Вы находитесь на странице: 1из 21

Jumat, 25 Mei 2012

PROPOSAL PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS


MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) DAN MODEL
PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE STUDENT TEAM
ACHIEVEMENT DEVISION (STAD) BERBANTUAN LEMBAR KERJA
SISWA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN
FAKTORISASI SUKU ALJABAR KELAS VIII SEMESTER I SMP N 2
JAKENAN TAHUN PELAJARAN 2012/ 2013
A. JUDUL
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED
LEARNING) DAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE STUDENT TEAM
ACHIEVEMENT

DEVISION

(STAD)

BERBANTUAN

LEMBAR

KERJA SISWA

TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN FAKTORISASI SUKU


ALJABAR KELAS VIII SEMESTER I SMP N 2 JAKENAN TAHUN PELAJARAN 2012/
2013
B. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan instrument amat penting bagi setiap bangsa, khususnya bagi
bangsa Indonesia untuk meningkatkan daya saing dalam peraturan politik, ekonomi, hukum,
budaya dan pertahanan pada tata kehidupan masyarakat dunia. Selain itu pendidikan
merupakan salah satu upaya dalam rangka meningkatkan prestasi sumber daya manusia yang
berkualitas

yang

dapat

menjunjung suksesnya

pembangunan.

Keberhasilan

suatu

pembangunan tidak terlepas dari peran serta manusia sebagai pelaksana pembangunan.
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya
proses

pembelajaran. Dalam proses

pembelajaran,

anak kurang

didorong untuk

mengembangkan kemampuan berpikir. Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran
(Sanjaya, 2006: 1). Salah satu mata pelajaran yang patut diperhatikan dalam hal ini adalah
mata pelajaran matematika. Mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang
diberikan pada setiap jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar.
Pada kenyataannya matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang susah
untuk dimengerti. Matematika merupakan ilmu pengetahuan dengan objek kajian yang
abstrak. Maksudnya objek yang dipelajari dalam matematika adalah abstrak. Objek kajian
matematika yang abstrak inilah yang merupakan salah satu penyebab sulitnya seorang guru

mengajarkan matematika. Kesulitan tersebut berpengaruh terhadap hasil belajar matematika


siswa karena siswa menganggap matematika merupakan pelajaran yang sulit, tidak menarik,
membosankan bahkan menakutkan. Dalam mempelajari matematika siswa harus aktif
membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.
Dengan berpartisipasi aktif, siswa akan mengalami, menghayati, dan menarik pelajaran dari
aktifitas yang dilakukan, sehingga hasil belajar mengajar tertanam secara lebih mendalam
pada diri siswa.
Tujuan umum dari pembelajaran matematika adalah berfikir logika, analitis, kritis,
kreatif dan kemampuan bekerja sama. Pemecahan masalah merupakan fokus dalam
pembelajaran matematika yang artinya sebelum siswa belajar rumus-rumus harus melalui
sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang masalahnya bersifat tertutup dan
terbuka.
Oleh karena itu, seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan
mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan minat
dan bakat serta sesuai dengan taraf perkembangan siswa termasuk di dalamnya
memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektivitas
pembelajaran. Dengan demikian seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus,
kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang bukan guru. Menurut Cooper
(dalam Sanjaya, 2006: 14-15) A teacher is person charged with the responbility of helping
others to learn and to behave in new different ways. Itulah sebabnya guru adalah pekerjaan
profesional yang membutuhkan kemampuan khusus hasil proses pendidikan yang
dilaksanakan oleh lembaga pendidikan keguruan.
Untuk mencapai tujuan diatas dibutuhkan model pembelajaran yang sesuai, salah
satunya adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). PBL merupakan suatu
pembelajaran yang mempunyai perbedaan dengan pembelajaran pada umumnya. Tujuan dari
pembelajaran berbasis masalah adalah menuntut guru memberikan motivasi dan dorongan
kepada siswa untuk mengemukakan argumentasinya tentang permasalahan dalam
pembelajaran.
Di samping itu model pembelajaran lainnya yang dapat digunakan yaitu model
pembelajaran Student Teams Achievement Devision (STAD). Dengan pembelajaran kooperatif
tipe STAD siswa diberi kesempatan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil yang
heterogen yang terdiri dari empat sampai lima orang siswa sehingga siswa dapat
menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah secara bersama-sama, diharapkan melalui

