Вы находитесь на странице: 1из 5

Bertaubat Dengan Menjadikan

Islam Sebagai Way Of Life


Oleh : Ihsan Tandjung

Banyak fihak yang berpendapat bahwa negeri Indonesia,


yang kita cintai karena Allah, dilanda musibah demi
musibah karena Allah hendak memberikan ”serious
warning” (peringatan keras) kepada ummat Islam agar
bertaubat dari berbagai maksiat yang kian tampil secara
terang-terangan.

Sejujurnya, kemaksiatan yang hadir dewasa ini di


Indonesia, negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia ini,
sudah meliputi segenap aspek kehidupan. Silahkan Anda
renungkan…! Kemaksiatan alias kedurhakaan kepada Allah
dapat kita temukan dalam aspek ideologi, politik, ekonomi,
sosial, budaya, media massa, pendidikan, hukum, militer
dan pertahanan-keamanan. Segenap aspek kehidupan
tersebut telah dikembangkan dengan semangat
mengabaikan bagaimana sebenarnya Allah menuntut kita
mengelolanya. Manusia menyangka bahwa semua aspek
hidup itu boleh dikembangkan seenaknya menurut selera
dan hawa nafsu manusia. Meminjam bahasa saudara Adian
Husaini beliau menulis sebagai berikut:

”Kita menyaksikan, bagaimana sekelompok orang – dengan


alasan kebebasan berekspresi (freedom of expression) —
dengan terang-terangan menantang aturan Allah dalam
soal pakaian. Mereka menyerukan kebebasan. Mereka pikir,
tubuh mereka adalah milik mutlak mereka sendiri,
sehingga mereka menolak segala aturan tentang pakaian.
Bukankah tindakan itu sama saja dengan menantang Allah:
”Wahai Allah, jangan coba-coba mengatur-atur tubuhku!
Mau aku tutup atau aku buka, tidak ada urusan dengan
Engkau. Ini urusanku sendiri. Ini tubuh-tubuhku sendiri! Aku
yang berhak mengatur. Bukan Engkau!” Memang, menurut
Prof. Naquib al-Attas, ciri utama dari peradaban Barat
adalah ”Manusia dituhankan dan Tuhan dimanusiakan!”
((Man is deified and Deity humanised). Manusia merasa
berhak menjadi tuhan dan mengatur dirinya sendiri.
Persetan dengan segala aturan Tuhan!”

Inilah ciri utama peradaban Barat alias peradaban


masyarakat jahiliyah. Kebebasan telah dituhankan
sedemikian rupa sehingga Allah di-kerdil-kan sedangkan
manusia di-Akbar-kan…! Walaupun kutipan di atas hanya
menunjukkan satu contoh saja dari bentuk kemaksiatan,
namun kita dapat menemukan bahwa spirit utama
”Manusia dituhankan dan Tuhan dimanusiakan!” berlaku
dalam segenap aspek hidup modern. Hal ini sedang terjadi
secara global di seluruh penjuru dunia. Indonesia tidak
terkecuali. Mengingat bahwa Indonesia dihuni oleh jumlah
ummat Islam terbanyak di dunia, maka tanggung-jawab
kitapun menjadi lebih besar untuk menunjukkan di hadapan
Allah bahwa kita bukanlah ummat Islam yang sekedar
bangga dengan kuantitas.

Apalah artinya jumlah yang besar dari populasi muslim


dunia bilamana esensi Islam sebagai Way of Life tidak
difahami, dihayati, diamalkan apalagi diperjuangkan?
Bukankah hakikat seorang berpandangan hidup ”Islam”
ialah berserah diri kepada kehendak Allah? Bukankah misi
utama da’wah Islam ialah ”membebaskan manusia dari
penghambaan sesama manusia untuk menjadi hamba Allah
semata”?

Muhammad Qutub mengatakan bahwa di antara ciri utama


suatu masyarakat layak disebut masyarakat jahiliyah ialah
bilamana di dalamnya tidak hadir iman yang semestinya
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Masyarakat tersebut
mengaku beriman, namun dalam beriman kepada Allah
masyarakat itu sendiri yang menentukan bagaimana
mereka beriman kepada Allah. Mereka tidak mau tunduk
kepada bagaimana semestinya mereka beriman menurut
Kehendak Allah. Inilah yang dimaksud di dalam ayat:

ِ‫حقّ قَد ْرِه‬ َ ّ ‫ما قَد َُروا الل‬


َ ‫ه‬ َ َ‫و‬

”Dan mereka tidak menghormati Allah dengan


penghormatan yang semestinya…” (QS Al-An’aam ayat 91)

