Вы находитесь на странице: 1из 8

Sebelum diskusinya jauh ke mana-mana.

Saya akan jawab


dulu yang lalu. Mohon dimaklum, buku sumber yang jadi
rujukan saya buat diskusi ini semuanya lagi ga' ada,
disimpen di rumah satu lagi. Jadi yang saya tulis di sini
semau bersumber pada ingatan saya yang lemot. Maka
mungkin sekali ada yang salah.

#32
Saya juga sempet ragu waktu nulis ini. Logisnya, kalo
jenazah nunggu sampai 3 hari 3 malam kemungkinan besar
akan keburu rusak. Jadi, saya akui saya salah. Tapi yang
batas waktu tidak ada pemimpin itu tidak salah, 3 hari 3
malam.
Laporkan

Kiriman 39
''Mohammad Jeprie menulispada 08 Mei 2009 jam 17:31
Yang ini saya pisah soalnya beda dengan yang atas dan
kemungkinan akan di-reply lagi..

#29. Syariat yang mana?

Ini pertanyaan yang terlalu mengada-ada saya pikir.


Memang ada banyak hal yang menghasilkan perbedaan
penafsiran. Mulai dari standar hadits, ushul fiqh, atau beda
kecenderungan individu mujtahid. Masalah syariah ini kita
bagi dua, yang terkait personal dan publik. Untuk masalah
personal, ga jadi masalah karena individu tinggal milih
pemahaman mana yang menurutnya paling benar. Jika dia
mujtahid, dia bisa berijtihad dengan ilmunya menggunakan
metode dan sumber-sumber yang dia yakini. Buat
kebanyakan kita, muttabi' atau pentaqlid, kita ambil
gampangnya ambil saja dari fatwa ormas atau ulama yang
kita yakini. Misalnya, qunut. Buat NU, qunut sunnah. Buat
Persis, qunut bid'ah. Ya kita tinggal milih mau ikut faham
mana. Dan negara tidak perlu ikut campur. Untuk masalah
publik ada kaidah "al-imam yarfaul khilaf", keberadaan
imam menghilangkan perbedaan. Adalah hak khalifah
(imam) untuk menentukan hukum publik yang akan dia
ambil. Misalnya, tentang sewa tanah garapan(separo,
pemilik tanah+petani). Sebagian ulama memahami itu
haram sebagian lagi beranggapan halal. Di sana khalifah
berahak memilih pendapat mana yang akan diambil.
Contoh lain, pembagian ghanimah (rampasan perang),
kebijakan Abu Bakr semua dibagi rata, Umar
memprioritaskan berdasarkan kesenioran para shahabat.
Sistem mana yang mau digunakan tergantung khalifah.

Ambil contoh saat ini dalam ekonomi, ada berbagai macam


teori, mulai dari liberalisme konservatif hingga neo liberal.
Kita, yang warga negara awam, tidak perlu bingung mau
pake yang mana, karena itu wilayahnya pemerintah.
Terserah pemerintah mau yang mana. Saat ini, di AS,
ekonomi Obama berbeda dgn Bush. Obama sekarang lebih
condong ke model ekonomi Keynesian yang adalah versi
lama kapitalism.
Laporkan

Kiriman 40
''Mohammad Jeprie menulispada 08 Mei 2009 jam 17:40
Ga apa-apa saya pecah ya, soalnya kalo diterusin nanti
terlalu panjang.

#30
Buat yang ini rada rumit. Saya belum pernah baca analisa
ustadz atau ulama beneran tentang ini. Jadi yang ini,
pendapat saya. Kalo salah memang kesalahan saya.
Rasul memang menyatakan larangan mengangkat senjata
terhadap pemimpin, para shahabat nanya batasannya.
Jawab rasul, selama masih menegakkan shalat. Shalai ini
dipahami bukan shalat ritual tapi kinayah (simbol) dari
menegakkan hukum Islam. Jika khalifah sudah tidak lagi
menegakkan hukum Islam maka boleh umat Islam angkat
senjata. Saya memahami bahwa Imam Husain saat itu
berpendapat bahwa saat itu batasannya telah tercapai,
sehingga beliau berhak mengangkat senjata. Ini bukan
bughat (kudeta), tapi dalam rangka meluruskan
pemerintahan Islam.
Ulama pun, setahu saya, tidak ada yang membenarkan
tindakan Yazid. Malah, yang saya baca, Yazid tidak pernah
memerintahkan pemenggalan kepala Husain, hanya nyuruh
nangkap saja. Bahkan ketika Yazid melihat kepala Husain
dia sampai lemes liatnya. Gimana pun juga walau pun
jahat, dia tetep Islam. Perasaan takut atas dosanya, pasti
masih ada. Pemenggalan itu disebutkan sebagai "inisiatif"
bawahannya.
Laporkan

Kiriman 41
''Mohammad Jeprie menulispada 08 Mei 2009 jam 17:52
#31
Nanti saya jawab kalo udah baca sejarahnya lagi. Di-
pending aja daripada salah ngomong.

