Вы находитесь на странице: 1из 50

UNIT 9

ANALISIS DATA

PENDAHULUAN

Analisis adalah suatu kegiatan mencermati setiap langkah yang dibuat,


mulai dari tahap persiapan, proses, sampai dengan hasil pekerjaan atau
pembelajaran, dalam arti apakah kegiatan beserta langkah-langkahnya tersebut
sudah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Demikian juga halnya dengan
analisis PTK terhadap kegiatan pembelajaran, analisis dilakukan untuk
memperkirakan apakah semua aspek pembelajaran yang terlibat di dalamnya
sudah sesuai dengan kapasitasnya. Dengan pertimbangan bahwa pengumpulan
data dilakukan dengan teknik tes dan non-tes, maka uraian tentang analisis data
pun dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu analisis data hasil tes dan analisis data
hasil non-tes.
Dalam analisis data hasil tes akan dipaparkan beberapa topik meliputi:
teknik penyekalaan, penormaan, pensetaraan, menentukan batas-batas atau kriteria
kelulusan, penyajian data, dan analisis tendensi sentral serta teknik analisis
variabilitas. Untuk melengkapi proses pengolahan data tes hasil belajar, akan
dibahas pula penggunaan hasil penilaian. Sedangkan topik tentang analisis data
hasil non-tes yang akan dikemukakan berkenaan dengan data hasil observasi.
Setelah mempelajari sub unit 1, mahasiswa diharapkan dapat menguasai
kompetensi-kompetensi sebagai berikut:
1. membuat distribusi frekuensi tunggal dan bergolong
2. membuat penyajian hasil pengukuran dengan menggunakan grafik
3. mencari rata-rata (mean), modus, dan median dari suatu set data hasil
pengukuran
4. mencari range (rentang), simpangan baku, dan varians dari suatu set data hasil
pengukuran
5. mencari skor baku (skor-Z dan skor-T) dari data hasil pengukuran

9.1
Untuk membantu mendalami materi bahan ajar ini disarankan untuk
mempelajarinya secara cermat, baik secara mandiri maupun kelompok menelaah
sumber-sumber buku yang relevan untuk membantu pemahaman Anda.
Setelah mengkaji secara saksama uraian materi pada unit ini, selanjutnya Anda
diminta untuk mengerjakan soal-soal latihan yang terdapat di masing-masing sub unit,
membaca rangkuman, dan mengerjakan soal-soal tes formatif yang disediakan di
bagian akhir tiap-tiap subunit. Pedoman jawaban latihan telah tersedia pada masing-
masing subunit, demikian halnya kunci jawaban tes formatif juga telah disediakan di
bagian akhir unit ini. Namun demikian, Anda diminta untuk menjawab soal-soal
latihan dan soal-soal tes formatif secara mandiri terlebih dahulu sebelum
mencocokkannya dengan pedoman jawaban latihan ataupun kunci jawaban tes formatif
yang telah disediakan.

Selamat belajar, semoga sukses!

9.2
SUBUNIT 1

Analisis Data Hasil Tes

Pada bagian ini akan dibahas topik pengolahan dan analisis data secara
sederhana, penafsiran, dan penggunaan hasil analisisnya. Dalam proses analisis ini
ditempuh tahap pengolahan, penafsiran, dan pelaporan hasil analisis beserta
tahap-tahap lainnya. Namun, dalam realitasnya seringkali tahap-tahap ini tidak
tuntas dilakukan. Peneliti (guru) cenderung hanya mengumpulkan data, menskor,
dan mengadministrasikannya. Tindak lanjut dari data yang diperoleh ini tidak
dilakukan.
Setelah data terkumpul, data tersebut harus diolah, ditafsirkan, dan baru
kemudian dilaporkan. Jadi, pengolahan data penting dilakukan, karena data yang
terkumpul melalui berbagai alat pengumpul data (instrument) masih berupa data
mentah.
Dalam pembahasan berikut, secara urut akan dipaparkan beberapa sub
topik. Pertama, teknik penyekalaan. Kedua, penormaan. Ketiga, pensetaraan.
Keempat, batas-batas atau kriteria kelulusan. Kelima, penyajian data. Keenam,
analisis tendensi sentral. Ketujuh, analisis variabilitas. Untuk melengkapi proses
pengolahan data tes hasil belajar, akan dibahas pula penggunaan hasil penilaian,
seperti penentuan lulus-tidak lulus, penentuan kelas perbaikan-pengayaan, atau
bahkan penentuan, apakah program pengajaran tertentu perlu diteruskan, direvisi,
atau dibatalkan.

1. Teknik Penyekalaan

Jika kita mendengar kata skala, yang terbayangkan dalam benak kita ialah
adanya jarak antar obyek (titik) yang sama atau lajur-lajur yang dipergunakan
untuk menentukan tingkatan atau banyaknya sesuatu (misalnya, rentang skala
gaji/upah) atau perbandingan ukuran besar (misalnya, dalam kasus skala pada
peta).

9.3
Skala adalah rentang skor atau data yang dibuat penyelenggara tes (tester)
sebagai ukuran ke posisi mana peserta tes (testee atau siswa) ditempatkan sesuai
dengan hasil pekerjaannya. Misalnya, skala pada Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)
mahasiswa. Penyekalaan ini bersifat relatif dan subyektif, karena ditentukan oleh
tester dan dapat berubah sesuai dengan sifat obyek yang dinilai.
Dalam pengukuran kependidikan dan pembelajaran, masalah skala ini
sebenarnya masih menjadi perdebatan banyak pakar. Contohnya, apakah angka
nol (0) bersifat mutlak? Jika kita memberikan skor 0 (nol) atas seseorang, apakah
berarti orang (siswa) yang bersangkutan tidak mempunyai pengetahuan atau
ketrampilan sama sekali? Barangkali, kalau kita maksudkan bahwa 0 (nol) dalam
pengertian skor mentah, pengertian 0 (nol) cukup jelas, karena dikenakan kepada
sejumlah soal yang diujikan. Dalam kaitan ini, 0 (nol) berarti bahwa dari sejumlah
soal yang diujikan (misalnya, 10 soal) tidak ada satu soal pun yang dapat dijawab
secara benar (salah semua). Namun, jika skala tersebut diimplementasikan
terhadap jarak skor (nilai) yang diberikan, maka ketidakjelasan akan kembali
dihadapi. Pertanyaannya adalah apakah jarak antara skor 5 (lima) dan 6 (enam)
sama dengan 6 dan 7, apakah sama dengan 8 dan 9, atau 9 dan 10? Pertanyaan ini
berlaku pula terhadap skala IPK mahasiswa yang ditetapkan, misalnya seperti
berikut.

Tabel 9.1
Penetepan Skala Penilaian IPK
(dalam bentuk Huruf)

Rentang Skor Huruf Kategori


3,50-4,00 A Sangat Memuaskan
2,50-3,49 B Memuaskan
2,00-2,49 C Cukup Memuaskan
1,55-1,99 D Tidak Memuaskan
0,00-1,54 E Sangat Tidak Memuaskan

Contoh lainnya dapat pula dilihat dari penetapan kriteria kelulusan suatu mata
kuliah, seperti berikut.

9.4
Tabel 9.2
Penetepan Skala Penilaian Kelulusan
Mata Kuliah

Rentang Konversi
Huruf Kategori Status Kelulusan
Skor Angka
80-100 A Sangat Baik 4 Lulus
70-79 B Baik 3 Lulus
60-69 C Cukup Baik 2 Lulus
50-59 D Buruk 1 Tidak Lulus
00-494 E Sangat Buruk 0 Tidak Lulus

Jika kita mengamati skala dalam tabel 9.1 maupun tabel 9.2, maka secara
jujur kita mengatakan bahwa angka atau skor tersebut tidak lebih dari sekedar
“permainan judi” dari para pelakunya (pengajar dan peserta ajar) yang amat
misteri, karena di lain tempat mungkin rentang skalanya tidak sama. Misalnya,
untuk nilai huruf A dibedakan A dan A-, untuk B ada B+, B, dan B-, dan
seterusnya. Padahal skala yang ditentukan tersebut kemudian merupakan dasar
untuk menentukan nasib seseorang.
Skala yang dipergunakan amat bervariasi. Skala tersebut akan sangat
dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan. Pertimbangan yang paling kritis adalah
antara angka yang mendekati keputusan, apakah seseorang layak mendapat E atau
D, D atau C, C atau B, serta B atau A? Misalnya, seseorang mendapat skor 69,20;
apakah akan diberikan nilai B ataukah tetap C? Seseorang yang mendapatkan skor
79 apakah akan tetap mendapat nilai B (sama dengan seseorang yang mendapat
skor 70) ataukah akan mendapatkan nilai A? Di sinilah tampak, betapa skala
tersebut pada kasus-kasus tertentu sangat dekat, tetapi kasus lainnya menjadi
sangat jauh, karena relativitas faktor penafsiran.
Secara umum, dalam pengukuran terdapat empat macam klasifikasi skala
atau data yang biasa digunakan analisis hasil tes. Pertama, skala atau data
Nominal. Kedua, skala atau data Ordinal. Ketiga, skala atau data Interval.
Keempat, skala atau data Rasio.

9.5
Skala atau data Nominal tidak memiliki karakteristik kuantitatif. Skala ini
hanya merupakan lambang semata (numeral; bukan number). Misalnya, nomor
kendaraan bermotor, nomor rumah, nomor telepon, nomor pemain, nomor urut
siswa dalam daftar hadir, dll.
Skala atau data Ordinal sudah mempunyai pengertian tinggi rendah
sesuatu (bersifat diskrit). Misalnya, pemberian rangking atau peringkat nilai rapor,
predikat kejuaraan (juara pertama, kedua, ketiga, dst.), atau predikat siswa teladan
(teladan I, II, III, dst.). Peringkat I maksudnya jelas lebih tinggi daripada
peringkat II, peringkat II lebih tinggi daripada peringkat III, dan seterusnya.
Namun dalam skala ordinal ini, jarak antara satu peringkat dengan peringkat
lainnya tidak sama. Bisa jadi peringkat I memperoleh nilai rata-rata 9,00,
peringkat II = 8,52, tetapi peringkat III = 7,11. Jadi, jarak satu dengan lainnya
tidak dapat ditafsirkan sebagai suatu kelipatan (dikali/dibagi), ditambah, atau
dikurang.
Skala atau data Interval adalah skala yang sudah mempunyai makna hitung
(kuantitatif). Skala ini mempersyaratkan satuan atau unit pengukuran harus sama
dan teruji, seperti derajat, cm, kg, dll. Seorang siswa yang tingginya 167 cm dapat
dikatakan lebih tinggi 2 cm daripada siswa lain yang tingginya 165 cm. Begitu
pula dengan ukuran berat badan. Orang yang beratnya 100 kg sama dengan dua
kali berat orang lain yang berbobot 50 kg. Orang yang mempunyai suhu badan 38
derajat lebih panas 1 derajat daripada orang lain yang bersuhu badan 37 derajat.
Skala atau data Rasio mempunyai ciri-ciri skala interval dan sudah
mempunyai 0 (nol) mutlak. Misalnya, 0 (nol) dalam skala Termometer Kalvin
berarti sudah tidak ada panas lagi (molekul-molekul sudah tidak bergerak lagi).
Nol berarti “tidak ada sama sekali”. Jika ketidakhadiran siswa dalam satu minggu
sama dengan 0 (nol) persen, itu berarti bahwa selama satu minggu semua siswa
hadir di sekolah.
Persoalan pengukuran kependidikan atau pembelajaran, karena kita tidak
mempunyai unit satuan ukuran yang tetap atau baku (seperti kg, derajat, yard,
dll.). Persoalan ini dapat dilihat dari beragamnya standar pengukuran antar-guru
antar-mata pelajaran, antar-sekolah, antar-daerah, apalagi antar-negara. Misalnya,

9.6
angka 7 (tujuh) sering lebih bermakna sebagai lambang yang mempunyai berbagai
interpretasi. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab berbedanya penafsiran
masyarakat. Pengaruhnya bahkan terkadang sangat merugikan. Contohnya, dalam
penerimaan karyawan, ada instansi yang menetapkan syarat IPK 3,00 dari suatu
perguruan tinggi, tetapi hanya 2,75 untuk perguruan tinggi lainnya. Bahkan ada
lembaga yang sama sekali tidak mau menerima lulusan suatu perguruan tinggi
karena tidak percaya terhadap sistem penilaian (termasuk penskalaan) di
perguruan tinggi tersebut. Kasus penerimaan siswa baru berdasarkan hasil ujian
nasional juga merupakan contoh penerapan ilusi skala penilaian.

