Вы находитесь на странице: 1из 24

BAB II

KONSEP DASAR

A; KONSEP DASAR PENYAKIT


1; DEFINISI

Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau
insensitivitas sel terhadap insulin.
(Corwin, Elizabeth J. 2001 : 542)
Diabetes Melitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah
(hiperglikemia).
(Brunner dan Saddarth. 2000 : 109)
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
(Sudoyo, Aru W. 2006 : 1857)
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Brunner dan Saddarth. 2000 : 1220)
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen
dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
(Price, Sylvia Anderson. 2005 : 1260)
Diabetes Melitus (DM) atau penyakit kencing manis merupakan suatu penyakit menahun yang
ditandai dengan kadar glukosa darah (gula darah) melebihi nilai normal yaitu kadar gula darah sewaktu
sama atau lebih dari 200 mg/dl, dan kadar gula darah puasa diatas sama dengan 126 mg/dl.
(Misnadiarly. 2006 : 6)

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan Penyaring dan diagnosa diabetes mellitus

Bukan DM

Belum

pastiDM

DM
Kadar

glukosa

darahPlasma

sewaktu (mg/dl)

darah kapiler

Kadar glukosa darah puasaPlasma


(mg/dl)

vena< 110
< 90

vena< 110

darah kapiler

< 90

110 199

200

90 199

200

110 125

126

90 109

110

(Sudoyo, Aru W. 2006 : 1857 )


1; Klasifikasi Diabetes Melitus (ADA 2005)
a; Diabetes Melitus tipe I (insulin, Dependent Diabetes mellitus (IDDM)
1; Melalui proses imunologik
2; idiopatik
b; Diabetes Melitus tipe II (non-insulin-Dependent Diabetes Meliitus (NIDDM)
c; Diabetes Melitus tipe lain
d; Diabetes Kehamilan

(IPD)

2; ETIOLOGI

Penyebab Diabetes Melitus menurut ADA 2005 antara lain :


a; Diabetes Melitus tipe I

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut.

b; Diabetes Melitus tipe II

Bervariasi mulai predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang
predominan gannguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
c; Diabetes Melitus tipe lain
1; Defek genetik fungsi sel beta :
a; Kromosom 12, HNF-1 (dahulu MODY 3)
b; Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
c; Kromosom 20, HNF-4 (dahulu MODY 1)
d; Kromosom 13, insulin prometer factor-1 (IPF-1, dahulu MODY 4)
e; Kromosom 17, HNF-1 (dahulu MODY 5)
f;

Kromosom 2, Neuro D1(dahulu MODY 6)

g; DNA Mitokondria
h; Lainnya
2; Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, leprechaunism, sindiom rabson

mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainya.


3; Penyakit eksokrin pankreas : Pankreatitis trauma/ pankreaketomi, neoplasma, fibrosis kistik,

hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya.


4; Endokrinopati

Akromegali,

sindrom

chusing,

feokromositoma,

hipertiroidisme

samatostatinoma, aldosteronoma, lainnya.


Karena obat/ zat kimia : Vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokustiroid, hormon tiroid,
diazoxid, agonis adrenergic, tiazid, dilantin, interferon alpha, dan lain-lain.
5; Infeksi : Rubella congenital, CMU, dan lain-lain.

6; Imunologik jarang : Sindrom Stiff-man, anti bodi anti reseptor insulin, lainnya.
7; Sindrom genetik lainnya : Sindrom down, sindrom klinefelter, sindrom turnes, sindrom

wolframs, ataksia friedreichs, chorea huntington, sindrom laurence-moon-biedl, distrofi


miotonik, porfiria, sindrom prader willi, lainnya.
d; Diabetes Kehamilan (gestasional)

(IPD)
Orang-orang yang beresiko mengidap Diabetes Melitus (DM) :
1; Kedua orang tuanya mengidap penyakit DM.
2; Salah satu orang tuanya atau saudara kandungnya mengidap DM.
3; Salah satu anggota keluarga mengidap DM.
4; Pernah melahirkan bayi dengan berat badan lahir > 4 kg.
5; Pernah ditemukan kadar glukosa darah melebihi antara 146-200 mg/dl.
6; Menderita penyakit lever (hati) kronik atau agak berat.
7; Terlalu lama minum obat-obatan, mendapat suntikan atau minum tablet golongan kortikosteroid