model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa berani untuk mengemukakan
pendapat/ide sehingga mampu meningkatkan aktivitas siswa dalam kelas.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran tidak hanya dibutuhkan kompetensi guru yang
memadai, tetapi juga didukung dengan media pembelajaran yang menarik. Media
pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kerja siswa. Dengan media
ini diharapkan dapat memunculkan keaktifan siswa dan dapat menambah variasi, motivasi,
dan minat dalam proses pembelajaran.
Dari uraian diatas, maka perlu diadakan penelitian tentang Pengaruh Model
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dan Model Pembelajaran
Cooperative Tipe Student Teams Achievement Devision (STAD) Berbantuan Lembar Kerja
Siswa Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Faktorisasi Suku Aljabar Kelas
VIII Semester I SMP N 2 Jakenan Tahun Pelajaran 2012/2013.
C. PENEGASAN ISTILAH
Penegasan istilah dimaksudkan untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap
judul di atas, untuk itu perlu ditegaskan istilah-istilah yang berhubungan dengan judul
proposal ini. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh
Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk
watak kepercayaan, atau perbuatan seseorang. (Poerwadarminta, 2005: 889).
2. Model Pembelajaran
Model Pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar (Trianto, 2007:
2).
3. Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning)
Menurut Tan (dalam Rusman, 2010: 229), pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi
dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul
dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa
dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya
secara berkesinambungan.
4. Pembelajaran cooperative
Pembelajaran kooperatif (cooperative Learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan
cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang

anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat
heterogen (Rusman, 2010: 202).
5. Student Teams Achievement Devision (STAD)
Metode STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan rekan-rekannya dari Universitas John
Hopkins. Metode ini dipandang sebagai metode yang paling sederhana. STAD juga
merupakan suatu metode pembelajaran kooperatif yang efektif. STAD terdiri dari lima
komponen utama, yaitu presentasi kelas, kerja tim, kuis, skor perbaikan individual, dan
penghargaan tim (Thobroni dan mustofa, 2011: 294).
6. Lembar Kerja Siswa
Lembar Kerja Siswa ialah lembar kerja yang berisi informasi dan perintah/instruksi dari guru
kepada siswa untuk mengerjakan suatu kegiatan belajar dalam bentuk kerja, praktek, atau
dalam bentuk penerapan hasil belajar untuk mencapai suatu tujuan (Tartocute : 2009).
7. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap,
apresiasi, dan keterampilan. (Suprijono, 2009 : 5).
8. Faktorisasi suku aljabar
Pokok bahasan Faktorisasi suku aljabar ini merupakan materi yang diajarkan pada siswa kelas
VIII semester I SMP N 2 Jakenan Pati Tahun Pelajaran 2012/2013.
Dari penegasan istilah di atas secara keseluruhan maksud dari judul skripsi ini adalah
untuk mengetahui perbandingan hasil belajar yang akan diperoleh siswa apabila dalam proses
pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based
Learning) dan model pembelajaran Cooperative Tipe Student Teams Achievement Devision
(STAD) berbantuan lembar kerja siswa pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar kelas VIII
semester I Tahun Pelajaran 2012/ 2013.
D. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini
adalah:
1.

Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran
Problem Based Learning, model pembelajaran cooperative tipe STAD berbantuan lembar
kerja siswa, dan model pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar siswa pada pokok
bahasan faktorisasi suku aljabar kelas VIII semester I SMP N 2 Jakenan tahun pelajaran
2012/2013?

2.

Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran
Problem Based Learning dan model pembelajaran cooperative tipe STAD berbantuan lembar
kerja siswa terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar kelas
VIII semester I SMP N 2 Jakenan tahun pelajaran 2012/2013?

3. Apakah hasil belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem Based Learning
berbantuan lembar kerja siswa lebih baik daripada model pembelajaran konvensional pada
pokok bahasan faktorisasi suku aljabar kelas VIII semester I SMP N 2 Jakenan tahun
pelajaran 2012/2013?
4. Apakah hasil belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran cooperative tipe STAD
berbantuan lembar kerja siswa lebih baik daripada model pembelajaran konvensional pada
pokok bahasan faktorisasi suku aljabar kelas VIII semester I SMP N 2 Jakenan tahun
pelajaran 2012/2013?
E. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang mendapatkan model
pembelajaran Problem Based Learning, model pembelajaran cooperative tipe STAD
berbantuan lembar kerja siswa, dan model pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar
siswa pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar kelas VIII semester I SMP N 2 Jakenan
tahun pelajaran 2012/2013.
2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang mendapatkan model
pembelajaran Problem Based Learning dan model pembelajaran cooperative tipe STAD
berbantuan lembar kerja siswa terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan faktorisasi
suku aljabar kelas VIII semester I SMP N 2 Jakenan tahun pelajaran 2012/2013.
3.

Untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran
Problem Based Learning berbantuan lembar kerja siswa lebih baik daripada model
pembelajaran konvensional pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar kelas VIII semester I
SMP N 2 Jakenan tahun pelajaran 2012/2013.

4.

Untuk mengetahui apakah hasil siswa yang mendapatkan model pembelajaran cooperative
tipe STAD berbantuan lembar kerja siswa lebih baik daripada model pembelajaran
konvensional pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar kelas VIII semester I SMP N 2
Jakenan tahun pelajaran 2012/2013.

F. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Siswa
a.

Membantu siswa untuk dapat mengungkapkan pendapatnya.

b. Memudahkan siswa dalam mempelajari faktorisasi aljabar.


c.

Meningkatkan motivasi belajar siswa.

2. Bagi Guru
a.

Memperoleh variasi dalam menyusun strategi pembelajaran.

b. Menambah masukan bagi guru untuk memperbaiki program pembelajaran.


c.

Memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran matematika, sehingga pada


pembelajaran berikutnya guru dapat memilih model atau metode mengajar yang lebih tepat.

3. Bagi Peneliti
a.

Mendapat gambaran yang jelas terhadap perbedaan hasil belajar antara pembelajaran
Problem Based Learning dan Student Teams Achievement Devision (STAD).

b.

Mendapat pengalaman langsung dalam pelaksanaan pembelajaran didalam kelas mengenai


model belajar yang sedang diteliti.

c.

Sebagai latihan sebelum melakukan proses pembelajaran di lapangan.

G. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS


1. Landasan Teori
a. Pengertian Belajar`
Menurut Thobroni dan Mustofa (2011: 16), belajar merupakan aktivitas manusia yang
sangat vital dan secara terus menerus akan dilakukan selama manusia tersebut masih hidup.
Manusia tidak mampu hidup sebagai manusia jika ia tidak dididik atau diajar oleh manusia
lainnya.
Seseorang dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu menjadi
suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut
memang dapat diamati dan berlaku dalam waktu yang relatif lama. Perubahan yang terjadi
disertai usaha orang tersebut, sehingga orang tersebut dari tidak mampu mengerjakan sesuatu
menjadi mampu mengerjakannya. Tanpa usaha, walaupun terjadi perubahan tingkah laku
bukanlah belajar. Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu merupakan
proses belajar, sedang perubahan tingkah laku itu sendiri merupakan hasil belajar (Hudoyo,
1990: 1)
Menurut Gagne, belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai
seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari
proses pertumbuhan seseorang secara alamiah (Suprijono, 2009: 2). Suatu kegiatan atau

aktitas yang aktif dapat menyebabkan terjadinya perubahan kemampuan seseorang.


Perubahan kemampuan yang ingin dicapai bukan hanya diperoleh dari pertumbuhan
seseorang secara alamiah akan tetapi juga pertumbuhan yang dipengarihi oleh faktor-faktor
lain, misalnya lingkungan.
Dari beberapa uraian pengertian belajar di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian
belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku yang akan
membawa perubahan kearah yang lebih baik di dalam diri seseorang, sehingga akan
memperoleh kondisi yang diharapkan. Perubahan bukan hanya diperoleh dari pertumbuhan
secara alami, tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, misalnya keluarga, lingkungan dan
lain-lain.
b. Ciri-ciri Belajar
Menurut (Slameto, 2010: 35) ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam belajar adalah
sebagai berikut:
1) Perubahan yang terjadi secara sadar
Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau
sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.
2) Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara
berkesinambungan, tidak statis.
3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk
memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya.
4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen.
5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai.
6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan
keseluruhan tingkah laku
Ciri-ciri belajar senada juga diungkapkan oleh Burhanuddin dan Wahyuni (dalam
Thobroni dan Mustofa, 2011: 19), yaitu sebagai berikut ;
1) Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change behavior).
2) Perubahan perilaku relatif permanen.

3) Perubahan perilaku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar berlangsung ,
perubahan perilaku tersebut bersifat potensial.
4) Perubahan perilaku merupakan hasil latihan atau pengalaman.
5) Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seseorang dikatakan telah belajar apabila
seseorang yang melakukan aktivitas belajar dan diakhir dari aktivitasnya itu telah
memperoleh perubahan dalam dirinya dengan memiliki pengalaman baru. Perubahan yang
terjadi akibat belajar adalah perubahan yang berhubungan dengan aspek kejiwaan dan
mempengaruhi tingkah laku.
c.

Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah
mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung
pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Oleh karena itu apabila pembelajar mempelajari
pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa
penguasaan konsep. Dalam pembelajaran, perubahan perilaku yang harus dicapai oleh
pembelajar setelah melaksanakan aktivitas belajar (Catharina, 2004: 5).
Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan
(Hamalik, 2008: 27). Seseorang yang sudah dapat memperoleh hasil belajar pasti ada
perubahan kelakuan yang terjadi ataukah itu dalam pengtahuannya, sikapnya atau yang lain.
Hasil belajar yang akan peneliti gunakan merupakan hasil pengalaman yang berupa
perubahan pengetahuan yang ditunjukkan dengan sebuah nilai setelah ujian.
Menurut Suprijono (2009: 5-6), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,
pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne,
hasil belajar berupa :

1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik
lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik.
Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi symbol, pemecahan masalah maupun
penerapan aturan.
2)

Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang.


Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitissintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.

3)

Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya


sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan
masalah.

4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan
dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
5)

Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap
objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai.
Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Menurut Bloom (dalam Suprijono, 2009: 6-7), hasil belajar mencakup kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotorik.

1)

Domain Kognitif
Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman,
menjelaskan, meringkad, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan,
menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan
baru), dan evaluation (menilai).

2)

Domain Afektif
Domain Afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons),
valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi).

3)

Domain Psikomotorik
Domain Psikomotorik meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotorik juga
mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.
Sementara, menurut Lindgren hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian,
dan sikap.
Dari pendapat diatas, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan
bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang
dikategorisasi oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut diatas tidak dilihat secara
fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
nilai yang telah dicapai oleh seseorang dengan kemampuan maksimal.

d. Faktor yang Mempengaruhi Belajar


Belajar merupakan suatu proses yang menimbulkan terjadinya perubahan atau
pembaharuan dalam tingkah laku dan kecakapan. Menurut Purwanto (dalam Thobroni dan

Mustofa, 2011:31-34), berhasil atau tidaknya perubahan tersebut dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor yang dibedakan menjadi dua golongan sebagai berikut:
1)

Faktor yang ada pada diri organisme tersebut yang disebut faktor individual. Faktor
individual meliputi hal-hal berikut:

a) Faktor kematangan atau pertumbuhan


Faktor ini berhubungan erat dengan kematangan atau tingkat pertumbuhan organ-organ tubuh
manusia.
b) Faktor kecerdasan atau inteligensi
Disamping faktor kematangan, berhasil atau tidaknya seseorang mempelajari sesuatu
dipengaruhi pula oleh faktor kecerdasan.
c) Faktor latihan dan ulangan
Dengan rajin berlatih, sering melakukan hal yang berulang-ulang, kecakapan dan
pengetahuan yang dimiliki menjadi semakin dikuasai dan makin mendalam. Selain itu,
dengan seringnya berlatih, akan timbul minat terhadap sesuatu yang dipelajari itu. Semakin
besar minat, semakin besar pula perhatiannya sehingga memperbesar hasratnya untuk
mempelajarinya.
d) Faktor motivasi
Motif merupakan pendorong bagi suatu organisme untuk melakukan sesuatu. Seseorang tidak
akan mau berusaha mempelajari sesuatu dengan sebaik-baiknya jika ia tidak mengetahui
pentingnya dan faedahnya dari hasil yang akan dicapai dari belajar.
e) Faktor pribadi
Setiap manusia memiliki sifat kepribadian masing-masing yang berbeda dengan manusia
lainnya. Sifat-sifat kepribadian tersebut turut berpengaruh dengan hasil belajar yang dicapai.
2) Faktor yang ada diluar individu yang disebut faktor sosial. Termasuk ke dalam faktor di luar
individual atau faktor sosial antara lain sebagai berikut:
a) Faktor keluarga atau keadaan rumah tangga.
b)

Suasana dan keadaan keluarga yang bermacam-macam turut menentukan bagaimana dan
sampai dimana belajar dialami anak-anak.

c)

Faktor guru dan cara mengajarnya. Saat anak belajar disekolah, faktor guru dan cara
mengajarnya merupakan faktor yang penting. Sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya
pengetahuan yang dimiliki guru dan bagaimana cara guru mengajarkan pengetahuan tersebut
kepada peserta didiknya turut menentukan hasil belajar yang akan dicapai.