#33
Tentang pengepungan rumah Ali. Saya rada-rada ragu
karena mungkin saja ada fitnah atau berita palsu untuk
menjatuhkan reputasi para shahabat. Tapi setahu saya,
memang Ali telat membaiat bukan karena membangkang
tapi setelah wafat rasul beliau sibuk mengumpulkan al-
Quran yang berserakan.

#32
Tentang kisah di Saqifah, mungkin beda literatur ya?
Anggaplah hanya Umar dan Abu Bakr yang datang. Perlu
dicatat bahwa keduanya adalah tangan kanan Rasul yang
juga dipercaya mayoritas umat. Lagipula, perlu saya
tegaskan kembali, yang menentukan siapa yang jadi
khalifah bukan penunjukkan oleh Umar tapi dalam baiat.
Ingat bahwa di Saqifah bani Saidah bukan cuma Umar dan
Abu Bakr berdua. Ada banyak juga shahabat terkemuka
dari Anshar. Ceritanya kan, setelah beradu argumen,
akhirnya mayoritas orang di sana berbalik opininya
sehingga orang Anshar pun malah mendukung Abu Bakr.
Akhirnya terjadilah baiat iniqad atau baiat pengangkatan,
besoknya diteruskan dengan baiat thaat, baiat tanda
ketaatan, dari seluruh rakyat.

Jadi, yang terjadi waktu bukan diputuskan oleh Umar dan


Abu Bakr tapi hasil musyawarah banyak tokoh. Jangan
karena Ali dan beberapa shahabat tidak ada maka
keputusan itu dianggap cacat.
Laporkan

Kiriman 42
''Mohammad Jeprie menulispada 08 Mei 2009 jam 17:58
#31
Nanti saya jawab kalo udah baca sejarahnya lagi. Di-
pending aja daripada salah ngomong.

#33
Tentang pengepungan rumah Ali. Saya rada-rada ragu
karena mungkin saja ada fitnah atau berita palsu untuk
menjatuhkan reputasi para shahabat. Tapi setahu saya,
memang Ali telat membaiat tapi bukan karena
membangkang tapi setelah wafat rasul beliau sibuk
mengumpulkan al-Quran yang berserakan.

#32
Tentang kisah di Saqifah, mungkin beda literatur ya?
Anggaplah hanya Umar dan Abu Bakr yang datang. Perlu
dicatat bahwa keduanya adalah tangan kanan Rasul yang
juga dipercaya mayoritas umat. Lagipula, perlu saya
tegaskan kembali, yang menentukan siapa yang jadi
khalifah bukan penunjukkan oleh Umar tapi dalam baiat.
Ingat bahwa di Saqifah bani Saidah bukan cuma ada Umar
dan Abu Bakr berdua. Ada banyak juga shahabat terkemuka
dari Anshar. Ceritanya kan, setelah beradu argumen,
akhirnya mayoritas orang di sana berbalik opininya
sehingga orang Anshar pun malah mendukung Abu Bakr.
Akhirnya terjadilah baiat iniqad atau baiat pengangkatan,
besoknya diteruskan dengan baiat thaat, baiat tanda
ketaatan, dari seluruh rakyat.

Jadi, yang terjadi waktu itu bukan diputuskan oleh Umar


dan Abu Bakr tapi hasil musyawarah banyak tokoh. Jangan
karena Ali dan beberapa shahabat tidak ada maka
keputusan itu dianggap cacat.

#34
Dalilnya saya gau tau pasti, ayat mana. Bukunya belum
ada. Nanti lah nyusul. Tapi kalo diliat di quran memang
antara shalat dan zakat tidak pernah dipisah. Orang yang
bersyahadat dalam aqidah ahlu sunnah, walau pun tidak
shalat tidak zakat selama aqidahnya tetap Islam hanya
dihukumi berdosa besar tidak sampai kafir.
Laporkan

Kiriman 43
''Mohammad Jeprie membalas kiriman Alpada 08 Mei 2009
jam 18:44
1. Pemimpin itu mutlak harus ada. Sepakat! Kembali ke
akhlaq, bagaimana caranya menyempurnakan akhlaq.
Tentu harus ada metode, cara-cara, atau sistem. Nah itulah
syariat. Degan tegaknya syariat maka akhlaq pun terjaga,
kalo sekedar memperbaiki akhlaq tapi lingkungan sekitar
tidak dikondisikan sama saja dengan terus-terusan nyapu
tapi yang buang sampahnya tidak ditegur. Susah. Di hadits
juga tidak ada bahwa tugas beliau untuk mengangkat
ekonomi rakyat tapi kan kenyataannya dilakukan juga.

Sampai sekarang yang saya pahami, syariat hanya bisa


dijalankan sepenuhnya dalam konteks sistem negara
khilafah. Sistem lain ga bisa, atau paling bisa setengah-
setengah. Contohnya ya Republik Islam Iran itu. Juga
Kerajaan Arab Saudi. Kedua negara itu tidak bisa dibilang
sebagai representasi penerapan syariat Islam.

