Вы находитесь на странице: 1из 9

e-J.

Agrotekbis 2 (2) : 129-137, April 2014

ISSN : 2338-3011

STERILISASI DAN INDUKSI KALUS BAWANG MERAH


(Allium ascalonicum L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO
The Sterilizationandcallus Induction Of Local Palu Shallot
(Allium ascalonicum L.) In Invitro Culture
Ni Kadek Pena Armila 1, Mirni Ulfa Bustami2, Zainuddin Basri2
1)
2)

Mahasiswa Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu


Staf Dosen Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu

E-mail:armila-kadek@yahoo.com

ABSTRACT
Explant sterilization is one of the important factors that need to be considered in tissue culture in order
to eliminate various sources of contaminants attaced in the explants, including for callus induction. One
of the plant growth regulators used for callus induction was 2,4-D (2,4-Dichlorophenoxyacetic acid).
The study was conducted in two stages. Explant sterilization experiment aims to find a better sterilizing
materials for sterilization explants local palu shallots. Research conducted using completely
randomized design (CRD) with treatment various detergentschemicals sterilizing such as fungicides,
cloroxs, tween 80, bactericide with or without burning (physical treatment) with 4 replications. Callus
induction stage aims to determine the better concentration of plant growth regulator 2,4-D in inducing
callus from explants local palu shallot. Research conducted using completely randomized design
(CRD) with various concentrations of the treatment of 2,4-D i.e M1 = 1.0 ppm, M2 = 1.5 ppm, M3 =
2.0 ppm and M4 = 2.5 ppm, repeated 3 times.The results showed that the use of sterilizing of 1g
bactericide, 1g fungicide, 10% cloroxs and 5% cloroxs with burning suppressed contaminants better
than other treatments. The use of media added 2 ppm 2,4-D produced callus inductionlocal palu onion
better than the other treatments. The use of those media promoted callus formation (25.66 days after
culture) with the percentage of callus formation reaches 91.67%.
Keywords: Local Palu Shallot, 2,4-D, Sterilization, CallusInduction, In Vitro.
ABSTRAK
Sterilisasi eksplan merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan
kultur jaringan, guna mengeliminir berbagai sumber kontaminan yang terbawa pada eksplan, termasuk
untuk induksi kalus. Salah satu zat pengatur tumbuh yang digunakan untuk induksi kalus adalah 2,4D(2,4-Dichlorophenoxyacetic acid). Penelitian dilakukan dalam dua tahap.Percobaan sterilisasi
eksplan bertujuan untuk mengetahui bahan sterilan yang lebih baik untuk sterilisasi eksplan umbi
bawang merah lokal Palu.Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan
berbagai bahan kimia sterilan yaitu deterjen, fungisida, cloroxs, tween 80, bakterisida dengan atau
tanpa pembakaran(perlakuan fisik) dengan 4 ulangan.Tahap induksi kalus bertujuan untuk menentukan
konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D yang baik dalam menginduksi kalus dari eksplan bawang merah
lokal Palu. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan berbagai

129

konsentrasi 2,4-D yaitu M1 = 1,0 ppm, M2 = 1,5 ppm, M3 = 2,0 ppm dan M4 = 2,5 ppm, yang diulang
4 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahan sterilan 1g bakterisida, 1g fungisida,
10% cloroxs dan 5% cloroxs disertai pembakaranmampu menekan kontaminan yang lebih baik
dibandingkan perlakuan yang lain. Penggunaan media yang ditambahkan 2 ppm 2,4-D menghasilkan
induksi kalusbawang merah lokal Palu yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
Penggunaan media tersebut mempercepat pembentukan kalus (25,66 hari setelah kultur) dengan
persentase pembentukan kalus mencapai 91,67%.
Kata kunci :Bawang Merah Lokal Palu, 2,4-D, Sterilisasi, Induksi Kalus, In Vitro.