2. Skor atau Data Mentah


Skor atau data mentah adalah angka yang diberikan berdasarkan hasil
penyelesaian soal-soal dalam suatu kegiatan tes. Untuk setiap jawaban benar
lazimnya diberikan skor tertentu. Untuk soal-soal berbentuk obyektif, seperti
pilihan ganda, biasanya diberikan skor 1 (satu) untuk setiap jawaban benar,
sedangkan jawaban yang salah diberikan skor 0 (nol). Untuk soal-soal esai
biasanya skor setiap butir tidak sama, karena harus mempertimbangkan tingkat
kompleksitas masing-masing jawaban yang dituntut. Pada prinsipnya, semakin
mudah suatu soal, maka bobot skoringnya makin rendah, sebaliknya semakin
tinggi tingkat kesukaran soalnya makin tinggi bobot skoring yang diberikan.
Misalnya, suatu perangkat tes yang terdiri atas 20 butir soal pilihan ganda dan 5
butir soal esai menghasilkan skor total 32, maka perincian bobotnya dapat
ditetapkan sebagai berikut.
Tabel 9.3
Contoh Pembobotan Soal

Bentuk Soal No. Butir Bobot Setiap Butir Jumlah Skor


Pilihan Ganda 1-20 1 20
Esai 1 1 1
2 2 2
3 2 2
4 3 3
5 4 4
Jumlah 32

9.7
Jika dikonversikan ke dalam rentang skala 0-10 (simbol “n”), maka
pelaksana tes (tester) atau guru dapat menggunakan formula sebagaimana
diterapkan pada bagian berikut.

n=
∑skor
Total Skor

Keterangan:
n = skor jadi
∑=

Konversi selengkapnya dari skor atau data mentah ke dalam skor jadi (n)
bagi setiap peserta tes menurut skala 0-10 dapat dicontohkan sebagaimana
tercantum pada Tabel 9.4.
Tabel 9.4
Konversi Skor atau Data Mentah (Hasil Tes)
ke Nilai Berskala 0-10 (lihat table 9.3)

Jumlah Skor Nilai Skala Jumlah Skor Nilai Skala Jumlah Skor Nilai Skala
Benar 0-10 Benar 0-10 Benar 0-10
32 10,0 21 6,6 10 3,1
31 9,7 20 6,3 9 2,8
30 9,4 19 5,9 8 2,5
29 9,1 18 5,6 7 2,2
28 8,8 17 5,3 6 1,9
27 8,4 16 5,0 5 1,6
26 8,1 15 4,9 4 1,3
25 7,8 14 4,4 3 0,9
24 7,5 13 4,1 2 0,6
23 7,2 12 3,8 1 0,3
22 7,2 11 3,4 0 0,0

Perlu pula dikemukakan bahwa taraf kesukaran dari setiap soal untuk tes
yang berbeda sangat bervariasi. Oleh karena itu skor mentah pada tes yang satu
dengan tes yang lain tidak dapat dijadikan patokan ukuran taraf kemampuan yang
sama.

9.8
3. Persentase Penguasaan Bahan

Penguasaan bahan atau disebut pula “daya serap” sering dilambangkan


dengan persentase (%). Dalam suatu tes yang penskorannya menggunakan skala
0-10, seorang siswa yang memperoleh skor 7 (tujuh) dapat dikonversikan sebagai
70 persen telah menguasai bahan yang diujikan. Taraf penguasaan bahan ini
ditetapkan sedemikian rupa, sehingga ada batas minimum penguasaan sebagai
batas kelulusan (keberhasilan), atau sering pula disebut dengan istilah Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) atau Standar Ketuntasan Belajar Mengajar (SKBM).
Kelemahan pokoknya terletak pada sifatnya yang “mutlak”. Pernyataan
tingkat kemampuan seseorang dalam bentuk persentase pada hakikat menjadi
tidak lebih sebagai suatu ilusi atau pernyataan artifisial, dalam arti bahwa tidak
mungkin kita dapat menentukan penguasaan bahan seseorang sekian persen dari
keseluruhan pengetahuan dalam mata pelajaran tertentu.

9. Penormaan

Suatu ketika penulis mengajukan pertanyaan kepada sejumlah guru dalam


kegiatan perkuliahan, “apa arti angka 8 dalam suatu penyelenggaraan tes atau
ulangan?”, ternyata hampir semuanya tidak dapat menjelaskan dengan tepat
jawabannya. Hal yang sama juga terjadi pada pertanyaan, “apa arti rata-rata kelas
sama dengan 7,5 yang diberikan dalam rapor siswa?”. Gambaran ini menunjukkan
bahwa kelemahan dalam pengukuran dan penilaian tidak hanya terjadi pada saat
persiapan, pembuatan alat evaluasi, dan pelaksanaannya, tetapi juga mungkin
terjadi pada saat pengolahan data dan penafsiran hasilnya.
Jika penafsiran hasil tes dikenakan pula kepada masyarakat konsumen
(orangtua dan pemakai lulusan) kondisinya bisa bertambah rumit. Misalnya,
terjadi kasus perguruan tinggi berperkara di pengadilan dengan suatu lembaga
pemerintah, karena lembaga pemerintah tersebut menolak lamaran lulusannya.
Pada kasus lain, ada orangtua yang mencela hasil pekerjaan anaknya yang
memperoleh skor 6, padahal anaknyalah yang terbaik di kelasnya (karena siswa-
siswa lainnya mendapat skor kurang dari 6).

9.9
Istilah yang biasanya dipergunakan dalam kaitan ini adalah “skor mentah
(angka hasil tes) tidak mempunyai makna, kecuali kalau disertai data pendukung
yang memungkinkan seseorang membuat interpretasi terhadap skor tersebut”.
Dengan perkataan lain, skor mentah tidak berbunyi jika tidak dimaknai. Data
pendukung dimaksud antara lain adalah data deskriptif tentang tes, seperti jumlah
soal, waktu pengerjaan tes, reliabilitas tes, galat baku tes, validitas tes,
interkorelasi antar-bagian tes, dan skor jabaran kalau yang dilaporkan bukan skor
mentah.
Dari kasus-kasus tersebut di atas, terdapat beberapa hal yang perlu
menjadi perhatian kalangan pendidik. Pertama, pengolahan hasil tes atau
pengukuran hendaknya dilakukan secara benar, sehingga dapat dibaca oleh orang
lain (orangtua, masyarakat, lembaga pemakai lulusan) sebagai data yang akurat
dan berlaku umum. Kedua, pengolahan hasil tes atau pengukuran hendaknya
disertai dengan penafsiran yang dapat dipahami dan sesuai dengan teknik dan
kriteria yang tepat. Ketiga, pengolahan dan penafsiran haruslah obyektif dan
bermakna setara dengan lembaga lain atau yang berlaku umum.
Untuk mengatasi masalah penafsiran hasil yang berbeda-beda, maka
penormaan hasil tes menjadi amat penting. Penormaan yang dilakukan terhadap
kelompok peserta tes disebut data normatif. Data normatif akan menentukan
posisi dan kompetensi seseorang dalam kelompok norma. Misalnya, jika
mempergunakan norma jenjang persentil (0-100), maka jika siswa memperoleh
hasil tes sama dengan 80, pada tingkat sekolah ia berada pada persentil ke-68
untuk level sekolah, persentil ke-77 untuk norma daerah, dan persentil ke-85
untuk norma nasional. Di samping untuk penentuan posisi relatif seseorang di
dalam norma kelompok, data normatif juga berguna untuk membuat keputusan
tentang siswa (testee) yang bersangkutan dan memahami kompetensi peserta tes
terhadap dimensi yang diukur dalam tes.
Di Indonesia, norma-norma yang biasanya dipergunakan adalah: (1)
norma nasional; (2) norma daerah atau regional (propinsi atau kabupaten/kota; (3)
norma sekolah. Penyusunan norma nasional merupakan yang tersulit dilakukan,
karena banyaknya aspek yang harus dipertimbangkan, seperti aspek geografis,

9.10
demografis, budaya, manajemen pendidikan, dll. Penyusunan norma daerah relatif
lebih mudah, apalagi norma sekolah, karena semakin sempit cakupannya berarti
semakin sederhana aspek-aspek yang memerlukan pertimbangan.

5. Batas Kelulusan atau Ketuntasan Belajar

Banyak pelaksana tes (tester) yang mengambil keputusan tentang lulus-


tidak lulus (berhasil-gagal) peserta tes dengan menggunakan batas kelulusan atau
ketuntasan lazim, yakni nilai ≥ 6,00. Dengan batas seperti ini, maka jika ada
sejumlah skor, katakanlah 0-45, skor berapakah yang diluluskan atau dinyatakan
tuntas?
Untuk menjawab pertanyaan di atas tadi, tester lalu mengkonversikan
terlebih dahulu skor 0-45 ke dalam skala nilai 0-10. Cara yang dipakai adalah
menggunakan rumus sebagai berikut:

skor
Nilai siswa = ×10
total skor

Sebagai contoh, jika seorang siswa memperoleh skor 28, maka nilai yang
diperoleh siswa berarti:

28
Nilai siswa = ×10 = 6,22
45

Nilai 6,22 tersebut di atas selalu diputuskan lulus atau tuntas. Cara yang
demikian menggambarkan bahwa tester tidak mempunyai patokan atau norma
kelulusan. Penentuan kelulusan sebaiknya menggunakan Penilaian Acuan Patokan
(PAP) atau Penilaian Acuan Normatif (PAN).
PAP diterapkan dengan menetapkan terlebih dahulu patokan kelulusan
sebelum tes diadakan (berdasarkan kriteria tertentu). Batas lulus atau ketuntasan
yang termasuk kelompok PAP adalah batas lulus atau ketuntasan purposif. PAN
mengisyaratkan penggunaan nilai rata-rata dan simpangan baku (standar deviasi).
Batas lulus atau ketuntasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah: (1) batas

9.11
lulus ideal; dan (2) batas lulus atau ketuntasan aktual. Ketiga batas lulus ini akan
dipaparkan secara singkat seperti berikut.

