Вы находитесь на странице: 1из 15

1

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Plasenta atau ari-ari ini merupakan organ manusia yang berfungsi sebagai
media nutrisi untuk embrio yang ada dalam kandungan. Umumnya placenta
terbentuk lengkap pada kehamilan < 16 minggu dengan ruang amnion telah
mengisi seluruh kavum uteri. Letak placenta umumnya di depan/di belakang
dinding uterus, agak ke atas kearah fundus uteri. Karena alasan fisiologis,
permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat
untuk berimplementasi.
Pada awal kehamilan, plasenta mulai terbentuk, berbentuk bundar, berupa
organ datar yang bertanggung jawab menyediakan oksigen dan nutrisi untuk
pertumbuhan bayi dan membuang produk sampah dari darah bayi. Plasenta
melekat pada dinding uterus dan pada tali pusat bayi, yang membentuk hubungan
penting antara ibu dan bayi.
Perdarahan pada kehamilan harus dianggap sebagai kelainan yang
berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut sebagai abortus sedangkan
perdarahan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Plasenta previa
adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim atau menutupi
seluruh ostium uteri internum. Angka kejadian plasenta previa adalah 0,4-0,6%
dari keseluruhan persalinan. Dengan penatalaksanaan dan perawatan yang baik,
mortalitas perinatal adalah 50/100 kelahiran hidup.
Perdarahan antepartum yang bersumber dari kelainan plasenta yang secara
klinis biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya ialah plasenta previa
dan solusio plasenta serta perdarahan yang belum jelas sumbernya. Perdarahan
antepartum terjadi kira-kira 3% dari semua persalinan.pada umumnya penderita
mengalami perdarahan pada triwulan III, namun beberapa penderita mengalami

perdarahan sedikit-sedikit kemungkinan tidak akan tergesa-gesa datang untuk


mendapatkan pertolongan karena disangka sebagai tanda permulaan permulaan
biasa. Baru setelah perdarahan yang berlangsung banyak, mereka datang untuk
mendapatkan pertolongan.
Plasenta previa adalah salah satu komplikasi yang terjadi pada masa
kehamilan di mana plasenta terlepas sebelum waktunya. Keterlambatan dalam
penanganan pendeteksian dapat menyebabkan terjadinya masalah, yang paling
fatal adalah dapat menyebabkan terjadinya ke matian pada ibu maupun janin yang
dikandungnya, saat ini kasus plasenta previa meningkat.ini dapat disebabkan
karena kurangnya pengawasan atau ketidaktahuan ibu maupun pemberi pelayanan.
2

Tujuan
1
2
3
4
5

Menjelaskan pengertian plasenta previa.


Menjelaskan klasifikasi plasenta previa.
Menjelaskan etiologi plasenta previa.
Menegakkan diagnosa dan gambaran klinis plasenta previa.
Menjelaskan penanganan plasenta previa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Plasenta Previa


Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada bagian
segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan
lahir yang ditandai dengan perdarahan uterus yang dapat keluar melalui
vagina tanpa adanya rasa nyeri pada kehamilan trimester terakhir,
khususnya pada bulan kedelapan (Chalik, 2008).
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi di segmen bawah
rahim yang dapat memberikan dampak yang sangat merugikan ibu
maupun janin berupa perdarahan, prematuritas dan peningkatan angka
kesakitan dan kematian perinatal (Romundstad et all, 2006).

2.2

Insiden Plasenta Previa


Menurut Chalik (2008) plasenta previa lebih banyak terjadi pada
kehamilan dengan paritas tinggi, dan sering terjadi pada usia di atas 30
tahun. Uterus yang cacat juga dapat meningkatkan angka kejadian
plasenta previa. Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah
dilaporkan angka kejadian plasenta previa berkisar

1,7

sampai

dengan 2,9 %. Sedangkan di negara maju angka kejadiannya lebih


rendah yaitu kurang dari 1 % yang mungkin disebabkan oleh
berkurangnya wanita yang hamil dengan paritas tinggi.
Kejadian plasenta previa terjadi kira-kira 1 dari 200 persalinan,
insiden dapat meningkat diantaranya sekitar 1 dari 20 persalinan pada ibu
yang paritas tinggi (Decherney, Nathan, Goodwin, Laufer, 2007).