(digunakan oleh penderita asma, penyakit kulit, penyakit reumatik, dan lain-lain) misalnya
prednison, oradexon, kenacort, rheumacyl, kortison, hidrokortison.
8; Terkena infeksi virus tertentu misalnya morbili, virus yang menyerang kelenjar ludah, dan lain-

lain.
9; Terkena obat-obatan anti serangga (insektisida)

(Misnadiarly. 2006 : 17)

3; PATOFISIOLOGI

a; Diabetes tipe I

Diabetes Melitus tipe I adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan absolut insulin.
Diperkirakan timbul akibat destruksi autoimun sel-sel beta pulau langerhans yang dicetuskan oleh
lingkungan. Serangan autoimun dapat timbul setelah infeksi virus, misalnya rubela, sitomegalovirus
kronik, atau setelah pajaran obat atau toksin (misalnya golongan nitrosamin yang terdapat pada
daging yang diawetkan). Pada saat diagnostik diabetes melitus tipe I ditegakkan, ditemukan antibodi
terhadap sel-sel pulau langerhans pada sebagian pasien. Sewaktu berespon terhadap virus, atau obat
tersebut, sistem imun gagal mengenali bahwa sel-sel pankreas adalah diri (self).
Orang-orang tertentu mungkin memiliki gen diabetogenik yang berarti suatu profil genetik
yang menyebabkan mereka rentan mengidap diabetes tipe I atau mungkin penyakit autoimun
lainnya. Lokus-lokus genetik yang mewariskan kecenderungan untuk mengidap diabetes melitus
tipe I tampaknya merupakan bagian dari gen kompleks histokompatibilitas. Kompleks
histokompatibilitas ini mengontrol pengenalan antigen-antigen oleh sistem imun. Gen-gen
histokompatibilitas dikode di kromosom 6 ; gen terkait insulin spesifik lainnya di kromosom 2
diduga berperan dalam pembentukan diabetes melitus tipe I melalui efeknya pada pembentukan dan
replikasi sel beta. Dengan munculnya diabetes melitus tipe I pankreas tidak/ sedikit mengeluarkan
insulin. Kadar glukosa darah meningkat karena tanpa insulin glukosa tidak masuk ke sel. Pada saat
yang sama hati mulai melakukan glukoneogenesis (sintesis glukosa baru) menggunakan substrat
yang tersedia berupa asam amino, asam lemak dan glikogen. Substrat-substrat ini mempunyai
konsentrasi yang tinggi dalam sirkulasi karena efek katabolik glukagon tidak dilawan oleh insulin.
Hal ini menyebabkan sel-sel mengalami kelaparan walaupun kadar glukosa darah sangat tinggi.
Hanya sel otak dan sel darah merah yang tidak kekurangan glukosa karena keduanya tidak
memerlukan insulin untuk memasukkan glukosa.
Semua sel lain kemudian menggunakan asam lemak bebas untuk menghasilkan energi.
Metaboisme asam lemak bebas di siklus krebs menghasilkan Adenosin Triphospat (ATP) yang
diperlukan untuk menjalankan fungsi sel. Pembentukan energi hanya mengandalkan asam-asam
lemak menyebabkan produksi berbagai keton oleh hati meningkat. Keton bersifat asam sehingga pH
plasama menurun.