a. Batas lulus atau ketuntasan purposif

Batas lulus purposif tidak memerlukan rata-rata kelas atau simpangan


baku. Namun sebelum hasil tes diketahui telah ditetapkan kriteria kelulusan yang
akan dipakai. Misalnya, menggunakan batas ≥ 75% dari skor maksimal. Dalam
kasus skor yang bergerak antara 0-45 (seperti contoh sebelumnya), maka peserta
tes yang lulus adalah 75% dari skor maksimal (45), yakni siswa-siswa yang
memperoleh skor 33,75 s.d. 45. Skor yang berada di bawah 33,75 dinyatakan
gagal (tidak lulus). Batas lulus purposif ini sangat erat kaitannya dengan kualitas
kelulusan. Semakin tinggi kriteria kelulusan yang dipergunakan, maka akan
semakin tinggi pula kualitas hasil belajar yang dituntut.

b. Batas lulus atau ketuntasan ideal

Batas lulus atau ketuntasan ideal menggunakan rata-rata ideal dan


simpangan baku ideal. Rata-rata ideal adalah “setengah dari skor total”. Misalnya,
skor maksimal = 45, maka rata-rata ideal ( X ) = ½ x 45 atau 22,50. Simpangan
baku (Standar Deviasi atau SD) ideal adalah “sepertiga dari rata-rata ideal”.
Dengan demikian, jika rata-rata ideal = 45, maka simpangan baku ideal = ⅓ x
22,50 atau 7,50. Setelah rata-rata ideal dan simpangan baku ideal diketahui, maka
batas lulus ideal ditetapkan dengan rumus seperti berikut: X +0,25 SD .
Dari contoh skor sebelumnya, maka jika rata-rata ideal ( X ) = 22,5 dan
SD ideal = 7,5; peserta tes yang dinyatakan lulus atau tuntas belajarnya adalah
yang memperoleh skor minimal = 22,5 + (0,25 x 7,5), atau 24,4 (siswa yang
memperoleh skor antara 24-45). Batas lulus atau ketuntasan ideal ini ditetapkan
sebelum tes diadakan, dengan catatan total skor (skor maskimal) sudah diketahui
atau ditentukan.

c. Batas lulus atau ketuntasan aktual

9.12
Batas lulus atau ketuntasan aktual mempersyaratkan skor peserta tes telah
tersedia (aktual) atau sudah diketahui. Misalnya, diperoleh data hasil tes dari 10
peserta (siswa) sebagai berikut: Ardy = 27, Anny = 16, Betty = 37, Beni = 26,
Dina = 20, Dona = 19, Ester = 22, Ferdy = 33, Gunawan = 40, dan Soni = 29.
Dengan menggunakan rumus yang sama dengan batas lulus ideal (
X +0,25 SD ), maka batas lulus atau ketuntasan aktual dapat dicari (dengan
contoh data tersebut). Langkah-langkah yang harus ditempuh seperti berikut.

1). Membuat tabel kerja, seperti yang dicontohkan dengan Tabel 9.5.

Tabel 9.5
Contoh Tabel Kerja Perhitungan Rata-rata dan
Simpangan Baku (SD) Aktual

Skor Simpangan Kuadrat


No Nama
(X) (X - x ) (X- x )2
1 Ardy 27 0,2 0,04
2 Anny 16 -10,8 116,64
3 Betty 37 10,2 104,04
4 Beni 26 -0,8 0,64
5 Dina 20 -6,8 46,24
6 Dona 19 -7,8 60,84
7 Ester 22 -4,8 23,04
8 Ferdy 33 6,2 38,44
9 Gunawan 40 13,2 174,24
10 Soni 29 2,2 4,84
269 569,00
Jumlah (Σ ) Σ X Σ (X - x
)2

Keterangan:
Simpangan (X - x ) merupakan selisih skor (X) dengan
rata-rata ( x =26,9), yang cara kerjanya akan
diterangkan pada langkah ke-2). Kuadrat simpangan (X -
x )2 dicari dengan mengkuadratkan setiap simpangan

2). mencari rata-rata aktual, dengan menggunakan rumus seperti berikut.

x=
∑skor
∑testee

9.13
Dengan menggunakan data tabel 9.5, diketahui jumlah skor (Σ X) = 269,
sedangkan jumlah testee atau peserta tes = 10. Kemudian, berdasarkan rumus di
atas, maka rata-rata aktual dapat dihitung seperti berikut:

269
x= = 26,9
10

3). mencari Simpangan Baku atau Standar Deviasi (SD) aktual, dengan
menggunakan rumus seperti berikut.

S D=
∑ ( X - x) 2

n
Keterangan:
SD = Standar Deviasi; Σ (X- x ) = jumlah kuadrat simpangan; dan n =
jumlah testee (siswa).

Dengan menggunakan data tabel 9.3, diketahui jumlah kuadrat simpangan


atau Σ (X- x ) = 569, sedangkan jumlah testee atau peserta tes = 10. Kemudian,
berdasarkan rumus di atas, maka rata-rata aktual dapat dihitung seperti berikut:

569
SD = = 56,9 = 7,54
10

4). mencari atau menetapkan batas lulus aktual (BLA), dengan


menggunakan formula: BLA = x + 0,25 SD, dengan catatan bahwa x adalah
rata-rata aktual dan SD adalah Standar Deviasi (Simpangan Baku) aktual.
Dengan menggunakan data hasil perhitungan pada langkah ke-2), yang
menghasilkan rata-rata = 26,9 dan langkah ke-3), yang menghasilkan SD = 7,54,
maka diperoleh batas lulus atau ketuntasan aktual (BLA) = 26,9 + (0,25 x 7,54)
atau sebesar 28,79.
Berdasarkan hasil perhitungan ini, maka berarti peserta tes (siswa) yang
dinyatakan lulus atau tuntas belajarnya adalah siswa yang memperoleh skor
minimal 28,79 (dibulatkan menjadi 29) atau mendapat skor 29-40. Peserta tes
(siswa) dengan skor 28 atau di bawahnya dinyatakan tidak lulus (gagal).

9.14
6. Penyajian Skor/Data
Skor yang diperoleh peserta tes (testee) dan belum diolah disebut skor mentah
(perhatikan kembali uraian sebelumnya). Skor mentah ini perlu dianalisis, agar dapat
dibaca dan bermakna bagi pihak-pihak yang memerlukannya. Analisis skor sampai
berbentuk suatu nilai yang digunakan bagi suatu keperluan dalam membuat
pertimbangan dimulai dengan menyusun atau menyajikan skor tersebut,
menganalisisnya sesuai dengan kebutuhan, dan akhirnya memberikan suatu
pertimbangan.
Penyajian skor mentah dapat menggunakan tabel (daftar nilai) yang sudah
tersusun (distribusi frekuensi) atau tabel data mentah dan/atau dapat pula
menggunakan gambar-gambar visual berbentuk grafik.

a. Daftar Distribusi Frekuensi


Lazimnya Daftar Distribusi Frekuensi yang dibuat oleh guru berupa
“Daftar Distribusi Frekuensi Tunggal”. Namun sebenarnya terdapat pula bentuk
“Daftar Distribusi Frekuensi Bergolong”. Berikut ini adalah contoh Daftar
Distribusi Frekuensi Tunggal, yang berisi data hasil tes (skor mentah) siswa yang
belum diurut dan telah diurut.

Tabel 9.6
Data (Skor) Mentah yang Belum Diurut
dan Sudah Diurut
Skor yang Belum Skor yang Sudah
Diurut Diurut
34 33
87 34
65 54
54 56
71 65
56 71
33 87

Contoh lain, adalah berupa skor hasil tes pelajaran IPA dan Matematika bagi sepuluh
siswa.
Tabel 9.7
Skor Hasil Tes Pelajaran

9.15
IPA dan Matematika
Skor Skor
No Nama Siswa
IPA Matematika
1 Astuti 80 7
2 Asni 71 8
3 Bahrudin 62 8
4 Benny 75 7
5 Bestari 63 5
6 Cecep 47 5
7 Dedi 75 7
8 Domi 77 9
9 Emy 67 6
10 Lani 78 9
Rata-rata 69,5 7,1

b. Grafik

Grafik adalah visualisasi skor (nilai) yang selain merupakan gambar-


gambar atau diagram yang mudah dimaknai juga menarik bagi pembaca data.
Diagram yang lazim dipakai ada beberapa jenis, antara lain adalah diagram
batang, diagram garis, diagram lingkaran, diagram area, dan diagram gambar.
Jika akan dikerjakan secara manual, akan lebih mudah seandainya
menggunakan kertas (buku) “milimeter block”. Alat utama yang harus ada ialah
penggaris, dan khusus diagram lingkaran supaya dipersiapkan pula jangka dan
busur derajat. Berikut ini adalah contoh diagram yang dibuat dengan komputer.

1). Diagram Batang atau Grafik Kolom

Untuk membuat diagram batang atau grafik kolom dapat divariasikan


secara vertikal (seperti contoh bagan 9.1.) maupun horizontal, yaitu dengan
menempatkan nomor urut siswa di bagian samping kiri sedangkan skornya berada
di bagian bawah, sehingga “batang” dari diagram tersebut mengarah ke kanan
(bukan ke atas). Di samping itu, bentuk “batangan” diagram dapat pula dibuat
menjadi tiga dimensi, bisa berbentuk balok, silinder, prisma, atau kerucut. Oleh
karena itu muncul pula istilah diagram balok, silinder, prisma, dan kerucut.

9.16
30
25
20
Skor 15
10
5
0
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43
No. Urut Siswa

Bagan 9.1
Contoh Diagram Batang
(Hasil Tes Pelajaran Bahasa Indonesia)

2). Diagram Garis atau Poligon

Jika pada diagram batang, visualisasinya menggunakan bangun datar atau


bangun ruang, maka pada diagram garis atau poligon menggunakan garis sebagai
alat visualisasinya (seperti contoh bagan 9.2). Kadangkala pula, diagram garis
“diperhalus” puncak-puncaknya menjadi lebih tumpul (berupa lengkungan-
lengkungan), sehingga membentuk suatu kurva.

30
25
20
Skor

15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
No. Urut Siswa

Bagan 9.2
Contoh Diagram Garis
(Hasil Tes Pelajaran Matematika)

3). Diagram Lingkaran

9.17
Seperti telah disinggung sebelumnya, untuk membuat lingkaran
diperlukan jangka dan untuk mengukur besarnya sudut diperlukan busur derajat.
Jangka digunakan untuk membuat bangun datar lingkaran.
Sebagai contoh, seorang guru akan membuat diagram lingkaran yang
menggambarkan tingkat keberbakatan melukis siswa. Kategori penilaiannya ada
lima, yaitu: Sangat Rendah (SR) sebanyak 2 orang, Rendah (R) 10 orang, Sedang
(S) 15 orang, Tinggi (T) 20 orang, dan Sangat Tinggi (ST) 3 orang. Secara
keseluruhan ada 50 orang siswa.
Untuk maksud tersebut di atas, masing-masing tingkat dihitung proporsi
(persentasenya), dengan formula: jumlah per tingkatan dibagi total siswa (50), dan
dikalikan 100 persen. Hasilnya, Sangat Rendah 4 persen (2/50 x 100), Rendah 20
persen, Sedang 30 persen, Tinggi 40 persen, dan Sangat Tinggi 6 persen.
Langkah berikutnya, membagi sudut lingkaran (360 derajat) secara
proporsional, dengan formula: persentase setiap tingkatan dikalikan 360.
Hasilnya, Sangat Rendah (SR) membentuk sudut sebesar 14 derajat (4% x 360),
Rendah (R) 72 derajat, Sedang (S) 108 derajat, Tinggi (T) 144, dan Sangat Tinggi
(ST) 22 derajat. Untuk membagi besaran sudut lingkaran inilah kemudian
digunakan busur derajat.
Bagan 9.3. ini adalah diagram lingkaran yang dibuat berdasarkan data di
atas. Namun demikian, dalam praktiknya diagram lingkaran pun sering
divariasikan dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi, sehingga muncul
istilah diagram “kue tart”, “kue pie”, dll.