PENDAHULUAN
Bawang merah (Allium ascalonicum L.)
merupakansalah satu komoditas sayuran
rempah yang bernilai ekonomis tinggi. Di
Propinsi Sulawesi Tengah, khususnya di
Lembah Palu terdapat komoditas bawang
merah unggul lokal (Direktorat Perbenihan,
2004). Keunikan bawangmerah lokal Palu
yang membedakan dengan bawang merah
lainnya adalah umbinya mempunyai tekstur
yang padat,lebihgurih dengan aroma khas
yang tidak berubah walaupun disimpan lama
sehingga khusus digunakan untuk pembuatan
bawang goreng (Saleh, 2004).
Bahrudin (2004) melaporkan bahwa
potensi produksi bawang merah lokal Palu
berkisar 8,2-12 ton/ha, sedangkan hasil yang
dicapai petani hanya 4,3 ton/ha. Rendahnya
produksi bawang merah lokal Palu
diantaranya kekurangan jumlah bibit saat
musim tanam, kualitas bibit tidak terjamin
karena
masih
dibudidayakan
secara
konvensional sehingga bibit yang dihasilkan
tidak seragam, berdaya tumbuh rendah dan
mudah terserang hama penyakit (Limbongan
dan Maskar, 2003). Guna mengatasi
permasalahan tersebut, salah satu metode
yang
diharapkan
dapat
menunjang
ketersediaan bibit bawang merah lokal Palu
yang berkualitas adalah dengan melakukan
perbanyakan bibit melalui kultur jaringan.

Tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan


kultur jaringan sangat ditentukan oleh
sejumlah faktor, terutama sterilisasi dan
komposisi media yang digunakan. Sterilisasi
bahan kultur dapat dilakukan dengan
berbagai cara, seperti penggunaan berbagai
bahan sterilan maupun perlakuan secara fisik
(pemanasan/pembakaran pada suhu tertentu).
Bahan sterilan yang sering digunakan
diantaranya deterjen, bakterisida dan
fungisida.Penggunaan bahan sterilan seperti
deterjen (sunlight, Clorox, bayclin dan tween
80), bakterisida dan fungisida. MenurutDevy
dan Sastra (2006), penggunaan bahan sterilan
fungisida (Benlate) dan bakterisida (Agrept),
masing-masing berkonsentrasi 2 g/l selama
24 jam, Clorox 10% selama 15 menit dan
selanjutnya eksplan direndam kembali dalam
larutan Clorox 5% selama 20 dapat menekan
tingkat kontaminasi pada kultur in vitro
tanaman
jahe.
Selanjutnya
hasil
penelitianBudiono(2003) pada multiplikasi in
vitro tunas bawang merahkultivar bawang
Sumenep
menunjukkan
bahwa
pada
sterilisasi eksplan menggunakan bahan kimia
sterilan berupa deterjen, Dithane M-45 plus
Agrept masing-masing 4g L-1 selama 24 jam
dan Chlorox 10% plus 5 tetes Tween-20
selama 20 menit dapat menekan tingkat
kontaminasi sehingga eksplan sehat dapat
mencapai 90%.
Perlakuan sterilisasi dengan suhu tinggi
(pembakaran) tidak umum dilakukan, namun

130

dianggap penting apabila menggunakan


eksplan yang kontak langsung dengan tanah
seperti pada tanaman bawang.
Guna
mendapatkan tingkat sterilisasi yang baik,
maka penggunaan sterilan bahan kimia
dengan ataupun disertai perlakuan fisik
(pembakaran) dianggap penting untuk
dilakukan pada kultur jaringan tanaman yang
eksplannya bersentuhan langsung dengan
tanah, seperti halnya pada tanaman bawang
merah lokal Palu. Selain itu penggunaan
komposisi media penting diperhatikan.
Komposisi media yang paling penting
diperhatikan dalam kultur jaringan khususnya
induksi kalus adalah penambahan zat
pengatur tumbuh, dimana kalus terbentuk
karena pembelahan sel yang tidak terkendali.
Pembelahan sel-sel pada kalus dipacu oleh
zat pengatur tumbuh yang ditambahkan pada
media kultur(Gunawan, 1992).
2,4-D (2,4-Dichlorophenoxyacetic acid)
diketahui sebagai zat pengatur tumbuh dari
golongan Auksin yang kuat atau efektif untuk
pembentukan kalus dan embrio somatik.
Keberhasilan perbanyakan tanaman bawang
melalui embriogenesis somatik melalui tahap
induksi kalus dilaporkan oleh Irwansyah dan
Mukhri(1991), bahwa perkembangan dan
pertumbuhan kalus yang bagus pada bawang
Bombai (Allium cepa L) adalah pada media
MS dilengkapi dengan zat pengatur tumbuh
2,4-D yang lebih besar yaitu 3,5 - 4,5 ppm
dan kinetin 0,1- 0,5 ppm. Selanjutnya Hasil
penelitian Hellyanto (2008) menunjukkan
bahwa Pada kultivar bawang Sumenep
presentase kultur berkalus 95% diperoleh
pada media(MS + 2,4-D 1,5 ppm) dan (MS +
2,4-D 1,5 ppm + Kinetin 1 ppm). Namun,
penggunaan berbagai bahan sterilan guna
mengeliminasi gangguan kontaminan pada
ekspalan bawang merah lokal Palu, demikian
halnya pada induksi kalus dari eksplan
bawang merah (Allium ascalonicum L.)lokal
Palu yang menggunakan 2,4-D belum pernah

