Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2
Teams Games Tournamen (TGT) merupakan metode yang sesuai dengan pokok
bahasan ini. Metode ini merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Menurut
Carolyn (1992), Pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas belajar kelompok yang
teratur dan terstruktur, dan tiap anggota bertanggungjawab untuk kelompoknya, dirinya
sendiri serta dimotivasi untuk meningkatkan pembelajaran yang lainnya.
Penerapan metode TGT, pada pokok bahasan aplikasi mikroprosessor dapat
meningkatkan minat belajar siswa. Sehingga siswa dapat memahami materi yang
disampaikan oleh guru. Metode TGT, dapat meningkatkan kualitas pembelajaran siswa
dalam sub pokok bahasan aplikasi mikroprosessor, karena didukung oleh media komik.
Adanya media komik inilah kualitas pembelajaran siswa dapat meningkat.
Kita telah mengetahui bahwa komik merupakan bacaan yang sangat digemari oleh
anak-anak, karena isi dari komik berupa tulisan-tulisan yang lucu, selain itu juga didalam
komik terdapat banyak gambar-gambar yang menarik. Sehingga anak-anak sangat senang
membaca komik daripada buku pelajaran. Buku-buku komik dapat dipergunakan secara
efektif oleh guru-guru dalam usaha membangkitkan minat, mengembangkan
pembendaharaan kata-kata dan keterampilan membaca, serta untuk memperluas minat
baca. Penggunaan komik dalam pengajaran sebaiknya dipadukan dengan metode
pembelajaran, sehingga komik dapat menjadi alat pengajaran yang efektif.
Komik merupakan suatu bentuk bacaan dimana anak-anak mambacanya tanpa
harus dibujuk. Melalui bimbingan dari guru, komik dapat berfungsi sebagai jembatan
untuk menumbuhkan minat baca siswa (Sudjana, 2001).
Berdasarkan penelitian di atas, maka akan dilakukan penelitian dengan judul
PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN DENGAN METODE Teams
Games Tournament (TGT) DAN MEDIA KOMIK PADA SISWA KELAS XI Teknik
Elektronika Industri (EI) I SMK NEGERI 39 JAKARTA TAHUN AJARAN
2009/2010.
3
B. Pembatasan Masalah
C. Perumusan Masalah
D. TUJUAN PENELITIAN
4
Penerapan Metode Teams Games Tournament (TGT) dan media komik pada sub
pokok bahasan aplikasi mikroprosessor dapat meningkatkan kualitas pembelajaran siswa
kelas XI EI I SMK Negeri 39 Jakarta Tahun Ajaran 2009/2010
E. MANFAAT PENELITIAN
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Mikroprosessor
Oemar Hamalik (2002: 27), menyatakan bahwa dalam proses pendidikan di sekolah,
tugas utama guru adalah mengajar sedangkan tugas utama setiap siswa adalah belajar.
Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Sedangkan menurut Fontana seperti yang dikutip oleh Erman Suherman (2001: 8) bahwa
belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai pengalaman.
Menurut Sardiman A. M. (2005: 20), belajar merupakan perubahan tingkah laku atau
penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati,
mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Dari pengertian-pengertian tentang belajar
tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang relatif
tetap dan ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman,
sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek
lain yang ada pada individu yang belajar.