9.18
Sangat Rendah
Sangat Tinggi 4%
6% Rendah
20%

Tinggi
40%

Sedang
30%

Bagan 9.3
Contoh Diagram Lingkaran
(Jenjang Pendidikan Orangtua Siswa)

7. Tendensi Sentral

Analisis kecenderungan berguna untuk melihat kemampuan peserta tes


secara kelompok ataupun kedudukan seseorang terhadap kelompoknya. Secara
umum sebenarnya, kemampuan peserta tes dapat digambarkan dalam bentuk
kurva normal. Artinya, dalam suatu kelompok terdapat sub-kelompok
(pengelompokan) ke dalam: (1) sejumlah siswa sangat kurang-kurang-dan agak
kurang; (2) sejumlah siswa kurang-sedang-dan mampu (kurang pintar-sedang-dan
pintar); (3) atau sejumlah siswa yang agak pintar-pintar-dan pintar sekali. Lihat
Pada keadaan yang tidak normal, kurva tersebut dapat saja terdiri dari
kebanyakan siswa kurang pintar (kurva juling kiri) atau kebanyakan siswa pintar
(kurva juling kanan). Contohnya, seperti berikut.

9.19
Bagan 9.4
Contoh Kurva Normal

Kurva yang menunjukkan kecenderungan kebanyakan siswa kurang (juling kiri)


atau kebanyakan siswa pintar (juling kanan) dapat dicontohkan seperti bagan 9.5.

Bagan 9.5
Contoh Kurva Juling Kiri dan
Juling Kanan

Untuk menemukan tendensi sentral (kecenderungan) memusat ada tiga


indikator yang lazim dipergunakan, yaitu: (1) rata-rata (mean), terutama berupa
rata-rata hitung; (2) modus atau nilai yang paling sering muncul atau paling
banyak frekuensinya; dan (3) median atau nilai yang posisinya berada di tengah-
tengah rentangan sekelompok nilai. Untuk mencontohkan, cara menemukan tiga
indikator tendensi sentral ini akan digunakan data dalam tabel 9.7.

a. rata-rata atau mean


Rata-rata atau mean sering dilambangkan dengan huruf “ X ” atau “M”.
Dalam bidang pengukuran dan penilaian, rata-rata digunakan antara lain untuk
keperluan sebagai berikut.
Pertama, mengetahui kemampuan keseluruhan kelompok dibandingkan
dengan kriteria yang diharapkan. Misalnya (lihat tabel 9.7), jika skor tertinggi

9.20
pelajaran IPA = 80 (dalam skala 0-80), maka rata-rata = 69,5 berada jauh di atas
rata-rata ideal (40 atau ½ x skor tertinggi). Namun demikian, jika skor tertinggi =
100, maka rata-rata sebesar 69,5 berada dekat dengan rata-rata ideal (sebesar 50
atau ½ x 100).
Kedua, mengetahui kedudukan individu terhadap kelompok. Dari skor
tersebut di atas (tabel 9.7) diketahui ada 4 orang peserta tes yang mendapat skor di
bawah rata-rata, yakni: Bahrudin (skor = 62), Bestari (63), Cecep (47), dan Emy
(67). Namun demikian, jika dibandingkan dengan rata-rata ideal (40 atau ½ x 80),
maka semua peserta tes berada di atas rata-rata ideal.
Cara menghitung rata-rata ( X ) dapat menggunakan formula sebagai
berikut.

X =
∑X
N
Keterangan:
Σ X = jumlah semua skor (80+71+62+ … +78) = 695
N = jumlah peserta tes (10 orang)

695
Dari tabel 9.7., maka diperoleh rata-rata atau X = = 69,5
10

b. modus

Modus atau mode sering menggunakan lambang “Mo”. Modus berarti


skor yang paling banyak muncul dari sekumpulan data. Untuk memudahkan
mencari modus dalam sekumpulan data, maka data (skor hasil tes) tersebut
disusun secara urut, dari yang tertinggi sampai yang terendah. Kadangkala juga
orang membuatnya dari yang terendah sampai yang tertinggi. Kemudian, setiap
skor dihitung frekuensinya (di-tally).
Contoh, sejumlah 19 siswa mendapat skor sbb: 22, 23, 22, 25, 20, 14, 18,
14, 11, 7, 20, 11, 21, 13, 14, 21, 25, 25, 25. Dari data ini, diketahui bahwa skor
tertinggi = 25, sedangkan skor terendah = 7. Dengan demikian dapat dibuat tabel
seperti berikut.

9.21
Tabel 9.8
Contoh Tabel Kerja Mencari Modus

Skor Tally Frekuensi Skor Tally Frekuensi


25 IIII 4 15 0
24 0 14 III 3
23 I 1 13 I 1
22 II 2 12 0
21 II 2 11 II 2
20 II 2 10 0
19 0 9 0
18 I 1 8 0
17 0 7 I 1
16 0 Jumlah

Berdasarkan tabel 9.8 maka dapat diketahui bahwa skor yang paling
banyak frekuensinya atau paling sering muncul adalah 25. Dengan demikian
modus untuk kelompok data ini adalah 25.

c. median atau nilai tengah

Median berarti nilai atau skor yang berada di tengah-tengah sekumpulan


data. Lambang yang biasa digunakan adalah “Me”. Perhitungannya dilakukan
dengan cara mengurutkan skor tertinggi sampai skor terendah, kemudian temukan
skor yang berada tepat di tengah-tengah kumpulan data tersebut.
Jika jumlah peserta tes ganjil, maka untuk menemukan letak median
berada pada data di tengah-tengah kumpulan data. Misalnya, jumlah peserta tes =
19 orang, maka letak median berada pada orang kesepuluh. Jika jumlah peserta tes
genap, maka letak median dihitung dengan membagi dua jumlah dua skor yang
berada di tengah-tengah kumpulan data tersebut. Misalnya, jika ada 18 peserta,
maka median berada di antara skor orang ke-9 dan ke-10, sehingga untuk
menemukan mediannya, kedua skor tersebut dijumlah dan dibagi dua. Untuk
memperjelas uraian ini, akan digunakan data contoh mencari median, seperti
berikut. 22, 23, 22, 25, 20, 14, 18, 14, 11, 7, 20, 11, 21, 13, 14, 21, 25, 25, 25.
Data ini disusun secara urut dari yang tertinggi sampai yang terendah,
mulai skor 25 sampai dengan skor 7.

9.22
Tabel 9.9
Contoh Tabel Kerja Mencari Median

Contoh Jumlah Peserta Contoh Jumlah Peserta


Ganjil Genap
Urutan Urutan
Skor Median Skor Median
Ke Ke
1 25 Berada pada orang 1 25 Berada pada orang ke-9
2 25 ke-10, yaitu skor 2 25 dan 10, sehingga Me =
3 25 20. 3 25 (21+20) : 2 atau 20,5.
4 25 4 25
5 23 5 23
6 22 6 22
7 22 7 22
8 21 8 21
9 21 9 21
10 20 10 20
11 20 11 20
12 18 12 18
13 14 13 14
14 14 14 14
15 14 15 14
16 13 16 13
17 11 17 11
18 11 18 11
19 7

8. Variabilitas

Analisis variabilitas atau keragaman skor digunakan untuk mengetahui


“sebaran skor” dalam suatu kumpulan data hasil tes. Berdasarkan hasil analisis
variabilitas, pelaksana tes (tester) dapat mengetahui, bagaimana skor tersebut
menyebar. Analisis variabilitas ini penting, karena kalau hanya berdasarkan
analisis kecenderungan (tendensi sentral), tidak diketahui, bagaimana sebaran skor
yang diperoleh peserta tes. Sebagai contoh, perhatikan hasil tes IPA dan
Matematika (pada tabel 9.10).
Rata-rata skor IPA dan Matematika pada tabel 9.10 adalah sama yaitu 7.
Namun, sebaran skornya berbeda jauh. Untuk IPA, sebaran skornya antara 6,7,
dan 8 (hanya ada 3 kategori skor). Di pihak lain, pada Matematika, sebaran

9.23
skornya antara 3 sampai dengan 10 (3,4,6,7,8,9,10). Dengan data ini terlihat
bahwa kemampuan peserta dalam mengerjakan tes IPA lebih “homogen”
dibandingkan kemampuannya mengerjakan tes Matematika.
Tabel 9.10
Contoh Skor dan Rata-rata Hasil Tes
IPA dan Matematika

Skor Skor
No Nama Siswa
IPA Matematika
1 Astuti 7 7
2 Asni 7 8
3 Bahrudin 8 8
4 Benny 7 10
5 Bestari 6 9
6 Cecep 7 4
7 Dedi 6 3
8 Domi 7 7
9 Emy 7 8
10 Lani 8 6
Jumlah (Σ ) 70 70
Rata-rata 7 7

Pada bagian berikut akan dibahas beberapa ukuran keragaman atau


variabilitas. Pertama, rentang (range). Kedua, simpangan baku atau standar
deviasi. Ketiga, varians.

a. rentang (range)

Rentang atau range adalah jarak antara “skor tertinggi dengan skor
terendah” (SkT - SkR). Dalam contoh data tabel 9.10, skor tertinggi (SkT) hasil tes
Matematika adalah 10, sedangkan skor terendahnya (SkR) adalah 3. Dengan
demikian, rentang atau range untuk hasil tes Matematika ini = 10-3 atau 7.

b. simpangan baku atau standar deviasi

Simpangan Baku atau standar deviasi (biasa disingkat dengan “SD” atau “S”)
adalah ukuran jarak antara sekumpulan skor dengan angka rata-ratanya (mean).

9.24
Simpangan baku sekelompok skor menunjukkan sebaran skor, makin kecil
simpangan bakunya, berarti kumpulan skor itu mengumpul dekat skor rata-rata.
Rumus yang lazim digunakan adalah:

S D=
( X - x) 2
N
Untuk memperdalam pengetahuan tentang simpangan baku (SD)
pelajari juga kembali tatacara mencari batas lulus aktual, yang dicontohkan
dalam tabel 9.5 sebelumnya. Langkah pertama yang harus dikerjakan adalah
menyiapkan tabel kerja (seperti contoh tabel 9.11), kemudian cari nilai rata-
rata. Berikutnya, cari selisih setiap skor dengan rata-rata. Selisih masing-
masing skor ini kemudian dikuadratkan, dan dijumlahkan hasil
pengkuadratannya. Barulah kemudian, dikonversikan ke dalam rumus.

