Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
hari setelah hari kelahiran, yang diyakini agar usia lebih panjang. Kemudian saat
peringatan 2 (dua) windu, si anak sudah dianggap remaja/perjaka
atau jaka,suaranya ngagor-agori (memberat). Saat berusia 32 (tiga puluh dua )
tahun yang biasanya sudah kawin dan mempunyai anak, hari lahirnya dirayakan
karena ia sudah hidup selama 4 (empat) windu, maka acaranya dinamakan tumbuk
alit (ulang tahun kecil). Sedangkan ulang tahun yang ke 62 (enam puluh dua)
tahun disebut tumbuk ageng.
Saat dewasa, banyak congkok atau kasarnya disebut calo calon isteri, yang
membawa cerita dan foto gadis. Tapi si anak dan orang tuanya mempunyai banyak
pertimbangan yang antara lain: jangan mbokongi (menulang-punggungi sebab
keluarga si gadis lebih kaya) walau ayu dan luwes karena perlu
mikir praja (gengsi), jangan kawin dengan sanak-famili walau
untuk nggatuake balung apisah(menghubungkan kembali tulang-tulang
terpisah/mempererat persaudaraan) dan bergaya priyayi karena seandainya cerai
bisa terjadi pula perpecahan keluarga, kalaupun seorang ndoro (bangsawan) tapi
jangan terlalu tinggi jenjang kebangsawanannya atau setara dengan si anak serta
sederhana dan menarik hati. Lagi pula si laki-laki sebaiknya harus gandrung
kapirangu (tergila-gila/cinta).
Melamar
Bapak dari anak laki-laki membuat surat lamaran, yang jika disetujui maka
biasanya keluarga perempuan membalas surat sekaligus mengundang kedatangan
keluarga laki-laki guna mematangkan pembicaraan mengenai lamaran dan jika
perlu sekaligus merancang segala sesuatu tentang perkawinan.
Setelah ditentukan hari kedatangan, keluarga laki-laki berkunjung ke keluarga
perempuan dengan sekedar membawa peningset, tanda pengikat guna meresmikan
adanya lamaran dimaksud. Sedangkan peningsetnya yaitu 6 (enam) kain batik
halus bermotif lereng yang mana tiga buah berlatar hitam dan tiga buah sisanya
berlatar putih, 6 (enam) potong bahan kebaya zijdelinnen dan voal berwarna dasar
aneka, serta 6 (enam) selendang pelangi berbagai warna dan 2 (dua) cincin emas
berinisial huruf depan panggilan calon pengantin berukuran jari pelamar dan yang
dilamar (kelak dipakai pada hari perkawinan). Peningset diletakkan di atas nampan
dengan barang-barang tersebut dalam kondisi tertutup.
di pasang batang-batang tebu, daun alang-alang dan opo-opo, daun beringin dan
lain-lainnya, yang bermakna agar tidak terjadi masalah sewaktu acara berlangsung.
Di kiri kanan pintu digantungkan buah kelapa dan disandarkan pohon pisang raja
lengkap dengan tandannya, perlambang status raja.
Siraman (pemandian) dilakukan sehari sebelum akad nikah, dilakukan oleh Ibuibu yang sudah berumur serta sudah mantu dan atau lebih bagus lagi jika sudah
sukses dalam hidup, disiramkan dari atas kepala si calon pengantin dengan air
bunga seraya ucapan "semoga selamat di dalam hidupnya". Seusai upacara
siraman, makan bersama berupa nasi dengan sayur tumpang (rebusan sayur taoge
serta irisan kol dan kacang panjang yang disiram bumbu terbuat dari tempe dan
tempe busuk yang dihancurkan hingga jadi saus serta diberi santan, salam, laos
serta daun jeruk purut yang dicampuri irisan pete dan krupuk kulit), dengan
pelengkap sosis dan krupuk udang.
Midodareni adalah malam sebelum akad nikah, yang terkadang saat ini dijadikan
satu dengan upacara temu. Pada malam midodareni sanak saudara dan para
tetangga dekat datang sambil bercakap-cakap dan main kartu sampai hampir
tengah malam, dengan sajian nasi liwet (nasi gurih karena campuran santan, opor
ayam, sambel goreng, lalab timun dan kerupuk).
Upacara akad nikah, harus sesuai sangat (waktu/saat yang baik yang telah
dihitung berdasarkan Primbon Jawa) dan Ibu-Ibu kedua calon pengantin tidak
memakaisubang/giwang (untuk memperlihatkan keprihatinan mereka sehubungan
dengan peristiwa ngentasake/mengawinkan anak, yang sekarang jarang diindahkan
yang mungkin karena malu). Biasanya acara di pagi hari, sehingga harus
disediakan kopi susu dan sepotong kue serta nasi lodopindang (nasi lodeh dengan
potongan kol, wortel, buncis, seledri dan kapri bercampur brongkos berupa bumbu
rawon tapi pakai santan) yang dilengkapi krupuk kulit dan sosis. Disaat sedang
sarapan, Penghulu beserta stafnya datang, ikut sarapan dan setelah selesai langsung
dilakukan upacara akad nikah.