Menurut Sardiman A. M. (2005: 47), belajar mengacu pada kegiatan siswa dan
mengajar mengacu pada kegiatan guru. Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha
untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan
untuk berlangsungnya proses belajar. Menurut Wina Sanjaya (2005: 87), tugas utama guru
adalah mengajar sedangkan tugas utama siswa adalah belajar. Lebih lanjut Wina Sanjaya
(2005: 87) menyampaikan bahwa keterkaitan antara belajar dan mengajar itulah yang
disebut sebagai pembelajaran. Menurut Erman Suherman (2001: 8), pembelajaran
merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh
dan berkembang secara optimal. Masih menurut Erman Suherman (2001: 8), peristiwa
6
belajar yang disertai proses pembelajaran akan lebih terarah dan sistematik daripada belajar
yang semata-mata dari pengalaman dalam kehidupan sosial dalam masyarakat. Belajar
dengan proses pembelajaran ada peran guru, bahan belajar, dan lingkungan kondusif yang
sengaja diciptakan. Sedangkan menurut Moh. User Usman (2000 :4), pembelajaran
merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar
hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan
tertentu.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang
melibatkan guru, siswa, dan bahan ajar dalam lingkungan yang kondusif untuk belajar secara
optimal dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Kursus Mikroprossesor dan Mikrokomputer yang menekankan pengaturcaraan dalam
bentuk machine language atau kod mesin merupakan salah satu kursus utama di mana
pelajar sentiasa menghadapi masalah dalam memahami dan menguasainya. Pada masa yang
sama kursus ini bukan sahaja melibatkan pembelajaran teori semata-mata tetapi melibatkan
penulisan pengaturcaraan dan perantaramukaan dengan perkakasan. Kegagalan pelajar
menguasai kursus ini dengan sepenuhnya di peringkat universiti, akan menyebabkan mereka
mengalami masalah apabila berada di alam pekerjaan. Sebarang kesalahan dalam
pengaturcaraan kod mesin boleh menyebabkan kesan yang tidak disangka kepada pengendali
atau operator mesin jika aturcara itu diguna pakai untuk operasi mesin contohnya. Walau
bagaimanapun, jika pelajar berjaya mengusai kursus ini maka ia merupakan satu kelebihan
untuk mereka semasa memohon pekerjaan kelak.
Pihak industri yang berlatarbelakangkan pengaturcaraan kod mesin seperti Intel dan
Motorola juga menggalakkan pihak universiti memberi penekanan kepada pelajar dalam
menguasai kursus ini (Intel Penang Design center, 2009). Ini adalah perlu kerana kod mesin
merupakan asas kepada semua perisian. Penguasaan akan membantu dalam mendalami
sesuatu perisian itu. Maka satu mekanisma atau kaedah pengajaran baru telah digunapakai
supaya pelajar boleh menguasai kursus ini secara keseluruhan dan mengaplikasinya secara
berkesan.
Menurut Wina Sanjaya (2005: 99), secara umum strategi merupakan pola umum
rentetan kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks
7
pembelajaran strategi dapat dikatakan sebagai pola umum yang berisi tentang rentetan
kegiatan yang dapat dijadikan pedoman (petunjuk umum) agar kompetensi sebagai tujuan
pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
Sedangkan menurut Oemar Hamalik (2005: 201), pengertian strategi pembelajaran
adalah keseluruhan metode dan prosedur yang menitikberatkan pada kegiatan siswa dalam
proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan tertentu. Dari definisi tentang strategi
pembelajaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan
berbagai kegiatan yang direncanakan oleh guru dan dijadikan pedoman dalam pelaksanaan
pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
Menurut Wina Sanjaya (2005: 79), tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi
pelajaran, akan tetapi proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang
akan dicapai. Oleh karena itu penguasaan materi bukan akhir dari proses pembelajaran, akan
tetapi hanya sebagai tujuan membentuk pola perilaku siswa. Untuk itulah strategi
pembelajaran perlu ditentukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Syaiful Bahri dan Aswan Zain (2002: 5) mengemukakan bahwa ada beberapa strategi
dasar dalam pembelajaran antara lain: (1) mengidentifikasi kondisi dan permasalahan yang
dihadapi siswa dalam belajar, (2) merumuskan tujuan pembelajaran, (3) memilih pendekatan,
metode, dan teknik pembelajaran
Wina Sanjaya (2005: 101) menyatakan bahwa pembelajaran pada dasarnya adalah
proses penambahan informasi dan kemampuan/kompetensi baru. Ketika kita berfikir
informasi dan kompetensi apa yang harus dimiliki siswa, maka kita juga harus memikirkan
strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Masih menurut Wina Sanjaya (2005: 105-108), ada beberapa macam strategi pembelajaran
yang dapat digunakan yaitu:
1. Strategi Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
Dalam strategi pembelajaran langsung, pembelajaran berorientasi kepada guru
sebab guru memegang peranan yang dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan
materi pembelajaran secara terstruktur, dengan harapan apa yang disampaikan dapat
dikuasai oleh siswa dengan baik.