b; Diabetes tipe II

Diabetes Melitus tipe II adalah penyakit hiperglikemia akibat insensitivitas sel terhadap
insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Diabetes
Melitus tipe II tampaknya berkaitan dengan kegemukan, selain itu pengaruh genetik, yang
menentukan kemungkinan seseorang mengidap penyakit ini, cukup kuat. Diperkirakan bahwa
terdapat suatu sifat genetik yang belum teridentifikasi yang menyebabkan pankreas
mengeluarkan insulin yang berbeda atau menyebabkan reseptor insulin atau perantara kedua
tidak dapat berespon secara adekuat terhadap insulin. Juga mungkin terdapat kaitan genetik
antara kegemukan dan rangsangan berkepanjangan reseptor-reseptor insulin. Rangsangan
berkepanjangan dapat menyebabkan penurunan jumlah reseptor insulin yang terdapat di sel-sel.
Hal ini disebut down regulation. Mungkin pula bahwa individu yang menderita diabetes melitus
tipe II menghasilkan autoantibodi insulin yang berikatan dengan reseptor insulin, menghambat
akses insulin ke reseptor, tetapi tidak merangsang aktivitas pembawa. Individu tertentu yang
menderita diabetes melitus tipe II pada usia muda dan berat yang normal atau kurus tampaknya
mengidap diabetes yang lebih erat kaitannya dengan suatu sifat yang diwariskan. Penderita
diabetes melitus tipe ini tetap menghasilkan insulin, namun sering terjadi kelambatan dalam
sekresi setelah makan dan berkurangnya jumlah total insulin yang dikeluarkan. Hal ini semakin
parah dengan pertambahan usia pasien. Sel-sel tubuh, terutama sel otot dan adiposa
memperlihatkan resistensi terhadap insulin yang terdapat dalam darah. Pembawa glukosa tidak
secara adekuat dirangsang dan kadar glukosa darah meningkat. Hati kemudian melakukan
glukoneogenesis. Karena masih terdapat insulin, maka jarang hanya mengandalkan asam-asam
lemak untuk menghasilkan energi dan tidak rentan terhadap ketosis.
c; Diabetes kehamilan (gestasional)

Penyebab diabetes kehamilan dianggap berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi dan
kadar estrogen dan hormon pertumbuhan yang terus menerus tinggi selama kehamilan. Hormon
pertumbuhan dan estrogen merangsang pengeluaran insulin dan dapat menyebabkan gambaran
sekresi berlebihan insulin seperti diabetes melitus tipe II yang akhirnya menyebabkan penurunan

responsivitas sel. Hormon pertumbuhan memiliki efek anti insulin, misalnya perangsangan
glikogenolisis (penguraian glikogen) dan penguraian jaringan lemak.
(Elizabeth, J. Corwin. 2001 : 543-546)

4;

PATWHAYS
Idiopatik

Infeksi virus

Penyakit lain, pankreatitis


endokrinopati, zat kimia

Destruksi
autormun sel-sel
beta pulau
langerharis

5;

Resistensi
insulin&atau
gangguan sekresi
insulin
Insensitivitas sel
terhadap insulin

Kerusakan sel B

Peningkatan kadar
estrogen & horman
pertumbuhan
Merangsang
pengeluaran
insulin
Sekresi berlebihan

Pankreas tidak/sedikit
menghasilkan insulin

Sel kekurangan nutrisi

Penurunan
responsivits sel
terhadapa
insulin

Glukosa tidak dapat


masuk ke sel

Kadar glukosa darah meningkat / diabetes melitus


Menstimlasi hati untuk
Peningkatan asmolitas
glukoneogenesis
plasma > 310 mOsm/l
Penyempitan
Produksi keton
Poliurea
pembuluh darah
meningkat
kapiler
pH plasma turun
Dehidrasi
Mikroangiopati diabetik
Ketoasialosia
Nefropati
Defisit volume
PCO2 meninggat
cairan
Albuminuria
Hiperventilasi
Peningkatan tekanan
Perasaan haus
Pernapasan kusmaul
koloid plasma
Pola nafas tidak
efekti

Polidipsia
(G. Minum)

Kelebihan
volume cairan

Perasaan lapar
Polifagia

Gangguan sirkulasi perifer


Penurunan suplai O2 ke bagian distal
Pembentukan kullus
Rasa tebal di telapak kaki
Penurunan sensitivitas
Resiko cedera
Cedera
Infeksi
Luka sukar sembuh
Kerusakan integritas
jaringan kulit

Merusak saraf otonom, perifer, spinal

Neuropati
Kesemutan rasa
tertusuk tusuk, rasa
terbakar
Nyeri akut

Lidah terasa tebal


Gangguan pengecapan
Anoreksia
Nutrisi < kebutuhan
tubuh

MANIFESTASI KLINIK
Gejala dan tanda-tanda penderita Diabetes Melitus dapat digolongkan menjadi gejala akut dan
kronik.
a; Gejala akut
1; Pada permulaan gejala ditunjukkan meliputi tiga serba banyak, yaitu :
a; Banyak makan (polifagia)
b; Banyak minum (polidipsia)
c; Banyak kencing (poliuria)

