Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Dalam konteks pelayanan publik, keterlibatan pemerintah (termasuk
pemerintah daerah) hingga kini masih dibutuhkan. Secara konvensional keterlibatan
pemerintah dalam penyediaan pelayanan publik didasarkan pada argumen “kegagalan
pasar” (market failure). Pasar dianggap berfungsi secara efektif jika dapat
menyediakan pola-pola barang dan jasa yang paling diminati oleh masyarakat sesuai
dengan kemampuan ekonomi mereka. Jika persyaratan yang diinginkan tidak terjadi,
maka dikatakan pasar tidak berfungsi secara efektif, dan dalam kondisi demikian
pemerintah masuk untuk memperbaiki keadaan (wibowo, et. Al., 2000:8)
Namun dengan adanya konsep kegagalan pasar bukan berarti produksi barang
dan jasa langsung ditangani pemerintah (publik production), tetapi terentang dalam
berbagai macam pilihan intervensi, seperti : regulasi, subsidi, pembiayaan, pajak, dan
sampai penyediaan langsung. (wibowo, et. al., 2000:12)
Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan salah satu fungsi utama dalam
penyelenggaraan pemerintah yang menjadi kewajiban aparatur pemerintah.
Berdasarkan Keputusan Menpan No. 63/Kep/M.PAN/7/2003 tertanggal 10 Juli 2003
pada paragraph 1 butir c menyebutkan pengertian pelayanan umum adalah segala
kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum
maupun sebagai pelaksananan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyediaan pelayanan publik sebagai salah satu intervensi dari pemerintah
memiliki korelasi dengan kepentingan publik, yang menjadi dasar asal usul
munculnya pelayanan publik (Moenir H.A.S.,2002:6). Kepentingan publik
menyangkut pada soal kepentingan pribadi sebagai sumber utama dalam adanya
kepentingan publik. Secara singkat dapat dinyatakan bahwa kepentingan publik
adalah himpunan dari kepentingan pribadi yang telah disublimasikan, dan tidak
bertentangan dengan norma masyarakat serta aturan yang berlaku. Apabila
kepentingan pribadi dalam suatu kelompok itu sama, kemudian disatukan
kepentingan itu berubah menjadi kepentingan kelompok, dan selanjutnya kepentingan
itu akan berubah menjadi kepentingan publik. Sedangkan kepentingan pribadi adalah
hak asasi dan cara yang digunakan untuk menempuh harus melalui cara-cara yang
dibenarkan dalam hukum. Jadi sumber kepentingan pribadi adalah karena adanya
hak pribadi atau hak asasi.
Dalam memperoleh hak dasar atau hak pribadi atau hak asasi tidak akan
pernah berhenti dan akan terus berlangsung hingga akhir jaman. Di lain pihak dalam
situasi yang sudah mapan, hak asasi dan hak-hak lain yang timbul karena peraturan
perundang-undangan telah dimiliki dan telah dijamin, terdapat kegiatan yang
dilakukan untuk memenuhi, mempermudah dan mempercepat perolehan hak itu.
Kegiatan itu berupa pelayanan yang dilakukan siapapun dalam pemenuhan hak
tersebut. Oleh karena kegiatan pelayanan itu menyangkut pemenuhan suatu hak
maka ia menjadi hak ikutan yang juga melekat pada setiap orang. Jadi untuk
memperoleh pelayanan yang wajar untuk mendapatkan hak itu adalah hak juga.
Pelayanan publik merupakan suatu proses pemenuhan kebutuhan orang
banyak atau publik oleh institusi pemerintah. Namun tidak berarti bahwa
pelayanan itu sifatnya selalu kolektif, sebab melayani kepentingan perorangan
pun asal kepentingan itu masih termasuk dalam rangka pemenuhan hak dan
kebutuhan bersama yang telah diatur, maka itu termasuk dalam kepentingan
pelayanan publik.
Pelayanan merupakan hak ikutan yang melekat pada setiap orang. Sehingga
hak tersebut menjadi dasar tuntutan dari masyarakat untuk mendapatkan kualitas
pelayanan yang serba prima, serba cepat dengan biaya mudah dijangkau masyarakat.
Ini senada dengan instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang percepatan
pemberantasan korupsi, khususnya Instruksi Presiden yang keempat yakni
Meningkatkan Kualitas Pelayan kepada Publik melalui Transparansi dan Standarisasi
Pelayanan
Akan tetapi tuntutan dari masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
prima, serba cepat dengan biaya yang dijangkau masyarakat masih belum dapat
dicapai. Hal ini disebabkan karena adanya tarik menarik kepentingan dalam
pelayanan publik. Seharusnya pelayanan publik tidak lepas dari publik dan
pelayan publik dalam kerangka pelaksanaan sistem pemerintahan daerah. Maka
hubungan antara keduanya didasarkan pada hubungan timbal balik yang saling
menguntungkan (mutual) dalam hal benefit social sehingga dapat saja disebut
konsep publik service mengakomodasi kepentingan pemerintah dan sebaliknya
mengedepankan publik. Sehingga tidak seharusnya terjadi penyimpangan dalam
praktek pelayanan terhadap masyarakat, seperti ketimpangan dimana yang
justru dilayani adalah oknum tertentu bukan publik dalam arti seharusnya
dilayani (Singaribuan, 2005:317).
