Вы находитесь на странице: 1из 18

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PHYSIC FORCEPS

DENGAN KONVENSIONAL FORCEPS PADA PENCABUTAN


GIGI MANDIBULAR BERAKAR GANDA

PRESENTASI JURNAL
MODUL ILMU BEDAH MULUT

LATAR BELAKANG
PENCABUTAN GIGI

KONVENSIONAL

GTSL
GT CEKAT
IMPLANT

RUSAKNYA TULANG
ALVEOLAR
FRAKTUR MAHKOTA DAN
AKAR

DIMINIMALISA
SI

PENCABUTAN
ATRAUMATIK
(Kumar, 2015).

LAPORAN KASUS

Pada jurnal yang dilaporkan oleh Mandal, et al. (2015) dengan judul Collate On the
Ability of Physics Forceps V/S Conventional Forceps in Multirooted Mandibular Tooth
Extractions yang membandingkan kemampuan konvensional forcep dengan physics
forcep pada pencabutan gigi mandibular berakar ganda. Penelitian ini dilakukan dengan
prospektif double blind, randomized control trial pada department of oral and
maxillofacial surgery di Divyajyoti College of dental sciences and research, niwari road,
modinagar, dari bulann februari 2014 sampai September 2014. 50 subyek penelitian
digunakan dan di pilih sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Inklusi dari penelitian ini
adalah, gigi yang dicabut merupakan gigi permanen dari pasien dengan umur sekitar 14
tahunan dari pasien laki-laki maupun perempuan. Sedangkan kriteria eksklusi dari
penelitian ini adalah pasien yang menolak informed consent, gigi akar tunggal, adanya
infeksi, ektraksi yang membutuhkan pembedahan, jaringan periodontal tidak sehat (ada
kegoyahan derajat 2-3). Subyek dibagi secara acak dalam dua grup, tes grup
menggunakan physic forceps dan control grup menggunakan konvensional forcep.
Pencabutan dilakukan dengan kondisi asepsis dan menggunakan anastesi local lignocaine
2% dengan adrenaline, dan instruksi pencabutan diberikan pada setiap pasien. Seluruh
subjek di follow up 3 dan 7 hari paska pencabutan untuk mengevaluasi nilai rasa sakit
yang dirasakan oleh pasien.

HASIL PENELITIAN

PEMBAHASAN

Metode pencabutan gigi sudah sejak lama di teliti untuk dapat dilakukan pencabutan tanpa merusak
tulang alveolar atau jaringan pendukung gigi. Metode konvensional sering mengakibatkan kerusakan
dari mulai luka pada jaringan gingiva dan hilangnya tulang alveolar pada bagian bukal. Beberapa
komplikasi lainnya seperti menyebabkan trismus, dry socket, nyeri paska pencabutan, dan jika
pencabutan melibatkan rusaknya tulang alveolar dapat menyebabkan resorpsi yang signifikan selama
proses penyembuhan soket. Semua komplikasi ini tidak hanya menyebabkan ketidaknyamanan paska
pencabutan untuk pasien, tetapi juga menyebabkan kesulitan dalam proses rehabilitasi prostetik yang
akan dilakukan. Ada sebuah konsep baru yang revolusioner yang dikenalkan, yaitu pencabutan
atraumatik menggunakan physic forcep. Metode ini dikembangkan dan menggunakan keuntungan
biomekanik dari first class lever, creep, dan distribusi tegangan tanpa menekan, menggenggam,
memutar, dan menarik. Pencabutan gigi yang menggunakan physic forcep diprediksi lebih
menguntungkan dalam komitmen waktu, prosedur yang dilakukan lebih cepat, dan meminimalisasi
trauma secara fisik dan psikologis kepada pasien. Prinsip biomekanik adalah dasar yang digunakan
dalam penggunaan physic forcep ini dan memberikan metode ini keuntungan secara mekanik serta
lebih efisien dalam mencabut gigi. Salah satu sisi dari forcep memiliki bumper yang bertindak sebagai
titik tumpu selama pencabutan, sedangkan sisi paruh yang satunya diposisikan pada bagian lingual
atau palatal, dan masuk ke dalam sulkus gingiva. Bumper diposisikan pada sisi bukal gigi pada
mukogingival junction. Pegangan forcep digerakkan pada satu arah dan kemudian tindakan dihentikan.
Proses ini memungkinkan untuk memperluas soket gigi. Physic forcep ini dapat digunakan sebagai alat
bantu pencabutan atraumatik dari gigi mandibular. Metode ini tidak hanya dapat mengurangi
ketidaknyamanan pasien tetapi juga dapat menjaga integritas soket gigi yang dicabut dengan tidak
merusak jaringan gingiva dan tulang alveolar disekitarnya. Dengan demikian, pembuatan protesa atau
proses rehabilitasi prostetik paska pencabutan gigi akan lebih diuntungkan.

REVIEW JURNAL LAIN

Sebuah laporan kasus dari jurnal yang berjudul Powertome Assisted Atraumatic
Tooth Extraction (White, et al., 2009) melaporkan tentang tujuh kasus
pencabutan atraumatik yang menggunakan powertome automated periotome
(West Port Medical, Inc., Salem, Oregon, USA). Periotome adalah salah satu
instrument ekstraksi yang menggunakan mekanisme wedging dan severing
untuk menfasilitasi pencabutan gigi. Periotome sendiri terdiri dari pisau logam
tipis yang di masukkan diruang ligament periodontal dengan melingkari gigi.
Gerakan rotasi memungkinkan untuk ekstraksi gigi dengan tekanan lateral yang
minimal dan hal ini dapat megurangi potensi trauma tulang disekitarnya dan
struktur gingiva. Dari tujuh kasus ini ekstraksi ini dilakukan tanpa membuat flapn
dan tanpa merusak dentoalveolar. Dan kebanyakan kasus hanya dilakukan dalam
hitungan menit. Dari jurnal ini dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan
periotome automated cukup efektif untuk pencabutan gigi atraumatik. Dengan
menghindari adanya flap mukoperiosteal dan kerusakan tulang disekitarnya, serta
kerusakan gingiva. Hal ini memberikan keuntungan untuk kedepannya dan
apabila akan dilakukan perawatan implant.