d) Faktor alat-alat yang digunakan dalam belajar mengajar. Faktor guru dan cara mengajarnya
berkaitan erat dengan ketersediaan alat-alat pelajaran yang tersedia di sekolah.

e)

Faktor lingkungan dan kesempatan yang tersedia. Seorang anak yang memliki inteligensi
yang baik, dari keluarga yang baik, bersekolah disekolah yang keadaan guru-gurunya dan
fasilitasnya baik belum tentu pula dapat belajar dengan baik. Ada faktor yang mempengaruhi
hasil belajarnya, seperti kelelahan karena jarak rumah dan sekolah cukup jauh, tidak ada
kesempatan karena sibuk bekerja, serta pengaruh lingkungan yang buruk yang terjadi di luar
kemampuannya.

f)

Faktor motivasi sosial. Motivasi sosial dapat berasal dari orangtua yang selalu mendorong
anak untuk rajin belajar, motivasi dari orang lain, seperti dari tetangga, sanak-saudara, temanteman sekolah, dan teman sepermainan. Pada umumnya, motivasi semacam ini diterima anak
tidak dengan sengaja, bahkan tidak dengan sadar.
Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi siswa dalam belajar terdiri dari dua yaitu
faktor yang ada pada diri organisme yang disebut faktor individual dan faktor yang ada
diluar individu yang disebut faktor sosial. Dengan demikian jika ingin mencapai tujuan
belajar yang diinginkan harus memahami secara benar tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar.

e.

Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)


Menurut Tan (dalam Rusman, 2010: 229), pembelajaran berbasis masalah merupakan
inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul
dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa
dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya
secara berkesinambungan.
Strategi pembelajaran berbasis masalah adalah strategi pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang
cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta memperoleh pengetahuan dan
konsep esensial dari materi pelajaran. Pemikiran yang mendasari penggunaan pembelajaran
berbasis masalah adalah pembelajaran yang efektif tidak hanya menekankan pada penguasaan
materi secara hapalan. Siswa harus terlibat secara psikologis dalam mencerna secara
bermakna apa yang dipelajari.
Pembelajaran berbasis masalah dapat ditempuh melalui lima tahap sebagai berikut:

1) Tahap 1: orientasi siswa kepada masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan bahanbahan yang dibutuhkan, serta memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah
yang dipilih.

2)

Tahap 2: mengorganisasi siswa untuk belajar. Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

3)

Tahap 3: membimbing penyelidikan, baik yang dilakukan secara individual maupun yang
dilakukan secara kelompok. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang
sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalahnya.

4) Tahap 4: mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu siswa merencanakan
dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, video, dan model, serta membantu
mereka membagi tugas dan bekerjasama dengan temannya.
5) Tahap 5: menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswa
melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dari proses yang mereka gunakan
(Tuan Guru: 2011).
Menurut Rusman (2010: 232-233) karakteristik pembelajaran berbasis masalah
adalah sebagai berikut:
1) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar;
2)

Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada didunia nyata yang tidak
tersruktur;

3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective);


4)

Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi
yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar;

5) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama;


6)

Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber


informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM;

7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif;


8)

Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan


penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan;

9) Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar;
dan
10) PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.
Berdasarkan uraian di atas, tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model PBL
dimulai oleh adanya masalah yang dalam hal ini dapat dimunculkan oleh siswa ataupun guru,
kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan
apa yang mereka perlu ketahui untuk memcahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih

masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif
dalam belajar.
f.