Gubernur Jawa Timur, Imam Utomo (dalam sambutannya pada acara Gladi
Kesiapan Pencanangan Percontohan Pelayanan Publik di Jawa Timur , 21 April 2005)
mengatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan masih dirasakan belum sesuai dengan
tuntutan dan harapan masyarakat, hal tersebut disebabkan karena :
1. Rutinitas tugas dan penekanan yang berlebihan kepada
pertanggungjawaban formal telah mengakibatkan adanya prosedur yang
kaku dan lamban.
2. Etos kerja yang cenderung mempertahankan status quo yang tidak mau
menerima adanya perubahan.
3. Prosedur yang berbelit dan biaya pelayanan yang mencekik sering
ditunggangi kepentingan pribadi.
Pernyataan Gubernur Jawa Timur tentang pelayanan publik di atas cukup
merepresentasikan potret buram kinerja pelayanan publik di Jawa Timur. Barangkali
masih banyak pengalaman buruk masyarakat ketika harus berhubungan dengan
birokrasi pemerintah untuk berbagai keperluan pelayanan publik sehari-hari. Namun
demikian, pesan yang ingin disampaikan adalah kualitas pelayanan publik kita masih
merah dan dalam banyak hal perlu banyak perbaikan dan pembenahan.
Indonesia secara resmi memiliki sebuah pelayanan di bidang jasa POS dan
Telekomunikasi sejak didirikan PN POSTEL dengan dirumuskan PP no 240 tahun
1961. Kemudian pada tanggal 27 maret 1966 PN POSTEL berubah menjadi
Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi Selanjutnya akan dibaca sebagai
ditjenpostel. Pembentukan Ditjenpostel ditandai dengan adanya Kepres RI no 63
tahun 1966, pada tanggal 27 maret 1966 dibawah Departemen Perhubungan.
Ditjenpostel mengalami perubahan struktur beberapa kali dan yang terakhir adalah
secara struktural ditjenpostel bergabung dengan Departemen Komunikasi dan
Informasi sesuai PP RI No 15 tahun 2005 (Direktorat Jendral Pos dan
Telekomunikasi, Sabtu 13 Januari 2007, www.posindonesia.co.id).
PT. POS Indonesia (persero), selanjutnya disebut Posindo, merupakan
perusahaan yang berada dibawah Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi dengan
diperkuat PP No. 5 tahun 1995, bergerak dalam bidang pelayanan jasa yang
berhadapan langsung dengan masyarakat. Sehingga maju dan mundurnya Posindo
tidak akan lepas dari pelayanan yang diberikan terhadap masyarakat (Direktorat
Jendral Pos dan Telekomunikasi, Sabtu 13 Januari 2007, www.posindonesia.co.id).
Jasa layanan pos masih dirasa sangat penting dalam denyut nadi masyarakat.
Masyarakat masih membutuhkan jasa layanan antaran yang cepat dan akurat sebagai
konsekuensi dalam memenuhi tuntutan zaman yang serba cepat dan modern. Posindo
diharapkan memiliki pelayanan yang memuaskan masyarakat pengguna layanan.
Sebagaimana fungsinya yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pelayanan yang diberikan haruslah mencapai titik kepuasan pelanggan (klien).
Sehingga cara kerjanya harus professional dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Artinya, penyelenggaraan pelayanan haruslah sensitive, responsive,
dan akuntabel.
Berdasarkan pada Keputusan MenPAN No. 63/Kep/MenPAN/7/2003
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Surat Keputusan
tersebut merupakan acuan bagi seluruh penyelenggara pelayanan publik dalam
pengaturan dan pelaksanaan kegiatan pelayanan publik sesuai dengan
kewenangannya. Menurut Surat Keputusan tersebut mensyaratkan pelayanan
publik yang diberikan kepada masyarakat harus menganut prinsip :
1. kesederhanaan
2. kejelasan
3. kepastian waktu
4. akurasi
5. keamanan
6. tanggung jawab
7. kemudahan sarana dan prasarana
8. kemudahan akses
9. kedisiplinan, kesopanan dan keramanan serta
10. kenyamanan
Sepuluh prinsip penyelenggaraan pelayanan publik menurut keputusan MenPAN
No. 63/Kep/M.PAN/7/2003 tersebut merupakan suatu prinsip yang harus ada di
Posindo karena merupakan suatu prinsip yang harus dilakukan oleh semua
Instansi Pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan publik.
Pelayanan jasa yang diberikan Posindo memiliki beberapa jenis layanan.
Sebagaimana digambarkan pada tabel berikut.
Tabel 1.1 Jenis Layanan Jasa Bisnis Komunikasi dan Bisnis Filateli