2. Bedakan antara konsep kepemimpinan dengan praktek


kepemimpinan. Secara konsep, semua shahabat sepakat
wajibnya pemimpin dan tegaknya syariat. Tapi tetap saja,
aparatnya kan masih manusia juga. Utsman yang saya baca
memang dalam kepemimpinannya ada beberapa
kelemahan, misalnya terlalu mempercayai kerabat, banyak
pejabat yang tidak terkontrol, kurang tegas. Jadi, adanya
ketidakpuasan terhadap kepemimpinan wajar saja. Zaman
Umar, yang waktu itu Islam berkembang dengan sangat
pesat, ada saja orang yang ingin membangkang. Khalid bin
Walid, setelah dipecat oleh Umar, katanya ada yang ngajak
untuk memberontak namun beliau menolak.

Di demokrasi juga sama saja, Soeharto yang bapak


pembangunan kan jatuh juga. John F Kennedy yang dari
negara mbahnya demokrasi malah ditembak, dan banyak
lagi. Jadi, sebaiknya fokus ke pembahasan konsep sistem
saja.

3. Masalah istilah dibahas juga oleh para ulama. Boleh


menyebut khalifah dengan Amirul Mukminim, Hakimul
Mukminin, Imam, atau semacamnya selama tidak
mengubah pengertiannya. Jadi, tidak haram nyebut khalifah
dengan Presiden, Raja, atau Perdana Menteri karena
definisi keduanya berbeda.

4. Kalo istilah Islam menjajah sepertinya terdengar


menakutkan. Kita biasa menyebutnya futuhat, penaklukan.
Ada 3 opsi yang diberikan:
1. Tunduk pada kekuasaan Islam
2. Membayar jizyah
3. Diperangi habis-habisan
Untuk bahasan ini saya rasa lebih baik jika kita baca sejarah
futuhat di Islam dan bandingkan dengan penjajahan yang
dilakukan negara lain, atau gampangnya ingat saja waktu
jaman penjajahan Belanda. Jizyah bisa dianggap semacam
pajak buat orang non-muslim, besarnya berbeda-beda
tergantung kesepakatan, tapi disyaratkan tidak boleh
memberatkan. Jizyah ini berarti ketundukan orang non-
muslim terhadap Islam. Setelah membayar jizyah maka
negara Islam harus melindunginya, statusnya sama seperti
orang Islam lainnya, dikenal dengan istilah kafir dzimmi
(ahlu-dzimmah). Rasul pernah bilang bahwa barang siapa
menyakiti ahlu-dzimmah, sama saja dengan manyakitiku.
Itulah sebabnya, pernah dalam sejarah ada khalifah yang
berencana menaikkan jizyah hingga 1000 dirham per tahun
(ingetin kalo salah). Waktu itu ada ulama yang mati-matian
menentang rencana itu. Guess who? Ibnu Taimiyyah. Ahlu-
dzimmah wajib membantu negara ketika ada serangan dari
luar. Tapi tidak ada kewajiban jihad bagi mereka ketika ada
futuhat ke luar, yang buat orang Islam hukumnya wajib.
Dalam hukum, berlaku prinsip equality above the law,
kesamaan di depan hukum. Semua mungkin tau kisah
khalifah Ali yang kehilangan baju besinya dan ternyata ada
di orang Yahudi. Ali menuntut ke pengadilan tapi yang
dimenangkan malah si Yahudi tadi. Atau kisah Umar yang
membuat garis lurus di sebuah tulang. Itu dilakukan untuk
memberi ultimatum pada Amr bin Ash yang sewenang-
wenang merampas tanah milik orang Yahudi untuk
dijadikan masjid.

Perang dalam Islam juga kan ada aturannya. Tidak boleh


nebang pohon, tidak boleh bakar tanaman, tidak boleh
pake senjata pemusnah massal (agent orange, white
fosfor). tidak boleh menghinakan mayat musuh seperti
merusak tubuhnya. Tidak boleh menyiksa musuh, seperti
memanah dengan panah tumpul.

Itu sebabnya harusnya orang non-muslim ga perlu takut


dengan Syariat Islam atau Khilifah. Karena di sana ada
banyak kebaikan bukan saja buat orang Islam tapi juga
non-Islam. Seperti waktu ada shahabat yang ditanya oleh
pembesar Mesir tentang tujuan futuhat. Shahabat itu jawab,
"Mengeluarkan manusia dari penghambaan manusia
terhadap manusia, menuju penghambaan terhadap Allah".
Futuhat buat orang Islam bukan untuk nyari materi, tapi ya
itu tadi.
Laporkan

Kiriman 44
''Mohammad Jeprie menulispada 10 Mei 2009 jam 0:26
#31. Tentang khawarij, saya bener-bener lupa. nanti saya
baca-baca lagi.

Вам также может понравиться