2.3

Faktor Risiko dan Etiologi Plasenta Previa


Menurut Faiz & Ananth (2003) faktor risiko timbulnya plasenta
previa belum diketahui secara pasti namun dari beberapa penelitian
dilaporkan bahwa frekuensi plasenta previa tertinggi terjadi pada ibu yang
berusia lanjut, multipara, riwayat seksio sesarea dan aborsi sebelumnya
serta gaya hidup yang juga dapat mempengaruhi peningkatan resiko
timbulnya plasenta previa.
Menurut penelitian Wardana (2007) yang menjadi faktor risiko
plasenta previa yaitu:
1. Risiko plasenta previa pada wanita dengan umur 35 tahun 2 kali
lebih besar dibandingkan dengan umur < 35.
2. Risiko plasenta previa pada multigravida 1,3 kali lebih besar
dibandingkan primigravida.
3. Risiko plasenta previa pada wanita dengan riwayat abortus 4 kali
lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat abortus.
4. Riwayat seksio sesaria tidak ditemukan sebagai faktor risiko
terjadinya plasenta previa.
Menurut Chalik (2008), yang menjadi penyebab implantasinya
blastokis pada segman bawah rahim belum diketahui secara pasti. Namun
teori lain mengemukakan bahwa yang menjadi salah satu penyebabnya
adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, yang mungkin terjadi
karena proses radang maupun atropi.

Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama
dan pertama dari plasenta previa. Dengan bertambah tuanya kehamilan,
segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi dan serviks akan lebih
membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran
segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh
plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari
dinding uterus, pada saat itulah mulailah terjadi perdarahan. Darahnya
berwarna merah segar, berlainan dengan darah yang disebabkan solusio
plasenta yang berwarna kehitam-hitaman (Winkjosastro, 1999).
Sumber perdarahannya adalah sinus uterus yang terobek karena
terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena sinus robekan sinus
marginalis dari plasenta. Perdarahannya tidak dapat dihindarkan karena
ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi
menghentikan perdarahan itu tidak sebagaimana serabut otot terus
menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya
normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh
karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini
dari pada plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah
persalinan dimulai (Sarwono, 2005).

2.4

Klasifikasi Plasenta Previa


Menurut Chalik (2008) plasenta previa dapat digolongkan menjadi
empat bagian yaitu:
1. Plasenta

previa

totalis

atau

komplit,

adalah

plasenta

yang

menutupi seluruh ostium uteri internum.


2. Plasenta previa parsialis, adalah plasenta yang menutupi sebagian
ostium uteri internum.
3. Plasenta previa margianalis adalah plasenta yang tepinya berada
pada pinggir ostium uteri internum.
4. Plasenta letak rendah, yang berarti

bahwa plasenta

yang

berimplantasi pada segmen bawah rahim yang sedemikian rupa

sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari


ostium uteri internum.

Menurut Perisaei, Sheilendra, Pahay, Rian (2008) plasenta previa


dapat dibagi menjadi empat derajat berdasarkan scan pada ultrasound
yaitu:
1. Derajat I
2. Derajat II
3. Derajat III

: Plasenta sudah melampaui segmen terendah rahim.


: Plasenta sudah mencapai ostium uteri internum.
: Plasenta telah terletak pada sebagian ostium uteri

internum.
4. Derajat IV

: Plasenta telah berada tepat pada segmen bawah

rahim.
Menurut de Snoo dalam Mochtar (1998) klasifikasi plasenta previa

berdasarkan pembukaan 4 -5 cm yaitu:

1. Plasenta previa sentralis (totalis), apabila pada pembukaan 4-5


cm teraba plasenta menutupi seluruh ostea.
2. Plasenta previa lateralis, apabila pada pembukaan 4-5 cm
sebagian pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 2 :
a) Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi ostea
bagian belakang.
b) Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea
bagian depan.
3. Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir
ostea yang ditutupi plasenta.