Dan fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus naik, bertambah gemuk,
karena pada saat ini jumlah insulin masih mencukupi.
2; Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati, lama-kelamaan mulai timbul gejala yang disebabkan oleh

kurang insulin. Polidipsi dan poliuria dan beberapa keluhan lain seperti nafsu makan mulai
berkurang, bahkan kadang-kadang timbul rasa mual jika kadar glukosa darah melebihi 500 mg/dl,
disertai :
a; Banyak minum
b; Banyak kencing
c; Berat badan turun dengan cepat (bisa 510 kg dalam waktu 2-4 minggu)
d; Mudah lelah
e; Jika tidak lekas diobati akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma (koma

diabetik). Koma diabetik adalah koma pada penderita Diabetes Melitus akibat kadar glukosa
darah terlalu tinggi (melebihi 600mg/dl)
b; Gejala kronik

Gejala kronik yang sering timbul adalah seorang penderita dapat mengalami beberapa gejala tersebut
di bawah ini :

1; Kesemutan
2; Kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum
3; Kram
4; Capai
5; Mudah mengantuk
6; Mata kabur
7; Gatal di sekitar kemaluan
8; Gigi mudah goyah dan mudah lepas
9; Kemampuan seksual menurun, bahkan impoten
10; Ibu hamil sering keguguran atau memiliki bayi dengan berat badan lahir 4kg

(Misnadiarly, 2006 : 14-16)

6;

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a; Pemeriksaan darah memperlihatkan peningkatan glukosa darah lebih dari 140mg per 100ml pada dua

kali pengukuran terpisah.


b; Glukosa dalam urine dapat diukur. Apabila kadar glukosa lebih besar dari 180mg per 100ml darah,

seperti yang dapat terjadi pada diabetes, maka pengangkut-pengangkut glukosa di ginjal yang membawa
glukosa keluar urine untuk masuk kembali ke darah dan mengalami kejenuhan. Setiap glukosa lebih dari
180mg per 100ml darah akan keluar melalui urine.
c; Keton di dalam urine dapat diukur, terutama pada individu dengan diabetes tipe I yang tidak terkontrol.
d; Peningkatan hemoglobin terglikosilasi. Selama 120 hari masa hidup sel darah merah, hemoglobin secara

lambat dan irreversibel mengalami glikosilasi (mengikat glukosa). Apabila terdapat hiperglikemia
kronik, maka kadar hemoglobin terglikosilasi mengikat.
e; Uji toleransi glukosa melambat, pada penderita diabetes tipe I dan II setelah pemberian glukosa, sampel

darah yang diambil secara berkala memperlihatkan peningkatan kadar glukosa secara bermakna dan
tetap meningkat selama beberapa jam kemudian.
a; (Elizabeth, J. Corwin : 2001 : hal 547-548)

7;

KOMPLIKASI
Komplikasi akut, meliputi :
a; Ketoasidosis Diabetes, suatu komplikasi yang merupakan kelainan ditandai, oleh perburukan drastis

semua gejala diabetes. Pada ketoasidosis diabetes, kadar glukosa darah meningkat secara cepat akibat
glukoneogenesis dan penguraian lemak yang progresif, timbul poliuria dan dehidrasi. Kadar keton juga
meningkat (ketosis) akibat pemakaian asam-asam lemak yang hampir total untuk menghasilkan ATP.
Pada ketosis, pH turun dibawah 7,3. pH yang rendah menyebabkan asidosis metabolik dan merangsang
hiperventilasi, yang disebut pernafasan kussmaul, karena individu berusaha mengeluarkan
karbondioksida.
b; Koma non-ketotik hiperglikemia hiperosmolar

Penyulit akut yang dijumpai pada Diabetes Melitus tipe II, merupakan perburukan drastis penyakit.
Pengidap diabetes tipe II dapat mengalami hiperglikemia berat dengan kadar glukosa darah lebih dari
300mg per 100ml. Hal ini menyebabkan asmolalitas plasma, yang dalam keadaan normal dikontrol
secara ketat pada rentang 275-295 mOsm/l, meningkat melebihi 310 mOsm/l. Situasi ini menyebabkan
pengeluaran berliter-liter urine, rasa haus yang hebat, defisit kalium parah, dan pada sekitar 15-20%
pasien, terjadi koma dan kematian.
c; Efek Somogyi, ditandai oleh penurunan unik kadar glukosa darah pada malam hari, diikuti oleh