Tabel 9.11
Contoh Tabel Kerja Menghitung
Simpangan Baku

Skor IPA X- (X- x


No Nama
(X) x )2
1 Astuti 7 0 0
2 Asni 7 0 0
3 Bahrudin 8 1 1
4 Benny 7 0 0
5 Bestari 6 -1 1
6 Cecep 7 0 0
7 Dedi 6 -1 1
8 Domi 7 0 0
9 Emy 7 0 0
10 Lani 8 1 1
Jumlah 70 - 4
Rata-rata 7 - -

4
SD = = 0,4 = 0,63
10
Simpangan baku (SD) sebesar 0,63 menunjukkan bahwa besarnya
simpangan sekumpulan skor dari rata-rata (7) adalah sebesar 0,63. Selanjutnya,

9.25
simpangan baku ini dapat digunakan untuk menentukan batas lulus, dengan
menggunakan formula: x + 0,25 SD.
Berdasarkan data tabel 9.11., diketahui rata-rata = 7 dan SD = 0,63.
Dengan demikian, jika hasil tes IPA akan dikonversikan ke dalam skala 0-10
dapat digambarkan dalam bentuk bagan seperti berikut.

Bagan 9.6
Skala Konversi Skor Tes (Data Mentah)
ke Skala 0-10

Skala dalam bagan 9.6 ini adalah skala 0-10. Jadi, dengan angka konstan
yang ditetapkan sebesar 0,25 dalam rumus batas lulus, ditambahkan 0,50 ke kiri-
kanan (yaitu selisih +0,25 dengan -0,25) mulai dari titik 0 (nol). Jika dimasukkan
ke dalam rumus batas lulus ( x + 0,25 SD), maka dapat dibuat daftar konversi
skor ke nilai standar seperti berikut.

Tabel 9.12
Daftar Konversi Nilai Berskala 10 dengan
Mean dan Simpangan Baku
Masukan x Standar
Rumus Hasil Keterangan
dan SD 10
M+2,25 SD 7+2,25 x 0,63 8,4 10
M+1,75 SD 7+1,75 x 0,63 8,1 9
M+1,25 SD 7+1,25 x 0,63 7,8 8
M+0,75 SD 7+0,75 x 0,63 7,5 7
M+0,25 SD 7+0,25 x 0,63 7,2 6 Bata lulus Aktual
M-0,25 SD 7-0,25 x 0,63 6,8 5
M-0,75 SD 7-0,75 x 0,63 6,5 4
M-1,25 SD 7-1,25 x 0,63 6,2 3
M-1,75 SD 7-1,75 x 0,63 5,9 2

9.26
M-2,25 SD 7-2,25 x 0,63 5,7 1

Dalam penilaian dengan pendekatan PAN (Penilaian Acuan Normal)


disyaratkan perhitungan angka rata-rata dan simpangan baku. Dalam tabel 9.12
ternyata peserta yang memperoleh skor 10 (tertinggi) akan mendapat nilai 8,9.
Namun karena hasil tes IPA (yang dicontohkan dalam tabel 9.11) hanya mencatat
skor 8 sebagai skor tertinggi, maka dalam kasus ini tidak ada peserta tes yang
mendapat nilai 8,4 maupun 8,1 (karena tidak ada yang mencapai skor 9). Dengan
demikian, nilai tertinggi siswa adalah 7,8 (konversi dari skor tertinggi atau 8),
sedangkan yang terendah adalah 7,2 (konversi dari skor terendah atau 6). Siswa
yang dinyatakan lulus adalah mereka yang mendapat nilai 7,2 ke atas (konversi
dari skor 6). Oleh karena semua siswa mendapat skor 6 ke atas, maka seluruh
dinyatakan lulus.

c. varians

Varians adalah ukuran keragaman yang diperoleh dengan mengkuadratkan


simpangan baku (SD). Oleh karena itulah, lambang varians dibuat menjadi SD2
atau S2. Rumus yang biasa digunakan untuk mencari varians adalah:

S2 =
∑( X − x) 2

N −1

Kedua konsep ini saling dipertukarkan, dalam arti jika diketahui SD maka SD2pun
diketahui, sebaliknya jika diketahui SD2 akan diketahui pula SD. Misalnya,
simpangan baku (SD) yang diperoleh 6,3; maka variansnya adalah (6,3)2 = 39,69.
Sebaliknya, jika yang dihitung adalah variansnya, misalnya 7,5; maka SD = √7,5
atau 2,79.

d. skor baku

Skor baku dipakai antara lain untuk membandingkan dua skor atau lebih
yang menggunakan standar skor atau skala yang berbeda. Misalnya, dalam kasus
tabel 9.7 sebelumnya, skor hasil tes IPA menggunakan skala 0-100 sedangkan

9.27
Matematika menggunakan skala 0-10. Dalam kasus demikian, tester atau guru
yang misalnya, ingin membandingkan skor Bestari dalam mata pelajaran IPA dan
Matematika harus mengkonversikan terlebih dahulu skor-skor mereka ke dalam
skor baku.
Skor baku yang seringkali digunakan dalam kegiatan pengukuran dan
penilaian adalah “skor-Z (Z-score)” dan “skor-T (T-score)”. Prosedur
memperoleh Z-score dan T-score akan dipaparkan sebagai berikut.

1). Z-score

Untuk menghitung Z-score digunakan rumus:

X −x
Z − score =
SD

Misalnya, kita akan menghitung Z-score untuk Bestari. Siswa ini


mendapat skor IPA = 63 dan skor Matematika = 5. Sementara itu, rata-rata skor
IPA = 63 dan Matematika = 7,1; serta SD skor IPA = 9,55 dan SD skor
Matematika = 0,63; maka Z-score Bestari untuk tes IPA adalah :

63 − 69 ,5
Z −score = = −0,68
9,55

Sementara itu, Z-score Bestari untuk tes Matematika dihitung sebagai berikut.

5 − 7,1
Z −score = = −3,3
0,63

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Z-score IPA Bestari lebih baik dari
skor Matematikanya (-0,68 berbanding -3,3).

2). T-score

Untuk menghitung T-score digunakan rumus: T-score = (Z-score x 10)+50


atau:

 X −x 
T − score =  x10  + 50
 SD 

9.28
Untuk kasus Bestari (seperti contoh data di atas), dapat dihitung T-
score untuk yang bersngkutan. T-score IPA = (-0,68 x 10)+50 = 43,2. T-score
Matematika = (-3,3 x 10)+50 = 17. Dengan data ini dapat disimpulkan bahwa
T-score IPA Bestari lebih baik dibandingkan T-score Matematikanya (43,2 >
17).

Latihan

Hitunglah beberapa ukuran yang lazim dilakukan tentang hasil tes belajar di
sekolah sebagai berikut:
1. batas kelulusan ideal;
2. membuat daftar distribusi frekuensi tunggal/bergolong;
3. mencari: rata-rata, modus, median, range, simpangan baku, varians, Z-score,
dan T-score

Petunjuk mengerjakan latihan

1. Cobalah Anda gunakan dokumen tes hasil belajar di sekolah Anda sendiri..
Mintakan kesediaan salah seorang guru di sana untuk meminjamkan lembar
jawaban ulangan umum semester yang sudah dikoreksi (sudah ada skor
mentahnya).
2. Pilih salah satu mata pelajaran, kemudian gunakanlah skor-skor yang telah ada
itu untuk melatih ketrampilan Anda dalam menentukan:
3. Cermati contoh-contoh penggunaan rumus dalam uraian materi subunit 1.
4. Lakukanlah perhitungan: (1) batas kelulusan ideal; (2) membuat daftar
distribusi frekuensi tunggal/bergolong; (3) mencari rata-rata, modus, median,
range, simpangan baku, varians, Z-score, dan T-score.

RANGKUMAN

9.29
Dalam melakukan penskalaan hasil pengukuran terdapat beberapa jenis
yang umum digunakan, yaitu: (1) skala nominal; (2) skala ordinal; (3) skala
interval; dan (4) skala rasio. Sementara itu, untuk melakukan penormaan terdapat
pula beberapa macam norma, yakni: (1) norma nasional; (2) norma daerah; dan
(3) norma sekolah. Selanjutnya, dalam menentukan batas kelulusan biasa dipakai
tiga macam batas lulus, yakni: (1) batas lulus purposif; (2) batas lulus ideal; dan
(3) batas lulus aktual.
Untuk menyajikan data hasil pengukuran dapat dilakukan dalam bentuk
tabel/daftar, yakni: (1) daftar frekuensi tunggal: (2) daftar frekuensi bergolong.
Selain itu, hasil pengukuran dapat pula disajikan dalam bentuk berbagai grafik,
seperti: (1) grafik batang atau histogram; (2) grafik garis (poligon); (3) grafik
lingkaran; dengan berbagai variasinya.
Adapun ukuran-ukuran tendensi sentral yang lazim digunakan adalah: (1)
rata-rata atau mean; (2) modus; (3) median. Untuk ukuran-ukuran variabilitas
biasa digunakan antara lain: (1) range atau rentang; (2) simpangan baku atau
standar deviasi; (3) varians. Sementara itu, skor baku yang biasa digunakan dalam
bidang pengukuran dan penilaian adalah: (1) Z-score; dan (2) T-score.

TES FORMATIF 1

Bacalah dengan seksama setiap pernyataan/pertanyaan, kemudian lingkari huruf


(A,B,C, atau D) di depan alternatif jawaban yang Anda anggap tepat atau paling
tepat untuk melengkapi pernyataan atau menjawab pertanyaan di atasnya.

1. Buatlah skala pengukuran yang menunjukkan tinggi-rendahnya skor yang


diperoleh siswa!
A. skala atau data nominal
B. skala atau data ordinal
C. skala atau data interval
D. skala atau data ratio

2. Skor hasil Ujian Akhir Sekolah di Sekolah Dasar merupakan norma …


A. lokal
B. regional

9.30
C. lintas regional
D. nasional

3. Apakah yang menjadi dasar penentuan batas lulus purposif atau Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM)?
A. kompleksitas materi, nisbah guru-siswa, serta sarana dan prasarana
B. kompleksitas materi, sarana dan prasarana, dan usia rata-rata siswa
C. kompleksitas materi, nisbah guru-siswa, dan kondisi siswa,
D. kompleksitas materi, kondisi siswa, serta sarana dan prasarana

4. Berikut ini terdapat data hasil pengukuran pada mata pelajaran IPS.

6 7 6 5 5 6 6 6 5 6 6 6 4 4 4 3 50
2 2 8 2 7 2 5 9 1 0 4 1 4 9 4 9
6 3 4 5 3 5 2 7 5 6 3 5 6 3 4 2 24
1 0 2 0 0 5 9 1 3 2 4 5 7 3 1 2
Dengan rentangan skor 0-80 dan kriteria kelulusan ≥ 60% dalam menentukan
batas lulus purposif atau KKM, siswa yang mendapat skor berapakah yang
akan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan/keberhasilan?
A. 0 s.d. 48
B. 0 s.d. 80
C. 48 s.d. 72
D. 48 s,d, 80

5. Dengan menggunakan data pada nomor soal 4 di atas, tentukan batas lulus
ideal?
A. 3,33
B. 13,33
C. 43,33
D. 53,33

6. Grafik yang dibuat dengan membuat tarikan garis lurus antara satu titik
dengan titik lainnya disebut …
A. histogram
B. poligon
C. pie chart
D. kurva

9.31
7. Berapakah rata-rata dari data hasil pengukuran pada soal nomor 4 di atas?
A. 47,00
B. 50,23
C. 50,82
D. 72,00

8. Berapakah modus dari data hasil pengukuran pada soal nomor 4 di atas?
A. 22
B. 52
C. 62
D. 72

9. Tentukan Standar Deviasi (SD) dari data pada soal nomor 4 di atas!
A. 14,21
B. 14,32
C. 18,18
D. 50,23

10. Hitunglah Z-score untuk siswa yang mendapat skor = 69 dari data pada soal
nomor 4 di atas!
A. 1,27
B. 1,69
C. 14,32
D. 18,18

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT


Cocokkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban tes formatif yang
terdapat di bagian akhir Unit ini. Hitunglah jumlah jawban Anda yang Benar,
kemudian pergunakanlah rumus perhitungan di bawah ini untuk mengetahui
tingkat penguasaan Anda tentang bahan ajar dalam sub unit ini.