2.5

Patofisiologi Plasenta Previa


Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa
umumnya terjadi pada triwulan ketiga karena saat itu segmen bawah
uterus lebih mengalami perubahan berkaitan dengan semakin tuanya
kehamilan, segmen bawah uterus akan semakin melebar, dan serviks
mulai membuka. Perdarahan ini terjadi apabila plasenta terletak diatas
ostium uteri interna atau di bagian bawah segmen rahim. Pembentukan
segmen bawah rahim dan pembukaan ostium interna akan menyebabkan
robekan plasenta pada tempat perlekatannya (Cunningham et al, 2005)
Darah yang berwarna merah segar, sumber perdarahan dari plasenta
previa ini ialah sinus uterus yang robek karena terlepasnya plasenta dari
dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta.
Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut
otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan
tersebut, tidak sama dengan serabut otot uterus menghentikan perdarahan
pada kala III pada plasenta yang letaknya normal. Semakin rendah
letak plasenta, maka semakin dini perdarahan yang terjadi. Oleh
karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini
daripada

plasenta

letak

rendah

setelah persalinan mulai (Oxorn, 2003).

yang

mungkin

baru

berdarah

2.6

Gambaran klinis Plasenta Previa


Ciri yang menonjol dari plasenta previa adalah perdarahan uterus
yang keluar melalui vagina tanpa disertai dengan adanya nyeri.
Perdarahan biasanya terjadi diatas akhir trimester kedua. Perdarahan
pertama berlangsung tidak banyak dan dapat berhenti sendiri. Namun
perdarahan dapat kembali terjadi tanpa sebab yang jelas setelah beberapa
waktu kemudian. Dan saat perdarahan berulang biasanya perdarahan yang
terjadi lebih banyak dan bahkan sampai mengalir. Karena letak plasenta
pada plasenta previa berada pada bagian bawah, maka pada palpasi
abdomen sering teraba bagian terbawah janin masih tinggi diatas simfisis
dengan letak janin tidak dalam letak memanjang. Pada plasenta previa ini
tidak ditemui nyeri maupun tegang pada perut ibu saat dilakukan
palpasi (Chalik, 2008).

2.7

Diagnosis Plasenta Previa


Apabila plasenta previa terdeteksi pada akhir tahun pertama atau
trimester kedua, sering kali lokasi plasenta akan bergeser ketika rahim
membesar. Untuk memastikannya dapat dilakukan pemeriksaan USG,
namun bagi beberapa wanita mungkin bahkan tidak terdiagnosis sampai
persalinan, terutama dalam kasus- kasus plasenta previa sebagian (Faiz
& Ananth, 2003).
Menurut Mochtar (1998) diagnosa dari plasenta previa bisa
ditegakkan dengan adanya gejala klinis dan beberapa pemeriksaan yaitu:
1.

Anamnesia, pada saat anamnesis dapat ditanyakan beberapa


hal

yang berkaitan dengan perdarahan antepartum seperti umur

kehamilan saat terjadinya perdarahan, apakah ada rasa nyeri, warna


dan bentuk terjadinya perdarahan, frekuensi serta banyaknya
perdarahan (Wiknjosastro, 2007)
2.

Inspeksi, dapat dilihat melalui banyaknya darah yang keluar melalui


vagina, darah beku, dan sebagainya. Apabila dijumpai perdarahan
yang banyak maka ibu akan terlihat pucat (Mochtar, 1998).

3.

Palpasi abdomen, sering dijumpai kelainan letak pada janin, tinggi


fundus uteri yang rendah karena belum cukup bulan. Juga sering
dijumpai bahwa bagian terbawah janin belum turun, apabila letak
kepala, biasanya kepala masih bergoyang, terapung atau mengolak di
atas pintu atas panggul (Mochtar, 1998).

4.

Pemeriksaan inspekulo, dengan menggunakan spekulum secara


hati-hati dilihat dari mana sumber perdarahan, apakah dari uterus,
ataupun terdapat kelainan pada serviks, vagina, varises pecah, dll
(Mochtar, 1998).

5.

Pemeriksaan radio isotop


a) Plasentografi jaringan lunak b. Sitografi
b) Plasentografi indirek d. Arteriografi
c) Amniografi
d) Radio isotop plasentografi

6.

Ultrasonografi,

transabdominal

ultrasonografi

kandung kemih yang dikosongkan


diagnosa

plasenta

dalam

akan memberikan

keadaan
kepastian

previa. Walaupun transvaginal ultrasonografi

lebih superior untuk mendeteksi keadaan ostium uteri internum


namun sangat jarang diperlukan, karena di tangan yang tidak ahli
cara ini dapat menimbulkan perdarahan yang lebih banyak
(Chalik, 2008).
7.

Penentuan lokasi plasenta secara ultrasonografis sangat tepat dan


tidak menimbulkan bahaya radiasi terhadap janin (Mochtar, 1998
Pemeriksaan dalam, pemeriksaan ini merupakan senjata dan cara
paling akhir yang paling ampuh dalam bidang obstetrik untuk
diagnosa plasenta previa. Walaupun ampuh namun harus berhatihati

karena

dapat

menimbulkan perdarahan yang lebih hebat,

infeksi, juga menimbulkan his yang kemudian akan mengakibatkan


partus

yang

prematur.