peningkatan rebound pada paginya. Penyebab hiperglikemia malam hari kemungkinan besar berkaitan
dengan penyuntikan insulin sore harinya. Hiperglikemia menyebabkan peningkatan glukagon,
ketekolamin, kostisol, dan hormon pertumbuhan sehingga merangsang glukogenesis dan akhirnya pada
pagi hari terjadi hiperglikemia.
d; Fenomena Fajar (down phenomenon) adalah hiperglikemia pada pagi hari (antara jam 5 dan jam 9) yang

tampaknya disebabkan oleh peningkatan sirkodian kadar glukosa pada pagi hari. Juga dapat terjadi
penurunan sensitivitas terhadap insulin pada pagi hari, baik sebagai variasi sirkadian normal atau
sebagai respon terhadap hormon pertumbuhan atau kortbol.
(Elizabeth, J. Corwin : 2001, 549-550).

Komplikasi jangka panjang diabetes


a; Komplikasi Makrovaskuler
1; Penyakit arteri koroner, perubahan arterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner menyebabkan

insiden infark miokard pada penderita Diabetes Melitus. Salah satu ciri unik pada penyakit arteri
koroner yang diderita pasien Diabetes Melitus adalah tidak terdapatnya gejala iskhemik yang khas.
Infark miokard asimtomatik ini hanya dijumpai melalui pemeriksaan elektrokardiogram. Kurangnya
gejala iskhemik ini disebabkan oleh neuropati otonom.
2; Penyakit serebrovaskuler, perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau

pembentukan embolus ditempat lain dalam sistem pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran
darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah serebral dapat menimbulkan serangan iskhemia
sepintas (TIA: transient ischemic attack) dan stroke.
3; Penyakit vaskuler perifer, perubahan aterosklenotik dalam pembuluh darah besar pada ekstremitas

bawah merupakan penyebab meningkatnya insiden penyakit oklusif arteri perifer pada pasien
diabetes. Tanda dan gejala penyakit perifer dapat mencakup berkurangnya denyut nadi perifer dan
klaudkasio intermiten (nyeri pada pantat atau betis ketika berjalan).

b; Komplikasi Mikrovaskuler

Penyakit mikrovaskuler diabetik (mikroargiopati) ditandai oleh penebalan membran basalis


pembuluh kapiler. Membran basalis mengelilingi sel-sel endotel kapiler. Ada dua tempat dimana
gangguan fungsi kapiler dapat berakibat serius. Kedua tempat tersebut adalah mikrosirkulasi retina
mata dan ginjal.
a; Retinopati Diabetik

Kelainan patologis mata yang disebut retinopati diabetik disebabkan oleh perubahan dalam
pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata. Ada tiga stadium utama retinopati, yaitu :

1; Retinopati nonproliferatif, memperlihatkan manifestasi klinis yang membuktikan adanya

retinopati nonproliferatif berupa edema makula dan dapat mengakibatkan distorsi visual serta
kehilangan penglihatan sentral.
2; Retinopati

praproliferatif, keadaan yang merupakan bentuk lanjutan dari retinopati

nonproliferatif.
3; Retinopati proliferatif, disebabkan oleh pendarahan vitreus atau ablasio retina (pelepasan retina)

dan akhirnya terjadi kebutaan.


(Brunner dan Suddarth : 2002 : 1269-1270)

b; Nefropati

Diagnosis stadium klinis nereopati diabetik secara klasik adalah dengan ditemukannya proteinuria
>0,5 gram/hari.
(Suyono, Slamet : 2001 : 356)

c; Neuropati Diabetes

Neuropati diabetes mengacu kepada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe syaraf,
termasuk syaraf perifer (sensori motor), otonom, dan spiral. Neuropati perifer sering mengenai
bagian distal serabut syaraf, khususnya syaraf ekstremitas bawah. Kelainan ini mengenai kedua sisi
tubuh dengan distribusi yang simetris dan secara progresif dapat meluas ke arah proksimal. Gejala
permulaan adalah parestesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan, atau penngkatan kepekaan) dan rasa
terbakar (khususnya pada malam hari). Dengan bertambahnya lanjutannya neuropati, kaki terasa
baal (patirasa). Penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita neuropati beresiko
mengalami cidera dan infeksi pada kaki tanpa diketahui.

d; Masalah kaki dan tungkai pada diabetes

Ada tiga komplikasi diabetes yang turut meningkatkan resiko terjadinya infeksi kaki. Ketiga
komplikasi tersebut adalah :
1; Neuropati : neuropati sensori menyebabkan hilangnya perasaan nyeri dan sensibilitas tekanan,

sedangkan neuropati otonom menimbulkan peningkatan kekeringan dan pembentukan fisura


pada kulit.
2; Penyakit vaskuler perifer : sirkulasi ekstremitas bawah yang buruk turut menyebabkan lamanya

kesembuhan luka dan terjadinya genggren.