Model Pembelajaran Cooperative


Menurut Panitz (dalam Suprijono, 2009: 54) menyebutkan ada dua pembelajaran
berbasis sosial, yaitu pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning), yang selanjutnya
disingkat CL dan pembelajaran kolaboratif. Pembelajaran kolaboratif diartikan sebagai
falsafah mengenai tanggung jawab pribadi dan sikap menghormati sesame. Sedangkan,
pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas, meliputi semua jenis kerja kelompok
termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Istilah
kooperatif digunakan dalam tulisan ini karena maknanya lebih luas, yaitu menggambarkan
keseluruhan proses sosial dalam belajar dan mencakup pengertian kolaboratif.
Pembelajaran kooperatif (cooperative Learning) merupakan bentuk pembelajaran
dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif
yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang
bersifat heterogen (Rusman, 2010: 202).
Menurut Nurhadi (dalam Thobroni dan Mustofa, 2011: 287) cooperative learning
(CL) adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang
silih asuh (saling tenggang rasa) untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman
yang dapat menimbulkan permusuhan. Hasil belajar yang diperoleh dalam CL tidak hanya
berupa nilai-nilai akademis saja, tetapi juga nilai-nilai moral dan budi pekerti berupa rasa
tanggung jawab pribadi, rasa saling menghargai, saling membutuhkan, saling memberi, dan
saling menghormati keberadaan orang lain disekitar kita.
Kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim
untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu
untuk mencapai tujuan bersama. Tidaklah cukup menunjukkan sebuah kooperatif jika para
siswa duduk bersama di dalam kelompok-kelompok kecil tetapi menyelesaikan masalah
secara sendiri-sendiri. Bukanlah kooperatif jika para siswa duduk bersama dalam kelompokkelompok kecil dan mempersilahkan salah seorang di antaranya untuk menyelesaikan seluruh
pekerjaan kelompok. Kooperatif menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi
antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau
tugas.
Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur tugas, tujuan, dan penghargaan,
kooperatif. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong dan atau

dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus
mengoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Dalam penerapan pembelajaran
kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai satu
penghargaan bersama. Mereka akan berbagi penghargaan tersebut seandainya mereka
berhasil sebagai kelompok.
Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1)

Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan


bersama.

2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka
sendiri.
3) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang
sama.
4)

Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota
kelompoknya.

5)

Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah /penghargaan yang juga akan
dikenakan untuk semua anggota kelompok.

6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama
selama proses belajarnya.
7)

Siswa diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam


kelompok kooperatif.
Pembelajaran kooperatif memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah
maupun kelompok atas kerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik, siswa kelompok
atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari
teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini,
siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan
sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih dalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di
dalam materi tertentu. Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk
mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi.
Terdapat enam langkah utama atau tahapan didalam pelajaran yang menggunakan
pembelajaran kooperatif, pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan
memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyampaian informasi, sering kali
dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya, siswa dikelompokkan ke dalam
tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk
menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi

presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari
dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.
g. Student Teams Achievement Devision (STAD)
Menurut Slavin (dalam Rusman, 2010: 213) model STAD (Student Ream
Achievement Devisions) merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak
diteliti. Dalam STAD, siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang
beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran dan
siswa-siswa di dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa
menguasai pelajaran tersebut.
Lebih jauh Slavin memaparkan bahwa: Gagasan utama di belakang STAD adalah
memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai
keterampilan yang diajarkan guru. Jika siswa menginginkan kelompok mereka memperoleh
hadiah, mereka harus membantu teman sekelompok mereka dalam mempelajari pelajaran.
STAD terdiri dari lima komponen utama, yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor
kemajuan individual, dan rekognisi tim (Slavin, 2008:143-146).
1)

Presentasi kelas. Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di


dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau
diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi
audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi
tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit STAD. Dengan cara ini, para siswa akan
menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi
kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan
skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.

2) Tim. Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam
hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras, dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah
memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi adalah
untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru
menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi
lainnya. Yang paling sering terjadi, pembelajaran itu melibatkan pembahasan permasalahan
bersama, membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila tim
ada yang membuat kesalahan.
Tim adalah fitur yang paling penting dalam STAD. Pada tiap poinnya, yang
ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim pun

harus melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya. Tim ini memberikan
dukungan kelompok bagi kinerja akademik penting dalam pembelajaran, dan itu adalah untuk
memberikan perhatian dan respek yang mutual yang penting untuk akibat yang dihasilkan
seperti hubungan antar kelompok, rasa harga diri, penerimaan terhadap siswa-siswa
mainstream.
3) Kuis. Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan sekitar
satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa
tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga tiap siswa
bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya.
4)

Skor Kemajuan Individual. Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk
memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja
lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa dapat
memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini, tetapi tak
ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha mereka yang terbaik. Tiap
siswa diberikan skor awal, yang diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya
dalam mengerjakan kuis yang sama.
Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan
tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.

5) Rekognisi Tim. Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila
skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga digunakan untuk
menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.
Menurut Suprijono (2009: 133-134) langkah-langkah pembelajaran STAD yaitu:
1) Membentuk kelompok yang anggotanya empat orang secara heterogen (campuran menurut
prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain).
2) Guru menyajikan pelajaran.
3)

Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok.
Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai anggota
dalam kelompok itu mengerti.

4) Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh
saling membantu.
5) Memberi evaluasi.
6) Kesimpulan.
h. Lembar Kerja Siswa

Lembar kerja siswa (LKS) ialah lembar kerja yang berisi informasi dan
perintah/instruksi dari guru kepada siswa untuk mengerjakan suatu kegiatan belajar dalam
bentuk kerja, praktek, atau dalam bentuk penerapan hasil belajar untuk mencapai suatu
tujuan. Suatu kegiatan belajar yang menggunakan LKS memberikan kesempatan penuh
kepada siswa untuk mengungkapkan kemampuan dan keterampilan, didorong dan dibimbing
berbuat sendiri untuk mengembangkan proses berpikirnya.
Dalam proses belajar mengajar fungsi lembar kerja siswa dibedakan menjadi dua,
yaitu:
1)

Dari segi siswa: fungsi lembar kerja siswa adalah sebagai sarana belajar baik di kelas, di
ruang praktek maupun di luar kelas sehingga siswa berpeluang besar untuk mengembangkan
kemampuan, menerapkan pengetahuan, melatih keterampilan, memproses sendiri untuk
mendapatkan perolehannya.

2) Dari segi guru: melalui lembar kerja siswa, guru dalam menyelenggarakan kegiatan belajar
mengajar sudah menerapkan metode membelajarkan siswa dengan kadar SAL (Student
active learning) yang tinggi. Intervensi yang diberikan guru bukan dalam bentuk jawaban
atas pertanyaan siswa, tetapi berupa panduan bagi siswa untuk memecahkan masalah.
Dalam pengajaran mata pelajaran, media lembar kerja siswa banyak digunakan untuk
memancing aktivitas belajar siswa. Karena dengan lembar kerja siswa, siswa akan merasa
diberikan tanggung jawab moril untuk menyelesaikan sesuatu tugas dan merasa harus
mengerjakannya, terlebih lagi apabila guru memberikan perhatian penuh terhadap hasil
pekerjaan siswa dalam lembar kerja siswa tersebut (Tarto: 2009).
Kelebihan dan kekurangan Lembar Kerja Siswa adalah sebagai berikut:
1) Kelebihan penggunaan lembar kerja siswa, adalah:
a) Meningkatkan aktifitas belajar.
b) Mendorong siswa mampu bekerja sendiri.
c) Membimbing siswa secara baik kearah pengembangan konsep.
2) Kekurangan penggunaan lembar kerja siswa, adalah:
a) Bisa disalahgunakan guru
Sewaktu siswa mengerjakan lembar kerja siswa, guru yang seharusnya mengamati bisa
meninggalkannya.
b) Memerlukan biaya yang belum tentu dianggap murah.

2. Kerangka Berpikir

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran matematika di sekolah adalah
dengan memilih model pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajarannya. Salah satu
model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran kooperatif atau pembelajaran
inovatif.
Dalam pembelajaran kooperatif mencakup kelompok-kelompok kecil siswa yang
bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan suatu masalah, menyelesaikan suatu tugas,
atau mngerjakan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan bersama lainnya. Dalam pembelajaran
kooperatif, siswa dapat saling berinteraksi, saling memunculkan strategi-strategi pemecahan
masalah, memahami konsep-konsep yang sulit serta menumbuhkan kemampuan kerjasama,
berpikir kritis, dan dapat mengembangkan sikap sosial siswa. Pembelajaran kooperatif
memiliki dampak positif terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya, karena siswa yang
rendah hasil belajarnya dapat meningkatkan motivasi, hasil belajar dan penyimpanan materi
pelajaran yang lebih lama.
Dalam mengajarkan matematika kita harus berusaha agar anak-anak itu lebih banyak
mengerti dan mengikuti pelajaran matematika dengan gembira, sehingga minatnya dalam
matematika akan lebih besar. Anak-anak akan lebih besar minatnya dalam matematika bila
pelajaran itu disajikan dengan baik dan menarik. Dengan menggunakan model pembelajaran
yang inovatif maka anak-anak akan lebih tertarik dalam pelajaran matematika. Guru dapat
memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan.
Dalam hal ini ada dua macam model pembelajaran Inovatif tipe PBL dan kooperatif
tipe STAD. Kedua model pembelajaran ini mempunyai keistimewaan yaitu siswa selain bisa
mengembangkan kemampuan individu juga bisa mengembangkan kemampuan kelompok.
PBL (Problem Based Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan
membenturkan siswa kepada masalah-masalah yang praktis atau open ended melalui
stimulus dalam belajar.
STAD (Student Team Achievement Division) merupakan model pembelajaran
kooperatif untuk pengelompokan campur yang pengakuan tim dan tanggung jawab kelompok
untuk pembelajaran individu anggota. Inti kegiatan STAD adalah mengajar, belajar dalam
tim, pemberian kuis dan penghargaan. Pengelompokan dalam STAD terdiri dari empat
sampai lima orang.
Pembelajaran PBL dan STAD merupakan model pembelajaran yang menuntut
keaktifan siswa. Siswa dituntut untuk berpikir kritis dalam pembelajaran. Dalam proses
pembelajaran siswa dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dikaitkan dalam kehidupan