dilaporkan sehingga dipandang perlu untuk


melakukan penelitian mengenai sterilisasi
dan induksi kalus bawang merah lokal Palu
secara in vitro.
Dengan tujuan untuk
mengetahui bahan sterilan yang lebih baik
untuk sterilisasi eksplan umbi bawang merah
lokal Palu danuntuk menentukan konsentrasi
zat pengatur tumbuh 2,4-D yang baik dalam
menginduksi kalus dari eksplan bawang
merah lokal Palu.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
dilaksanakan
di
Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman
Fakultas Kehutanan dan Laboratorium
Bioteknologi Tanaman Fakultas Pertanian
Universitas
Tadulako,
Palu.Penelitian
berlangsung dari bulan April sampai Agustus
2013.
Alat-alat
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah autoklaf, oven listrik,
timbangan analitik, botol kultur, gelas ukur,
cawan Petri, pinset, pisau bedah (scalpel),
hand sprayer, pipet, rak kultur, pembakar
Bunsen, Laminar Air Flow Cabinet (LAFC),
serta alat dokumentasi. Bahan tanam yang
digunakan adalah umbi bawang merah lokal
Palu. Bahan lain yang digunakan meliputi
bahan kimia sesuai media MS, 2,4-D, kinetin,
aquadest steril, air kelapa, gula, agar-agar,
alkohol 70%, spritus.Bahan untuk sterilisasi
eksplan yaitu deterjen, fungisida, kloroks,
tween 80 dan bakterisida.Penelitian ini
disusun menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) satu faktor, yang terdiri atas
dua tahap percobaan yaitu teknik sterilisasi
eksplan dan induksi kalus.
Perlakuan yang dicobakan pada tahap I
(sterilisasi eksplan bawang merah lokal Palu)
terdiri atas lima perlakuan (Tabel 1), setiap
perlakuan diulang sebanyak 4 kalisehingga
terdapat 20 satuan percobaan. Setiap satuan
percobaan menggunakan dua eksplan
sehingga terdapat 40 eksplan.

131

Tabel 1. Bahan Sterilan yang dicobakan


Perlakuan

S1

S2

Jenis bahan sterilan

Deterjen
Bakterisida+Fungisida
Clorox
Clorox
Deterjen
Bakterisida + Fungisida
Clorox
Clorox
Deterjen
Bakterisida + Fungisida

S3

S4

S5

Clorox
Clorox
Sunlight cair
Bakterisida + Fungisida
Clorox
Clorox
Deterjen
Bakterisida +
Fungisida + tween 80
Clorox
Clorox

Konsentrasi
Lama
Keterangan
bahan sterilan perendaman dan
pengocokan
1 g/l
30 menit
2 g/l + 2 g/l
1 jam
25%
10 menit
10%
5 menit
1 g/l
30 menit
1 g/l + 1 g/l
1 x 24 jam
15%
15 menit
5%
5 menit
1 g/l
1 jam
1 g/l + 1 g/l
1 x 24 jam
Umbi bawang
dibakar
sebelum
dikupas lapisan
kulit dalamnya.
10%
10 menit
5%
5 menit
10 ml
30 menit
0,5 g/l + 0,5g/l
1 x 24 jam
10%
10 menit
5%
5 menit
1 g/l
0,5 g/l + 0,5 g/l
+ 3 tetes
10%
5%

Perlakuan yang dicobakan pada tahap II


(induksi kalus) adalah konsentrasi 2,4-D
yang terdiri dari empat taraf yaitu:
M1 = 1,0 ppm2,4-D
M2 = 1,5 ppm 2,4-D
M3 = 2,0 ppm2,4-D
M4 = 2,5 ppm 2,4-D
Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga
kali
sehingga
terdapat
12
satuan
percobaan.Setiap
satuan
percobaan
menggunakan dua eksplan sehingga terdapat
24 eksplan. Data yang diperoleh dianalisis
dengan analisis ragam, dan untuk mengetahui

30 menit
30 menit
10 menit
5 menit

perbedaanantar perlakuan yang dicobakan


diuji lanjut dengan uji Beda Nyata Jujur
(BNJ).Peubah yang diamati pada tahap
sterilisasi
eksplan
adalah
persentase
kontaminasi yang terjadi pada eksplan
tanaman
bawang
merah
lokal
Palu.Sedangkan pada tahap induksi kalus
adalah saat muncul kalus,persentase eksplan
membentuk kalus, warna kalus dan tipe
kalus.