3; Penurunan daya imunitas : hiperglikemi akan mengganggu kemampuan leukosit khusus yang

berfungsi untuk menghancurkan bakteri. Dengan demikian, pada pasien diabetes yang tidak
terkontrol akan terjadi penurunan resistensi terhadap infeksi tertentu.
Rangkaian kejadian yang khas dalam timbulnya ulkus diabetik pada kaki dimulai dari cedera
pada jaringan lunak kaki, pembentukan fisura antara jari-jari kaki atau di daerah kulit yang kering,
atau pembentukan kalus. Cedera tidak dirasakan oleh pasien yang kepekaan kakinya sudah
menghilang dan bisa berupa cedera termal, cedera kimia, atau cedera traumatik.
Jika pasien tidak mempunyai kebiasaan untuk memeriksa kakinya tiap hari, cedera atau fisura
tersebut dapat berlangsung tanpa diketahui sampai terjadi infeksi yang serius. Pengeluaran nanah,
pembengkakan, kemerahan (akibat selulitis) atau gangren pada tungkai, biasanya merupakan tanda
pertama masalah kaki yang terjadi pada pasien.
(Brunner dan Suddarth, 2002 : 1274-1276)

8; PENATALAKSANAAN
1; Medis
a; Macam-macam obat anti hiperglikemik oral :
1; Golongan insulin sensitizing

a; Biguanid, golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin. Metformin dalam

konsentrasi yang tinggi di dalam usus dan hati, tidak dimetabolisme tetapi secara tepat
dikeluarkan melalui ginjal. Karena cepatnya proses tersebut mata metformin biasanya
diberkan dua sampai tiga kali sehari kecuali bentuk extended release. Efek samping yang
dapat terjadi adalah asidosis laktat, dan untuk menghindarinya sebaiknya tidak diberikan
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatin > 1,3 mg/dl pada perempuan dan >
1,5mg/dl pada laki-laki) atau pada gangguan fungsi hati dan jantung serta harus diberikan
dengan hati-hati pada orang lanjut usia.
b; Glitazon, golongan obat yang mempunyai efek farmakologis untuk meningkatkan

sensitivitas insulin. Rosiglitazon dan ploglitazon saat ini dapat digunakan sebagai
monoterapi dan juga sebagai kombinasi dengan metformin dan sekretagok insulin. Secara
klinik rosiglitazon dengan dosis 4 dan 8 mg/hari (dosis tunggal atau dosis terbagi 2 kali
sehari).

2; Golongan sekretagok insulin

Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemik dengan cara menstimulai sekresi insulin oleh
sel beta pankreas. Golongan ini meliputi sulfonilurea dan glinid. Yang termasuk sulfonilurea
antara lain ; glibenklamid, glikuidon dan klospromid. Sedangkan yang termasuk glinid adalah
repaglinid dan nateglinid.

3; Penghambatan alpha glukosidase

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alpha glukosidase di dalam saluran
cerna, sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia postprandial.
(IPD)

b; Insulin

Adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau langerhans kelenjar pankreas.
Berdasarkan lama kerjanya, insulin dibagi menjadi empat macam, yaitu :
1; Insulin kerja singkat/ cepat, misalnya actrapid dan humulin R, efek puncaknya 2-4 jam, lama

kerja 6-8 jam.


2; Insulin kerja menengah, misalnya insulated dan monotard human, efek puncaknya 4-12 jam,

lama kerja 18-24 jam.


3; Insulin infasik/ campuran, misalnya mixtard 30 dan humulin 3-/70, efek puncaknya 1-8 jam,

lama kerja 14-15 jam.


4; Insulin kerja panjang, misalnya lantus, efek puncak tidak ada, lama kerja 24 jam.