sehari-hari. Walaupun kedua model pembelajaran bertujuan untuk menyelesaikan masalah,


namun dalam proses pembelajarannya berbeda.
Adapun perbedaan dalam pembelajaran PBL dan STAD yaitu pada langkah
pembelajarannya, dengan adanya perbedaan itu maka peneliti ingin mengkaji apakah dengan
menggunakan pembelajaran yang berbeda tersebut yaitu pembelajaran PBL dan STAD akan
memberikan hasil belajar yang berbeda atau tidak.

3. Hipotesis
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2006: 71).
Jadi hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis dalam
penelitian ini, secara operasional dirumuskan:
Ha1 : Terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem
Based Learning, model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan lembar kerja siswa
dan model pembelajaran konvensional pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar siswa
kelas VIII Semester I SMP N 2 Jakenan Tahun Pelajaran 2012/2013.
Ha2 : Terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem
Based Learning dan model pembelajaran cooperative tipe STAD berbantuan lembar kerja
siswa pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar kelas VIII semester I SMP N 2 Jakenan
tahun pelajaran 2012/2013.
Ha3

: Hasil belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem Based Learning
berbantuan lembar kerja siswa lebih baik daripada model pembelajaran konvensional pada
pokok bahasan faktorisasi suku aljabar kelas VIII semester I SMP N 2 Jakenan tahun
pelajaran 2012/2013.

Ha4

: Hasil belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran cooperative tipe STAD
berbantuan lembar kerja siswa lebih baik daripada model pembelajaran konvensional pada
pokok bahasan faktorisasi suku aljabar kelas VIII semester I SMP N 2 Jakenan tahun
pelajaran 2012/2013.

Ho1 : Tidak Terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran
Problem Based Learning, model pembelajaran cooperative tipe STAD berbantuan lembar

kerja siswa dan model pembelajaran konvensional pada pokok bahasan faktorisasi suku
aljabar siswa kelas VIII Semester I SMP N 2 Jakenan Tahun Pelajaran 2012/2013.
Ho2 : Tidak Terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran
Problem Based Learning dan model pembelajaran cooperative tipe STAD berbantuan lembar
kerja siswa pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar kelas VIII semester I SMP N 2
Jakenan tahun pelajaran 2012/2013.
Ho3 : Hasil belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem Based Learning
berbantuan lembar kerja siswa tidak lebih baik daripada model pembelajaran konvensional
pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar kelas VIII semester I SMP N 2 Jakenan tahun
pelajaran 2012/2013.
Ho4 : Hasil belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran cooperative tipe STAD
berbantuan lembar kerja siswa tidak lebih baik daripada model pembelajaran konvensional
pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar kelas VIII semester I SMP N 2 Jakenan tahun
pelajaran 2012/2013.
DAFTAR PUSTAKA
Adinawan, M. Cholik. 2007. Matematika Untuk SMP Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Guru, Tuan. 2011. http://www.tuanguru.net/2011/12/model-pembelajaran-berbasis-masalah-pkn.html.
diakses 25-04-2012.
Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hudoyo, Herman. 1990. Strategi Belajar Matematika. Malang; IKIP Malang Press.
Nuharini, Dewi. 2008. Matematika Konsep Dan Aplikasinya 2. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional.
Poerwadarminto, W. J. S. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Rusman, M.Pd. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta:
Rajawali Pers
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Tartocute. 2009. http://tartocute.blogspot.com/2009/06/lembar-kerja-siswa. diakses 20-02-2012.

Thobroni, Muhammad dan Arif Mustofa. 2011. Belajar dan Pembelajaran, Mengembangkan Wacana
dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Tri Anni, Dra. Catharina, Dkk. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK Universitas Negeri
Semarang.
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Вам также может понравиться