibedakan tahapan edema paru, yaitu edema
intertisial dan edema alveolar. Selain itu pemeriksaan radiologi dapat

7.

membedakan edema paru kardiogenik dan nnkardiogenik.


Diagnosis banding dari edema paru kardiogenik adalah semua hal yang menjadi

8.

penyebab edema paru non kardiak.


Tatalaksana dari edema paru kardiak berupa mengistirahatkan pasien,
pemberian oksigen jika perlu, dan pemberian obat-obatan.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Nadel M, Boushey M. Text book of respiratory medicine. 4 th edition, vol. 2.


Philadelphia, Pennsylvania. 2010.

28

2.

Harun S dan Sally N. Edem paru akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, SetiatiS,editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5 th ed. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2009.

3.

Soemantri. Cardiogenic Pulmonary Edema Naskah Lengkap PKB XXVI Ilmu


Penyakit Dalam 2011. FKUNAIR-RSUD DR.Soetomo. 2011.

4.

Santoso Karo, SpJP et al. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut
ACLS 2008. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia,
2008.

5.

Collins J, Stern EJ, 2008. Chest Radiology: The Essentials, 2 nd Edition.

6.

Lipincott Williams and Wilkins.


Derrickson, B., Tortora, Gerard J., 2009. Principles of Anatomy and Physiology.

7.

John Wilay & Sons, United States of America.


Churchill Livingstone, 2000. Pulmonary Microcirculation, Pulmonary
Interstitial Space, and Pulmonary Interstitial Fluid Kinetics (Pulmonary
Edema). http://web.squ.edu.om/medLib/MED_CD/E_CDs/anesthesia/site/content/v02 /020519r00. htm. dilihat

8.

pada .
McLoud T, 2016. Imaging The Lungs. Diakses di ClinicalKey.com at

9.

Universitas Andalas pada tanggal 14 Mei 2016.


Owen J, Fowler KJ, Narra V, 2015. MRA of The Mesentric Vascular. Text Book
of Gastrointestinal Radiolody. Diakses di ClinicalKey.com at Universitas

10.

Andalas pada tanggal 14 Mei 2016


Safri Z, 2016. Edema Paru Akut dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi

11.

VI. Jakarta : Interna Publishing.


Fishman, 2008. Pulmonary disease and disorders, fourth edition. United States.

12.

593-617, 2008.
Ruggie N. 1986. Congestive heart failure. Med. Clin: Amerika Selatan. 70:829-

13.

51.
Braunwauld, 2001. Clinical aspect of heart failure; pulmonary edema. In :
Braunwauld Heart Disease: A textbook of cardiovascular medicine. 6th edition.
WB Saunders. 7:553.

29

14.

Adam A, Dixon AK, 2008. Grainger and Allisons Diagnostic Radiology, 5 th ed.

15.

Elsevier
Cardinale L et al, 2014. Effectiveness of chest radiography, lung ultrasound and
thoracic computed tomography in the diagnosis of congestive heart failure.

16.

World J Radiol. Vol 6 (6) : 230-37. Didownload pada tanggal 16 Mei 2016
Wolfgang, D, 2007. Radiology Review Manual, 6th Edition. Lippincott Williams

17.

& Wilkins.
Staub NC, 1988. New concepts about the pathophysiology of pulmonary

18.

edema. J Thorac Imaging Vol 3 :8-14


Pistolesi M, Miniati M, Giuntini C, 1989. Pleural liquid and solute exchange:

19.

state of the art. Am Rev Respir Dis. Vol 140: 825-47.


Koga T, Fujimoto K, 2009. Kerleys A, B and C Lines. The New England
Journal of Medicine. Vol 360 (5): 1539. Downloaded from nejm.org on May 17,

20.

2016.
Adam A, Dixon AK, 2008. Grainger and Allisons Diagnostic Radiology, 5 th ed.

21.

Elsevier
Gluecker, T., Capasso, P., Schnyder, P., Guidinchet, F., Schaller, M.D., Revelly,
Jean P., Chiolero, R., Vock, P., Wicky, S., 1999. Clinical and Radiologic

22.

Features of Pulmonary Edema. Scientific Exhibit. 19, 1507-1531


Cremers S, Jennifer B, Freek H, 2010. Chest X-Ray Heart Failure. Diambil
dari http://www.radiologyassistant.nl/en/p4c132f36513d4/chest-x-ray-heart-

23.

failure.html, diakses tanggal 17 Mei 2016.


Santoso Karo, SpJP et al. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut
ACLS 2008. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia,
2008.

30

Вам также может понравиться