132

HASIL DAN PEMBAHASAN


Sterilisasi Eksplan
. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan
sterilisasi dengan menggunakan berbagai
bahan sterilan berpengaruh sangat nyata
terhadap persentase eksplan terkontaminasi
pada bawang merah lokal Palu.Hasil uji BNJ
disajikan pada Table 2.
Tabel 2. Persentase Kontaminasi Eksplan
Bawang Merah Lokal Palu
Perlakuan Rata-rata
BNJ 5%
75,99b

S2

50,00ab

S3

41,52a

S4

71,73b

S5

99,96c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang


sama pada kolom menunjukkan saat
munculnya kalus tidak berbeda nyata
pada taraf uji 5%.

Persentase eksplan membentuk kalus.

13,59

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama


pada kolom menunjukkan persentase eksplan
terkontaminasi tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5%.

Induksi Kalus
Saat Munculnya Kalus. Hasil sidik ragam
menunjukkan bahwa perlakuan 2,4-D yang
dicobakan berpengaruh nyata terhadap saat
muncul kalus. Hasil uji BNJ (Tabel 3)
menunjukkan bahwa penggunaan 2 ppm
2,4-D menghasilkan saat muncul kalus lebih
cepat dibanding perlakuan lain, walaupun
tidak berbeda dengan M4 dan berbeda
dengan M1 dan M2.

Hasil Sidik ragam menunjukkan bahwa


perlakuan berbagai konsentrasi 2,4-D
berpengaruh tidak nyata terhadap persentase
eksplan membentuk kalus.
persentase berkalus

S1

Tabel 3. Saat Muncul Kalus pada Berbagai


Konsentrasi 2,4-D (Hari Setelah
Kultur) yang Dicobakan
Perlakuan
Rata-rata
BNJ 5%
b
M1
39,33
M2
40,66b
10,88
M3
25,66a
ab
M4
30,66

100,00
80,00
60,00
40,00
20,00
0,00

75,00

M1

83,33

M2

91,67

91,67

M3

M4

Perlakuan
Gambar 1. Rata-Rata Persentase Eksplan Berkalus
pada Media Induksi Kalus

Gambar
diatas
menunjukkan
bahwa
penggunaan 2 dan 2,5 ppm 2,4-D
menghasilkan persentase berkalus yang lebih
banyak disbanding perlakuan lain.
Warna Kalus. Hasil pengamatan secara
visual menunjukkan bahwakalus yang
dihasilkan pada semua perlakuan umumnya
berwarna putih pada saat muncul kalus dan
umumnya berwarna putih kekuningan pada
akhir pengamatan (Tabel 4).

133

Table 4.Warna Kalus Eksplan Bawang


Merah Lokal Palu pada Berbagai
Perlakuan
Warna kalus
Perlakuan Ulangan Eksplan Eksplan
1
2
1
ab
ab
M1
2
bc
bc
3
ab
ab
1
ab
ab
M2
2
ab
ab
3
ab
ab
1
ab
ab
M3
2
ab
ab
3
ab
ab
1
ab
ab
M4
2
ab
ab
3
ab
ab
Ket: a = putih ab = putih kekuningan
b = kuningbc = kuning kecoklatan
c = coklat
ac = putih kecoklatan
Tipe Kalus. Hasil pengamatan secara visual
terhadap tekstur kalusmenunjukkan bahwa
kalus yang terbentuk bersifat kompak dan
intermediet (Tabel 5).
Tabel 5. Tekstur Kalus pada Berbagai
Perlakuan Umur 8 MSK
Ulangan
Perlakuan

