Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mata adalah organ pengelihatan yang mendeteksi cahaya dan merupakan
sensor pada tubuh manusia yang bermanfaat untuk membedakan siang dan malam,
hujan
dan
tidak
hujan
dan
sebagainya.
Seringkali
seiring
dengan
perkembangan jaman, fungsi sensor ini khususnya pada manusia telah banyak
berubah. Dewasa ini banyak orang yang telah memanfaatkan mata sebagai
alat untuk membaca atau melihat. Dengan mata orang dapat menyerap informasi
yang ada dihadapannya, diatasnya, dibelakangnya, dan ditempat lain. Mata
yang lebih kompleks dipergunakan untuk memberikan pengertian visual.
Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa
kelenjar lakrimal dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimal, kanalikuli
lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, dan meatus inferior. Sistem eksresi
lakrimal cenderung mudah terjadi infeksi dan inflamasi karena berbagai sebab.
Membran mukosa pada saluran ini terdiri dari dua permukaan yang saling
bersinggungan, yaitu mukosa konjungtiva dan mukosa nasal, di mana pada keadaan
normal pun sudah terdapat koloni bakteri. Tujuan fungsional dari sistem ekskresi
lakrimal adalah mengalirkan air mata dari kelenjar air mata menuju ke cavum nasal.
Kelainan yang dapat terjadi pada sistem lakrimal dapat berupa dakriosistitis dan
dakrioadenitis. Tersumbatnya aliran air mata secara patologis menyebabkan
terjadinya peradangan pada sakus lakrimal yang biasa disebut dengan dakriosistitis
(Eva, 2007).
Dakriosistitis dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Dakriosistitis
akut ditandai dengan nyeri yang muncul secara tiba-tiba dan kemerahan pada regio
kantus medial, sedangkan pada inflamasi maupun infeksi kronis dari sakus lakrimal
ditandai dengan adanya epifora, yaitu rasa nyeri yang hebat di bagian sakus lakrimal
dan disertai dengan demam. Selain dakriosistitis akut dan kronis, ada juga
dakriosistitis kongenital yang merupakan bentuk khusus dari dakriosistitis.
Patofisiologinya berhubungan erat dengan proses embryogenesis dari sistem eksresi
lakrimal.
Dakriosistitis umumnya terjadi pada dua kategori usia, yaitu anak-anak dan
orang dewasa di atas 40 tahun dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70 tahun.
Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari jumlah
kelahiran yang ada. Kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa sekitar 70-83%
kasus dakriosistitis dialami oleh wanita, sedangkan pada dakriosistitis kongenital
jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan (Mamoun, 2011).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dakriosistisis
2.1.1 Definisi
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat tidak
terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya
penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung (Gilliland, 2009).
2.1.2 Epidemiologi
Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas 40
tahun, terutama perempuan dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70 tahun.
Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari jumlah
kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan.
Jarang ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan kecuali bila didahului dengan
infeksi jamur (Eva, 2007).
2.1.3 Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3 (tiga)
jenis , yaitu:
a. Akut
Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang
menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada
sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.
b. Kronis
Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan
dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.
c. Kongenital
Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya
juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis
orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis kongenital dapat
berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan
4
obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang indolen sangat sulit didiagnosis
dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan kegagalan
perkembangan (Mamoun, 2011).
Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus
maksilaris.
Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga
yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan.
Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus, mukopurulen,
atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini
dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga
membentuk suatu kista.
yang mukoid dengan pus di daerah punctum lakrimal dan palpebral yang melekat satu
dengan lainnya.
Pada dakriosistitis kongenital biasanya ibu pasien akan mengeluh mata pasien
merah pada satu sisi, bengkak pada daerah pangkal hidung dan keluar air mata diikuti
dengan keluarnya nanah terus-menerus. Bila bagian yang bengkak tersebut ditekan
pasien akan merasa kesakitan (epifora) (Danny, 2001).
2.1.7 Diagnosis
Untuk
menegakkan
diagnosis
dakriosistitis
dibutuhkan
anamnesis,
Gambar 2.4 Irigasi mata setelah ditetesi Flouresin pada jones dye test II
Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi
lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada Jones
9
Test
I,
mata
pasien
yang
dicurigai
mengalami
obstruksi
pada
ductus
10
11
bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan. Hordeolum
eksternum atau radang kelenjar Zeis atau Moll akan menunjukkan penonjolan
terutama ke daerah kulit kelopak (Eva, 2007).
2.1.8 Terapi
Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan
masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotic
amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis
dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin 0,5%
atau azithromycin 1%) atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali sehari.
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan
kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering.
Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam) juga merupakan
pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa.
Untuk mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral
(acetaminophen atau ibuprofen), bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit
dengan pemberian antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam. Bila
terjadi abses dapat dilakukan insisi dan drainase. Dakriosistitis kronis pada orang
dewasa dapat diterapi dengan cara melakukan irigasi dengan antibiotik. Sumbatan
ductus nasolakrimal dapat diperbaiki dengan cara pembedahan jika sudah tidak
radang lagi.
Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk mengurangi
angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis
adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat suatu hubungan
13
langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal dengan cara melakukan
bypass pada kantung air mata. Dulu, DCR merupakan prosedur bedah eksternal
dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter
telah menggunakan teknik endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang
panjang atau laser (Eva, 2007).
Dakriosistorinostomi
internal
memiliki
beberapa
keuntungan
jika
14
drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (rata-rata hanya 12,5
menit) (Yuliani, 2009).
Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi absolut
dan kontraindikasi relatif. Kontraindikasi relatif dilakukannya DCR adalah usia yang
ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70 tahun) dan adanya mucocele atau fistula
lakrimalis. Beberapa keadaan yang menjadi kontraindikasi absolut antara lain:
Kelainan pada kantong air mata :
- Keganasan pada kantong air mata.
- Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis
Kelainan pada hidung :
- Keganasan pada hidung
- Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma
- Rhinitis atopic
Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis
15
2.1.9 Komplikasi
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air
mata sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus, bahkan
selulitis orbita (Ilyas, 2008).
Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi tersebut
di antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen superior
os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik pascaoperasi yang
tampak jelas (Yuliani, 2009).
2.1.10 Prognosis
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi
terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat,
16
2.2 Dakrioadenitis
2.2.1 Definisi
Peradangan kelenjar lakrimal merupakan penyakit yang jarang ditemukan dan
dapat bersifat unilateral atau bilateral. Dakrioadenitis ialah suatu proses inflamasi
pada kelenjar air mata pars sekretorik. Dibagi menjadi dua yaitu dakrioadenitis akut
dan kronik, keduanya dapat disebabkan oleh suatu proses infeksi ataupun dari
penyakit sistemik lainnya (Nieto, 2008).
2.2.2 Patofisiologi
Patofisiologinya masih belum jelas, namun beberapa ahli mengemukakan
bahwa proses infeksinya dapat terjadi melalui penyebaran kuman yang berawal di
konjungtiva yang menuju ke ductus lakrimalis dan menuju ke kelenjar lakrimalis.
Beberapa penyebab utama dari proses infeksi terbagi menjadi 3,yaitu :
1. Viral (penyebab utama)
Mumps (penyebab tersering, terutama pada anak-anak), Epstein-Barr virus,
Herpes zoster, Mononucleosis, Cytomegalovirus, Echoviruses, Coxsackievirus A
Pada anak dapat terlihat sebagai komplikasi dari kelenjar air liur, campak, influenza
(Rhem, 2000).
17
2. Bacterial
Staphylococcus aureus and Streptococcus, Neisseria gonorrhoeae, Treponema
pallidum,
Chlamydia
trachomatis,
Mycobacterium
leprae,
Mycobacterium
19
Diagnosis bandingnya :
1. Periostitis dari kelopak mata atas sangat jarang terjadi
2. Lipodermoid tidak ada tanda-tanda inflamasi
2.2.4 Terapi
Terapi pada dakrioadenitis bergantung dari onset dan etiologinya.
20
2.2.5 Komplikasi
Dakrioadenitis akut dapat menyebabkan fistula pada kelenjar lakrimal (Ilyas, 2008).
2.2.6 Prognosis
Prognosis dari akut dakrioadenitis adalah baik karena pada kebanyakan kasus
merupakan self-limiting disease. Pada dakrioadenitis kronis, prognosis tergantung
dari manajement terapi yang berhubungan dengan penyakit yang mendasari
terjadinya dakrioadenitis (Massaro, 1996).
BAB III
KESIMPULAN
21
Dakriosistitis adalah suatu infeksi pada kantong air mata (sakus lakrimalis).
Dakriosistitis terbagi atas akut dan kronik. Bentuk spesial dari inflamasi pada saccus
lacrimalis adalah dakriosistitis kongenital, dimana patofisiologinya terkait erat
dengan embryogenesis sistem eksresi lakrimal. Pada orang dewasa, perempuan lebih
sering terkena dakriosistitis. Umumnya dakriosistitis mengenai umur lebih dari 40
tahun, dan tertinggi pada usia 60-70 tahun.
Pada dakriosistitis kongenital, kanalisasi yang tidak lengkap dari duktus
nasolakrimalis memiliki peran yang penting dari pathogenesis yang terjadi. Obstruksi
dari bagian bawah duktus nasolakrimalis seringkali ditemukan pada orang dewasa
yang terkena dakriosistitis. Bakteri aerob dan anaerob bias didapatkan pada kultur
dari anak-anak dan orang dewasa dengan dakriosistitis.
Infeksi menyebabkan nyeri di daerah sekitar kantong air mata yang tampak
merah dan membengkak. Mata menjadi merah dan berair serta mengeluarkan nanah.
Selain itu, penderita juga mengalami demam. Jika infeksi yang ringan atau berulang
berlangsung lama maka sebagian besar gejala mungkin menghilang hanya
pembengkakan ringan yang menetap.
Dakriosistitis akut biasanya berespons terhadap antibiotika sistemik yang
memadai, dan bentuk kronis sering dapat dipertahankan dengan tetesan antibiotika.
