Вы находитесь на странице: 1из 3

Mission HMI

Oleh : M. Fafat Joisangadji

SEMUA YANG ADA PASTI DICIPTAKAN DAN SEMUA YANG DICIPTAKAN MESTI
MEMILIKI TUJUAN.

Itulah mission. Himpunan Mahasiswa Islam yang dilahirkan di tengah pergolakan fisik dan
ideologi bangsa (5 Februari 1947), menjadikan dua mainstream (arus besar pemikiran) keIslaman dan ke-Bangsaanitu dalam landasan aksinya (eagen action), yakni sebagai interes
group (kelompok kepentingan) dan preessure group ( kelompok penekan).
Kepentingan sasaran yang hendak diwujudkan adalah terutama nilai-nilai Islam secara
normatif pada setiap level kemasyarakatan sedangkan pada posisi penekan keinginan sebagai
pejuang Allah dalam melakukan pembebasan kepada kaum mustadafin (tertindas). Sedangkan
sebagai khalifah, dituntut mengejawantahkan nilai-nilai ilahiyah di bumi dengan kewajiban
mengabdikan diri semata-mata kehadiratnya meneladani dengan bingkai pengabdian
kehadiratnya melahirkan konsekwensi untuk melakukan pembebasan (liberation) dari
belenggu-belenggu selain Tuhan. Dalam kontek ini seluruh penindasan atas kemanusiaan
adalah thagut yang harus dilawan.
Tugas yang lebih jelas dalam konsep khalifah di muka bumi adalah manusia harus tampil
untuk melakukan sebuah perubahan sesuai misi yang diemban oleh para nabi yaitu
menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Ini bermakna, bahwa Islam adalah
mencita-citakan terbentuknya suatu masyarakat yang menjunjung tinggi semangat
persaudaraan universal (universal broderhoood), egaliter (sejajar), demokratis, berkeadilan
sosial (social justice), dan berkeadaban (social civilization) serta secara istikamah (ajeg)
melakukan perjuangan untuk membebaskan kaum tertindaas (mustadafin)
Mission adalah cita-cita yang dirumuskan dalam tujuan. HMI adalah anak kandung revolusi
sekaligus anak kandung umat Islam Indonesia yang resah atas gelagat sejarah. Itulah
kemudian menetapkan cita-cita pada Kongres I HMI di Yogyakarta, 30 November 1947, yang
tertuang dalam Pasal 4 AD, membalik rumusan menjadi: (1). Menegakkan dan
Mengembangkan Agama Islam; dan (2). Mempertinggi Derajat Rakyat dan Negara Republik
Indonesia. Intinya, HMI lebih memilih menjadi Anak Umat daripada Anak Bangsa.
Kemudian disusul Kongres Bandung (4 Oktober 1955) yang memposisikan HMI sebagai
Organisasi Kader,bukan organisasi massa yang sarat politik praktis. Maka dirumuskan tujuan
HMI menjadi "Ikut mengusahakan terbentuknya manusia akademis, pencipta dan pengabdi
yang bernafaskan Islam". Lalu disempurnakan dalam Kongres X di Palembang (10 Oktober
1971) dengan rumusan tujuan HMI berbunyi "Terbinanya insan akademis, pencipta,
pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat
adil dan makmur yang diridhai Allah Subhanahu wa Taala".

Sebagai organisasi Kader, mengemban beban tugas suci itu dituntut memiliki komitmen yang
terus menerus (permanen), tidak mengenal semangat musiman, tapi utuh dan istiqamah
dalam memperjuangkan dan melaksanakan kebenaran.
Seorang kader adalah tulang punggung atau kerangka yang mampu menyangga kesatuan
komunitas manusia yang lebih besar. Fokusnya memiliki watak pejuang yang menjadikan
Islam sebagaiu doktrin kekaderannya sumber kebenaran yang paling hakiki.