II

III

M1

kompak

kompak

kompak

M2

kompak

kompak

kompak

M3

intermediet

intermediet

intermediet

M4

intermediet

intermediet

intermedirt

Pembahasan
Sterilisasi Eksplan. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa eksplan terkontaminasi
oleh jamur dan bakteri.Eksplan yang
terkontaminasi oleh jamur terjadi pada
minggu pertama setelah tanam, ditandai
dengan adanya benang-benang hifa maupun

spora jamur pada eksplan umbi bawang


merahataupun pada media.Eksplan yang
terkontaminasi oleh bakteri terjadi pada
minggu ke dua dan ke tiga setelah tanam,
ditandai
dengan
munculnya
cairan
menyerupai lendir pada eksplan yang kontak
langsung dengan media maupun pada media.
Penggunaan bahan sterilan pada
perlakuan S3 dapat menekan kontaminasi
sebesar 41,52% yang lebih baik dibanding
perlakuan yang lain. Rendahnya tingkat
kontaminasi pada perlakuan S3 karena
adanya pembakaran eksplan bawang merah
lokal Palu sebelum dilakukan pengupasan
lapisan kulit dalam pada eksplan bawang
merah.Selain itu penggunaan konsentrasi
bahan sterilan yang tepat, disertai waktu
perendaman yang lebih lama (1 x 24 jam)
pada eksplan bawang merah lokal Palu,
mampu menekan tingkat kontaminasi pada
eksplan.Haltersebut didukung oleh pendapat
Gunawan
(1992)
bahwasebaiknya
menggunakan bahan sterlisasi dengan
konsentrasi yang rendah (tepat) dan periode
perendaman yang lebih lama.Hal ini
dimaksudkan agar pengaruh bahan tersebut
dapat
lebih
efektif
membunuh
mikroorganisme tanpa mematikan sel-sel
pada jaringan yang dikulturkan.
Penggunaan bahan sterilan seperti
fungisida dan bakterisida dalam konsentrasi
rendah
yang
disertai
lama
waktu
perendaman eksplan yang relatif singkat (
1 jam), tidak mampu menekan risiko
kontaminasi secara memadai seperti
ditunjukkan pada perlakuan S4 dan
perlakuan S5 yang menimbulkan persentase
kontaminasi sebesar 71,73% pada perlakuan
S4 dan 99,96% pada perlakuan S5.
Penggunaan bahan sterilan fungisida dan
bakterisida pada konsentrasi yang lebih
pekat seperti ditunjukkan pada perlakuan S1
juga
dapat
menekan
pertumbuhan
kontaminan, dengan persentase kontaminasi

134

sebesar 75,99% namun eksplan yang steril


mengalami pencoklatan atau browning.
Pencoklatan atau browning dapat terjadi
karena adanya pelukaan akibat pemotongan
atau pengirisan pada jaringan tanaman
(eksplan), khususnya vacuola sebagai tempat
penyimpanan air dan produk-produk
metabolit
sekunder
seperti
senyawa
fenol.Selain akibat pelukaan, pencoklatan
atau browning yang terjadi pada penelitian
ini, mungkin pula disebabkan karena
konsentrasi yang dicobakan cukup pekat.Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Yusnita
(2003) bahwa sterilan berpengaruh terhadap
tingkat kontaminasi dan konsentrasinya
berpengaruh langsung terhadap pencoklatan
pada eksplan. Dengan demikian, penggunaan
bahan sterilan pada konsentrasi yang sesuai
memberikan hasil sterilisasi eksplan yang
baik
Induksi Kalus. Hasil pengamatan kultur
kalus pada eksplan bawang merah lokal Palu
menunjukkan bahwa eksplan mampu
menghasilkan kalus pada semua perlakuan
yang diberikan yaitu pada media MS dengan
pemberian zat pengatur tumbuh 2,4-D,
kinetin 0,25 ppm dan air kelapa 150 ml/L.
Saat muncul kalus paling cepat diperoleh
pada perlakuan konsentrasi 2 ppm 2,4-D dan
konsentrasi 2,5 ppm 2,4-D yaitu rata-rata
berkisar 25,67 dan 30, 67 hari setelah kultur.
Perlakuan 2,4-D dengan konsentrasi 1 ppm
dan 1,5 ppm menyebabkan munculnya kalus
terlama, yaitu rata-rata 40 hari setelah kultur.
Terbentuknya kalus pada seluruh perlakuan
2,4-D
yang
dicobakan
menunjukkan
konsentrasi 2,4-D yang ditambahkan kedalam
media (1,0-2,5 ppm), termasuk dalam
kisaran konsentrasi 2,4-D yang dapat
menstimulasi pembentukan kalus. Hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Basri
(2004) bahwa 2,4-D diketahui sebagai jenis
auksin yang kuat dan lebih efektif untuk
pembentukan kalus.