Rumus Perhitungan:

Banyaknya Jawaban yang Benar


Tingkat Penguasaan Anda = × 100
10
Hasil perhitungan tersebut di atas dapat diberikan makna sebagai berikut:

9.32
1. Skor 90 – 100 berarti Sangat Baik
2. Skor 80 – 89 berarti Baik
3. Skor 70 – 79 berarti Cukup Baik
4. Skor 0 – 69 berarti Kurang

Apabila skor Anda mendapat 80 ke atas, berarti bahwa penguasaan Anda


tentang bahan ajar dalam sub unit ini ”Baik” atau bahkan ”Sangat Baik”, maka
Anda dapat melanjutkan ke unit berikutnya. Namun, apabila tingkat penguasaan
Anda masih mendapatkan skor di bawah 80, maka Anda disarankan untuk
mempelajari kembali sub unit ini, khususnya pada bagian-bagian yang belum
Anda kuasai dengan baik. Perhatikan pada nomor soal yang mana Anda masih
keliru menjawabnya.

SUB UNIT 2

Analisis Data Hasil Instrumen Non-Tes

Kegiatan belajar dalam sub unit 2, khusus menganalisis hasil PTK yang
diperoleh melalui penggunaan instrumen non-tes, seperti hasil observasi. Sub unit
ini bertujuan untuk memaksimalkan perbaikan proses pembelajaran melalui PTK.
Secara rinci kegiatan belajar dalam sub unit ini diharapkan dapat menentukan
apakah:
1. Telah terjadi perbaikan proses dan hasil belajar dengan dilaksanakan-nya
PTK.
2. Sejauh mana telah terjadi perbaikan.
3. Perbaikan tersebut dapat disempurnakan lagi.

9.33
Dalam sub unit ini pembahasan akan difokuskan pada analisis hasil PTK.
Kegiatan analisis atau refleksi semestinya berlangsung selama proses
pembelajaran, tetapi paling tidak, analisis dilaksanakan pada setiap akhir
pembelajaran ataupun akhir pelaksanaan PTK.
Diharapkan, setelah mempelajari modul ini guru diharapkan mampu:
a. Menganalisis data hasil observasi pemanfaatan waktu belajar bagi peserta
didiknya.
b. Menerapkan hasil analisis pelaksanaan PTK mengenai pemanfaatan waktu
belajar dari berbagai aspek proses pembelajaran
c. Menganalisis data hasil observasi pengembangan proses berpikir tinggi dalam
pembelajaran yang dilaksanakan di kelas.
d. Menerapkan hasil analisis pelaksanaan PTK mengenai proses berpikir tinggi
dalam pembelajaran di kelas.
e. Menganalisis data hasil observasi pengembangan nilai dan sikap
f. Menerapkan hasil analisis pelaksanaan PTK dalam pembelajaran untuk
mengembangkan proses berpikir tinggi pada peserta didik.
Untuk mencapai tujuan di atas, di bawah ini akan diuraikan bagaimana
pelaksanaan analisis hasil PTK tentang pemanfaatan waktu belajar, proses
berpikir tinggi dalam pembelajaran, dan pengembangan nilai dan sikap dalam
proses pembelajaran.

A. Hasil Observasi Pelaksanaan PTK Mengenai


Pemanfaatan Waktu Belajar di Kelas

9.34
Dengan memperhatikan pelaksanaan PTK, data yang dikumpulkan

dianalisis. Beberapa hal yang perlu


diperhatikan dalam menganalisis data hasil
observasi tentang pemanfaatan waktu belajar
di kelas, antara lain:

1. Dalam satu rentang waktu ada beberapa aspek kegiatan yang dapat
dipertimbangkan pada waktu observasi.
2. Pelaksanaan tes formatif tidak hanya dilakukan pada akhir pembelajaran,
tetapi sepanjang proses pembelajaran, yaitu di antara tes awal dan akhir
pertemuan berupa tes lisan, sedangkan pada akhir pembelajaran dilakukan
tertulis (mungkin waktunya berkisar 6 menit).
3. Presentasi penggunaan waktu belajar disesuaikan dengan alokasi waktu
setiap mata pelajaran.
Bila kriteria keberhasilan pemanfaatan waktu belajar minimal 75%,
sedangkan selama proses pembelajaran dilaksanakan tes formatif sebanyak 6 x
selama proses pembelajaran. Kegiatan tes tersebut merupakan nilai tambahan
keberhasilan pemanfaatan waktu belajar. Dalil pelaksanan tes menyebutkan
bahwa makin sering diberi tes makin membawa dampak positif bagi siswa.
Misalnya: data persentase penggunaan waktu belajar dari 80 menit yang
diperoleh terdiri dari:
2
1) Pengadministrasian siswa dan pengumpulan PR= x 100% = 2,50%
80
50
2) Pelaksanaan proses pembelajaran = x 100% = 62,50%
80
13
3) Mencatat pelajaran = x 100% = 16,25%
80
14
4) Melasanakan tes formatif = x 100% = 17,50%
80

9.35
1
5) Lain-lain = x 100% = 1,25%
80
Kalau kriteria keberhasilan belum memenuhi kriteria minimal 75%, maka
guru harus merenungkan kembali, kegiatan yang mana yang harus dikurangi
waktunya pada pembelajaran berikut :
a. Kegiatan pengadministrasian kelas dan pengumpulan PR sudah
sangat umum sehingga tidak mungkin dikurangi waktunya.
b. Kegiatan mencatat dapat dikurangi dengan memadatkan materi
catatan atau difoto copy, dibagikan kepada siswa, kemudian siswa diberi
waktu membacanya.
c. Melaksanakan tes formatif dapat dikurangi waktunya.
d. Kegiatan lain-lain sudah sangat minim tidak mungkin dikurangi
waktunya.
Berdasarkan hasil renungan (refleksi) pelaksanaan PTK agar waktu
digunakan mencapai 75% untuk pembelajaran, guru harus merencanakan
pemanfaatan waktu belajar yang disempurnakan pada pertemuan berikutnya.
Demikian juga pelaksanaan tes formatif, terutama tes tertulis, juga menjadi
kriteria keberhasilan PTK. Misalnya, rata-rata siswa memanfaatkan waktu
dicantumkan minimal 80% dengan 5 butir tes formatif. PTK dikatakan berhasil
dilaksanakan kalau setiap butir disediakan 20% dari waktu yang disediakan
(80%) rata-rata siswa menjawab dengan tepat 4 butir pernyataan.

B. Hasil Observasi Memasukkan Proses Berpikir Tinggi


dalam Pembelajaran
Dalam pelaksanaan PTK yang bertujuan untuk melatih proses berpikir
tinggi dalam pembelajaran, pengamatan (observasi) menggunakan format 9.13,
lama observasi dibatasi 40 menit.

Tabel 9.13
Format Observasi Proses Berpikir Tinggi
dalam Pembelajaran

9.36
Sajian data di atas dapat ditafsirkan sebagai berikut :
1. Melatih jenjang proses berpikir yang lebih tinggi tidak lepas dari proses
berpikir yang rendah (untuk melatih C3 harus mengetahui C2 dan C1). Hal ini
tampak dari adanya lebih dari satu centang pada saat yang sama.
2. Waktu untuk mengembangkan / melatih C4 : 4 menit atau 10%.
3. Waktu untuk mengembangkan / melatih C5 : 6 menit atau 15%.
4. Waktu untuk mengembangkan /melatih C6 : 0 menit atau 0%.
Dalam waktu 4 menit belajar melatih C4 (10%) dan selama 6 menit
melatih C5 (15%) atau (10%+15%)=25% digunakan untuk mengembangkan
proses belajar tinggi. Walaupun belum mencakup C6 (0 menit atau 0%).
Sebagai awal pelaksanaan PTK dengan tujuan mengembangkan proses
berpikir tinggi, penggunaan waktu 22,5% sudah memadai, dengan catatan pada
pertemuan selanjutnya proporsi waktu untuk ini supaya terus ditingkatkan. Oleh
karena itu, guru sebagai pelaksana PTK perlu berlatih untuk mengembangkan atau
melatih proses berpikir tinggi dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Pengembangan proses berpikir tinggi C4 (analisis) , C5 (evaluasi), C6 (Kreasi) tidak
semudah pengembangan C1 (ingatan) C2 (pemahaman) dan C3 (aplikasi) . Pada tahap awal
pengembangan proses berpikir tinggi, cukup diperhatikan banyaknya waktu untuk
mengembangkan C4, C5, dan C6. Selajutnya setelah guru memiliki keterampilan
dan kualitas materi yang disajikan harus diperhatikan. memperbanyak latihan

9.37
mengembangkan proses berpikir tinggi, yaitu C4, C5, selanjutnya guru mulai
mengembangkan C6.

C. Hasil Observasi Pelaksanaan PTK Mengenai Pengembangan


Nilai dan Sikap

Mendapat hasil yang akurat mengenai pengembangan nilai dan sikap tidak
mungkin kalau hanya dengan rekaman suara, karena pengembangan nilai dan
sikap dapat dikembangkan guru melalui penampilan diri pribadi
di dalam kelas. Berikut ini adalah hasil observasi
selama 40 menit dalam pelaksanaan PTK yang
bertujuan menanamkan nilai dan sikap yang
diwajibkan dalam tindakan guru pada saat pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan metode mengajar
diskusi kelompok.

Tabel 9.14
Format Observasi Penampilan Diri Pribadi Siswa
dalam Kelas

Catatan : Penampilan guru yang menunjukkan:


- Selalu rapi (pakaian, rambut, sepatu, menulis di papan)
- Mementingkan yang bersih (pakaian, papan tulis, meja guru, ruang
kelas).
- Disiplin (datang di kelas tepat waktu, menyelesaikan pelajaran tepat
waktu, menepati janji).

