Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
SEBAGAI MEDIA
PEMBELAJARAN
KELOMPOK 6 :
1.Amanda dewi kharisma
2.Lailatul maghfiroh
3.Rizky miftaqul jannah
4.m.isfannur r.
5.Putri andriani
6.Elis agustin
2. Autopsi klinis
Adalah pembedahan terhadap mayat yang meninggal di rumah sakit
setelah mendapat perawatan yang cukup dari para dokter. Pembedahan
ini dilakukan dengan tujuan mengetahui secara mendalam sifat
perubahan suatu penyakit setelah dilakukan pengobatan secara intensif
terlebih dahulu, serta untuk mengetahui secara pasti jenis penyakit
yang belum diketahui secara sempurna selama ia sakit.
3. Autopsi forensic
Adalah pembedahan terhadap mayat yang bertujuan mencari
hukum dari suatu peristiwa yang terjadi misalnya
pembunuhan,bunuh diri atau kecelakaan.
Untuk mengetahui status hukum terhadap tindakan autopsi mayat yang digunakan sebagai
pembuktian hukum di pengadilan dengan menggunakan teori Qawaid al-Fiqhiyah dapat
diterapkan kaidah-kaidah berikut:
A.Kaidah pertama
Bedah mayat dalam hukum Islam diperbolehkan dengan tujuan untuk memelihara
kemaslahatan masyarakat atau menolak kemudaratan yang bersifat publik, seperti tindak
pidana pembunuhan. Dengan kata lain, autopsi yang mendatangkan kemudaratan khusus
(karena merusak mayat), boleh dilakukan untuk melindungi masyarakat dari kemudaratan
yang lebih besar, yakni bebasnya seorang pembunuh karena tidak terbukti jika tindakan
autopsi tidak dilakukan. Di dalam hukum Islam, suatu tindakan yang dilandasi oleh
alasan untuk menjamin keamanan dan keselamatan diri orang yang hidup harus lebih
diutamakan daripada orang yang sudah mati.
B.Kaidah kedua
Dari kaidah kedua dapat dipahami bahwa persoalan darurat itu membolehkan sesuatu yang semula
diharamkan. Berangkat dari fenomena di atas, maka autopsi forensik sangat
penting kedudukannya
sebagai metode membantu pengungkapan kematian yang diduga karena tindak pidana. Dengan
melaksanakan autopsi forensik maka dapat dipecahkan misteri kematian yang berupa sebab kematian,
cara kematian, dan saat kematian korban.
C.Kaidah ketiga
Kaidah keempat di atas dapat memperkuat argumentasi kaidah sebelumnya. Maksudnya kaidah ini adalah
hajat menempati kedudukan darurat, baik hajat umum maupun hajat yang bersifar perorangan
Dari kaidah-kaidah di atas, dapat dipahami bahwa autopsi untuk kepentingan penegakkan hukum itu
karena keperluan yang berada pada level hajat statusnya diperbolehkan di dalam hukum Islam.
2. Untuk menyelamatkan janin yang masih hidup di dalam rahim mayat
Dari tujuan atau motivasi di atas tidak ada didapatkan dalil dari Al-Quran dan Al-Hadits
yang menyatakan larangan atau suruhan untuk melakukan tindakan autopsi terhadap mayat
dalam kondisi demikian. Namun pada prinsipnya ajaran Islam memberi tuntutan kepada umatnya
untuk berijtihad dalam sesuatu masalah yang tidak ada nash-nya, sebagaimana firman
Allah al-Quran surat al-Hajj ayat 78 yang berbunyi:
Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah
memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan.
Dengan kaidah tersebut dapat dipahami bahwa apabila dua mafsadah bertemu
dalam suatu waktu, dan kedua mafsadah itu saling bertentangan, maka harus
diperhatikan mana yang lebih besar mudaratnya dengan mengerjakan yang
lebih ringan mudaratnya.