Berdasarkan pengamatan persentase


eksplan berkalus, diperoleh hasil bahwa
pembentukan kalus berkisar antara 70-90%.
Persentase eksplan yang membentuk kalus
paling tinggi diperoleh pada media yang
ditambahkan 2 ppm dan 2,5 ppm 2,4-D yaitu
sebesar 91,67% sedangkan jumlah presentasi
kalus terendah adalah perlakuan yang
ditambahkan 1 ppm 2,4-D yaitu sebesar
75,00%.
Hal ini diduga perbedaan
pemberian kosentrasi 2,4-D yang berbeda,
sehingga memberikan respon yang berbeda
pula. Pemberian konsentrasi 2,4-D yang
lebih tinggi memberikan respon pertumbuhan
kalus yang lebih banyak dibanding
pemberian konsentrasi 2,4-D yang lebih
rendah.
Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Meagher dan Green (2002) pada
induksi kalus tanaman saw palmetto, yang
menyatakan bahwa induksi kalus dipengaruhi
oleh konsentrasi 2,4-D yang digunakan.
Semakin tinggi konsentrasi 2,4-D yang
digunakan, induksi kalus semakin cepat
terjadi. Walaupun demikian tidak semua
eksplan yang dikulturkan dapat membentuk
kalus.
Pada perlakuan 2,4-D dengan
konsentrasi yang lebih rendah eksplan hanya
memperlihatkan penebalan dan tidak
berkembang menjadi kalus walaupun
dikulturkan dalam jangka waktu yang lama.
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada
pengamatan warna kalus secara visual, pada
saat muncul kalus hingga minggu kedua dari
saat munculnya kalus warna kalus yang
terbentuk pada semua perlakuan mula-mula
berwarna putih dan berubah warna menjadi
putih
kekuningan
hingga
akhir
pengamatan.Perubahan warna kalus tersebut
menunjukkan adanya perubahan fase
pertumbuhan pada sel dan daya regenerasi
sel.Warna putih menunjukkan sel-sel yang
masih muda yang aktif membelah, warna
kuning atau putih kekuningan menunjukkan
bahwa sel-sel yang dewasa menuju fase
pembelahan aktif.George dan Sherrington

135

(1984) mengemukakan bahwa perubahan


warna kalus tersebut disebabkan oleh adanya
sintesis zat-zat fenolik pada sel (kalus).
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada
pengamatan tekstur kalus secara visual, pada
eksplan bawang merah lokal Palu, pada
perlakuan M1 dan M2 di peroleh kalus
bertipe kompak dengan konsentrasi 2,4-D
sebanyak 1 ppm dan 1,5 ppm. Sedangkan
pada perlakuan M3 dan M4 dengan
konsentrasi 2 ppm dan 2,5 ppm 2,4-D
diperoleh kalus bertipe intermediet. Dalam
penelitian ini, perlakuan yang dicobakan
tidak menghasilkan kalus yang bertipe
remah, hal tersebut mungkin dikarenakan
kurangnya hormon auksin endogen yang
diproduksi oleh eksplan bawang merah lokal
Palu yang dikulturkan. Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Widyawati (2010),
terbentuknya kalus bertipe remah dipacu oleh
adanya hormon auksin endogen yang
diproduksi secara internal oleh eksplan yang
dikulturkan.Turhan
(2004)
menyatakan
bahwa secara visual kalus dapat dibedakan
menjadi tiga tipe kalus, yaitu kompak,
intermediet dan remah.Kalus yang baik
memiliki tekstur yang remah karena mudah
memisah menjadi sel-sel tunggal.Kalus tipe
kompak umumnya mempunyai pertumbuhan
yang lambat, sulit untukdipisahkan dan
terlihat padat sedangkan tipe kalus yang
intermediet mempunyai pertumbuhan yang
lebih cepat (Fitriani, 2008).

pada eksplan bawang merah lokal Palu


sebelum dikultur.
2. Induksi kalus bawang merah lokal Palu
lebih baik pada media yang ditambahkan
2 ppm 2,4-D. Pada konsentrasi tersebut
kalus terbentuk paling cepat, yaitu 25,66
hari setelah kulturdengan persentase
pembentukan kalus mencapai 91,67%.