Ada dua cita yang dirumuskan, yaitu "insan cita" dan "masyarakat cita" secara eksplisit
berbicara tentang fungsi perkaderan dan peran perjuangan. Artinya, kader HMI harus mampu
mentransformasikan gagasan dan aksi terhadap rumusan yang ingin dibangun yakni:
Terbinanya Insan Akademis Pencipta, Pengabdi yang Bernapaskan Islam dan
bertanggungjawab atas Terwujudnya Masyarakat Adil dan Makmur yang di Ridhai Alllah
SWT (AD HMI).
INSAN CITA adalah dunia cita, ideal yang ingin diwujudkan oleh HMI dalam pribadi
seseorang manusia beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja
kemanusiaan. Dalam Tafsir Tujuan HMI, insan cita memiliki beberapa 17 kualitas pribadi
yang intinya sebagai gambaran "man of future"; yaitu insan pelopor-- berpikiran luas dan
berpandangan jauh, bersifat terbuka, terampil atau ahli dalam bidangnya, dia sadar apa yang
menjadi cita-citanya dan tahu bagaimana mencari ilmu perjuangan untuk secara operatif
bekerja sesuai dengan yang dicita-citakan.
Secara konkrit dirumuskan dalam lima kualitas, yaitu:
(1) Berkualitas insane akademis yang ditandai dengan semangat pendidikan yang tinggi,
berpengetahuan luas, berpikir rasional obyektif dan kritis. Memiliki kempuan teoritis serta
mampu memformulasikan apa yang diketahui dan dirasakan. Dia selalu berlaku dan
menghadapi suasana sekelilingnya dengan kesadaran. Sanggup berdiri sendiri dengan
lapangan ilmu pengetahuan sesuai dengan ilmu yang dipilihnya, baik secara teoritis maupun
teknis dan sangup bekerja secara ilmiah yaitu secara bertahap, teratur mengarah pada tujuan
sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan.
(2) Kualitas Insan Pencipta . Yaitu sanggup melihat kemungkinan kemungkinan yang lain
yang lebih dari sekedar yang ada dan bergairah besar menciptakan bentuk-bentuk baru yang
lebih baik dan bersikap dengan bertolak dari apa yang ada (yaitu Allah). Berjiwa penuh
dengan gagasan-gagsan kemajuan, selalu mencari perbaikan dan pembaharuan. Bersikap
independen dan terbuka, tidak isolatif, insan yang menyadri dengan sikap demikian potensi,
kreatifnya dapat berkembang dan menemukan bentuk yang indah-indah. Dengan ditopang
kemampuan akademisnya dia mampu melaksanakan kerja kemanusiaan (amal shaleh) yang
disemangati ajaran Islam.
(3) Kualitas Insan Pengabdi.Yakni Ikhlas dan sanggup berkarya demi kepentingan orang
banyak atau untuk sesama umat. Sadar membawa tugas insan pengabdi bukan hanya
membuat dirinya baik, tetapi juga membuat kondisi sekelilingnya menjadi baik. Insan
pencipta dan pengabdi adalah yang pasrah cita-citanya yang ikhlas mengamalkan ilmunya
untuk kepentingan sesamanya.

(4) Kualitas Insan Cita yang Bernafaskan Islam. Islam yang telah menjiwai dan memberi
pedoman pola pikir dan pola lakunya tanpa memaknai merk Islam. Islam akan menjadi
pedoman dalam berkarya dan mencipta sejalan dengan mission Islam. Dengan demikian
Islam telah menafasi dan menjiwai karyanya. Ajaran Islam telah berhasil membentuk "unity
of personality" dalam dirinya. Nafas islam telah membentuk pribadinya yang utuh tercegah
dari keterpecahan jati diri (spilit personaliti) tidak pernah ada dilema antara dirinya sebagai
warga negara dan dirinya sebagai muslim, insan ini telah meng-integrasikan masalah
suksesnya dalam pembangunan nasional bangsa kedalam suksesnya perjuangan umat Islam
Indonesia dan sebaliknya.
(5) Kualitas Insan Bertanggungjawab atas Terwujudnya Masyarakat Adil Makmur yang
Diridhoi Allah SWT
MASYARAKAT CITA-- masyarakat Adil dan Makmur yang diridhai Allah SWT yang
dimimpikan untuk diwujudkannya. Masyarakat yang bebas dari bermacam bentuk belenggu
penindasan, masyarakat yang berdaulat, masyarakat yang berdaya, mampu dan mandiri serta
dapat menentukan hidupnya sendiri, masyarakat yang menjadi cita-cita kemerdekaan.
Pertanyaannya; adakah hilai-nilai itu hidup ditubuh kader HMI masa kini? Sebagai
komunitas terdidik yang memiliki kesadaran terhadap dirinya sendiri dan lingkuang sosial,
bangsa dan agama,; apakah kader. HMI masih mampu memberikan warna baru bagi dunia
akademis dan gerakan mahasiswa?

Вам также может понравиться