2. Strategi Pembelajaran dengan Diskusi
8
Diskusi adalah proses pembelajaran melalui interaksi dalam kelompok. Setiap
anggota kelompok saling bertukar ide tentang suatu isu dengan tujuan untuk
memecahkan suatu masalah, menjawab pertanyaan, menambah pengetahuan atau
pemahaman, atau membuat keputusan.
B. Keaktifan Siswa
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2001: 24-25), aktif adalah giat (bekerja,
berusaha), sedangkan keaktifan adalah suatu keadaan atau hal di mana siswa dapat aktif.
Pada penelitian ini keaktifan yang dimaksud adalah keaktifan belajar siswa. Belajar adalah
proses perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik dan relatif tetap, serta ditunjukkan
dalam berbagai bentuk seperti berubahnya pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku,
keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada
9
individu yang belajar. Jadi keaktifan belajar siswa adalah suatu keadaan di mana siswa aktif
dalam belajar.
Keaktifan belajar siswa dapat kita lihat dari keterlibatan siswa dalam proses belajar
mengajar yang beraneka ragam seperti pada saat siswa mendengarkan ceramah,
mendiskusikan, membuat suatu alat, membuat laporan pelaksanaan tugas dan sebagainya.
Paul B. Diedrich dalam Oemar Hamalik (2005: 172) membagi kegiatan belajar siswa dalam 8
kelompok, yaitu:
1. Visual activeties (kegiatan-kegiatan visual) seperti membaca, mengamati
eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.
2. Oral Activities (kegiatan-kegiatan lisan) seperti mengemukakan suatu fakta,
menghubungkan sutu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran,
mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.
3. Listening Activities (kegiatan-kegiatan mendengarkan) seperti mendengarkan uraian,
percakapan, diskusi, musik, pidato, dan sebagainya.
4. Writing activities (kegiatan-kegiatan menulis) seperti menulis cerita, karangan,
laporan, tes, angket, menyalin, dan sebagaianya.
5. Drawing activities (kegiatan-kegiatan menggambar) seperti menggambar, membuat
grafik, peta, diagaram, pola, dan sebagainya.
6. Motor activities (kegiatan-kegiatan motorik) seperti melakukan percobaan, membuat
konstruksi, model, bermain, berkebun, memelihara binatang, dan sebagainya.
7. Mental activities (kegiatan-kegiatan mental) seperti merenungkan, mengingat,
memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan, dan
sebagainya.
8. Emotional activities (kegiatan-kegiatan emosional) seperti menaruh minat, merasa
bosan, gembira, berani, tenang, gugup, dan sebagainya.
10
C. Pembelajaran Kooperatif
Erman Suherman (2001: 218) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif
mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk
menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu
untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Anita Lie (2004: 12), sistem pengajaran yang
memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam
tugas-tugas terstruktur disebut sebagai sistem pembelajaran gotong royong atau
pembelajaran kooperatif. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
suatu model pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dalam kelompok kecil atau
tim untuk saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi dalam
menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu
untuk mencapai tujuan bersama dalam pembelajaran.
Muslimin Ibrahim, dkk (2000: 6-7) mengemukakan bahwa kebanyakan
pembelajaran yang menggunakan model kooperatif dapat memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan
rendah.
3. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin
berbeda-beda.
4. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
11
1. TGT (Teams Games Tournament)
Secara umum TGT sama saja dengan STAD kecuali satu hal: TGT
menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor
kemajuan individu, di mana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan
anggota tim lain yang kemampuan akademiknya setara. Hasilnya, siswasiswa yang
berprestasi paling rendah pada setiap kelompok memiliki peluang yang sama untuk
memperoleh poin bagi kelompoknya sebagai siswa yang berprestasi tinggi. Meskipun
keanggotaan kelompok tetap sama, tetapi siswa yang mewakili kelompok untuk
bertanding dapat berubah-ubah atas dasar penampilan dan prestasi masing-masing
anggota. Misalnya mereka yang berprestasi rendah, yang mula-mula bertanding
melawan siswa-siswa kemampuannya sama dapat bertanding melawan siswa-siswa
yang berprestasi tinggi ketika mereka menjadi lebih mampu.
Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas
tiap kelompok bisa sama bisa berbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok
bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamika
kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana
diskusi nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu
dengan cara guru bersikap terbuka, ramah, lembut, santun, dan ada sajian bodoran.
Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehingga terjadi diskusi kelas.
Menurut Johnson & Johnson yang dikutip oleh Carolyn W. Rouviere
(www.maa.org/saum/maanotes49/140.html), metode TGT ini meliputi tiga tahap,
yaitu:
1. Tahap mengajar (teaching)
Dalam tahap ini, guru mengajarkan materi pelajaran yang akandigunakan
dalam kompetisi. Materi pelajaran yang diajarkan hanya secara garis besarnya
saja dari suatu materi. Tahap ini meliputi pembukaan yang dapat memotivasi
siswa dalam belajar, membangun suatu pengetahuan awal mengenai materi
12
tersebut, dan memberikan petunjuk pelaksanaan metode TGT termasuk
pembentukan kelompok. Tahap ini dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan.
2. Tahap belajar dalam kelompok (team study)
Dalam tahap ini anggota kelompok mempunyai tugas untuk mempelajari
materi pelajaran secara tuntas dan saling membantu dalam mempelajari materi
tersebut. Jika ada kesulitan harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum bertanya
pada guru. Setiap anggota kelompok dalam berdiskusi hendaknya dengan suara
perlahan, sehingga kelompok yang lain tidak terganggu.
13
c. Selanjutnya adalah pelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal
yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu
tertentu (misal 3 menit). Siswa bisa mengerjakan lebih dari satu soal dan hasilnya
diperiksa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan
sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja turnamen sesuai dengan skor
yang diperolehnya diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, medium.
d. Bumping, pada turnamen kedua (begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat
dst.), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan
sebutan gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama,
begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang
sama.
e. Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual,
berikan penghargaan kelompok dan individual.
14
DAFTAR PUSTAKA
Hisyam Zaini, Bambang Munthe, Sekar Ayu Aryani. (2004). Strategi Pembelajaran Aktif.
Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga.
Saiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta Rineka Cipta.
15
Sardiman, A. M.. (2000). Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Grafindo Persada.
Slavin, Robert E. (1995). Cooperative Learning Theory Research and Practise. Boston:
Allyn&Bacon.
Siti Aminah. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dan Model Pembelajaran
Konvensional pada Pokok Bahasan Ststistik.
http://digilib.umg.ac.id/go diakses 22 Juli 2006.
T. Raka , Kardiawan, Trisno Hadisubroto. (1998). Konsep Dasar Penelitian Tindakan Kelas
(Classroom Action Research). Jakarta: Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah
Depdikbud Dirjen Dikti.
Penelitian.http://mashudismada.wordpress.com/2009/10/17/contoh-proposal-penelitian/. 11 Juni
2010.
Pustaka Online.
http://pustaka.ictsleman.net/.../LAPORAN%20PENELITIAN%20TINDAKAN%20KELAS.doc.
11 Juni 2010.
16