KESIMPULAN DAN SARAN

Budiono, D. P., 2003. Multiplikasi In Vitro


Tunas Bawang Merah
(Allium
ascalonicum L.) pada Berbagai Taraf
Konsentrasi
Air
Kelapa.
Jurnal
Agronomi, 8(2):75-80.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Bahan sterilan yang lebih baik untuk
sterilisasi eksplan bawang merah lokal
terdiri dari 1g bakterisida, 1g fungisida,
10% cloroxs dan 5% cloroxs disertai
dengan perlakuan fisik (pembakaran)

Saran
1. Disarankan untuk sterilisasi bawang
merah lokal Palu menggunakan bahan
sterilan terdiri dari 1g bakterisida, 1g
fungisida, 10% cloroxs dan 5% cloroxs
disertai
dengan
perlakuan
fisik
(pembakaran) pada eksplan bawang
merah lokal Palu
2. Disarankan untuk menginduksi kalus
bawang merah lokal Palu dengan
menggunakan
media
MS
yang
ditambahkan 2 ppm 2,4-D.

DAFTAR PUSTAKA
Bahrudin,2004. Penggunaan Taraf Naungan
dan Jenis Mulsa untuk Meningkatkan
Hasil
Bawang
Merah
(Allium
ascalonicum L.) Varietas Lokal Palu.
Jurnal Agroland 11 (2): 161-167.
Basri, Z., 2004. Kultur Jaringan Tanaman.
Universitas Tadulako Press, Palu.

Devy, L., dan Sastra, R. L., 2006. Pengaruh


Radiasi Sinar Gamma Terhadap Kultur
in vitro Tanaman Jahe. Jurnal Sains dan
Teknologi Indonesia Vol. 8(1): 7-14.

136

Direktorat Perbenihan, 2004.


Kumpulan
Surat Keputusan Menteri Pertanian
Tentang Pelepasan Varietas. Direktorat
Perbenihan Hortikultura. Jakarta.
Fitriani, H., 2008, Kajian Konsentrasi BAP
dan
NAA
terhadap
Multiplikasi
Tanaman Artemisia annua L. secara In
Vitro, Skripsi Fakultas Pertanian UNS,
Surakarta.
George, E.F., and P.D. Sherrington, 1984.
Plant Propagation by Tissue Culture.
Exegetics Ltd. England.
Gunawan, L.W., 1992. Teknik Kultur
Jaringan,Bogor : Laboratorium Kultur
Jaringan Tanaman Pusat Antar
Universitas (PAU) Bioteknologi-IPB.
Bogor.

Saleh, M.S., 2004. Bawang Goreng Varietas


Palasa Dilepas sebagai Varietas Unggul
Nasional. Harian Umum Radar Sulteng,
10 November 2004.
Turhan, H. 2004. Callus inductions and
Growth in transgenic Patato Genotypes.
African Journal of Biotechnology
3(8):375-378.
Widyawati, G. 2010. Pengaruh Varietas
Konsentrasi NAA dan BAP terhadap
Induksi dan Pertumbuhan Kalus jarak
Pagar (Jatropa curcas L.,) Tesis tidak
diterbitkan.Surakarta : Program Pasca
Sarjana UNS.
Yusnita, 2003. Kultur Jaringan: Cara
Memperbanyak
Tanaman
Secara
Efisien. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Hellyanto, R., 2008. Pengaruh Jenis Media


Terhadap Embriogenesis Somatik Dua
kultivar bawang merah (Allium cepa
var.ascalonicum L.).Laporan Hasil
Penelitian.Institut Pertanian Bogor.
Irwansyah dan Z. Mukhri., 1991.Biak in-vitro
bawang Bombai(Allium cepaL): Induksi
dan Regenerasi Kalus Yang Diiradiasi
DenganNetron Cepat.Pusat Penelitian
Teknik Nuklir - Badan Tenaga Atom
Nasional.Bandung.
Limbongan, J., dan Maskar, 2003. Potensi
Pengembangan
dan
Ketersediaan
Teknologi Bawang Merah Palu di
Sulawesi
Tengah.Jurnal
Litbang
Pertanian, 22 (3).
Meagher, M.G and J. Green. 2002. Somatic
embryogenesis and plantregeneration
from immature embryos of saw
palmetto, an importantlandscape and
medicinal plant. Plant Cell Tissue and
Organ Culture 66 : 253 256.

137

Вам также может понравиться