B.Kaidah kedua
Jika kedua kaidah di atas diaplikasikan dalam kasus autopsi untuk menyelamatkan janin yang masih hidup
dalam perut, maka pilihan yang harus diambil adalah kemaslahatan orang yang hidup. Artinya
kemaslahatan janin harus lebih diutamakan dari pada orang yang mati (mayat).
C.Kaidah ketiga
Yang dipahami dari kaidah ketiga ini, dalam melakukan autopsi dibolehkan hanya sebatas
keperluan yang ada hubungan dengan keperluan untuk menyelamatkan janin.
D.Kaidah Kempat :
Dalam melakukan bedah terhadap mayat yang mengandung janin yang masih hidup, tidak
boleh berlebihan atau tidak boleh membedah bagian yang tidak ada kaitannya dengan
hajat tersebut.
Dari kaidah di atas dipahami apabila melampaui kebutuhan yang menjadi
hajat maka hukum bedah
mayat menjadi haram.
3.Autopsi yang bertujuan untuk mengeluarkan benda yang berharga dari mayat
Pada bagian terdahulu telah diuraikan contoh kasus ini, yakni seseorang menelan sesuatu yang bukan
miliknya yang mengakibatkan ia meninggal dunia, selanjutnya pemilik menuntut agar barang yang ada
diperut mayat dikembalikan kepadanya.
Dalam hal seperti di atas tidak ada cara lain yang bisa ditempuh kecuali dengan membedah mayat itu
untuk mengeluarkan barang yang ada di perut mayat. Melihat persoalan seperti kasus di atas, perlu
ditentukan status hukum bedah mayat tersebut apakah dibolehkan atau diharamkan. Berdasarkan ajaran
Islam haram hukumnya seseorang menguasai suatu barang yang bukan haknya. Tindakan yang demikian
akan menjadi ganjalan bagi orang yang mati di alam sesudah kematiannya karena ia masih terkait dengan
hak orang lain.
Dengan pendekatan menggunakan Qawaid al-Fiqhiyyah terhadap persoalan di atas, status hukum
bedah mayat dapat ditentukan menggunakan kaidah yang sama seperti di atas, antara lain:
A.Kaidah Pertama :
B.Kaidah kedua
Kasus di atas adalah kasus artinya, mengambil darurat yang lebih ringan di antara dua
pilihan
yang sama-sama darurat. Darurat pertama adalah keharaman merusak mayat
berhadapan
dengan darurat kedua, yaitu kesengsaraan si mayat jika barang diperutnya tidak
diambil dan dikembalikan kepada pemiliknya dengan cara dibedah.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa boleh hukumnya bahkan wajib
hukumnya membedah mayat apabila dalam perutnya terdapat batu permata orang lain dan tidak
diwajibkan bila batu permata atas miliknya sendiri.
3. Imam Malik
Seorang yang meninggal dunia dan di dalam perutnya
ada barang berharga, maka mayat itu harus di bedah,
baik barang itu milik sendiri maupun milik orang lain.
Tetapi tidak perlu (tidak boleh dibedah), kalau hanya
untuk mengeluarkan janin yang diperkirakan masih
hidup.
4. Imam Hanafi
Seandainya diperkirakan janin masih hidup, maka
perutnya wajib dibedah untuk mengeluarkan janin itu.
Kesimpulan
Dari semua penjelasan di atas maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa
sesorang yang sudah meninggal dunia boleh dibedah (diotopsi) mayatnya, hal itu
dikarenakan :
Untuk menyelamatkan janin yang masih hidup dalam rahim mayat
Untuk mengeluartkan benda yang berharga dari tubuh mayat
Untuk kepentingan penegakan hukum
Untuk kepentingan penelitian ilmu kedokteran
meskipun ada pendapat ulama yang mengharamkan kadaver namun mayoritas
ulama memperbolehkan kadaver dengan tujuan otopsi anatomis, klinis dan
forensik.
TERIMAKASIH