Indikasi

pemeriksaan

dalam

pada

perdarahan antepartum yaitu jika terdapat perdarahan yang lebih


dari 500 cc, perdarahan yang telah berulang, his telah mulai dan

10

janin sudah dapat hidup diluar janin (Mochtar, 1998). Dan


pemeriksaan dalam pada plasenta previa hanya dibenarkan jika
dilakukan dikamar operasi yang telah siap untuk melakukan operasi
dengan segera (Mose, 2004).
Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fornises dengan hati-hati.
Jika tulang kepala teraba, maka kemungkinan plasenta previa kecil.
Namun jika teraba bantalan lunak maka, kemungkinan besar plasenta
previa.

2.8

Penatalaksanaan Plasenta Previa


Menurut Mose (2004) penatalaksanaan pada plasenta previa dapat
dibagi dalam 2 golongan, yaitu:
1. Ekspektatif,

dilakukan

apabila

janin

masih

kecil

sehingga

kemungkinan hidup di dunia masih kecil baginya. Sikap ekspektasi


tertentu hanya dapat dibenarkan jika keadaan ibu baik dan
perdarahannya sudah berhenti atau sedikit sekali.

Dahulu

ada

anggapan bahwa kehamilan dengan plasenta previa harus segera


diakhiri untuk menghindari perdarahan yang fatal. Menurut Scearce,
(2007) syarat terapi ekspektatif yaitu:
a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti.
b. Belum ada tanda-tanda in partu.
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas
normal).
d. Janin masih hidup.
2. Terminasi, dilakukan dengan segera mengakhiri kehamilan sebelum
terjadi perdarahan yang dapat menimbulkan kematian, misalnya:
kehamilan telah cukup bulan, perdarahan banyak, dan anak telah
meninggal. Terminasi ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
a. Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan
pada plasenta, dengan cara ini maka pembuluh-pembuluh

11

darah yang terbuka dapat tertutup kembali (tamponade pada


plasenta) ( Mose, 2003).
Menurut

Mochtar

(1998)

penekanan

tersebut

dapat

dilakukan melalui beberapa cara yaitu:

Amniotomi ( pemecahan selaput ketuban)


Cara ini merupakan cara yang dipilih untuk melancarkan
persalinan pervaginam. Cara ini dilakukan apabila plasenta
previa lateralis, plasenta previa marginalis, atau plasenta
letak rendah, namun bila ada pembukaan. Pada primigravida
telah terjadi pembukaan 4 cm atau lebih. Juga dapat
dilakukan pada plasenta previa lateralis/ marginalis dengan
janin yang sudah meninggal (Mochtar, 1998).

Memasang cunam Willet Gausz


Pemasangan cunam Willet Gausz dapat dilakukan dengan
mengklem kulit kepala janin dengan cunam Willet Gausz.
Kemudian cunam diikat dengan menggunakan kain kasa atau
tali yang diikatkan dengan beban kira-kira 50-100 gr atau
sebuah batu bata seperti katrol. Tindakan ini biasanya hanya
dilakukan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan
yang tidak aktif karena seringkali menimbulkan perdarahan
pada kulit kepala janin (Mochtar, 1998).

Metreurynter
Cara ini dapat dilakukan dengan memasukkan kantong
karet yang diisi udara dan air sebagai tampon, namun cara
ini sudah tidak dipakai lagi (Mochtar, 1998).

Versi Braxton-Hicks
Cara ini dapat dilakukan pada janin letak kepala, untuk
mencari kakinya sehingga dapat ditarik keluar. Cara ini

12

dilakukan dengan mengikatkan kaki dengan kain kasa,


dikatrol, dan juga diberikan beban seberat 50-100 gr
(Mochtar, 1998).
b. Dengan cara seksio sesarea, yang dimaksud untuk mengosongkan
rahim sehingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan
perdarahan.

Selain

itu seksio sesarea juga dapat mencegah

terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim yang sering


terjadi pada persalinan pervaginam (Mochtar, 1998). Persalinan
seksio sesarea diperlukan hampir pada seluruh kasus plasenta
previa. Pada sebagian besar kasus dilakukan melalui insisi
uterus

transversal.