Dengan berlindung di balik faham-faham modern yang


bersumber dari peradaban Barat sebagian muslim di negeri
ini telah meninggalkan Islam sebagai Way of Life. Baik
sadar maupun tidak sadar. Mereka meninggalkan berfikir
dan berperasaan menurut bagaimana yang Allah kehendaki
karena mereka telah termakan oleh faham Humanisme,
Liberalisme, Sekularisme dan Materialisme. Padahal Allah
menyuruh setiap Muslim yang mengaku beriman agar men-
celup-kan dirinya ke dalam nilai-nilai Rabbani agar segenap
fikiran dan perasaannya senantiasa tunduk kepada Allah
semata:
َ ‫ة الل ّه وم‬
‫ن‬
َ ‫دو‬
ُ ِ ‫عاب‬ ُ َ‫ن ل‬
َ ‫ه‬ ُ ‫ح‬
ْ َ ‫ة وَن‬ ِ ِ‫ن الل ّه‬
ً َ‫صب ْغ‬ َ ‫م‬
ِ ‫ن‬
ُ ‫س‬
َ ‫ح‬
ْ ‫نأ‬ْ َ َ ِ َ َ‫صب ْغ‬
ِ

”Shibghah (celupan) Allah. Dan siapakah yang lebih baik


shibghah(celupan)-nya daripada Allah? Dan hanya kepada-
Nya-lah kami menyembah.” (QS Al-Baqarah ayat 138)

Dan termasuk salah satu faham Barat yang telah


menyebabkan kaum muslimin meninggalkan Islam sebagai
Way of Life ialah tentunya faham Demokrasi, suatu faham
yang secara makna bahasa saja sudah menunjukkan
kesombongan manusia. Demokrasi merupakan ringkasan
dari gabungan dua kata: (Demos) yang berarti rakyat dan
(kratos) yang berarti hukum atau kekuasaan atau
wewenang membuat aturan (tasyrii’). Sedangkan ajaran
Islam yang berlandaskan aqidah Tauhid menegaskan
bahwa wewenang membuat aturan (tasyrii’) ada di sisi
Allah Yang Maha Tahu dan Maha Adil.
َ ْ ُ ‫ي وََل ي‬
‫دا‬
ً ‫ح‬ ِ ْ ‫حك‬
َ ‫مهِ أ‬ ُ ِ‫شر‬
ُ ‫ك ِفي‬ ّ ِ ‫ن وَل‬
ْ ‫م‬
ِ ِ‫دون ِه‬
ُ ‫ن‬
ْ ‫م‬ ْ ُ‫ما ل َه‬
ِ ‫م‬ َ

”…tak ada seorang pelindungpun bagi mereka selain


daripada Allah; dan Dia tidak mengambil seorangpun
menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan”. (QS
Al-Kahfi ayat 26)

Saudaraku, masihkah kita perlu heran mengapa bencana


demi bencana Allah tetapkan berlaku di tengah masyarakat
berpenduduk muslim terbesar di dunia dewasa ini? Sudah
tiba masanya bagi kita semua untuk bertaubat dengan
Taubatan Nasuhan (taubat yang semurni-murninya),
khususnya di dalam menjadikan Islam sebagai satu-satunya
Way of Life dalam kehidupan pribadi maupun kolektif.

Kata ”Taubat” bermakna ”kembali”, yakni kembali kepada


Allah dalam segenap hal. Maka sudah tiba masanya bagi
ummat Islam terbesar jumlahnya di dunia ini untuk kembali
dan hanya kembali kepada aturan dan hukum Yang Maha
Adil lagi Maha Bijaksana, Allah Subhaanahu wa Ta’aala.
Aturan dan hukum bikinan manusia merupakan produk
makhluk yang sarat sifat zalim dan bodoh.

‫جُهوًل‬ ً ‫ن ظ َُلو‬
َ ‫ما‬ َ ‫ه‬
َ ‫كا‬ ُ ّ ‫إ ِن‬

“Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.”


(QS Al-Ahzab ayat 72)

Alangkah inkonsistennya bilamana dalam doa kita berkata:


”Aku ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai Din dan
Muhammad sebagai Nabi dan Rasul”, namun dalam
keseharian kita masih saja mengakui dan mengagung-
agungkan faham/ajaran peradaban Barat yang sejatinya
berprinsip mengingkari bahkan mempersekutukan Allah
Yang Maha Kuasa lagi Maha Esa.
َ ‫ف‬ َ ّ ‫ل هُو الل‬
ٌ ‫حد‬
َ ‫وا أ‬ ُ َ‫ن ل‬
ً ُ ُ‫ه ك‬ ْ َ ‫م ُيول َد ْ وَل‬
ْ ُ ‫م ي َك‬ ْ َ ‫م ي َل ِد ْ وَل‬
ْ َ ‫مد ُ ل‬
َ ‫ص‬ ُ ّ ‫حد ٌ الل‬
ّ ‫ه ال‬ َ ‫هأ‬ُ َ ْ ُ‫ق‬
”Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah
Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia
tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada
seorangpun yang setara dengan Dia”. (QS Al-Ikhlash ayat
1-4)

Вам также может понравиться