Kompres dengan menggunakan desinfektan juga berpengaruh positif terhadap
gangguan klinis. Meskipun begitu, menghilangkan obstruksi adalah penyembuhan
satu-satunya.
22
Pada keadaan menahun terdapat gambaran yang hampir sama dengan keadaan
akut tetapi tidak disertai nyeri. Apabila pembengkakan cukup besar , bola mata
terdorong ke bawah nasal tetapi jarang terjadi proptosis.
Dakrioadenitis ialah suatu proses inflamasi pada kelenjar air mata pars
sekretorik. Dibagi menjadi dua yaitu dakrioadenitis akut dan kronik, keduanya dapat
disebabkan oleh suatu proses infeksi ataupun dari penyakit sistemik lainnya.
Patofisiologinya masih belum jelas, namun beberapa ahli mengemukakan
bahwa proses infeksinya dapat terjadi melalui penyebaran kuman yang berawal di
konjungtiva yang menuju ke ductus lakrimalis dan menuju ke kelenjar lakrimalis.
Pada dakrioadenitis akut sering ditemukan pembesaran kelenjar air mata di
dalam palpebra superior, hal ini dapat ditemukan apabila kelopak mata atas dieversi,
maka akan kelihatan tonjolan dari kelenjar air mata yang mengalami proses inflamasi.
Pada kronis darkrioadenitis gejala klinisnya lebih baik daripada yang akut.
Gejala hampir sama dengan fase akut hanya pada fase ini tidak didapatkan nyeri.
Umumnya tidak ditemukan nyeri , ada pembesaran kelenjar namun mobil, tandatanda ocular minimal, ptosis bisa ditemukan, dapat ditemukan sindroma mata kering .
Biasanya dimulai dengan kompres hangat, antibiotic sistemik dan bila terlihat
abses maka dilakukan insisi. Bila disebabkan oleh radang menahun maka diberikan
pengobatan yang sesuai. Prognosis dari akut dakrioadenitis adalah baik karena pada
kebanyakan kasus merupakan self-limiting disease. Pada dakrioadenitis kronis,
prognosis tergantung dari manajement terapi yang berhubungan dengan penyakit
yang mendasari terjadinya dakrioadenitis.
23
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah.
2009.
Dakriosistitis.
[serial
online].
http://arbaa-
fivone.blogspot.com/2009/03/dakrisistitis.html.
Barathi, Ramakrishnan, Maneksha, Shivakumar, Nithya dan Mittal. 2007.
Comparative Bacteriology of Acute and Chronic Dacryocystitis. [serial
online]. http://www.eye.com/.
24
Danny, M. (Ed) 2001-2002, Basic And Clinical Science Course: Orbit, Eyelid, And
Lacrimal System, Section 7, The Foundation Of American Academy Of
Ophthalmology. USA, 2001, P.248-254
Ellis, Harold. 2006. Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy for Clinical
Students Eleventh Edition. Massachusetts, USA : Blackwell Publishing, Inc .
Gilliland, G.D. 2009. Dacryocystitis. [serial online]. http://www.emedicine.com/.
Ilyas, Sidharta. 2006. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi
Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Kassir,
Kari.
2007.
Dacryocystitis.
[serial
online].
http://www.doctorofusc.com/condition/document/237309.htm.
Kubal
A,
Garibaldi
DC.
Dacryoadenitis
caused
by
methicillin-resistant
Tarek.
2009.
Acute
Dacryocystitis.
[serial
online].
http://eyescure.com/Default.aspx?ID=85.
Mamoun,
Tarek.
2009.
Chronic
Dacryocystitis.
[serial
online].
http://
eyescure.com/Default.aspx?ID=84.
Mamoun,
Tarek.
2009.
Congenital
http://eyescure.com/Default.aspx?ID=83.
25
Dacryocystitis.
[serial
online].
Massaro BM, Tabbara KF. Infections of lacrimal apparatus. Infections of the Eye.
Boston: Little Brown; 1996. 551-8.
Nieto JC, Kim N, Lucarelli MJ. Dacryoadenitis and orbital myositis associated with
lyme disease. Arch Ophthalmol. 2008 Aug. 126(8):1165-6.
O'Brien,
Terrence
P.
2009.
Dacryocystitis.
[serial
online].
http://www.mdguidelines.com/dacryocystitis.htm.
Rhem MN, Wilhelmus KR, Jones DB. Epstein-Barr virus dacryoadenitis. Am J
Ophthalmol. 2000 Mar. 129(3):372-5
Sanders, Laura. ____. Cosmetic Facial and Eye Plastic Surgery Evaluation. [serial
online]. http://drlaurasanders.com/topics/102-Evaluation/.
Sowka, J.W., Gurwood, A.S., dan Kabat, A.G. 2010. Review of Optometry, The
Handbook of Occular Disease Management Twelfth Edition. [serial online].
http://www.revoptom.com/.
Tomita M, Shimmura S, Tsubota K, Shimazaki J. Dacryoadenitis associated with
Acanthamoeba keratitis. Arch Ophthalmol. 2006 Sep. 124(9):1239-42.
26