(Misnadiarly : 2006 : 107, 113)

c; Suntikan bolus dekstrosa 15-25 gram diberikan untuk mengatasi hipoglikemia.


d; Nacl 0,9% atau Nacl 0,45% diberikan jika terjadi dehidrasi dan hiperosmolaritas, pada umumnya

diberikan 1-2 liter dalam jam pertama.


(Noer, Sjaifoellah, 2004 : 620 dan 624)
e; Antibioti yang adekuat, oksigen bila PO2 < 80 mmHg, heparin bila ada hiperosmolan diberikan jika

terjadi ketoasidosis diabetik.


(IPD)
f;

Pengobatan/terapi yang sesuai dengan pengobatan untuk infeksi. Penanganan infeksi dapat
dilakukan dengan memberikan siprofloxacin (termasuk salah satu grup quinolon). Antimikrobial
lain yang digunakan antara lain, metronidazole, erythomycin, chlorampenicol. Beberapa obat lain
yang bisa digunakan pada kaki diabetes antara lain insulin, neurotropik, kompres luka, obat
antitrombosit (cilostazol atau pletal), neuromin, dan oksoforin solutiion (untuk terapi lokal)

(Misnadiarly : 2006 : 44-47)

2; Keperawatan / non farmakologis


a; Edukasi/ penyuluhan
1; Berikan dukungan dan nasehat yang positif dan hindari terjadinya kecemasan.
2; Berikan informasi secara bertahap, jangan sekaligus, mulai dari hal yang sederhana, baru

kemudian yang lebih sulit.


3; Gunakan alat bantu dengar-pandang.
4; Lakukan motivasi, berikan penghargaan dan diskusikan hasil pemeriksaan laboratorium.

(Misnadiarly : 2006 : 128)

b; Diet

Prinsip umum, diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan
diabetes. Memberikan semua unsur makanan adalah penting. Diantaranya :
1; Meningkatkan konsumsi karbohidrat kompleks (khususnya yang berserat tinggi) seperti roti,

gandum-utuh, nasi beras tumbuk, gandum yang masih mengandung bekatul. Karbohidrat
sederhana tetap harus dikonsumsi dalam jumlah yang tidak berlebihan dan lebih baik jika
dicampur ke dalam sayuran atau makanan lain.
2; Lemak, pembatasan jumlah lemak jenuh dan pembatasan kolesterol.
3; Rekomendasi untuk mengurangi jumlah asupan protein dapat diberikan kepada pasien dengan

tanda-tanda penyakit ginjal.


4; Diet tinggi serat.

(Brunner dan Suddart, 2002 : 1227-1229)

c; Latihan Jasmani

Prinsip latihan jasmani bagi diabetesi, persis sama dengan prinsip latihan secara umum, yaitu :
jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan secara teratur 3-5 kali perminggu, intensitas dari
ringan sampai sedang, durasi 30 sampai 60 menit dan jenis latihan jasmani endurans (aerobik) untuk
meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda.

A;
B; KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1; Pengkajian
a; Aktivitas dan istirahat

Gejala : lemah, letih, sulit bergerak/ berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur/
istirahat.
Tanda : takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas, letangi/ disorientasi,
koma, penurunan kekuatan otot.

b; Sirkulasi

Gejala : adanya riwayat hepertensi, IMA, khudikasi, kebas, kesemutan ekeremitas, ulkus pada kaki,
penyembuhan lama.
Tanda : Lakikardia, perubahan tekanan darah postutal, hipertensi, disritmia, krekels, DVS (GJK),
kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.

c; Integritas Ego

Gejala : stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi.
Tanda : ansietas, peka rangsang.

d; Eliminasi

Gejala : perubahan pola berkemih, nokturia, rasa nyeri/ terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK
baru/ berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria/ onuria jika terjadi
hipovolumia berat), urine berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus
lemah dan menurun hiperaktif (diare).

e; Makanan / cairan

Gejala : hilang nafsu makan, mual/ muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa/
karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/ minggu, haus, penggunaan diuretik
(tiazid).
Tanda : kulit kering,/ bersisik, tugor jelek, kekuan/ distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid,
nafas aseton.

f;

Neurosensori
Gejala : pusing/ pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestosia, gangguan
penglihatan.
Tanda : disorientasi, mengantuk, letangi, stupor (koma tahap lanjut), gannguan memori, kacau
mental, aktivitas kejang (tahap lanjut DKA)

g; Nyeri / Kenyamanan

Gejala : abdomen yang tegang/ nyeri.