Sebuah laporan kasus dari jurnal yang berjudul Atraumatic Extraction and Immediate
Implant Installation : The Importance of Maintaining The Contour Gingival Tissue
(Tavarez, et al., 2013) melaporkan tentang seorang pasien perempuan berumur 40 tahun
yang mengeluhkan tentang gigi incisivus lateral kiri atasnya dengan fraktur pada
marginal gingiva. Pada pemeriksaan klinis dan radiografi, ditemukan bahwa saluran
akarnya sempit dan memiliki prognosis yang tidak menguntungkan untuk dilakukan
rehabilitasi prostetik. Setelah dilakukan analisis tentang kasus tersebut, ditemukan
perawatan alternative yang berbeda, dan dipilihlah untuk mencabut sisa akar tersebut
dan dilakukan pemasangan implant gigi immediate. Lalu pasin diverifikasi kondisi
sistemiknya dan direncanakan pencabutan gigi atraumatik dengan bantuan dental
extractor neodent (Neodent, Curitiba, Paran, Brazil). Teknik ini dimulai menggunakan
sindestomia dan kemudian saluran akar disiapkan untuk menfiksasi pin traktor, dan
dipilih yang sesuai dengan diameter saluran akar. Kunci digital digunakan untuk
memposisikan pin traktor dalam akar. Kemudian tip berbentuk kerucut dipasangkan pada
pin traktor, dan penarikan dilakukan sesuai dengan arah sumbu panjang gigi. Dengan
tehnik ini ligamen periodontal akan ruptru dan akar akan tercabut dengan tetap
mempertahankan tulang alveolar dan jaringan lunak sekitarnya. Kemudian dilakukan
pemasangan implant dengan Alvin Morse Taper (Neodent, Curitiba, Paran, Brazil) 3,75 x
11.5mm dengan torsi di atas 50Ncm. Dan ditempatkan di trunnion universal titanium
(Neodent, Neodent, Curitiba, Paran, Brazil) dan segera dibuatkan mahkota sementara.
Dari laporan kasus ini dapat disimpulkan bahwa penggunakan teknik pencabutan
atraumatik sebelum dilakukan pemasangan implant cukup menguntungkan karena
teknik ini meminimalisasi rusaknya tulang alveolar dan jaringan sekitarnya.

Sebuah laporan dari jurnal yang berjudul Clinical Evaluation of A New


Method for Intentional Replantation (Choi dan Bae, 2011) melaporkan
tentang sebuah penelitian pencabutan atraumatik pada pasien
preoperatif orthodontik yang dicabut menggunakan physic forceps.
Gigi pasien orthodontik yang sebelumnya di ekstruksikan kemudian
dilakukan perawatan pencabutan menggunakan teknik ini, pasien di
anastesi menggunakan lokal anastesi, kemudian paruh dari physics
forcep ditempatkan pada sisi lingual dan permukaan palatal gigi.
Setelah itu, sisi bumper dari forceps diletakkan di
mukogingival
junction pada permukaan bukal tanpa menggenggam erat pegangan
atau gerkana apapun. Dengan hanya menggunakan pergelangan
tangan, mantap dan perlahan, dilakukan force rotational. Setelah gigi
di rotasi atau di elevasi, kemudian diobservasi dan tindakan dihentikan.
Kemudian pencabutan dilanjutkan dengan menggunakan konvensional
forceps. Dari jurnal ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan physic
forceps pada gigi berakar ganda atau molar dapat dilakukan dengan
aman tanpa fraktur.

DAMPAK PENCABUTAN YANG DAPAT TERJADI DENGAN


MENGGUNAKAN KONVENSIONAL FORCEPS

Fraktur mahkota.
Gigi dengan tambalan besar dapat menyebabkan kerusakan
maupun fraktur pada jaringan gigi yang tersisa.

Fraktur akar.
Fraktur pada tulang alveolar dan membuat cacatnya alveolar
ridge.

Membuat adanya celah antara pontik dengan jaringan gusi.


Kesulitan pemasangan dental implant.

TUJUAN PENCABUTAN ATRAUMATIK


Menjaga struktur alami untuk estetik dan dukungan yang
ideal

Mempermudah akses kasus pencabutan yang sulit dengan


prosedur tertutup (closed method)

Atraumatik menjamin prosedur lebih aman, rasa tidak

nyaman pada pasien diminimalisir, dan penyembuhan luka


yang lebih cepat

KESIMPULAN
Teknik pencabutan atraumatik menjadi lebih popular saat ini. Pemilihan

instrumen yang tepat dan penguasaan teknik pencabutan juga


mendukung
keberhasilan
pencabutan
atraumatik.
Pencabutan
atraumatik ini memberikan dukungan untuk memelihara soket dan dapat
memperkecil terjadinya komplikasi paska pencabutan. Metode ini
membuat teknik ekstraksi hasil bedah maksilofasial menjadi lebih
sederhana dan nyaman, sehingga metode pencabutan atraumatik ini
sangat menguntungkan baik bagi pasien maupun bagi dokter gigi.
Dokter gigi harus dapat memanfaatkan metode baru ini untuk
memberikan kualitas perawatan yang tinggi untuk pasien dalam durasi
yang cukup singkat.

TERIMA KASIH

Вам также может понравиться