Karena perdarahan

janin

dapat

terjadi

akibat insisi ke dalam plasenta anterior (Cunningham et al,


2005).
Menurut Mochtar (1998)

Indikasi dilakukannya persalinan

seksio sesarea pada plasenta previa adalah:


1) Dilakukan pada semua plasenta previa sentralis, janin
hidup atau meninggal, serta semua plasenta previa lateralis,
posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol.
2) Semua plasenta pevia dengan perdarahan yang banyak,
berulang dan tidak berhenti dengan tindakan yang ada.
3) Plasenta previa yang disertai dengan panggul sempit, letak
lintang.
Menurut Winkjosastro (1997) dalam Sihaloho (2009) gawat
janin maupun kematian janin dan bukan merupakan halangan
untuk dilakukannya persalinan seksio sesarea, demi keselamatan
ibu. Tetapi apabila dijumpai gawat ibu kemungkinan persalinan
seksio sesarea ditunda sampai keadaan ibunya dapat diperbaiki,
apabila fasilitas memungkinkan untuk segera memperbaiki
keadaan ibu, sebaiknya dilakukan seksio sesarea jika itu
merupakan satu-satunya tindakan yang terbaik untuk mengatasi
perdarahan yang banyak pada plasenta previa totalis.

13

2.9

Komplikasi Plasenta Previa


Menurut Dutta (2004) komplikasi dapat terjadi pada ibu dan bayi
yaitu: Selama kehamilan pada ibu dapat menimbulkan perdarahan
antepartum yang dapat menimbulkan syok, kelainan letak pada janin
sehingga meningkatnya letak bokong dan letak lintang. Selain itu juga
dapat mengakibatkan kelahiran prematur. Selama persalinan plasenta
previa dapat menyebabkan ruptur atau robekan jalan lahir, prolaps tali
pusat, perdarahan postpartum, perdarahan intrapartum, serta dapat
menyebakan melekatnya plasenta sehingga harus dikeluarkan secara
manual atau bahkan dilakukan kuretase.
Sedangkan pada janin plasenta previa ini dapat mengakibatkan bayi
lahir dengan berat badan rendah, munculnya asfiksia, kematian janin
dalan uterus, kelainan kongenital serta cidera akibat intervensi kelahiran

2.10

Prognosis Plasenta Previa


Prognosis ibu pada plasenta previa dipengaruhi oleh jumlah dan
kecepatan perdarahan serta kesegeraan pertolongannya. Kematian pada
ibu dapat dihindari apabila penderita segera memperoleh transfusi darah
dan segera lakukan pembedahan seksio sesarea. Prognosis terhadap
janin lebih burik oleh karena kelahiran yang prematur lebih banyak
pada penderita plasenta previa

melalui proses persalinan spontan

maupun melalui tindakan penyelesaian persalinan. Namun perawatan yang


intensif pada neonatus sangat membantu mengurangi kematian perinatal
(Cunningham, 2005).

14

BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan
Plasenta Previa adalah perdarahan antepartum pada trimester ketiga.
Perdarahan yang terjadi pada implantasi plasenta, yang menutupi sebagian
atau seluruh osteum uteri internum. Letak placenta tidak semestinya, yaitu
dekat jalan keluar bayi atau bahkan menutupi jalan keluar bayi.

15

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal


pada korpus uteri sebelum janin lahir, dengan masa kehamilan 22 minggu /
berat janin di atas 500 gr. Solusio plasenta merupakan lepasnya plasenta
(organ yang memberi nutrisi kepada janin) dari tempat perlekatannya di
dinding uterus (rahim) sebelum bayi dilahirkan.
Tanda dan gejala solusio plasenta dan plasenta previa yaitu : pada
awalnya kejadian ini tak memberikan gejala apapun.
Komplikasi pada plasenta previa yaitu :
1
2
3
4
5

Perdarahan dan syok


Infeksi
Laserasi serviks
Plasenta akreta
Prematuritas atau lahir mati

Komplikasi pada plasenta previa yaitu :


1. Langsung (immediate)
a Perdarahan
b Infeksi
c

Emboli dan syok abtetric

2. Tidak langsung (delayed)


a couvelair uterus, sehinga kontraksi tak baik, menyebabkan
b
c
d

perdarahan post partum


hipofibrinogenamia dengan perdarahan post partum
nikrosis korteks neralis, menyebabkan anuria dan uremia
kerusakan-kerusakan organ seperti hati, hipofisis

Вам также может понравиться