Walau akad nikah adalah sah secara hukum, tetapi dalam kenyataannya masih
banyak perhatian orang terpusat pada upacara temu, yang terkadang menganggap
sebagai bagian terpenting dari perayaan perkawinan. Padahal sebetulnya peristiwa
terpenting bagi calon pengantin adalah saat pemasangan cincin kawin, yang setelah
itu Penghulu menyatakan bahwa mereka sah sebagai suami-isteri. Temu adalah
upacara adat dan bisa berbeda walau tak seberapa besar untuk setiap daerah
tertentu, misalnya gaya Solo dan gaya Yogya.
Misalnya dalam gaya Solo, di hari "H"nya, di sore hari. Tamu yang datang paling
awal biasanya sanak-saudara dekat, agar jika tuan rumah kerepotan bisa dibantu.
Lalu tamu-tamu lainnya, yang putri langsung duduk bersila di krobongan, dengan
lantai permadani dan tumpukan bantal-bantal (biasanya bagi keluarga mampu),
sedang yang laki-laki duduk di kursi yang tersusun berjajar di Pendopo (sekarang
ini laki-laki dan perempuan bercampur di Pendopo semuanya). Para
penabuhgamelan tanpa berhenti memainkan gending Kebogiro, yang sekitar 15
(lima belas) menit menjelang kedatangan pengantin laki-laki dimainkan gending
Monggang.Tapi saat pengantin beserta pengiring sudah memasuki halaman
rumah/gedung, gending berhenti, dan para tamu biasanya tahu bahwa pengantin
datang. Lalu tiba di pendopo, ia disambut dan dituntun/digandeng dan diiringi para
orang-tua masih sejawat orang tuanya yang terpilih
Sementara itu, pengantin perempuan yang sebelumnya sudah dirias dukun
nganten (rambut digelung dengan gelungan pasangan, dahi dan alis di kerik
rambutnya, dsb.nya) untuk akad nikah, dirias selengkapnya lagi di dalam kamar
rias. Lalu setelah siap, ia dituntun/digandeng ke pendopo oleh dua orang Ibu yang
sudah punya anak dan pernah mantu, ditemukan dengan pengantin laki-laki (waktu
diatur yaitu saat pengantin pria tiba di rumah/gedung, pengantin perempuan pun
juga sudah siap keluar dari kamar rias), dengan
iringan gending Kodokngorek. Sedangkan pengantin laki-laki dituntun ke arah
krobongan.
Ketika mereka sudah berjarak sekitar 2 (dua) meter, mereka saling melempar
dengan daun sirih yang dilipat dan diikat dengan benang, yang siapa saja melempar
lebih kena ke tubuh diartikan bahwa dalam hidup perkawinannya akan menang
selalu. Lalu yang laki-laki mendekati si wanita yang berdiri di sisi sebuah baskom
isi air bercampur bunga. Di depan baskom di lantai terletak telur ayam, yang harus
diinjak si laki-laki sampai pecah, dan setelah itu kakinya dibasuh dengan air bunga
oleh si wanita sambil berjongkok. Kemudian mereka berjajar, segera Ibu si wanita
menyelimutkan slindur/selendang yang dibawanya ke pundak kedua pengantin
sambil berucap: Anakku siji saiki dadi loro (anakku satu sekarang menjadi
dua). Selanjutnya mereka dituntun ke krobongan, dimana ayah dari pengantin
perempuan menanti sambil duduk bersila, duduk di pangkuan sang ayah sambil
ditanya isterinya: Abot endi Pak ? (berat mana Pak ?), yang dijawab sang
suami:Pada dene (sama saja). Selesai tanya jawab, mereka berdiri, si laki-laki
duduk sebelah kanan dan si perempuan sebelah kiri, dimana si dukun pengantin
membawa masuk sehelai tikar kecil berisi harta (emas, intan, berlian) dan uang
pemberian pengantin laki-laki yang dituangkan ke tangan pengantin perempuan
yang telah memegang saputangan terbuka, dan disaksikan oleh para tamu secara
terbuka. Inilah yang disebut kacar-kucur.
Guna lambang kerukunan di dalam hidup, dilakukan suap-menyuap makanan
antara pengantin. Bersamaan dengan ini, makanan untuk tamu diedarkan (sekarang
dengan cara prasmanan) berurutan satu persatu oleh pelayan. Setelah itu,
dilakukan acara ngabekten (melakukan sembah) kepada orang tua pengantin
perempuan dan tilik nganten (kehadiran orang tua laki-laki ke rumah/gedung
setelah acara temu selesai yang langsung duduk dikrobongan dan disembah kedua
pengantin).
Lalu setelah itu dilakukan kata sambutan ucapan terima kasih kepada para tamu
dan mohon doa restu, yang kemudian dilanjutkan dengan acara hiburan berupa
suara gending-gending dari gamelan, misalnya gending ladrang
wahana, lalu tayuban bagi jamannya yang senang acara itu, dsb.nya.
Mati/Wafat
TERIMA
KASIH
NILAI
TTG
TTOT
KLIPPING
ADAT ISTIADAT
DI DAERAHMU
LAURA ANGGITA
WIDYANATALI
5 / 21