9.38
Proses pembelajaran yang menggunakan metode diskusi membawa dampak
pada pengembangan nilai sikap berikut :
1). Selama pembelajaran telah dibina / dikembangkan sikap: bekerja sama,
toleransi, tanggung jawab, disiplin dan menghargai waktu, pengembangan
wawasan kognitif dan keterampilan berkomunikasi, (keterampilan berdiskusi,
berbahasa Indonesia) keterampilan memimpin dan sebagainya. Sikap yang
dikembangkan lebih besar menekankan pada kerjasama, diikuti toleransi,
tanggung jawab, kemudian disiplin. Hal ini sangat tergantung pada materi
bahasan dan metode yang digunakan guru.
2). Pelatihan kerja sama dan toleransi terjadi pada saat diskusi kelompok
disediakan waktu yang telah ditentukan.
3). Pengembangan nilai dan sikap, memerlukan waktu yang jauh lebih banyak
dari pengembangan kognitif dan keterampilan. Oleh karena itu pengembangan
nilai dan sikap harus dilaksanakan pada setiap pertemuan dengan peserta
didik. Jadi tanggung jawab semua guru bukan tanggung jawab agama dan
guru pendidikan kewarganegaraan saja.
4). Masing-masing kelompok menyajikan hasil diskusinya, dan pada saat ini
dikembangkan/dibina disiplin, tanggung jawab, dan menghargai waktu yang
telah disediakan.
5). Pada lima menit terakhir, guru selain membuat kesimpulan tentang materi
diskusi juga berusaha menanamkan betapa pentingnya kelima jenis sikap yang
setiap hari di atas.

9.39
6). Pada bagian catatan dikemukakan hal-hal yang tidak dapat direkam dalam
rekaman suara tetapi dapat diobservasi, karena hal tersebut melekat pada diri
guru tersebut. Ini merupakan contoh riel yang dapat dilihat siswa setiap hari,
jadi merupakan panutan siswa.
Kriteria keberhasilan untuk upaya meningkatkan kualitas kepribadian tidak
dapat diukur pada akhir jadwal pelajaran karena nilai dan sikap yang dilatihkan
belum tentu sudah menjadi kepribadian peserta didik. Diharapkan pada akhir catur
wulan atau akhir tahun ajaran dampak kepribadian ini sudah dapat diukur.
Semua guru tidak lepas dari tugas membawa siswa menjadi terampil sesuai
dengan mata pelajaran yang menjadi tanggungjawabnya. Pelaksanaan PTK
tentang keterampilan dalam proses pembelajaran dapat diobservasi seperti melihat
keberadaan pengembangan proses berpikir. Karena itu pengembangan kualitas
keterampilan dalam pembelajaran harus menjadi prioritas. Kualitas hasil
keterampilan sepadan dengan kualitas atau cara yang dilatihkan baik
menggunakan alat maupun melihat kombinasi bahan yang digunakan dalam
proses pembelajaran. Untuk mengobservasi keterampilan guru dalam proses
pembelajaran dapat menggunakan contoh format observasi seperti Tabel 9.15.

Tabel 9.15
Format Observasi Keterampilan Proses Pembelajaran

Keberadaan Kualitas
No. Kegiatan
Ya Tidak Baik Cukup Kurang
1. Memilih alat yang diperlukan …..... …….. …….. …….. ……..
Menggunakan alat
a .…………………………. …..... …….. …….. …….. ……..
b. ………… …….. …….. …….. …….. ……..
………………. …….. ……. …….. …….. ……..
c …………………………. …...... …….. …….. …….. ……..
d.…………………………. . …….. …….. …….. ……..
2. e …………………………. .......... …….. …….. …….. ……..
Menyelesaikan tugas .
(hasil akhir) ..........
3. .

Latihan

9.40
Lakukan observasi terhadap seorang teman guru yang sedang melakukan
pembelajaran.
1. Amati mengenai pemanfaatan waktu belajar di kelas dan hitung pengalokasian
waktunya.
2. hitung hasil tes formatif yang dilaksanakannya dalam pembelajaran tersebut;
3. Amati dan caat pemunculan kemampuan berpikir tinggi yang muncul, dan
4. Amati dan catat penampakan sikap positif siswa dalam pembelajaran tersebut.

Petunjuk mengerjakan latihan


Sebelum mengamati proses pembelajaran, Anda diminta membuat format
observasi terlebih dahulu dengan menggunakan contoh format seperti Tabel 9.15.
Lakukan pengamatan secara cermat dan berikan catatan yang Anda anggap
penting.
1. Gunakan Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) tentang materi pelajaran
tertentu yang sudah disiapkan (dalam bidang sudi yang Anda kuasai dengan
baik)
2. Mintalah kesediaan salah seorang teman (mahasiswa) guru di sekolah Anda,
untuk mempraktikkan rencana perbaikan pembelajaran yang telah disusun.
3. Perhatikan dengan seksama pemanfaatan waktu belajar di kelas, dan catat
berapa menit untuk membuka, melakukan pembelajaran inti, dan menutup
pelajaran.
4. Kemudian mintalah pula guru tersebut melaksanakan tes formatif (yang telah
Anda siapkan), dengan kriteria keberhasilannya adalah rata-rata siswa
menjawab minimal 80% tes formatif dengan benar.
5. Amati pula, berapa banyak pemunculan kemamuan berpikir tingkat tinggi
yang terjadi selama pembeajaran. Buatlah contoh penyajian data dari hasil
observasi kegiatan pembelajaran di kelas dan buat kesimpulan.
6. Perhatikan pula, sikap apa sajakah yang dapat dikembangkan melalui
penampilan diri pribadi guru. Sebutkan tiga jenis sikap tersebut.

9.41
RANGKUMAN

Melalui kegiatan PTK kualitas proses pembelajaran dapat ditingkatkan,


karena guru langsung mengetahui apa yang harus diperbaiki. Dengan merenung
kegiatan pembelajaran yang sudah baik dan yang memerlukan perbaikan dapat
diketahui.
Melalui analisis data, hasil PTK dapat diketahui apakah kegiatan PTK
dapat memperbaiki hasil pembelajaran baik dalam domain kognitif, efektif
maupun psikomotor, dan aspek lainnya dalam pembelajaran seperti pemanfaatan
waktu belajar, teknik bertanya, metode yang digunakan dan sebagainya. Apakah
perbaikan tersebut masih perlu ditingkatkan? Jika perlu apa, bagaimana dan kapan
perbaikan PTK adalah tugas semua guru, tidak terkecuali seorangpun.

TES FORMATIF 2

Bacalah dengan seksama setiap pernyataan/pertanyaan, kemudian lingkari huruf


(A,B,C, atau D) di depan alternatif jawaban yang Anda anggap tepat atau paling
tepat untuk melengkapi pernyataan atau menjawab pertanyaan di atasnya.

1. Tes yang dilaksanakan selama proses pembelajaran ialah ...


A. pre-tes
B. tes formatif
C. post-test
D. tes sumatif

2. Keberhasilan pembelajaran antara lain dapat dilakukan dengan mengamati ...


A. Penggunaan waktu dan pencapaian tujuan pembelajaran
B. penjadwalan mata pelajaran per minggu
C. penyusunan skenario pembelajaran dari menit ke menit
D. penyesuaian waktu pembelajaran dengan topik yang dibahas

3. Persentase penggunaan waktu dihitung dengan ...


A. membagi total alokasi waktu dengan waktu terpakai, dikalikan 100%
B. membagi total alokasi waktu dengan 100, dikalikan waktu terpakai
C. membagi waktu terpakai dengan 100, dikalikan total alokasi waktu
D. membagi waktu terpakai dengan total alokasi waktu, dikalikan 100%

9.42
4. Penggunaan waktu yang efektif untuk “mengawali pembelajaran” (A),
“kegiatan inti” (B), dan “menutup pembelajaran” (C) dapat diformulasikan ...

A. A > B, dan B > C


B. A < B, dan B > C
C. A > B, dan B < C
D. A < B, dan B < C

5. Proses berpikir tingkat tinggi diberi label ...


A. C1
B. C2
C. C3
D. C4

6. Tingkat pemahaman termasuk kategori ...


A. C1
B. C2
C. C3
D. C4

7. Kemampuan menerapkan hukum “DM: dalam bahasa Indonesia untuk


menganalisis suatu frase termasuk kategori berpikir level ...
A. C1
B. C2
C. C3
D. C4

8. Sikap dan nilai termasuk kawasan ...


A. kognitif
B. afektif
C. motorik
D. psikomotorik

9. Pelatihan bekerjasama dan bertoleransi lebih tepat dilakukan melalui ...


A. diskusi panel
B. tugas terstruktur
C. diskusi kelompok
D. tugas kelompok

10. Penilaian akhir tentang sikap dan perilaku siswa untuk melakukan seluruh
proses pendidikan dan pembelajaran dilakukan..

9.43
A. setiap akhir pertemuan harian
B. setiap akhir upacara bendera
C. setiap akhir bulan
D. setiap akhir semester

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT


Cocokkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban tes formatif yang terdapat di
bagian akhir Unit ini. Hitunglah jumlah jawban Anda yang Benar, kemudian
pergunakanlah rumus perhitungan di bawah ini untuk mengetahui tingkat
penguasaan Anda tentang bahan ajar dalam sub unit ini.

Rumus Perhitungan:

Banyaknya Jawaban yang Benar


Tingkat Penguasaan Anda = × 100
10
Hasil perhitungan tersebut di atas dapat diberikan makna sebagai berikut:
5. Skor 90 – 100 berarti Sangat Baik
6. Skor 80 – 89 berarti Baik
7. Skor 70 – 79 berarti Cukup Baik
8. Skor 0 – 69 berarti Kurang

Apabila skor Anda mendapat 80 ke atas, berarti bahwa penguasaan Anda


tentang bahan ajar dalam sub unit ini ”Baik” atau bahkan ”Sangat Baik”, maka
Anda dapat melanjutkan ke unit berikutnya. Namun, apabila tingkat penguasaan
Anda masih mendapatkan skor di bawah 80, maka Anda disarankan untuk
mempelajari kembali sub unit ini, khususnya pada bagian-bagian yang belum
Anda kuasai dengan baik. Perhatikan pada nomor soal yang mana Anda masih
keliru menjawabnya.

9.44
DAFTAR PUSTAKA

Agus Irianto, (2004). Statistik: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Prenada
Media.

Asmawi Zainul dan Noehi Nasution, (1997), Penilaian Hasil Belajar. Jakarta:
PAU-Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional, Ditjen Dikti
Depdikbud.

Elliot, J (1993), Action Researc for Educational Change. Philadelphia : Open


University Press.

Erickson, B, and T.A. Nosanchk, (1987). Memahami Data. Jakarta: LP3ES.

Groundlund, N.E., (1993). How to Make Achievement Test and Assesment.


Boston: Allyn and Bacon.

Hopkins, D., (1993). A Teacher’s Guide o Classrom Research. Bckinghaam :


Open University Press.

Joesmani, (1988). Pengukuran dan Evaluasi dalam Pengajaran. Jakarta: Proyek


Pengembangan LPTK, Ditjen Dikti Depdikbud.

Kemmis, S., Mc Taggart, R., (1992). The Action Research Planner Victioria :
Deaken University.

McNiff, J. (1992). Action Research Principles an Practice. Kent: Mackays of


Chathan PLC.

Spegel, M.R., (2004). Stattistik: Belajar Statistik Supercepat. Jakarta: Erlangga.

Sugiyanto, Andang K. Adji, (1998). Penelitian Tindakan Kelas, agian kedua.


Jakarta: Proyek PGSM.

Suke Silverius, (1991). Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik. Jakarta:
Gramedia.

Walpole, R.E., (1988). Pengantar Statistik. Jakarta: Gramedia.