Tanda : wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.

h; Pernafasan

Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum purulen (tergantung adanya
infeksi/ tidak)
Tanda : lapar udara, batuk dengan/ tanpa sputum purulen, frekuensi pernafasan.

i;

Keamanan
Gejala : kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ ulserasi, menurunkan kekuatan umum/ rentang gerak,
parestesia/ paralisis otot termasuk otot-otot pernafasan.

j;

Seksualitas
Gejala : rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita.
(Marilynn, E. Doenges : 2000 : 726-728)

2; Diagnosa keperawatan
a; Kurang volume cairan b/d diuresis osmotik.

b; Nutrisi, perubahan : kurang dari kebutuhan tubuh b/d onoreksia.


c; Infeksi, resiko tinggi terhadap sepsis b/d perubahan sirkulasi.

(Marilynn, E. Doenges : 2000 : 728-734)


d; Nyeri akut b/d malaise sekunder akibat diabetes melitus.
e; Kerusakan integritas jaringan kulit b/d inflamasi antara dermal-epidermal sekunder akibat diabetes

melitus.
f;

Kelebihan volume cairan b/d tekanan osmotik koloid plasma rendah.

g; Ketidakefektifan pola nafas b/d hiperventilasi.

(Carpenito, Lynda Juall. 2001. Hal : 45, 142, 299, 325)

3; Intervensi Keperawatan
a; Kekurangan volume cairan b/d diuresis osmotik, intervensinya :
1; Pantau tanda-tanda vital, cacat adanya perubahan TD ortostatik.
2; Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
3; Ukur berat badan tiap hari.
4; Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batasam yang dapat

ditoleransi jantung.
5;

Berikan terapi cairan sesuai dengan indikasi, normal salin atau setengah normal salin dengan
atau tanpa deistrosa, albumin, plasma, atau dekstran.

6; Pantau pemeriksaan laboratorium : Ht, BUN/ kreatinin, kalium, natrium, dan osmolalitas darah.
7; Berikan bikarbonat jika pH kurang dari 7,0.

b; Nutrisi, perubahan : kurang dari kebutuhan tubuh, b/d anoreksia. Intervensinya :


1; Timbang berat badan tiap hari.
2; Identifikasi makanan yang disukai/ dikehendaki.
3; Observasi tanda-tanda hipoglikemia.
4; Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera.
5; Lakukan pemeriksaan gula darah.
6; Konsul ahli diet.

c; Infeksi, resiko tinggi terhadap sepsis b/d perubahan sirkulasi, intervensinya :


1; Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan
2; Berikan perawatan kulit dengan teratur.
3; Berikan obat antibiotik yang sesuai.

(Marilynn E. Doenges : 2000 : 729-735)

d; Nyeri akut b/d malaise sekunder akibat diabetes melitus, intervensinya:


1; Jelaskan sebab-sebab nyeri.
2; Kaji skala nyeri.
3; Berikan kesempatan individu untuk istirahat.
4; Berikan individu pereda sakit yang optimal dengan analgesik.

e; Kerusakan integritas jaringan kulit b/d inflamasi antara dermal-epidermal sekunder akibat diabetes

melitus, intervensinya :
1; Identifkasi tahap perkembangan ulkus.
2; Masase dengan lembut kulit sehat di sekitar area yang sakit untuk merangsang sirkulasi
3; Tingkatkan asupan protein dan karbohidrat untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen

positif.
f;

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan tekanan osmotic koloid plasma rendah.
Intervensinya :
1; Untuk edema : pantau kulit terhadap tanda luka tekan, hindari plester bila mlungkin, dan ubah

posisi setiap 2 jam.


2; Jaga ektremitas yan mengalami edema setinggi diatas jantung
3; Kaji masukan diit dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan
4; Ajarkan individu untuk masak tanpa garam

(Linda Juall, 2001)


g; Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi.

Intervensinya :
1; Pastikan indiviodu bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan
2; Latih individu ntuk bernafas perlahan-lahan, bernafas lebih efektif
3; Mendiskusikan kemungkinan penyebab, fisik, dan emoosional dan metode penanganan yang

efektif
(Linda Juall, 2007)

Вам также может понравиться