9.45
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF
Tes Formatif 1
1. B. Skala atau data ordinal dipakai untk menunjukkan posisi siswa
dibandingkan siswa lain dari yang tertinggi sampai dengan yang
terendah, atau sebaliknya.
2. A. Ketentuan yang berlaku untuk sekolah yang bersangkutan saja
dikategorikan norma lokal.
3. D. Batas lulus purposif ditentukan dengan mempertimbangan kondisi
obyektif di setiap sekolah; jika kompleksitas materinya tinggi, potensi
siswa bagus, dan sarana/prasarana sangat memadai maka batas lulus
mungkin tinggi, tetapi kondisi sebaliknya yang ditemukan maka batas
lulusnya mungkin akan rendah.
4. C. Enam puluh persen (60%) dari 80 adalah: [(60 x 80) : 100] atau sama
dengan 48.
5. C. Batas lulus ideal = {(½ x 80)} + [0,25 x {1/3 x (1/2 x 80)}] = 40 +
{0,25 x (1/3 x 40) = 40 + (0,25 x 13,33) = 40 + 3,33 = 43,33.
6. B. Poligon dibuat dengan menghubungkan satu titik dengan titik lain
dengan garis lurus.
7. C. Jika seluruh data (angka) pada soal nomor 4 dijumlahkan dan hasilnya
dibagi dengan 34 (jumlah datanya) maka hasilnya = 50,82.
8. C. Modus artinya data (angka) yang paling banyak muncul. Jika Anda
perhatikan, 62 merupakan angka yang pemunculannya paling banyak (3
kali), kan?
9. B. Jika setiap data (angka) dalam soal nomor 4: (a) dikuadratkan: 62
menjadi 3844; 72 = 5184, ... dst. s.d. (angka terakhir) yaitu 24 = 576;
kemudian dijumlahkan dan dibagi 34. Lalu, (b) semua angka (tanpa
dikuadratkan) dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan 34, dan
hasilnya dikuadratkan. Seterusnya, hasil pengurangan antara (a) dan (b)
ditarik akarnya maka akan diperolah hasil = 14,32 (lihat juga rumus
dan langkah pengerjaan dalam uraian).
10 A. Anda tahu, bahwa rata-rata untuk data dalam soal nomor 4 adalah 50,82
. (lihat jawaban soal nomor 7), Standar Deviasi atau SD = 14,32 (lihat
jawaban soal nomor 9). Nah, jika [(69 – 50,82) : 14,32] maka hasilnya
adalah: 18,18 : 14,32 atau sama dengan 1,27. Benar, kan!

9.46
Tes Formatif 2
1. B. Tes formatif merupakan tes yang digunakan untuk menilai kegiatan
pembelajaran yang sedang berlangsung. Jika pelajaran sudah berlalu
mungkin pos-tes atau sumatif, sedangkan jika dilakukan sebelumnya
disebut pre-tes.
2. A. Jika seorang guru menghabiskan waktu lebih lama untuk suatu kegiatan
diasumsikan bahwa keberhasilannya akan menjadi tinggi. Selaiknya,
jika waktu yang digunakan lebih singkat, maka kemungknan
berhasilnya pun menjadi lebih rendah.
Porsi penggunaan waktu dan keberhasilan guru untuk suatu kegiatan
3. D. Persen berarti “per seratus”. Misalnya, jika waktu terpakai 20 menit,
sedangkan total waktu yang dialokasikan = 70 menit, maka persentase
pemakaian waktunya adalah [(20 : 70) x 100 %] atau 0,28 x 100 % =
28, tepatnya 28 persen (ditulis: 28%).
4. B. Waktu untuk kegiatan inti (B) seyogyanya lebih banyak dibandingkan
kegiatan pembuka/awal (A) maupun akhir/penutup (C).
5. D. Tingkatan berpikir dalam ranah kognitif (Cognitive) terdiri atas 6
jenjang (dari terendah sampai tertinggi disimbolkan dengan: C1, C2,
C3, C4, C5, dan C6). Dengan demikian, jika dipilah berpikir tingkat
rendah dan tinggi, 3 jenjang terbawah masuk kategori berpikir rendah
(C1, C2, dan C3), sedngkan 3 jenjang teratas (C4, C5, dan C6) masuk
kategori berpikir tingkat tinggi.
6. B. C1 = pengetahuan/ingatan; C2 = pemahaman, C3 = aplikasi, C4 =
analisis, C5 = evaluasi, dan C6 = kreasi.
7. C. C3 = aplikasi atau kemampuan mengalikasikan (menerapkan) suatu
konsep, teori, dalil, dan hukum ke dalam situasi lain. Misalnya
membuat contoh penerapan hukum DM setelah dijelaskan maksud
hukum tersebut oleh guru.
8. B. Menurut Taksonomi Bloom, hasil belajar mencakup Kognitif
(kemampuan berpikir), Afektif (bersikap menurut nilai tertentu), dan
Psikomotor (dapat mempraktikkan dengan tindakan nyata)
9. D. Tugas kelompok membuka peluang siswa berdiskusi dalam

9.47
mennyelesaikan tugasnya, sejak dari merencanakan, melaksanakan,
maupun mereview hasil pekerjaannya.
10 D. Karena beban belajar siswa di sekolah dibagi menurut per semester,
. maka akhir semester merupakan waktu terminal untuk menilai seluruh
proses pendidikan dan pembelajaran, yang kemudian dapat dijadikan
masukan untuk perbaikan dan penyempurnaan program/kegiatan
semester berikutnya.

9.48
GLOSARIUM

Alokasi waktu pembelajaran adalah jumlah jam atau menit yang disediakan
untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pelaksanaan pembelajaran

Analisis (sebagai bagian dari ranah kognitif) adalah kemampuan penguraian


suatu komunikasi ke dalam elemen-elemen atau bagian-bagian
pembentuknya sedemikian rupa sehingga tata jenjang yang relatif dari ide-
ide diperjelas/hubungan-hubungan antara ide-ide yang dikeluarkan
dipertegas.

Analisis data adalah menguraikan suatu data atas berbagai bagiannya dan
penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk
memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan,
proses pemecahan persoalan yang dimulai dengan dugaan akan
kebenarannya,

Aplikasi adalah penerapan berupa penggunaan abstraksi dalam situasi-situasi


khusus dan konkrit.

Berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan kognitif dalam taksonomi Bloom


mulai dari aspek analisis, evaluasi dan kreasi.

Data atau skor mentah adalah data yang sudah terkumpul namun belum diolah.

Evaluasi adalah memberikan keputusan tentang nilai sesuatu menurut sudut


pandang tertentu.

Histogram(diagram batang) adalah suatu grafik yang berbentuk persegi panjang.

Median adalah nilai tengah dari suatu array (sekumpulan data yang disusun
secara berurutan dari yang terbesar ke yang terkecil, atau sebalikna)

Modus adalah nilai yang mempuyai frekuensi kemunculan paling besar atau
paling sering dari suatu kumpulan data.

Pemahaman (terjemahan dari comprehension) adalah suatu pengertian atau


tanggapan sedemikian rupa sehingga individu mengetahui apa yang
sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan bahan atau ide-ide yang
dikomunikasikan itu tanpa menghubungkannya dengan bahan lain atau
melihat implikasinya secara keseluruhan.

Pengetahuan adalah istilah terjemahan dari knowledge yang meliputi ingatan


akan hal-hal yang khusus dan umum, ingatan akan metode dan cara-cara,
atau ingatan akan suatu pola susunan atau cara-cara.

9.49
Poligon adalah suatu grafik yang berbentuk garis dari frekuensi kelas yang diplot
terhadap tanda kelas.

Range adalah selisih antara bilangan terbesar dan bilangan terkecil dalam
himpunan tersebut.

Rata-rata atau mean adalah nilai tipikal atau representatif dari suatu kumpulan
data.

Standar Deviasi atau SD adalah akar kuadrat rata-rata dari deviasi terhadap mean
atau deviasi akar rata-rata dari kuadrat.

9.50

Вам также может понравиться

  • Penilaian RPP
    Penilaian RPP
    Документ2 страницы
    Penilaian RPP
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Panduan Penyusunan RPP
    Panduan Penyusunan RPP
    Документ9 страниц
    Panduan Penyusunan RPP
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Rat T Online PPSD Bermutu
    Rat T Online PPSD Bermutu
    Документ3 страницы
    Rat T Online PPSD Bermutu
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Panduan Pelaksanaan Pembelajaran
    Panduan Pelaksanaan Pembelajaran
    Документ5 страниц
    Panduan Pelaksanaan Pembelajaran
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Rambu2 Peer Teaching
    Rambu2 Peer Teaching
    Документ18 страниц
    Rambu2 Peer Teaching
    Muhammad Tajudin Nur
    100% (2)
  • Penilaian Pelaksanaan PBM
    Penilaian Pelaksanaan PBM
    Документ3 страницы
    Penilaian Pelaksanaan PBM
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Inisiasi 5-PPSD
    Inisiasi 5-PPSD
    Документ3 страницы
    Inisiasi 5-PPSD
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Inisiasi 4-PPSD
    Inisiasi 4-PPSD
    Документ3 страницы
    Inisiasi 4-PPSD
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Inisiasi 1-PPSD
    Inisiasi 1-PPSD
    Документ5 страниц
    Inisiasi 1-PPSD
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Sat T Online PPSD Bermutu
    Sat T Online PPSD Bermutu
    Документ5 страниц
    Sat T Online PPSD Bermutu
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Inisiasi 3-PPSD
    Inisiasi 3-PPSD
    Документ3 страницы
    Inisiasi 3-PPSD
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Inisiasi 2-PPSD
    Inisiasi 2-PPSD
    Документ4 страницы
    Inisiasi 2-PPSD
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Bac PPSD 12
    Bac PPSD 12
    Документ49 страниц
    Bac PPSD 12
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Bac PPSD 11
    Bac PPSD 11
    Документ46 страниц
    Bac PPSD 11
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Bac PPSD 5
    Bac PPSD 5
    Документ46 страниц
    Bac PPSD 5
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Daftar Is1
    Daftar Is1
    Документ6 страниц
    Daftar Is1
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Bac PPSD 10
    Bac PPSD 10
    Документ54 страницы
    Bac PPSD 10
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Bac PPSD 7
    Bac PPSD 7
    Документ49 страниц
    Bac PPSD 7
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Bac PPSD 2
    Bac PPSD 2
    Документ48 страниц
    Bac PPSD 2
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Bac PPSD 8
    Bac PPSD 8
    Документ52 страницы
    Bac PPSD 8
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Bac PPSD 6
    Bac PPSD 6
    Документ43 страницы
    Bac PPSD 6
    Muhammad Tajudin Nur
    100% (1)
  • Bac PPSD 3
    Bac PPSD 3
    Документ41 страница
    Bac PPSD 3
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Bac PPSD 4
    Bac PPSD 4
    Документ51 страница
    Bac PPSD 4
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Tinjauan Mata Kuliah
    Tinjauan Mata Kuliah
    Документ2 страницы
    Tinjauan Mata Kuliah
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Bac PPSD 1
    Bac PPSD 1
    Документ48 страниц
    Bac PPSD 1
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Документ3 страницы
    Kata Pengantar
    Muhammad Tajudin Nur
    Оценок пока нет